• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I : PENDAHULUAN

G. Sistematika Penulisan Skripsi

Untuk bisa memberikan gambaran yang jelas dari sususan proposal skripsi ini, perlu dikembangkan bab per bab sehingga akan terlihat rangkuman dalam proposal skripsi ini secara sistematis. Sistematika pembahasan dalam proposal skripsi ini meliputi bagian awal membuat halaman judul (cover), dan selanjutnya

Pada BAB I, Pendahuluan.Terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan tinjauan pustaka, metodologi penelitian, dan sistematika penelitian.

Pada BAB II, Landasan Teori. Berisi tentang Kerangka Teori dari masing-masing variabel, yang berisikan : Lanjut usia beserta permasalahannya, lanjut usia menurut pandangan Islam, Arti penting bimbingan keagamaan bagi para lanjut usia

Pada BAB III, Profil, Data Kecemasan Lansia sebelum Bimbingan Keagamaan dan Pelaksanaan Kegiatan.Gambaran Umum Panti Wredha Harapan Ibu Ngaliyan Semarang, latar belakang berdirinya, visi dan misi, sarana dan prasarana, struktur organisasi kepengurusan, dan data penghuni Panti Wredha Harapan Ibu Ngaliyan, data tentang kecemasan lansia sebelum adanya bimbingan keagamaan, serta pelaksanaan kegiatan di Panti Wredha Harapan Ibu.

Pada BAB IV, Analisa. Pada Bab ini menjelaskan tentang analisa kondisi kecemasan lansia pada lansia penderita rheumatoid arthritis sebelum dan sesudah adanya bimbingan keagamaan, serta bagaimana pelaksaan kegiatan bimbingan keagamaan di Panti Wredha Harapan Ibu Ngaliyan.

Pada BAB V, Penutup. Dalam bab ini berisi tentang simpulan dari keseluruhan pembahasan serta saran terhadap tujuan dan manfaat yang diharapkan dapat diambil dari tulisan ini.

BAB II

KERANGKA TEORI

A. Lansia dan Kecemasan 1. Pengertian Lanjut Usia

Menurut Undang-Undang Republik Indonsia Nomor 31 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, yang dimaksud dengan Lanjut Usia (lansia) adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Menurut World Health Organization (WHO), lansia adalah seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan kelompok umur pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok yang dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut aging process atau proses penuaan.

Proses menua (aging) adalah suatu proses alami pada semua makhluk hidup.

Laslett (Suardiman, 2016), menyatakan bahwa menjadi tua (aging) merupakan proses perubahan biologis secara terus-menerus yang dialami manusia pada semua tingkatan umum dan waktu, sedangkan usia lanjut (old age) adalah istilah untuk tahap akhir dari proses penuaan tersebut. Semua makhluk hidup memiliki siklus kehidupan menuju tua yang diawali dengan proses kelahiran, kemudian tumbuh menjadi dewasa dan berkembang biak, selanjutnya menjadi semakin tua dan akhirnya akan meninggal. Masa usia lanjut merupakan masa yang tidak bisa dielakkan oleh siapapun khususnya bagi yang dikaruniai umur panjang. Yang bisa dilakukan oleh manusia hanyalah menghambat proses menua agar tidak terlalu cepat, karena pada hakikatnya dalam proses menua terjadi suatu kemunduran atau penurunan. (Suardiman, 2016: 1).

Menurut Elizabeth Hurlock dalam bukunya “Psikologi Perkembangan”

masa lansia adalah masa dimana seseorang mengalami perubahan fisik dan psikologis. Bahkan ketika masa tua disebut sebagai masa yang mudah dihinggapi segala penyakit dan akan mengalami kemunduruan mental seperti menurunnya daya ingat, dan pikiran. (Hurlock, 1998: 30).

