• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menggali pesan perumpamaan orang Samaria yang baik hati (Lukas 10:25-37) melalui katekese kaum muda sebagai usaha pembinaan kaum muda di Stasi Kristus Raja Ngrambe, Paroki Santo Yoseph Ngawi, Jawa Timur.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Menggali pesan perumpamaan orang Samaria yang baik hati (Lukas 10:25-37) melalui katekese kaum muda sebagai usaha pembinaan kaum muda di Stasi Kristus Raja Ngrambe, Paroki Santo Yoseph Ngawi, Jawa Timur."

Copied!
382
0
0

Teks penuh

(1)

i

MENGGALI PESAN PERUMPAMAAN ORANG SAMARIA YANG BAIK HATI (LUKAS 10:25-37) MELALUI KATEKESE KAUM MUDA SEBAGAI USAHA PEMBINAAN KAUM MUDA DI STASI KRISTUS RAJA NGRAMBE, PAROKI SANTO YOSEPH NGAWI, JAWA TIMUR

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh Puri Wahyuni

081124054

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FALKUTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini, kupersembahkan kepada:

Allah Bapa,

Putra,

(5)

v MOTTO

Kitab Suci memberikan dukungan dan kekuatan bagi kehidupan Gereja. Bagi para Putra-Putri Gereja, Kitab Suci merupakan suatu peneguhan iman, makanan jiwa, dan sumber hidup spiritual. Kitab Suci adalah jiwa teologi dan khotbah pastoral. Para pemazmur berkata bahwa Kitab Suci “pelita bagi kakiku

dan cahaya bagi langkahku” (Mzm 119:105). Karena itu, Gereja menganjurkan semua umat beriman untuk sering membaca Kitab Suci karena “tidak mengenal

Kitab Suci berarti tidak mengenal Kristus” (Santo Hieronimus).

(6)
(7)
(8)

viii ABSTRAK

Judul Skripsi MENGGALI PESAN PERUMPAMAAN ORANG SAMARIA YANG BAIK HATI (LUKAS 10: 25-37) MELALUI KATEKESE KAUM MUDA SEBAGAI USAHA PEMBINAAN KAUM MUDA DI STASI KRISTUS RAJA NGRAMBE, PAROKI SANTO YOSEPH NGAWI, JAWA TIMUR, bertitik tolak pada keprihatinan bahwa Kitab Suci semakin ditinggalkan khususnya oleh kaum muda. Salah satu cara meningkatkan meningkatkan kecintaan kaum muda terhadap Kitab Suci adalah menggunakan cerita.

Yesus pun mengajar banyak menggunakan cerita berupa perumpamaan, salah satu satunya perumpamaan orang Samaria yang baik hati (Luk 10:25-37). Metode historis kritis digunakan untuk memahami perumpamaan dalam pewartaan Lukas. Perumpamaan merupakan metode Yesus untuk mengajar untuk menyingkap hakekat persoalan dengan baik dan dapat mencapai kedalaman hati manusia.

Perumpamaan orang Samaria yang baik hati ditafsirkan menggunakan metode naratif yang memandang Lukas 10:25-37 sebagai karya sastra. Unsur-unsur pokok metode naratif adalah alur/plot, karakterisasi/penokohan,

setting/latar. Perumpamaan orang Samaria yang baik hati adalah kisah dalam kisah. Maka dibedakan antara unsur-unsur pokok kisah dan pengisahan. Pesan perumpamaan orang Samaria yang baik hati yaitu: terbuka bagi siapa saja yang membutuhkan pertolongan, menghadirkan Yesus sebagai Tuhan bagi semua orang, menjadi sesama yang baik seperti orang Samaria yang baik hati.

Pesan perumpamaan orang Samaria yag baik hati pertama-tama ditujukan kepada Ahli Taurat. Pesan perumpamaan orang Samaria yang baik hati juga ditujukan kepada murid Kristus sampai pada jaman sekarang termasuk kaum muda di stasi Kristus Raja Ngrambe. Kaum muda sedang mengalami perubahan demi menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Pada sistuasi ini kaum muda memerlukan pembinaan khususnya pembinaan iman dalam bentuk katekese kaum muda. Untuk menemukan realita katekese kaum muda sebagai pembinaan iman kaum muda dalam menggali perumpamaan secara akurat di stasi Kristus Raja Ngrambe, paroki St. Yoseph Ngawi, Jawa Timur penulis melakukan penelitian dengan metode survey, jenis penelitian kualitatif. Tehnik pengumpulan dengan observasi dari pengalaman penulis terlibat langsung dengan kaum muda dan wawancara yang dilaksanakan bulan Maret sampai April 2013 mengambil 15 informan.

(9)

ix ABSTRACT

The thesis, titled “INTERPRETING THE MESSAGE OF THE PARABLE OF GOOD SAMARITAN (LUKE 10:25-37) THROUGH THE CATHECHISM OF THE YOUNG PEOPLE AS AN EFFORT OF EDUCATING THE YOUNG PEOPLE IN THE STATION OFF CHRIST OF THE KING, NGRAMBE, SAINT YOSEPH PARISH, NGAWI, EAST JAVA”, arises from the writer’s concern that the Bible is being abandoned of the young people. There is one way to increase the love to the bible, it is to tell the bible by the story.

Jesus also teaches people by stories of parables, the parable of the good Samaritan (Luk 10:25-37) for example. Critical historic method is used to understand the parables in the Gospel of Luke. Telling parables is Jesus’ method to reveal the core of the truth and to touch people’s heart.

The parable of the good Samaritan is interpreted with narative method which sees Luke 10:25-37 as a literature work. The substances of the narative method are plot, characters, and setting. The parable of the good Samaritan is a story in a story. Therefore, the writer diferentiates between the main substances of the story and the narration. The messages of the parable of the good Samaritan are, that we have to be kind to everybody who needs our help no matter what, that Jesus is The Lord for everybody, and that we must be kind as the good Samaritan is.

The messages of the parable of the good Samaritan is adressed especially for the Torah Master. It is also adressed for todays Christian, including the young Chatolics of Kristus Raja station - Ngrambe. The youth is changing to adapt to the environment, social, and cultural. They need to be guided, especially the guidance of the faith in catechism of the youth. To find the reality of the catechism of the youth, in order to find the accurate meaning of the parables, in Kristus Raja - Ngrambe station, St. Yoseph parish - Ngawi, East Java, the writer did research by qualitative survey method. The writer observed the parish, had an experience with 15 young Chatolics, and interviewed them on March to April 2013.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah yang berbelas kasih karena kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul MENGGALI PESAN PERUMPAMAAN ORANG SAMARIA YANG BAIK HATI (LUKAS

10:25-37) MELALUI KATEKESE KAUM MUDA SEBAGAI USAHA

PEMBINAAN KAUM MUDA DI STASI KRISTUS RAJA NGRAMBE, PAROKI SANTO YOSEPH NGAWI, JAWA TIMUR.

