• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. KATEKESE KAUM MUDA SEBAGAI PEMBINAAN

A. Katekese kaum muda sebagai pembinaan kaum muda

1. Situasi kaum muda

Komisi Kepemudaan Konperensi KWI mendefinisikan kaum muda adalah mereka yang berusia 13-30 tahun dan belum menikah, sambil tetap memperhatikan situasi dan kebiasaan masing-masing daerah (1993:8-9). Komisi Kepemudaan Konperensi KWI mendefinisikan kaum muda melihat dari segi usia perkembangan dan kebiasaan daerah. Definisi kaum muda berpatokkan dari usia perkembangan adalah manusia yang berusia 13 tahun sampai dengan 30 tahun sampai belum menikah. Sedangkan berdasarkan kebiasaan daerah, yang disebut kaum muda pada masing-masing daerah mempunyai patokan sendiri, misalnya ada yang disebut kaum muda setelah memangur gigi, meloncati batu, dll. Kaum muda dalam penulisan skripsi ini berpatokan pada usia, maka yang disebut dengan kaum muda adalah mereka yang beragama katolik berusia 13-30 tahun dan belum menikah.

Kaum muda berusia 13-30 tahun sedang mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan. Menurut Hurlock (1990:2-3) ada perbedaan antara pertumbuhan dengan perkembangan. Perbedaannya terletak pada perkembangan bersifat kualitatif sedangkan pertumbuhan bersifat kuantitatif. Pada pertumbuhan dan perkembangan terjadi perubahan. Tujuan dari perubahan adalah memungkinkan orang menyesuaikan diri dengan lingkungan dimana ia hidup. Kaum muda juga mengalami perubahan untuk menyesuaikan diri dengan

lingkungan hidupnya. Dibawah ini akan dipaparkan mengenai sistuasi kaum muda yang meliputi pertumbuhan fisik dan perkembangan kognitif, emosional, sosial, moral, iman.

a. Fisik

Kaum muda mengalami pertumbuhan fisik yang sangat cepat. Pertumbuhan ini ditandai dengan kematangan alat reproduksi. Pertumbuhan fisik menampakkan ciri-ciri kepriaan dan kewanitaan kaum muda. Bersamaan dengan pertumbuhan fisik ada perubahan hormonal dalam diri kaum muda. Perubahan hormonal mempengaruhi perilaku kaum muda yaitu wanita cenderung lebih matang dari pada pria.

Perubahan hormonal juga semakin menampakkan secara jelas kepriaan dan kewanitaan kaum muda, bersamaan dengan itu berkembang pula keterkaitan kaum muda pada lawan jenisnya. Mereka sadar bahwa pertumbuhan fisik adalah daya tarik untuk mendekati lawan jenis sekaligus untuk bersosialisasi dengan temannya yang sejenis maupun lawan jenis. Mereka yang menarik akan lebih diterima oleh kaum muda yang lain.

Kaum muda membutuhkan dorongan agar menerima diri apa adanya dan tetap mampu bersosialisasi dengan temannya. Hal ini terjadi karena perubahan fisik tidak sama antara satu orang dengan yang lain. Ada yang cepat dan ada pula yang lambat.

b. Kognitif

Charles M. Shelton (1987:11-23) dalam bukunya Spiritualitas Kaum Muda menjelaskan perkembangan kognitif kaum muda dengan menggunakan teori

perkembangan kognitif Jean Piaget. Dalam teori Piaget perkembangan kognitif kaum muda diawali dengan tahap pemikiran konkret dan kemudian masuk dalam tahap pemikiran formal operasional konkret.

Peralihan dari pemikiran konkret ke pemikiran formal operasional konkret mengakibatkan kaum muda bisa jatuh pada yang dinamakan kebodohan semu

(pseudostupidity). Maksudnya pemikiran formal mendorong dan mendesak kaum

muda untuk mempertanyakan masalah-masalah yang kompleks dan mencari jawaban yang mengatasi kemampuan pemahaman mereka sendiri. Pada masa peralihan ini kaum muda sering mempertanyakan dan meragukan suatu hal.