Proses penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan tahapan-tahapan menurunnya berbagai fungsi organ tubuh, yang ditandai dengan semakin

23

rentannya tubuh terhadap berbagai serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian misalnya pada sistem kardiovaskuler dan pembuluh darah, pernafasan, pencernaan, endokrindan lain sebagainya. Hal tersebut disebabkan seiring meningkatnya usia sehingga terjadi perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ. Perubahan tersebut pada umumnya mengaruh pada kemunduran kesehatan fisik dan psikis yang pada akhirnya akan berpengaruh pada ekonomi dan sosial lansia. Sehingga secara umum akan berpengaruh pada activity of daily living. (Fatmah, 2010). Dalam hal ini, sikap penulis lebih condong ke teori yang dikemukakan oleh Fatmah yang mana proses penuaan atau usia lanjut merupakan siklus kehidupan yang ditandai dengan tahapan-tahapan menurunnya berbagai fungsi organ tubuh dan ini berkaitan dengan para lanjut usia di Panti Wredha Harapan Ibu Ngaliyan Semarang yang di mana para lanjut usia tersebut memiliki berbagai riwayat penyakit dan semakin menurunnya fungsi pendengaran para lanjut usia.

2. Perubahan yang terjadi pada lanjut usia

Menurut Mujahidullah (2012) dan Wallace (2007), beberapa perubahan yang akan terjadi pada lansia diantaranya adalah perubahan fisik, intelektual, dan keagamaan.

1)Perubahan fisik

a) Sel, saat seseorang memasuki usia lanjut keadaan sel dalam tubuh akan berubah, seperti jumlahnya yang menurun, ukuran lebih besar sehingga mekanisme perbaikan sel akan terganggu dan proposi protein di otak, otot, ginjal, darah dan hati berkurang.

b)Sistem persyarafan, keadaan sistem persyarafan pada lansia akanmengalami perubahan, seperti mengecilnya syaraf panca indra.

Pada indra pendengaran akan terjadi gangguan pendengaran seperti hilangnya kemampuan pendengaran pada telinga. Pada indra penglihatan akan terjadi seperti kekeruhan pada kornea, hilangnya daya akomodasi dan menurunnya lapang pandang. Pada indra peraba akan terjadi seperti respon terhadap nyeri menurun dan kelenjar keringat

berkurang. Pada indra pembau akan terjadinya seperti menurunnya kekuatan otot pernafasan, sehingga kemampuan membau juga berkurang.

c) Sistem gastrointestinal, pada lansia akan terjadi menurunya selara makan, seringnya terjadi konstipasi, menurunya produksi air liur(saliva) dan gerak peristaltic usus juga menurun.

d) Sistem genitourinaria, pada lansia ginjal akan mengalami pengecilansehingga aliran darah ke ginjal menurun.

e) Sistem musculoskeletal, pada lansia tulang akan kehilangan cairan dan makin rapuh, keadaan tubuh akan lebih pendek, persendian kaku dan tendon mengerut.

f) Sistem kardiovaskuler, pada lansiajantung akan mengalami pompa darah yang menurun, ukuran jantung secara kesuruhan menurun dengan tidaknya penyakit klinis, denyut jantung menurun, katup jantung pada lansia akan lebih tebal dan kaku akibat dari akumulasi lipid. Tekanan darah sistolik meningkat pada lansia kerana hilangnya distensibility arteri. Tekanan darah diastolik tetap sama atau meningkat.

2) Perubahan Intelektual

Menurut Hochanadel dan Kaplan dalam Mujahidullah (2012), akibat proses penuaan juga akan terjadi kemunduran pada kemampuan otak seperti perubahan Intelegenita Quantion (IQ) yaitu fungsi otak kanan mengalami penurunan sehingga lansia akan mengalami kesulitan dalam berkomunikasi nonverbal, pemecehan masalah, konsentrasi dan kesulitan mengenal wajah seseorang. Perubahan yang lain adalah perubahan ingatan, karena penurunan kemampuan otak maka seorang lansia akan kesulitan untuk menerima rangsangan yang diberikankepadanya sehingga kemampuan untuk mengingat pada lansia juga menurun.