Skripsi berangkat dari semakin ditinggalkannya Kitab Suci oleh kaum muda dan juga banyaknya kegiatan kaum muda di stasi Kristus Raja Ngrambe, paroki St. Yoseph Ngawi, Jawa Timur, namun dalam hal pembinaan iman kurang mendapat perhatian khususnya melalui katekese kaum muda. Skripsi ini dimaksudkan untuk meningkatkan kecintaan kaum muda terhadap Kitab Suci khusus perumpamaan orang Samaria yang baik hati melalui katekese kaum muda sebagai pembinaan iman kaum muda. Selain itu, skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Falkutas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Tersusunnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada kesempatan ini penulis terima kasih kepada:

1. Rm. FX. Heryatno Wono Wulung M. Ed, S.J selaku Kepala Program Studi IPPAK-FKIP-Universitas Sanata Dharma.

(11)

xi

3. Rm. Dr. A. Hari Kustono, Pr selaku dosen pembimbing utama yang telah memberikan perhatian, meluangkan waktu dan membimbing dengan penuh kesabaran, memberi masukan-masukan dan kritikan-kritikan sehingga penulis termotivasi dalam menuangkan gagasan-gagasan penulisan skripsi ini.

4. Rm. Dr. C. Putranto, SJ, sebagai dosen wali yang terus menerus mendampingi penulis sampai selesainya penulisan skripsi ini dan selalu mengingatkan penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Y. H. Bintang Nusantara, SFK, M. Hum, selaku dosen penguji yang juga mau mendampingi penulis dengan sabar, meluangkan waktu dan membimbing, memberikan masukan dan gagasan bagi penulisan skripsi ini. 6. Keluarga bapak Agustinus Karno sebagai penyemangat bagi penulis untuk

menyelesaikan studi.

7. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, yang selama ini dengan tulus telah memberikan bantuan hingga selesainya skripsi ini.

Penulis menyadari keterbatasan kemampuan dan pengalaman sehingga penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi perbaikan skripsi ini. Ahkir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Yogyakarta, 25 Juli 2013 Penulis

(12)

xii

DAFTAR ISI

(13)

xiii

2. Tahun penulisan Injil Lukas ... 3. Maksud Lukas menulis injil ... 4. Jemaat yang dituju ... D. Jenis Lukas 10:25-37 ... 1. Terminologi perumpamaan ... 2. Perbedaan perumpamaan dengan alegori ... 3. Perbedaan perumpamaan dengan similitude ... 4. Lukas 10: 25-37 merupakan perumpamaan ... E. Sumber bahan perumpamaan orang Samaria yang baik hati ... 1. Paralel Hukum Terutama dengan perumpamaan orang

Samaria yang baik hati ... 2. Bahan perumpamaan orang Samaria yang baik hati ... F. Teologi perumpamaan dalam Lukas ... 1. Kerajaan Allah ... 2. Allah ... 3. Warga Kerajaan Allah ... BAB III. TAFSIR PERUMPAMAAN ORANG SAMARIA YANG BAIK HATI (LUK 10:25-37) ... A. Teks Lukas 10: 25-37 ... B. Pendekatan alegoris atas perumpamaan orang Samaria yang baik

(14)

xiv

2. Tokoh pengisahan ... F. Setting/ Latar ... 1. Setting kisah ... 2. Setting Pengisahan ... G. Teologi dalam perumpamaan orang Samaria yang baik hati ... 1. Kerajaan Allah ... 2. Allah yang berbelas kasih ... 3. Kasih Allah yang universal ... H. Pesan dari perumpamaan orang Samaria yang baik hati ... 1. Terbuka bagi siapa saja yang membutuhan pertolongan ... 2. Menghadirkan Yesus sebagai Tuhan bagi semua orang ... 3. Yesus menantang untuk menjadi sesama bagi orang lain seperti orang Samaria yang baik hati ... BAB IV. KATEKESE KAUM MUDA SEBAGAI PEMBINAAN IMAN KAUM MUDA DI STASI KRISTUS RAJA NGRAMBE, PAROKI St. YOSEPH NGAWI, JAWA TIMUR ... A. Katekese kaum muda sebagai pembinaan kaum muda ... 1. Situasi kaum muda ... 2. Usaha-usaha pembinaan iman bagi kaum muda ... 3. Katekese sebagai salah satu pembinaan iman kaum muda ... B. Katekese kaum muda sebagai pembinaan iman kaum di stasi

Kristus Raja Ngrambe, Paroki St. Yoseph Ngawi, Jawa Timur ... 1. Gambaran umum kaum muda ... 2. Fokus penelitian ... 3. Metodologi penelitian ... 4. Hasil penelitian dan pembahasan ... 5. Rangkuman penelitian ...

(15)

xv

BAB V. USULAN PROGRAM KATEKESE KAUM MUDA SEBAGAI USAHA MENGGALI PERUMPAMAAN ORANG SAMARIA YANG BAIK (LUK 10:25-37) DI STASI KRISTUS RAJA NGRAMBE, PAROKI St. YOSEPH NGAWI, JAWA TIMUR . A. Latar belakang program ... 1. Kebutuhan kaum muda akan pendampingan untuk menggali

pesan perumpamaan ... 2. Katekese kaum muda perlu dilaksanakan sebagai pembinaan

iman yang kontinyu ... B. Program katekese kaum muda ... 1. Pengertian program katekese kaum muda ... 2. Tujuan adanya program katekese kaum muda ... 3. Matriks program ... 4. Petunjuk pelaksanaan program katekese kaum muda ... C. Satuan persiapan katekese kaum muda ... 1. Satuan persiapan I ... Lampiran 1 : Peta situasi perjanjian baru ... Lampiran 2 : Data umat berdasarkan tempat tinggal ... Data umat berdasarkan kelompok umur ... Lampiran 3 : Pedoman wawancara ... Lampiran 4 : Hasil wawancara ... Lampiran 5 : Panduan APP 2013 ... Lampiran 6 : Susunan Kepengurusan Badan Gereja Katolik Stasi (BGKS)

(16)

xvi

Kristus Raja Ngrambe Masa Bakti 2012-2015 ... Lampiran 7 : Susunan Kepengurusan Dewan Pastoral Stasi (DPS) Kristus

Raja Ngrambe Masa Bakti 2012-2015 ... Lampiran 8 : Laporan kegiatan stasi Kristus Raja Ngrambe tahun 2012 ... Lampiran 9 : Peta kisah perumpamaan orang Samaria yang baik hati ...

Action full drama ... Contoh gambar membuat vignet ...