Pada tahap pemikiran konkret, kaum muda bisa membayangkan apa yang pernah ia lihat. Setelah masuk dalam pemikiran formal operasional konkret, kemampuan kaum muda berkembang sehingga mampu menyusun hipotesis, bentuk generalisasi dan menuju pemikiran abstrak.

Agus Cremer (1995:137) menerangkan yang dimaksud hipotesis, generalisasi, dan abstrak. Menurut Cremer cara pandang kaum muda pada tahap ini yaitu kaum muda berpikir pada masa depan yang secara hipotesis dianggap ideal, paling menarik atau menakutkan. Akibatnya kaum muda menjadi seorang idealis yang cukup fanatik dan bersikap serba mutlak. Pemikiran ini berdampak kaum muda menilai pribadi, lembaga, dan sistuasi nyata yang kurang beres dengan sikap keras dan mengutuk semua itu berdasarkan patokan ketat-murni yang bersifat abstrak semata-mata.

Pemikiran formal juga mendorong kaum muda untuk merefleksikan proses berpikir mereka sendiri. Kaum muda akan lebih meningkatkan kualitas intropeksi

dirinya. Pada saat mengintropeksi diri tanggapan orang lain dan teman sebaya maupun orang dewasa penting bagi kaum muda sebagai bahan untuk berefleksi. Kaum muda juga akan menguji dan membandingkan pandangannya dengan pandangan orang lain, sehingga pandangan dari orang lain dapat mengubah dan memodifikasi pandangan pribadinya.

Kaum muda memerlukan orang dewasa untuk membantunya untuk menemukan jawaban atas permasalahan kompleks yang mereka hadapi, bersikap lunak terhadap ketidakbenaran yang terjadi disekitar dirinya serta membantu mengembangkan kemampuan berefleksi dan berinteropeseksi.

c. Emosi

Kaum muda pada situasi emosi yang tidak stabil akibat dari perubahan fisik dan psikis. Emosi kaum muda yang meledak-ledak atau sulit dikendalikan disebut badai dan tekanan. Ketidakstabilan emosi kaum muda ketika dibawah tekan dan menghadapi kondisi baru. Akan tetapi keadaan akan semakin membaik dengan adanya usaha penyesuaian diri pada pola perilaku baru dan harapan sosial yang baru. Dari tahun dan tahun kaum muda akan mengalami perbaikan emosi (Elizabeth B. Hurlock 1990:213).

Menurut Jean Piaget bersamaan dengan perkembangan kognitif berkembang juga tanggapan afektif. Hal-hal yang berpengaruh pada kemampuan afektif kaum muda adalah seperti masalah kemanusiaan, keadilan sosial, kebebasan suara hati, pengembangan ilmu, nasionalisme, dll (Charless M. Shelton 1987:17).

Berkaitan dengan perkembangan emosi. Kaum muda perlu diarahkan emosinya supaya dapat mengendalikan emosi serta memampukan kaum muda mengembangkan kemampuan afektifnya.

d. Sosial

Menurut Robert Selman (Charles M. Shelton, 1987:89-90) kaum muda berada dalam tahap pengambilan pandangan yang dalam dan simbolis (Indepth

and Sosient Perspective Thinking). Perkembangan penalaran sosial dalam diri

kaum muda yaitu kaum muda mampu memahami secara lebih dalam pola-pola motivasi, perasaan, dan pemikiran orang lain dan kelompok-kelompok masyarakat seperti bangsa, suku, atau kelas-kelas.

Perkembangan penalaran sosial kaum muda yakni pemahaman yang semakin luas tentang sesama yang memungkinkan kaum muda menghargai orang lain. Penalaran sosial juga mengembangkan kesadaran sosial kaum muda yang memperhatikan orang-orang yang menderita dan tertindas.

Hurlock (1990:213) mengatakan bahwa kuatnya pengaruh teman sebaya terhadap perkembangan sosial kaum muda. Karena kaum muda lebih banyak berada di luar rumah bersama teman-temannya yang sebaya. Kaum muda cenderung mengikuti teman sebaya agar dapat diterima oleh menjadi anggota kelompok. Sedangkan dilain pihak, kaum muda lebih menerima kaum muda lain yang mempunyai kesamaan dalam dirinya, entah itu dalam cara berpakaian, kesenangan, fisik, dll.