3. Kecemasan

Kecemasan adalah sesuatu yang menimpa hampir setiap orang pada waktu tertentu dalam kehidupannya.Kecemasan merupakan reaksi normal terhadap situasi yang sangat menekan kehidupan seseorang.Kecemasan bisa muncul sendiri atau bergabung dengan gejala-gejala lain dari berbagai gangguan emosi. (Savitri Ramaiah, 2003: 10). Penulis lebih condong dengan teori kecemasan yang dikemukakan oleh Savitri Ramaiah yang di mana bahwasannya kecemasan memang menimpa hampir setiap orang pada waktu tertentu di hidupnya dan kecemasan bisa muncul dengan berbagai kondisi dan berbagai gangguan emosi.

May (dalam Feist 2013: 53) mendefinisikan kecemasan sebagai “kondisi subjektif ketika seseorang menyadari bahwa eksistensinya dapat dihancurkan dan ia dapat menjad bukan apa-apa” (nothing). Di lain kesempatan, May menyebutkan bahwa kecemasan sebagai ancaman terhadap nilai-nilai penting. Kecemasan kemudian dapat muncul dari kesadaran atas nonbeing seseorang atau dari ancaman atas nilai-nilai yang dianggap penting untuk eksistensi seseorang.

May (1981: 185) mengutip perkataan Kiekergaard, “kecemasan adalah bagian memusingkan dari kebebasan”.Kecemasan, seperti rasa pusing, dapat menjadi sesuatu yang menyenangkan atau menyakitkan, konstruktif atau destruktif.Hal tersebut dapat memberikan energy dan semangat, tetapi juga dapat melumpuhkan dan membuat panik. Selain itu, kecemasan dapat dibagi menjadi kecemasan normal dan neurotik.

Kecemasan Normal adalah tipe kecemasan yang dialami setiap periode pertumbuhan atau ketika nilai-nilai seseorang terancam, yang pasti dialami oleh semua orang.Sedangkan Kecemasan Neurotik adalah sebagai “reaksi yang tidak proporsional atas suatu ancamana, meliputi represi dan bentuk-bentuk lain dari konflik intrapsikis, yang dikelola oleh bermacam-macam bentuk pemblokiran aktivitas dan kesadaran” (May 1981: 185).

4. Gejala Klinis Kecemasan

Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh orang yang mengalami gangguan kecemasan antara lain sebagai berikut :

a. cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung;

b. merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut;

c. takut sendirian, takut pada keramaian banyak orang;

d. gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan;

e. gangguan konsentrasi dan daya ingat;

f. keluhan-keluhan somatic, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran berdenging (tinnitus), berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala, dan lain sebagainya.

Selain keluhan-keluhan cemas secara umum di atas, ada lagi kelompok cemas yang lebih berat yaitu gangguan cemas menyeluruh, gangguan panik, gangguan phobik, dan gangguan obsesif-kompulsif.

(Hawari, 2006: 66).

Menurut Kelly (Cervone, 2012: 195), kecemasan adalah mengenali bahwa suatu peristiwa yang dihadapi oleh seseorang berada di luar jangkauan kenyamanan pada sistem konstruk seseorang. Oleh karena nya para penderita penyakit kronis seringkali merasa cemas dan tidak nyaman terhadap apa yang dirasakannya.

5. Penyebab Kecemasan

Penyebab kecemasan ada bermacam-macam ada yang mengatakan akibat tidak terpenuhinya keinginan-keinginan seksual, karena merasa diri (fisik) kurang dan karena pengaruh pendidikan waktu kecil, atau karena sering terjadi frustasi karena tidak tercapainya yang diinginkan baik materiil maupun sosial.Mungkin pula akibat dipelajari atau ditiru, atau dari rasa tidak berdaya, tidak ada kekeluargaan, dan sebagainya.Dengan ringkas, kecemasan dapat dikatakan bisa timbul karena orang tidak mampu menyesuaikan diri dengan dirinya, dengan orang lain, dan dengan lingkungan sekitarnya.(Daradjat, 1990: 28).