(60)

(17)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1: Bahan Lukas 10: 25-37 ... Gambar 2 : Alur perumpamaan orang Samaria yang baik hati menurut

ayat ... Gambar 3 : Alur perumpamaan orang Samaria yang baik hati menurut

peristiwa ... 38

49

(18)

xviii

DAFTAR SINGKAT

A. SINGKATAN KITAB SUCI

Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Alkitab: Lembaga Biblika Indonesia. (2006). Alkitab Deutrokanonika. Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia.

B. SINGKATAN RESMI DOKUMEN-DOKUMEN GEREJA

CT : Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus Ke II tentang Katekese Masa Kini, 16 Oktober 1979.

DV : Dei Verbum, Konstitusi Dogmatis Konsili Vatikan II tentang Wahyu Ilahi, 18 November 1965.

EN : Evangelii Nuntinadi, Anjuran Apostolik Paus Paulus ke VI tentang Pewartaan Injil dalam Dunia Modern, 8 Desember 1975.

C. SINGKATAN LAIN-LAIN

Art : Artikel Ay : Ayat

Dll : Dan lain-lain Dst : Dan seterusnya Jml : Jumlah

Km : Kilometer

Km2 : Kilometer persegi KK : Kepala Keluarga

(19)

xix M : Masehi

m : meter

OMK : Orang Muda Katolik Rekat : Remaja Katolik Sbb : Sebagai berikut ini SMA : Sekolah Menengah Atas SMP : Sekolah Menengah Pertama St : Santo

SSV : Serikat Sosial Vinsensius S/d : Sampai dengan

(20)

xx

DAFTAR TABEL

Tabel 1: Pararel Hukum Terutama dengan perumpamaan orang Samaria yang baik hati ... Tabel 2 : Data umat stasi Kristus Raja Ngrambe tahun 2012 (Sekretariat

stasi Kristus Raja Ngambe, paroki St. Yoseph Ngawi, Jawa Timur) ... Tabel 3 : Variabel Penelitian ... Tabel 4: Matriks Program ...

33

(21)

BAB I

PENDAHULUAN

Bab I berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan,

metode penulisan, sistematika penulisan.

A. Latar Belakang

Bersama Tradisi, Kitab Suci seperti yang telah diwariskan para rasul

secara tertulis merupakan sumber pegangan yang menyangkup segala sesuatu

untuk menjalani hidup suci dan untuk mengembangkan iman (Dei Verbum art.8).

Sebagai sumber pegangan berarti Kitab Suci memberikan pegangan yang dapat

menjadi pedoman untuk menjalani hidup suci. Sedangkan Kitab Suci untuk

mengembangkan iman ibarat pupuk dan air yang akan menumbuhkembangkan

tanaman hingga berbuah. Tanpa pupuk dan air, tanaman akan kering dan mati.

Demikianlah manusia beriman dengan Kitab Suci sebagai pupuk dan air, iman

akan tumbuh berkembang dan membuahkan hasil. Sebaliknya, tanpa Kitab Suci

sebagai pupuk dan air, imannya akan kering dan mati.

Pada kenyataannya Kitab Suci bagi orang katolik menjadi buku yang

sakral, orang takut untuk menyentuh dan hanya menyimpannya di almari.

Demikian juga dengan kaum muda, walaupun setiap minggu ada Liturgi Sabda,

belum cukup mendorong kaum muda lebih dekat lagi dengan Kitab Suci. Adapun

usaha Gereja demi mendekatkan kaum muda dengan Kitab Suci adalah

(22)

pendalaman Kitab Suci tetap kurang diminati dibandingkan dengan devosi-devosi

dan doa lainnya.

Salah satu metode sebagai usaha meningkatkan kecintaan kaum muda

terhadap Kitab Suci adalah metode cerita. Tidak dipungkiri bahwa manusia

senang bercerita. Dari yang muda sampai tua akrab dengan cerita. Setiap daerah

mempunyai cerita rakyatnya masing-masing. Film, sinetron, drama, teater, novel,

lagu juga mengandung cerita. Hidup manusia pun merupakan sebuah cerita

perjalanan kehidupan. Cerita masih menarik bagi orang yang mau mendengarnya.

Iman katolik juga menjadi mudah dipahami melalui cerita.

C. Putranto, SJ (2012:5-20) dalam tulisan yang berjudul Bahasa Kisah

Dalam Berkatekese menuliskan: Pertama, cerita dapat memukau pendengar jika

pendengar menemukan dirinya sendiri. Salah satu unsur atau komponen dari

pribadi manusia yang dapat diidentifikasikan oleh pendengar, dan pendengar

dapat mengenal bagian dari dirinya, khususnya bagian-bagian yang terpendam

dalam bawah sadarnya; kedua, kisah mampu menjelajahi wilayah-wilayah batin

pendengar yang belum tersentuh dan menghindari pengaruh buruk; ketiga, kisah

mempunyai kekuatan reflektif yaitu menjernihkan persoalan-persoalan kehidupan;

keempat, kisah dan cerita mempunyai kekuatan mengubah kenyataan, karena

mampu menyingkap solusi-solusi yang mungkin ditempuh dalam

masalah-masalah kejiwaan. Buah utama dari kaidah adalah pendengar bisa berdamai

dengan dorongan-dorongan mereka sendiri, dengan kenyataan, termasuk

(23)

aktif pendengar, pencerita akan mampu menumbuhkan cara pandang, sikap,

pencerahan, opini yang baru bagi pendengarnya (2011:5).

Pendapat C. Putranto dan A. Hari Kustono memperlihatkan kehebatan

kekuatan cerita bagi pendengarnya. Bahkan, melalui cerita pendengar dapat

dibantu untuk mengambil keputusan tertentu lewat cerita yang didengarnya tanpa

merasa digurui.

Yesus juga kerap kali menggunakan cerita berupa perumpamaan ketika

mengajar para murid dan orang banyak. Perumpamaan yang diambil Yesus dekat

dengan kehidupan para pendengar-Nya. Melalui perumpamaan Yesus mengajak

manusia untuk berpikir bukan hanya dengan otak, akan tetapi juga dengan hati.

Perumpamaan Yesus efektif menyentuh sampai pada kedalam hati manusia yang

paling terdalam. Menurut Martin Harun (1998:1) perumpamaan merupakan sarana

komunikasi jeli dan efektif. Perumpamaan menarik karena melibatkan orang

dalam cerita dan menjelang kesimpulannya meminta sebuah jawaban pribadi.

Perumpamaan mendorong seseorang untuk berpikir dan menarik kesimpulan

untuk dirinya sendiri.