Berkaitan dengan perkembangan sosial, kaum muda membutuhkan pemahaman yang benar mengenai arti sesama adalah semua orang bukan hanya

teman sebayanya. Selain itu perlu juga mengarahkan kaum muda untuk lebih peduli kepada sesama khususnya yang menderita dan tertindas.

e. Moral

Menurut skema moral Kohlberg (Charles M. Shelton 1987:24-36) kaum muda berada dalam tahap Orientasi Hukum dan Ketertiban (The Law-and-Order

Orientation). Kaum muda percaya bahwa benar atau salah berhubungan dengan

tugas. Benar bagi kaum muda adalah terpenuhi kewajiban yang harus dikerjakannya dengan menaati hukum dan bertindak sesuai dengan yang diharapkan oleh kelompok.

Pandangan Kohlberg bahwa ketidakseimbangan kognitif bisa menjadi faktor penting dalam proses pengembangan penalaran moral seseorang. Maka usaha untuk membina kaum muda adalah dengan menyodorkan dilema dan penalaran yang merangsang mereka untuk merenungkan dilema-dilema dari sudut pandang berbeda.

Orientasi moral kaum muda lahir dari interaksi sosialnya. Lingkungan memberikan pengaruh yang penting bagi persepsi yang dimiliki seseorang atas tingkah laku orang lain dan juga pemahaman atas keadilan.

Berdasarkan pandangan Kohlberg beberapa yang perlu diperhatikan mengenai perkembangan moral kaum muda. Kaum muda memiliki perbedaan akan nilai-nilai. Nilai yang dianut oleh kaum muda dipengaruhi oleh kondisi lingkungan tempat hidupnya. Nilai-nilai dibangun berdasarkan nilai-nilai bertahap. Dalam rangka penanaman nilai-nilai kaum muda membutuhkan orang

dewasa untuk mengitergrasikan nilai yang sedang berkembang di masyarakat dalam dirinya.

f. Iman

Arti iman menurut Konstitusi Dogmatis tentang Wahyu Ilahi Dokumen Konsili Vatikan II, sbb:

Iman berarti manusia dengan kebebasannya menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah, dengan mempersembahkan kepatuhan akal budi serta kehendak yang sepenuhnya kepada Allah yang mewahyukan dan secara suka rela menerima kebenaran wahyu yang dikaruniakan oleh-Nya (Dei

Verbum art. 5).

Iman merupakan tanggapan manusia akan Wahyu. Wahyu sendiri yaitu tindakan Allah yang menyelamatan manusia. Yesus Kristus adalah kepenuhan wahyu. Dengan demikian Wahyu Allah adalah Yesus Kristus sendiri. Barang siapa melihat Yesus melihat Allah juga (Yoh 1:1-8). Maka beriman bagi kaum muda berarti kaum muda menjawab panggilan Allah dengan menerima wahyu atau Yesus Kristus sendiri, mengandalkan Yesus dalam segala hal dan dalam akal, kehendak, tindakan, tingkah laku, perilaku merupakan cerminan dari Yesus sendiri. Kaum muda yang beriman adalah kaum muda yang menerima Yesus Kristus dengan seutuhnya dan berani menjadi saksi Kristus.

Perkembangan iman kaum muda menurut James Fowler (Agus Cremers 1995:134-185) berada diantara tahap Sintesis Konvensional (Synthetic

Convensional) dan Refleksif Individuatif (Individuative-Reflective). Corak dari

kepercayaan kepada Allah menurut Folwer dipengaruhi oleh ciri khas dari kognitif, afektif, sosial dari kaum muda.

Tahap pertama kaum muda berada dalam tahap sintesis konvensinal. Sintesis maksudnya kaum muda memiliki bermacam-macam bayangan gambaran diri dari orang lain. Gambaran-gambaran diri ini semua belum dikaji secara kritis dan belum dipertanyakan apakah keanekaragaman tersebut secara intrinsik sungguh cocok satu sama lain sehingga membentuk satu kesatuan yang menyeluruh dan selaras. Konvensional maksudnya secara kognitif, afektif, dan sosial kaum muda menyesuaikan diri dengan orang yang penting baginya.