Rasa cemas bisa disebabkan oleh beberapa hal, menurut Zakiyah Daradjat kecemasan dapat disebabkan oleh :

a. cemas karena melihat dan mengetahui ada bahaya yang mengancam dirinya.

b. rasa cemas berupa penyakit dan terlihat dalam beberapa bentuk. Ada pula cemas dalam bentuk takut akan benda-benda atau hal-hal tertentu.

c. cemas karena merasa berdosa atau bersalah, karena melakukan hal-hal yang berbeda dengan keyakinan atau hati nurani.

B. Bimbingan Keagamaan

1. Pengertian Bimbingan Keagamaan

Thohari Musnamar mendefinisikan bimbingan keagamaan adalah suatu proses pemberian bantuan terhadap individu atau kelompok agar dalam kehidupan keagamaannya selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah SWT, sehingga dapat mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat.

(Musnamar, 1992: 143).Penulis lebih condong ke teori yang dikemukakan oleh Thohari Musnamar yang mana bahwasannya bimbingan keagamaan sangat perlu bagi individu agar kehidupan agama individu selaras dan sesuai dengan petunjuk Allah, agar terciptanya kebahagiaan dunia dan akhirat.

Menurut Zakiah Daradjat, bimbingan agama adalah untuk membina moral atau mental seseorang kearah sesuai dengan ajaran Islam, artinya setelah bimbingan terjadi seseorang dengan sendirinya akan menjadikan agama sebagai pedoman dan pengendali tingkah laku, sikap dan gerak gerik dalam hidupnya. (Daradjat, 1982: 68).

Berdasarkan mengenai uraian di atas maka dapat diambil kesimpulan bimbingan keagamaan adalah segala usaha dan tindakan yang mengarah kepada kegiatan dalam membentuk, memlihara, serta meningkatkan kondisi rohani seseorang terhadap pengalaman nilai-nilai ajaran agama Islam, juga untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT agar mendapat keselamatan dunia dan akhirat.

2. Tujuan Bimbingan Keagamaan

Menurut Thohari Musnamar merumusakan bahwa tujuan bimbingan keagamaan sebagai berikut :

1. Membantu individu atau kelompok individu mencegah timbulnya masalah-masalah dalam kehidupan keagamaan, antara lain dengan cara :

membantu individu menyadari fitrah manusia;

a) membantu individu mengembangkan fitrahnya (mengaktualisasikannya);

b) membantu individu memahami dan menghayati ketentuan dan petunjuk Allah dalam kehidupan keagamaan;

c) membantu individu menjalankan ketentuan dan petunjuk Allah mengenai kehidupan keagamaan.

2. Membantu individu memecahkan masalah yang berkaitan dengan kehidupan keagamaannya, antara lain dengan cara:

a) Membantu individu memahami problem yang dihadapinya;

b) Membantu individu memahami kondisi dan situasi dirinya dan lingkungannya;

c) Membantu individu memahami dan menghayati berbagai cara untuk mengatasi problem kehidupan keagamaannya sesuai dengan syari’at Islam;

d) Membantu individu menetapkan upaya pemecahan problem keagamaan yang dihadapinya.

3. Membantu individu memelihara situasi dan kondisi kehidupan keagamaan dirinya yang telah baik agar tetap baik dan atau menjadi lebih baik.

3. Fungsi Bimbingan Keagamaan

Membahas tentang fungsi bimbingan keagamaan dalam usaha pemberian bantuan terhadap individu yang bermasalah ada beberapa fungsi menurut Thohari Musnamar, yaitu :

a. Fungsi Preventif, yakni mencegah timbulnya masalah pada seseorang.

b. Fungsi Kuratif, yakni memecahkan atau menanggulangi masalah yang sedang dihadapi seseorang.

c. Fungsi Developmental, yakni memelihara agar keadaan yang telah baik tidak menjadi tidak baik kembali dan mengembangkan keadaan yang sudah baik menjadi lebih baik.