Adakalanya perumpamaan Yesus sulit dipahami oleh pendengar bahkan

bisa jadi pendengar memahami secara salah sehingga menyebabkan bidaah. Oleh

sebab itu dalam menafsirkan perumpamaan Yesus dalam Kitab Suci perlu secara

cermat seperti yang tercantum dalam Konstitusi Dogmatis tentang Wahyu Ilahi

mengatakan bahwa di dalam Alkitab Allah bersabda melalui manusia secara

manusia, maka dalam menafsirkan Kitab Suci harus diselidiki secara cermat apa

(24)

kata-kata mereka. Adapun yang harus diperhatikan adalah mencari arti yang

hendak diungkapkan sesuai dengan maksud pengarang suci pada situasi jaman

dan kebudayaannya serta jenis sastra yang digunakannya, kemudian perhatian

yang besar harus diberikan kepada isi dan kesatuan seluruh kitab (Dei Verbum art.

12).

Perumpamaan-perumpamaan Yesus paling banyak dijumpai dalam Injil

Lukas. Salah satu perumpamaan Yesus dalam Injil Lukas adalah Perumpamaan

orang Samaria yang baik hati (Lukas 10:25-37). Perumpamaan orang Samaria

yang baik hati hanya ada pada Injil Lukas. Penyelidikan secara cermat

perumpamaan orang Samaria yang baik hati dapat ditempuh melalui metode

historis kritis dan metode naratif.

Metode historis kritis digunakan untuk mendekati perumpamaan dalam

Injil Lukas yang berasal dari 2000 tahun lampau. Metode historis kritis

merupakan jendela yang memberikan jalan masuk kepada masa lampau tidak

hanya pada situasi yang dirujuk oleh kisah, tetapi juga pada komunitas untuk

siapa cerita itu diceritakan (Komisi Kitab Suci Kepausan, 2003:59).

Metode naratif juga cocok digunakan untuk menafsirkan perumpamaan

orang Samaria yang baik hati. Metode naratif menuntut teks berfungsi sebagai

cermin, dalam arti bahwa teks memproyeksikan gambaran tertentu, suatu dunia

naratif yang memberikan pengaruh bagi persepsi pembaca sedemikian rupa

sehingga pembaca mampu mengambil alih nilai-nilai tertentu (Komisi Kitab Suci

(25)

orang Samaria yang baik hati karena perumpamaan orang Samaria yang baik hati

merupakan kisah di dalam kisah.

Perumpamaan orang Samaria yang baik hati diawali dengan pertanyaan

Ahli Taurat mengenai cara mendapatkan hidup kekal. Cara memperoleh hidup

kekal telah tertulis dalam Hukum Terutama. Namun kemudian Ahli Taurat

mempersoalkan mengenai sesama yang tertulis dalam Hukum Terutama. Menurut

Ahli Taurat yang seorang Yahudi sesama dipahami sebagai kelompoknya sendiri,

bangsa Yahudi. Yesus dengan cara yang bijak mengangkat perumpamaan orang

Samaria yang baik hati untuk menjawab mengenai sesama kepada Ahli Taurat.

Yesus mengambil tokoh utama seorang Samaria sangat berani menentang pola

pikir yang salah tetapi diterima. Secara umum orang Yahudi menganggap orang

Samaria seorang kafir dan dikucilkan.

Orang Samaria menjadi sesama dengan memperlihatkan belas kasih

kepada orang yang disamun. Belas kasih yang diperlihatkan oleh orang Samaria

antara lain berinisiatif mendatangi orang yang disamun, memberi minyak dan

anggur untuk mengurangi rasa sakit dan penderitaan yang dialami oleh orang

yang disamun, memberikan keledai untuk ditumpangi, mau merawat orang yang

disamun meskipun ia mempunyai urusan lain, masih mambayar orang lain untuk

merawat orang yang disamun karena urusannya tidak bisa ditinggalkan, terakhir

orang Samaria masih menjanjikan untuk kembali melunasi keperluan yang

dipakai untuk merawat orang yang disamun. Jelas terlihat bahwa orang Samaria

(26)

imbalan. Orang Samaria menolong secara total dan tulus tanpa pamprih walaupun

orang yang ditolong adalah musuhnya sendiri.

Perumpamaan orang Samaria yang baik hati menunjukan Hukum

Terutama bukan hanya sebagai hukum tertulis yang sangat dihormati, namun

menunjukan bagaimana Hukum Terutama dilaksanakan. Uniknya orang yang

melaksanakan Hukum Terutama bukanlah seorang yang menjunjung tinggi

Hukum Terutama.

Yesus mengajar Ahli Taurat melalui perumpamaan orang Samaria yang

baik hati. Pesan perumpamaan orang Samaria yang baik hati pertama-tama

ditujukan kepada Ahli Taurat. Akan tetapi pesan dari perumpamaan orang

Samaria yang baik hati tidak terbatas hanya untuk Ahli Taurat. Sebagai murid

Kristus pesan ini juga ditujukan pada orang-orang Kristen masa kini.

Salah satu penerima pesan perumpamaan orang Samaria yang baik hati

adalah kaum muda. Kaum muda sedang mengalami perubahan pada masa

pertumbuhan dan perkembangan dalam rangka menyesuaikan diri dengan

lingkungannya. Perubahan yang terjadi pada kaum muda dapat dilihat dari

pertumbuhan fisik dan perkembangan kognitif, emosi, moral, sosial, iman. Dalam

situasi ini kaum muda mengalami permasalahan dan mempunyai potensi. Kaum

muda memerlukan bantuan dari orang dewasa untuk menghadapi

permasalahannya dan memanfaatkan potensi pada masa pertumbuhan dan

perkembangan demi kedewasaan. Oleh sebab itu kaum muda memerlukan

(27)

Pembinaan iman sebagai pembinaan bagi kaum muda sebab Allah juga

berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan kaum muda. Selain itu

pembinaan sebagai usaha untuk membangun sikap-sikap kaum muda menurut

ajaran iman. Ada bermacam-macam pembinaan iman bagi kaum muda. Demi

meningkatkan kecintaan kaum muda terhadap Kitab Suci khususnya

perumpamaan salah satunya melalui katekese kaum muda. Paus Yohanes Paulus

ke II dalam Catechesi Tradendae menyatakan pentingnya kaum muda mengalami

katekese:

“Pada masa muda tibalah periode keputusan-keputusan penting yang pertama. Walaupun kaum muda barangkali mendapat dukungan para anggota keluarga mereka dan teman-teman mereka, mereka harus mengandalkan diri sendiri serta suarahati mereka, dan makin sering dan secara menentu memikul tanggung jawab atas masa depan mereka... Kaum muda perlu menyiapkan diri bagi masa kedewasaan kemudian hari. Maka kaum muda perlu untuk diperkenalkan kepada Yesus Kristus. Sudah tibalah saatnya injil dapat disajikan, dimengerti dan diterima sebagai sesuatu yang mampu memberi makna kepada kehidupan, dengan kata lain: mampu mengilhami sikap-sikap, yang tanpa injil tidak dapat dijelaskan, misalnya pengorbanan diri, sikap lepas-bebas, sikap menahan diri, keadilan, komitmen, pendamaian, kepekaan terhadap Yang Mutlak dan tidak kelihatan (CT art.39)”.