Gambaran Allah oleh kaum muda dipandang sebagai Pribadi Lain yang penting. Allah dipandang sebagai sahabat karib. Allah menjadi ilham pembentukan jati diri kaum muda. Allah juga dipandang sebagai Allah yang konvensional yaitu Allah yang diyakini oleh pandangan umum masyarakat. Seakan-akan rupa, sikap, nilai, gambaran, keyakinan umum masyarakat. Pandangan kaum muda yang konvensional ini disebabkan karena kaum muda belum mampu menyusun gambaran Allah sendiri yang sesuai dengan jati dirinya.

Fungsi iman bagi kaum muda yaitu sebagai daya sentral yang menghidupkan dan menjiwai seluruh proses pembentukan jati diri kaum muda. Iman sangat penting dalam rangka menciptakan suatu pandangan dunia dan pandangan hidup, gaya hidup, dan ideologi tertentu. Pentingnya peranan simbol bagi kaum muda. Rasa bersatu dengan Allah dicapai melalui simbol dan upacara. Simbol dianggap mewakili yang disimbolkannya.

Keuntungannya, kaum muda berani untuk percaya dan mempercayakan diri secara penuh dan tanpa syarat kepada pribadi lain dalam hal ini adalah Allah sendiri. Berikutnya kaum muda membangun identitas lewat upaya

mengintegrasikan semua gambaran diri lama dan gambaran diri baru yang dirancang untuk masa depannya.

Bahayanya, tokoh yang diidolakan oleh kaum muda secara sadar maupun tidak sadar mempengaruhi kaum muda. Akibatnya, perkembangan selanjutnya berupa otonomi, kemandirian, dan ketakbergantungan yang sehat dalam hal bertindak dan berpikir menjadi sangat dipersulit dan dihambat. Padahal otonomi pribadi itu sungguh diperlukan agar nantinya kaum muda mampu menemukan jalannya sendiri ditengah-tengah keanekaragaman pendapat dan pola kepercayaan yang dilontarkan oleh masyarakat modern yang pluralistis. Berikutnya, kaum muda merasa dikhianati dan dilukai jika terjadi perpecahan dalam persahabatan kaum muda di dunia nyata, akibatnya sampai pada persahabatan karib dengan Allah yakni kaum muda merasa Allah meninggalkan dan mengecewakannya.

Pada kedua tahap reflekstif individuatif. Individuatif maksudnya Allah dicari dalam diri pribadi sendiri. Reflekstif maksudnya kaum muda mengembangkan visi imannya berdasarkan refleksi kritis.

Gambaran Allah dikenal sebagai pribadi yang bebas dan dinamis mengundang setiap orang untuk bekerja sama dengannya dan menjadi rekan kerjanya.

Keuntungannya, kaum muda mempunyai kemampuan menimbang dan melakukan refleksi kritis. Dengan begitu orang kaum muda dapat menyadari dan merenungkan identitas diri dan pandangan hidupnya secara eksplisit.

Kerugiannya kaum muda secara berlebihan mengandalkan kekuatan dan daya akal budi dan menjadi individualisme.

Berkaitan dengan perkembangan iman kaum muda, nampak bahwa hidup beriman kaum muda dipengaruhi oleh pandangan kaum muda terhadap perubahan fisik, kognitif, emosi, moral, sosial yang sedang dialami oleh kaum muda. Sebaliknya iman dapat juga mempengaruhi kaum muda dalam memberikan makna pada pertumbuhan fisik dan perkembangan kognitif, emosi, moral, sosialnya. Pendekatan untuk menghadirkan Allah bagi kaum muda adalah Allah dihadirkan sebagai sahabat dan rekan kerja bagi kaum muda. Pembinaan iman mengarah pada pembentukan identitas serta kemandirian kaum muda dalam beriman.

Dokumen terkait