4. Metode dan Teknik Bimbingan Keagamaan

Musnamar (1992: 49- 51) Metode dan teknik bimbingan keagamaan secara garis besar dapat disebutkan seperti di bawah ini.Lazimnya bimbingan keagamaan memiliki metode dan teknik masing masing.Di sini digabungkan untuk mempermudah saja, sekedar untuk mengawali pembicaraan-pembicaraan lebih lanjut. Metode lazim diartikan sebagai cara untuk mendekati masalah sehingga diperoleh hasil yang memuaskan, sementara teknik merupakan penerapan metode tersebut dalam praktek.

Dalam pembicaraan ini kita akan melihat bimbingan keagamaan sebagai proses komunikasi.

1. Metode Langsung

Metode Langsung (metode komunikasi langsung) adalah metode dimana pembimbing melakukan komunikasi (bertatap muka) dengan orang yang dibimbingnya. Metode ini dapat dirinci lagi menjadi :

a) Metode Individual

Pembimbing dalam hal ini melakukan komunikasi langsung secara individual dengan pihak yang dibimbingnya. Hal ini dapat dilakukan dengan mempergunakan teknik :

1) Percakapan pribadi, yakni pembimbing melakukan dialog langsung tatap muka dengan pihak yang dibimbing;

2) Kunjungan ke rumah (home visit), yakni pembimbing mengadakan dialog dengan kliennya tetapi dilaksanakan di rumah klien sekaligus untuk mengamati keadaan rumah klien dan lingkungannya;

3) Kunjungan dan observasi kerja, yakni pembimbing atau konseling jabatan melakukan percakapan individual sekaligus mengamati kerja klien dan lingkungannya.

b) Metode Kelompok

Pembimbing melakukan komunikasi langsung dengan klien dalam kelompok. Hal ini dapat dilakukan dengan teknik-teknik :

1) Diskusi kelompok, yakni pembimbing melaksanakan bimbingan dengan cara mengadakan diskusi dengan atau bersama kelompok klien yang mempunyai masalah yang sama;

2) Karya wisata, yakni bimbingan kelompok yang secara langsung dengan mempergunaka ajang karyawisata sebagai forumnya;

3) Sosiodrama, yakni bimbingan atau konseling yang dilakukan dengan cara bermain peran untuk memecahkan atau mencegah timbulnya masalah (psikologis);

4) Group teaching, yakni pemberian bimbingan atau konseling dengan memberikan materi bimbingan atau konseling tertentu (ceramah) kepada kelompok yang telah disiapkan.

2. Metode Tidak Langsung

Metode tidak langsung (metode komunikasi tidak langsung) adalah metode bimbingan keagamaan yang dilakukan melalui media komunikasi massa. Hal ini dapat dilaksanakan secara individual maupun kelompok, bahkan massal.

a). Metode Individual

1) Melalui surat menyurat;

2) Melalui telepon, dsb.

b). Metode Kelompok atau Massal 1) Melalui papan bimbingan;

2) Melalui surat kabar atau majalah;

3) Melalui brosur;

4) Melalui radio (media audio);

5) Melalui televisi.

Metode atau teknik mana yang digunakan dalam melaksanakan bimbingan keagamaan tergantung pada;

1. Masalah atau problem yang sedang dihadapi atau digarap;

2. Tujuan penggarapan masalah;

3. Keadaan yang dibimbing atau klien;

4. Kemampuan pembimbing atau konselor mempergunakan metode atau teknik;

5. Sarana dan prasarana yang tersedia;

6. Kondisi dan situasi lingkungan sekitar;

7. Organisasi dan administrasi layanan bimbingan dan konseling;

8. Biaya yang tersedia.

5. Asas- Asas Bimbingan Keagamaan

Asas-asas bimbingan keagamaan di antaranya adalah sebagai berikut :

a. Asas Fitrah

Pada dasarnya, manusia telah membawa fitrah (naluri beragama Islam yang meng-esakan Allah), sehingga bimbngan keagamaan harus senantiasa mengajak kembali manusia memahami dan menghayatinya.