Paus Yohanes Paulus ke II menyadari walaupun kaum muda mendapat

dukungan dari orang dewasa dalam hidupnya akan tetapi keputusan ada pada

kaum muda sendiri. Kaum muda perlu mengandalkan diri sendiri. Agar dapat

mengandalkan diri sendiri kaum muda perlu untuk dipersiapkan. Sudah saatnya

Yesus diperkenalkan kepada kaum muda sebagai panutan, sehingga kaum muda

memiliki sikap seperti yang diteladankan oleh Yesus. Salah satu usaha untuk

memperkenalkan Yesus yaitu mendekatkan kaum muda kepada Kitab Suci

(28)

Kaum muda di stasi Kristus Raja Ngrambe, merupakan salah satu kaum

muda yang memerlukan katekese kaum muda. Banyak kegiatan kaum muda di

stasi ini, namun kegiatan bagi kaum muda yang mendalami dan mengelola Kitab

Suci secara khusus bagi kaum muda belum ada. Begitu pula dalam hal pembinaan

iman kurang mendapat perhatian, khususnya melalui katekese kaum muda.

Tema-tema katekese memang membahas kaum muda. Hanya saja katekese yang

dilaksanakan bagi orang tua yang mempunyai anak muda. Sehingga katekese

tidak menyentuh langsung pada kaum muda. Katekese juga dipahami selesai pada

persiapan baptis, komuni pertama, krisma, dan sekolah minggu. Setelah itu

pembinaan iman bagi kaum muda diserahkan pada kaum muda sendiri tanpa ada

pembinaan dari orang dewasa yang jelas dan terarah.

Katekese kaum muda merupakan pembinaan iman yang mampu secara

khusus menyampaikan pesan perumpamaan orang Samaria yang baik hati kepada

kaum muda. Akan tetapi dalam pelaksanaan di lapangan katekese kaum muda

kurang mendapat perhatian. Oleh karena itu untuk menemukan realita katekese

kaum muda sebagai pembinaan iman dalam menggali perumpamaan di stasi

Kristus Raja Ngambe, penulis mengadakan penelitian sederhana dengan metode

survey. Metode survey digunakan untuk mendapatkan data dari tempat tertentu

yang alamiah (bukan buatan). Tetapi peneliti melakukan perlakuan dalam

mengumpulkan data, misalnya dengan mengedarkan kuesioner, test, wawancara

terstuktur dan sebagainya (Sugiyono, 2008:12). Tehnik pengumpulan data dengan

(29)

Pada Arah Dasar Keuskupan Surabaya 2010-2013, tahun 2013 bagi

keuskupan Surabaya merupakan tahun pastoral kerasulan Kitab Suci dan kaum

muda. Kaum muda stasi Kristus Raja Ngrambe juga bagian dari keuskupan

Surabaya, tepatnya salah satu stasi di paroki St. Yoseph Ngawi, Jawa Timur. Pada

tahun 2013 menjadi kesempatan bagi kaum muda di stasi Kristus Raja Ngrambe

untuk meningkatkan kecintaan kaum muda pada Kitab Suci khususnya

perumpamaan orang Samaria yang baik hati melalui katekese kaum muda sebagai

pembinaan iman kaum muda. Katekese kaum muda sebagai pembinaan iman

kaum muda dan juga bertitik tolak pada Kitab Suci yaitu katekese kaum muda

model biblis.

Supaya kaum muda mampu mendalami perumpamaan dalam Injil Lukas,

menafsirkan dan menemukan pesan perumpamaan orang Samaria yang baik hati

melalui katekese kaum muda model biblis, penulis memberikan usulan program

katekese kaum muda sebagai pembinaan iman kaum muda dalam menggali

perumpamaan orang Samaria yang baik hati di stasi Kristus Raja Ngrambe dengan

model biblis.

Dengan maksud memaparkan tentang perumpamaan dalam injil Lukas,

menafsirkan perumpamaan orang Samaria yang baik hati, menemukan realita

katekese kaum muda sebagai pembinaan kaum muda dalam menggali

perumpamaan di stasi Kristus Raja Ngrambe, serta memberikan usulan program

katekese kaum muda sebagai pembinaan iman kaum muda dalam menggali

perumpamaan orang Samaria yang baik hati di Stasi Kristus Raja Ngrambe,

(30)

PERUMPAMAAN ORANG SAMARIA YANG BAIK HATI (LUKAS

10:25-37) MELALUI KATEKESE KAUM MUDA SEBAGAI USAHA

PEMBINAAN IMAN KAUM MUDA DI STASI KRISTUS RAJA

NGRAMBE, PAROKI SANTO YOSEPH NGAWI, JAWA TIMUR.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang permasalahan yang muncul, dapat dirumuskan masalah

sebagai berikut:

1. Apakah yang dimaksud perumpamaan dalam Injil Lukas?

2. Bagaimanakah menafsirkan dan menemukan pesan perumpamaan orang

Samaria yang baik hati?

3. Bagaimanakah realita katekese kaum muda sebagai pembinaan iman kaum

muda dalam menggali perumpamaan di stasi Kristus Raja Ngrambe, paroki

St. Yoseph Ngawi, Jawa Timur?

4. Bagaimanakah menggali perumpamaan orang Samaria yang baik hati dalam

katekese kaum muda sebagai pembinaan iman di stasi Kristus Raja Ngrambe,

paroki St. Yoseph Ngawi, Jawa Timur?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah:

(31)

2. Menafsirkan dan menemukan pesan dari perumpamaan orang Samaria yang

baik hati.

3. Menemukan realita katekese kaum muda sebagai pembinaan iman kaum

muda dalam menggali perumpamaan di stasi Kristus Raja Ngrambe, paroki

St. Yoseph Ngawi, Jawa Timur.

4. Menggali perumpamaan orang Samaria yang baik hati dalam katekese kaum

muda sebagai usaha pembinaan iman di stasi Kristus Raja Ngrambe, paroki

St. Yoseph Ngawi, Jawa Timur.

5. Memenuhi salah satu syarat kelulusan Sarjana Strata 1 Program Studi Ilmu

Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Jurusan Ilmu Pendidikan

Falkutas Keguruan dan ilmu pendidikan Universitas Sanata Dharma.

D. Manfaat Penulisan

1. Kaum muda mampu memahami perumpamaan dalam Injil Lukas.

2. Kaum muda mampu menafsirkan dan menemukan pesan dari perumpamaan

orang Samaria yang baik hati.

3. Menemukan realita katekese kaum muda sebagai pembinaan iman kaum

muda dalam menggali perumpamaan di stasi Kristus Raja Ngrambe, paroki

St. Yoseph Ngawi, Jawa Timur.

4. Kaum muda mampu menggali pesan perumpamaan orang Samaria yang baik

hati melalui katekese kaum muda sebagai usaha pembinaan iman bagi kaum

(32)

E. Metode Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode historis kritis

dalam mendekati perumpamaan dalam Injil Lukas. Disebut historis karena metode

ini mencoba menerangkan proses-proses historis yang memunculkan teks-teks

biblis, suatu proses diakronis yang sering kali kompleks dan membutuhkan waktu

yang lama. Disebut kritis karena metode ini berkerja dengan bantuan kriteria

ilmiah untuk mencapai hasil seobjektif mungkin (Komisi Kitab Suci Kepausan,

2003: 47).

Sedangkan metode naratif digunakan untuk menafsirkan dan menemukan

pesan dari perumpamaan orang yang baik hati (Lukas 10:25-37). Metode naratif

memberikan perhatian khusus pada unsur-unsur teks yang berkaitan dengan alur

(plot), penokohan, dan sudut pandang (point of view) yang diambil oleh narator,

mempelajari bagaimana sebuah teks suatu kisah sedemikian rupa sehingga

mampu mengikat pembaca (reader) dalam dunia naratifnya dan sistem nilai yang

terkandung di dalamnya (Komisi Kitab Suci Kepausan, 2003:58). Dalam

penulisan skripsi ini unsur-unsur pokok yang digunakan yaitu alur (plot),

penokohan (karakterisasi), dan latar (setting).

Kemudian untuk menemukan realita katekese kaum muda di stasi Kristus

Raja Ngrambe dalam menggali, penulis mengadakan penelitian sederhana dengan

menggunakan metode survey. Perlakuan dalam mengumpulkan data pada

penelitian ini menggunakan observasi dan wawancara. Observasi yaitu

pengalaman penulis yang terlibat dengan kegiatan sehari-hari dengan kaum muda

(33)

wawancara digunakan untuk mencari dan melengkapi data. Untuk menambah

wawasan, penulis menggunakan studi pustaka.

F. Sistematika Penulisan

Bab I : Pendahuluan

Berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat

penulisan, metode penulisan, sistematika penulisan.

Bab II : Perumpamaan dalam Injil Lukas

Berisi metode historis kritis dalam mendekati perumpamaan dalam Injil

Lukas. Selanjutnya memaparkan bagaimana Yesus dalam menggunakan

perumpamaan untuk mengajar, Lukas pengarang Injil, jenis sastra Lukas

10:25-37, sumber Lukas 10: 25-37 dan teologi perumpamaan dalam

Lukas.

Bab III : Tafsir perumpamaan orang Samaria yang baik hati (Lukas 10:25-37)

Berisi tentang Lukas 10:25-37, pendekatan penafsiran alegoris atas

perumpamaan orang Samaria yang baik hati, metode naratif, alur (plot),

karakterisasi (penokohan), setting (latar), teologi dan pesan dari

perumpamaan orang Samaria yang baik hati.

Bab IV: Katekese kaum muda sebagai pembinaan iman kaum muda di stasi

Kristus Raja Ngrambe, paroki St. Yoseph Ngawi, Jawa Timur

Berisi katekese kaum muda sebagai pembinaan iman kaum muda

(34)

kaum muda sebagai salah satu pembinaan iman kaum muda. Selanjutnya

katekese sebagai pembinaan iman kaum muda dalam menggali

perumpamaan di stasi Kristus Raja Ngrambe, paroki St. Yoseph Ngawi,

Jawa Timur memaparkan gambaran umum situasi kaum muda, fokus

penelitian, metodologi penelitian, hasil dan pembahasan penelitian serta

rangkuman hasil penelitian.

Bab V : Usulan program katekese kaum muda sebagai usaha menggali pesan

perumpamaan orang Samaria yang baik hati (Lukas 10:25-37) di stasi

Kristus Raja Ngrambe, paroki St. Yoseph Ngawi, Jawa Timur

Berisi latar belakang usulan program, progam katekese kaum muda dan

empat satuan persiapan katekese kaum muda sesuai dengan sub tema

katekese kaum muda.

Bab VI : Penutup

(35)

BAB II

PERUMPAMAAN` DALAM INJIL LUKAS

Pada bab II akan membahas tentang metode historis kritis yang dipakai

dalam mendekati teks Luk 10:25-37. Selanjutnya akan dipaparkan bagaimana

Yesus menggunakan perumpamaan dalam mengajar. Berkaitan dengan Lukas,

akan dibahas identitas penulis Injil Lukas, jenis sastra Lukas 10:25-37, sumber

Lukas 10:25-37 dan teologi perumpamaan dalam Lukas.

A. Metode historis kritis

Metode historis kritis memahami teks Alkitab dengan cara mempelajari

proses terjadinya (genesis) teks Alkitab dalam konteks sejarahnya. Tiga pedoman

dalam kerja metode historis kritis adalah: Pertama, Alkitab harus dipelajari atau

diselidiki dengan memanfaatkan buku-buku lain; kedua, penelitian ilmiah

terhadap Alkitab harus bebas dari kungkungan dan tuntutan doktrin atau tradisi

yang membelenggu; ketiga, fungsi dari criticism tidak hanya menyangkut suatu

keputusan akhir, tetapi lebih dari itu harus mencakup penilaian terhadap teks-teks

tersebut (S. O. Aitonam, 1998:6-7).

Ada tiga tahap metode historis kritis. Pertama, penelitian dimulai dengan

penelitian kritik bentuk. Penelitian kritik bentuk yaitu memberikan perhatian pada

awal perkembangan teks, terutama apa yang dikenal dengan Sitz im Leben (S. O.

Aitonam,1998:7). Menurut Dodd (1998:21) yang dimaksud dengan Sitz im Leben

(36)

Yesus dalam konteks karya-Nya. Menurut A. Hari Kustono mengutip Joachim

Jermias (1998:23) Sitz im Leben yang perlu dibahas yaitu Sitz im Leben

perumpamaan pada jaman Yesus dan Sitz im Leben pada Gereja Purba. Sitz im

Leben perumpamaan pada jaman Yesus adalah apa makna perumpamaan dan

penerapannya bagi pendengar Yesus pada masa hidup-Nya. Untuk itu perlu

diteliti apa alasan Yesus memakai perumpamaan, dalam rangka apa Yesus

menggunakan perumpamaan dan bagaimana cara Yesus menggunakan

perumpamaan. Penelitian terhadap Sitz im Leben perumpamaan pada Gereja

Purba mengarahkan perhatian pada alasan pengumpulan, pemilihan dan

pemanfaatan perumpamaan sesuai dengan kebutuhan Gereja Purba. Dalam hal ini

Sitz im Leben Gereja Purba dipahami sebagai lingkungan Lukas pengarang Injil,

karena Lukas yang mengumpulkan, memilih, dan menambah perumpamaan sesuai

dengan kebutuhan jemaatnya pada waktu itu.