b. Asas Kebahagiaan Dunia dan Akhirat

Bimbingan keagamaan membantu individu memahami dan menghayati tujuan hidup manusia yaitu mengabdi kepada Allah, dalam rangka mencapai tujuan akhir sebagai manusia, yaitu mencapai kebahagiaan dunia akhirat tersebut.

c. Asas Amal Saleh dan Akhlaqul-Karimah

Bimbingan keagamaan membantu individu melakukan amal saleh dan berakhlak mulia sesuai dengan ajaran Islam.

d. Asas Mauizatul-Khasanah

Bimbingan keagamaan dengan cara yang sebaik-baiknya dengan mempergunakan segala macam sumber pendukung secara efektif dan efisien, karena hanya dengan cara penyampaian “hikmah”

yang baik sajalah maka “hikmah” itu bisa tertanam pada diri individu yang dibimbing.

e. Asas Mujadalatul-Ahsan

Bimbingan keagamaan dilakukan dengan cara dialog-dialog antara pembimbing dan yang dibimbing, yang baik, yang manusiawi, dalam rangka membuka pikiran dan hati pihak yang dibimbing akan ayat-ayat Allah, sehingga muncul pemahaman, penghayatan, keyakinan, akan kebenaran dan kebaikan syari’at Islam, dan mau menjalankannya.

6. Pembimbing Keagamaan

Yang berhak menjadi pembimbing keagamaan adalah orang atau tim yang :

a. memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam mengenai syari’at Islam.

b. mempunyai keahlian di bidang metodologi dan teknik bimbingan keagamaan.

7. Objek Bimbingan Keagamaan

a. Upaya-upaya mencegah dan atau mengatasi problem yang berkaitan dengan ketidakberagamaan;

b. Upaya-upaya mencegah dan atau mengatasi problem yang berkaitan dengan kesulitan memilih agama;

c. Upaya-upaya mencegah dan atau mengatasi problem yang berkaitan dengan kegoyahan iman (kekufuran);

d. Upaya-upaya mencegah dan atau mengatasi problem yang berkaitan dengan konflik pandangan atau wawasan keagamaan;

e. Upaya-upaya mencegah dan atau mengatasi problem yang berkaitan dengan kekurangpaham mengenai syari’at Islam;

f. Upaya-upaya mencegah dan atau mengatasi problem yang berkaitan dengan ketidakmauan dan ketidakmampuan menjalankan syari’at Islam dengan baik dan benar.

8. Latar Belakang Perlunya Bimbingan Keagamaan

Manusia sesuai dengan hakekatnya, seperti telah diuraikan di muka, diciptakan dalam keadaan terbaik, termulia, tersempurna, dibandingkan makhluk lainnya, tetapi sekaligus memiliki hawa nafsu dan perangai atau sifat tabiat buruk, misalnya suka menuruti hawa nafsu, lemah, aniaya, terburu nafsu, membantah, dan lain-lain, karena manusia dapat terjerumus ke dalam lembah kenistaan, kesengsaraan, dan kehinaan. Dengan kata lain, manusia bisa bahagia hidupnya di dunia maupn di akhirat, dan bisa pula sengsara atau tersiksa.

Mengingat berbagai sifat itu, maka diperlukan adanya upaya untuk menjaga agar manusia tetap menuju ke arah bahagia, menuju ke

citranya yang terbaik, ke arah “ahsani taqwim” dan tidak terjerumus ke keadaan yang hina atau ke “asfal safilin” seperti dilukiskan Allah SWT dalam surat At-Tin dan surat Al-‘Asr yang dapatlah dikatakan sebagai latar belakang utama mengapa bimbingan keagamaan

يمِو ۡقَ ت ِنَس ۡحَأ ِٓفِ َنَٰسنِ ۡلۡٱ اَنۡقَلَخ ۡدَقَل

“Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya, (4).kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (5). kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan;

maka mereka akan mendapat pahala yang tidak ada putus-putusnya(6)”. (Q.S At-Tin [95]: 4-6).

kecuali, orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran. (3)”. (Q.S Al-Asr [103]: 1-3).