Tahap kedua adalah penelitian sejarah tradisi. Penelitian sejarah tradisi

mengarahkan perhatian pada perkembangan teks dalam tradisi lisan maupun

tulisan. Tujuan utamanya untuk menganalisis asal-usul dan perkembangan

unit-unit yang dipakai atau dikutip dalam Alkitab dari bentuk awal hingga bentuk

ahkirnya (S. O. Aitonam, 1998:7). Dalam perumpamaan orang Samaria yang baik

hati bentuk awal teks adalah Hukum Terutama kemudian oleh Lukas ditambah

dengan pengisahan orang Samaria yang baik hati yang dikemas dalam bentuk

perumpamaan.

Tahap ketiga adalah penelitian redaksi. Penelitian redaksi yaitu penelitian

(37)

memperhatikan bentuk awal teks diubah dan disusun sesuai maksud editor atau

redaktur (S. O. Aitonam, 1998:8). Pada perumpamaan orang Samaria yang baik

hati, Lukas sebagai editor menambah Hukum Utama (hukum kasih) dalam

Markus dengan pengisahan orang Samaria yang baik hati yang merupakan bahan

khas Lukas. Lukas memberikan tekanan baru pada penambahan perumpamaan

orang Samaria dalam Hukum Terutama yaitu Tuhan Allah yang diwartakan Yesus

adalah Tuhan bagi semua orang, bukan hanya orang Yahudi. Bahkan juga Tuhan

bagi orang Samaria yang mereka anggap golongan kaum kafir.

B. Yesus menggunakan perumpamaan

Yesus sering menggunakan perumpamaan dalam mengajar. Bagian ini

memaparkan alasan Yesus menggunakan perumpamaan, kapan Yesus

menggunakan perumpamaan, dan bagaimana Yesus menggunakan perumpamaan.

1. Alasan Yesus menggunakan perumpamaan

Yesus senang mengajar dengan perumpamaan. Akan tetapi, perumpamaan

kadang kala membingungkan murid Yesus. Para murid pun perlu meminta Yesus

untuk menjelaskan arti dari perumpamaan. Bukankah lebih efektif jika suatu

pengajaran langsung diterangkan maksudnya, dari pada menggunakan

perumpamaan yang sulit untuk dipahami. Dalam Mat 13:10-14 dan Mat 13:34-35

Yesus menjawab para murid alasan-Nya menggunakan perumpamaan dalam

mengajar:

(38)

“....Itulah sebabnya Aku berkata-kata dalam perumpamaan kepada mereka; karena sekalipun melihat, mereka tidak melihat dan sekalipun mendengar mereka tidak mendengar dan tidak mengerti. Maka pada mereka genaplah nubuat Yesaya, yang berbunyi: Kamu akan mendengar dan mendengar, namun tidak mengerti, kamu akan melihat dan melihat, namun tidak menanggap (Mat 13:10-14).”

“Semua itu disampaikan Yesus kepada orang banyak dalam perumpamaan, dan tanpa perumpamaan suatupun tidak disampaikan-Nya kepada mereka, supaya genaplah firman yang disampaikan oleh nabi, “Aku mau membuka mulut-Ku mengatakan perumpamaan, Aku mau mengucapkan hal yang tersembunyi sejak dunia dijadikan.”

Markus 4:11-12 memberikan alasan mengapa Yesus memakai

perumpamaan:

“Jawab: Kepadamu telah diberikan rahasia Kerajaan Allah, tetapi kepada orang luar segala sesuatu disampaikan dalam perumpamaan, supaya sekalipun melihat, mereka tidak menangkap, sekalipun mendengar, mereka tidak mengerti, supaya mereka jangan berbalik dan mendapat ampun”. Seolah-olah Yesus mencegah pendengar-Nya untuk mengetahui rahasia

Allah. Mencegah orang bertobat dan mendapatkan ampun. Sepertinya Yesus

menyadari benar bahwa pemberitaan-Nya tidak diterima oleh orang Yahudi.

Menurut Groenen (1979:96) ada yang berpendapat bahwa Yesus menggunakan

perumpamaan, supaya Ia tetap tersembunyi dan tidak dikenal sebagai

Mesias-Anak Allah, sesuai tentang teologi Markus mengenai rahasia Mesias. Namun

Groenen tidak setuju dengan pendapat ini. Groenen berpendapat Markus

menggunakan perumpamaan supaya orang bertobat dan dengan begitu dapat

mengerti maksud perumpamaan. Bukan sebaliknya orang mengerti baru bertobat.

Maka alasan Yesus menggunakan perumpamaan yaitu Yesus menuntut manusia

supaya beriman dengan begitu akan mengerti ajaran Yesus.

(39)

“The reason is very simple: he wanted to teach people and parables are teaching media. Besides, here was a method that was familiar to his audinence, for the rabbis, even early in the 1st century A.D., made frequent use of the parable. This is not at all surprising since it is a method that had a particular appeal for Semites; the parable is colorful and concrete, quite unlike the abstract reasoning of the Greeks (Wilfrid J. Harrington 1984:17).”

Menurut Wilfrid J. Harrington alasan Yesus sangat sederhana. Dia ingin

mengajar orang dan perumpamaan adalah media untuk mengajar. Disamping itu,

metode perumpamaan sangat dekat dengan pendengarnya. Para rabbi sejak abad

pertama setelah Masehi, sering menggunakan perumpamaan. Hal ini sama sekali

tidak mengherankan karena ini merupakan metode yang menarik bagi orang

Semit. Lebih berwarna dan konkret, sama sekali tidak seperti penalaran abstrak

dari orang Yunani.

2. Penggunaan perumpaman

Yesus tidak selalu mengajar dengan menggunakan perumpamaan. Ada

saat-saat tertentu dan alasan tertentu bagi Yesus untuk mengajar dengan

menggunakan perumpamaan. Saat-saat dan alasan tersebut antara lain:

a. Mengungkapkan karunia Allah

Yesus tidak hanya menyampaikan ajarannya supaya ditangkap oleh pikiran

manusia. Akan tetapi Yesus ingin manusia menangkap lebih dalam lagi sampai ke

dasar hatinya. Melalui perumpamaan Yesus mengajak manusia untuk berpikir,

berpendapat, mengambil sikap, serta mengubah sikap yang selaras dengan ajaran

Yesus.