Jika dirinci lebih lanjut, yang menjadi latar belakang perlunya bimbingan keagamaan itu dapat dijelaskan seperti yang tertera dalam uraian berikut yang urutannya disesuaikan dengan uraian mengenai hakekat manusia yaitu, manusia yang memiliki unsur jasmaniah (biologis) dan psikologis atau mental (ruhaniah), manusia sebagai makhluk individu, sosial, berbudaya, dan sebagai makhluk Tuhan (religius).

1. Dari segi jasmaniah (biologis)

Karena manusia memiliki unsur jasmaniah atau biologis, manusia memiliki berbagai kebutuhan biologis yang harus dipenuhinya, semisal makan, minum, menghirup udara, berpakaian, bertempat tinggal, dan sebagainya. Upaya untuk memenuhi kebutuhan jasmaniah tersebut dapat dilakukan manusia selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, bisa pula tidak, dan penyimpangan dari ketentuan dan petunjuk Allah itu bisa dilakukan manusia secara sadar maupu tidak.

Dengan keyakinan bahwa ketentuan dan petunjuk Allah pasti akan membawa manusia kebahagiaan, individu yang berbahagia tentulah individu yang mampu hidup selaras dengan ketentuan Allah dan petunjuk Allah SWT tersebut, termasuk dalam usahanya memenuhi kebutuhan jasmaniah. Tetapi, tidak sama manusia mampu hidup dan memenuhi kebutuhan jasmaninya itu seperti seharusnya tersebut, baik karena faktor internal (dari dalam diri individu itu sendiri) maupun akibat dari faktor eskternal atau lingkungan sekitarnya.

2. Dari segi rohaniah (psikologis)

Sesuai dengan hakekatnya, manusia memerlukan pula pemenuhan kebutuhan rohaniah dalam arti psikologis.Seperti telah diketahui, manusia dianugerahi kemampuan rohaniah (psikologis) pendengaran, penglihatan, dan kalbu, atau dalam bahasa sehari-hari dikenal dengan kemampuan cipta, rasa, dan karsa.Secara luas untuk bisa hidup bahagia, manusia memerlukan keadaan mental psikologis yang baik (selaras, seimbang).

3. Dari segi individu

Telah diketahui bahwa manusia merupakan makhluk individu.Artinya seseorang memiliki kekhasanahannya sendiri sebagai suatu pribadi, Dengan kata lain, keadaan orang perorang, mencakup keadaan jasmaniah dan rohaniah atau psikologisnya bisa

membawanya ke kehidupan yang tidak selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah SWT.Ketidaknormalan sosok jasmaniah, ketidak unggulan (tetapi juga kesuperioritas) potensi rohaniah, dapat membawa manusia ke kehidupan yang tidak selaras.

Segi-segi individual lainnya sedikit banyak telah disinggung dalam uraian mengenai faktor jasmaniah dan rohaniah (psikologis).

Problem-problem yang berkaitan dengan kondisi individual dengan demikian akan kerap muncul di hadapan manusia. Agar problem-problem tersebut tidak menjadikan manusia menjadi hidup tidak selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah SWT, bimbingan keagamaan Islami diperlukan kehadirannya.

4. Dari segi sosial

Selain sebagai makhluk individual, manusia juga termasuk makhluk sosial yang senantiasa berhubungan dengan manusia lain

Selain sebagai makhluk individual, manusia juga termasuk makhluk sosial yang senantiasa berhubungan dengan manusia lain

Dokumen terkait