Berbagai perumpamaan Yesus secara efektif membantu manusia untuk

(40)

Allah yang diluar jangkauan pemahaman manusia. Melalui perumpamaan Yesus

memberikan pencerahan bagi manusia agar manusia mengerti yang dimaksud

Kerajaan Allah. Melalui perumpamaan Yesus ingin mengatakan hal yang tidak

bisa diungkap secara tuntas dalam bahasa manusia.

b. Melawan orang-orang yang tidak setuju

Seperti dalam perumpamaan orang Samaria yang baik hati, Yesus

menggunakan perumpamaan untuk melawan orang yang mencobai, menjebak

atau mencari kesalahan Yesus. Perumpamaan dipakai sebagai cara cerdik Yesus

untuk menghindari dari jebakan para lawan-Nya. Selain untuk menghindari

jebakan Yesus menggunakan perumpamaan untuk menyindir sikap mereka yang

melawan-Nya, dengan maksud agar mereka sadar, tanpa maksud untuk menghina.

3. Cara menggunakan perumpamaan

Perumpamaan Yesus terasa menarik. Yesus menggunakan cara-cara

tertentu untuk mengungkapkan perumpamaan agar menarik perhatian pendengar.

Berikut ini merupakan cara-cara yang digunakan Yesus supaya

perumpamaan-Nya menarik.

a. Interaksi dengan pendengar

Pada saat mengajar dengan menggunakan perumpamaan Yesus

berinteraksi dengan pendengar. Yesus tidak melulu berbicara sendiri sedangkan

pendengar hanya diam. Adakalanya Ia mengajak lawan bicara-Nya untuk

(41)

b. Retorika

Retorika yaitu seni merangkai wacana (discourse/pengisahan). Yesus

mengisahkan perumpamaan orang Samaria yang baik hati dengan retorika yang

bertujuan untuk menarik minat pendengar. Yesus juga mengajukan pertanyaan

retorik untuk mengajak pendengar berpikir aktif dan berpendapat. Pertanyaan

retorik yaitu pertanyaan yang mengandaikan pendengar dapat memberi jawaban

yang diharapkan oleh Yesus. Pertanyaan retorik biasanya tidak membutuhkan

jawaban karena jawabannya sudah jelas.

c. Bahan dari pengalaman hidup sehari-hari

Yesus mengambil bahan perumpamaan dari pengalaman sehari-hari. Para

pendengar sudah akrab dengan bahan yang diangkat Yesus. Yesus memanfaatkan

hal-hal yang diketahui oleh pendengar-Nya seperti sistem sosial, anggur,

perkawinan, tuan dan hamba, benih, ternak, bapa dan anak. Yesus dengan cara

yang baik menuntun seseorang sampai pada pemahaman yang baru lewat

pengalaman hidup sehari-hari.

d. Afirmasi

Afirmasi merupakan pernyataan penegasan. Pada akhir perumpamaan

Yesus sering menggunakan afirmasi atau pernyataan yang berfungsi untuk

menegaskan pendapat.

e. Perlawanan

Yesus mempertajam pesan perumpamaan dengan memaparkan dua

(42)

sendiri. Yesus menggunakan cara yang kontroversial untuk mengungkapkan

pesan yang hendak disampaikan-Nya.

f. Perbandingan

Perbandingan dipakai untuk menyatakan pendapat yang sulit diterima

karena budaya yang sudah mengakar. Yesus menggunakan perbandingan untuk

menyingkap hal yang tak terungkap. Misalnya sikap Imam dan Lewi yang

kesahariannya bekerja di Bait Allah. Tindakan mereka menghindari orang yang

disamun dibandingkan dengan tindakan seorang Samaria yang kafir namun

bersedia menolong orang yang disamun dalam perumpamaan orang Samaria yang

baik hati (Luk 10:25-37).

C. Lukas pengarang Injil

Lukas merupakan satu-satunya penulis Injil yang memuat perumpamaan

orang Samaria yang baik hati. Akan dipaparkan di sini identitas penginjil Lukas,

tahun penulisan Injil Lukas, maksud Lukas menulis Injil dan jemaat yang dituju

oleh Lukas.

1. Biografi Lukas

Surat Paulus kepada jemaat di Kolose menyebut Lukas sebagai “tabib

Lukas kita yang terkasih” (Kol 4:14). Para teolog seperti Irenaeus, Tertullianus,

Klemens dari Allexandria dan lain-lain, mempunyai pendapat bahwa tulisan

Lukas didukung cara penulisannya yang sangat cermat dan bergaya bahasa

seorang dokter, menyetujui bahwa Lukas adalah seorang dokter (David Imam

(43)

Injilnya. Ada beberapa diagnosa medis oleh Lukas ditulis untuk menerangkan

penyakit. Misalnya mengenai perumpamaan unta yang bisa masuk lubang jarum

(18:25). Lukas menggunakan istilah belone, jarum yang biasa digunakan untuk

ilmu kedokteran. Sedangkan Matius dan Markus menggunakan rhaphis, yaitu

jarum yang dipakai dalam arti umum. Berbeda dengan Markus dan Matius yang

menggunakan jarum biasa, pilihan kata dari Lukas mempunyai nilai akademis

yang tinggi karena ditulis berdasarkan suatu penyelidikan seksama dari seorang

dokter (David Imam Santoso, 2006:20).

“Hanya Lukas yang tinggal dengan aku” (2 Timotius 4:11) dalam kutipan

ini dinyatakan bahwa Lukas adalah teman seperjuangan Paulus. Sebagai teman

kerja Paulus (Flm 1:24). Kedekatan antara Lukas dan Paulus mungkin juga

mempengaruhi isi dari Injil Lukas. Paulus dalam pengajarannya menekankan sifat

injil yang universal. Begitu pula Injil Lukas bersifat universal, keselamatan untuk

semua orang mengingat pada jaman dahulu sulit sekali orang yang bukan Yahudi

masuk dalam agama Kristen yang berasal dari Yahudi (David Imam Santoso,

2006:22).

Dari sebuah tradisi yang lebih muda mengatakan bahwa ia berasal dari

Anthiokia di Siria. Lukas adalah orang non-Yahudi, berarti ia satu-satunya penulis

Perjanjian Baru yang bukan orang Yahudi (David Imam Santoso 2006:22).

Banyak ahli yang berpendapat bahwa Lukas adalah seorang Kristen yang

berbahasa Yunani. Ia menggambarkan Yesus sebagai pribadi yang nyata, bisa

dilihat, bisa merasakan, dll. Tempat asal Lukas mempunyai peranan bagi orang

(44)

Dia tidak pernah menyebut dirinya dalam tulisannya. Penggunakan kata

kami bukan mereka dalam peristiwa yang dilukiskannya (mis. Kis 20: 13,

16:10-17, 27:1 dst.) menunjuk bahwa dia juga berada disana. Dengan cara yang sama

diketahui juga bahwa Lukas ikut berlayar bersama Paulus dan Silas dari Troas ke

Makedonia. Bermukim selama tujuh tahun di Filipi. Lukas ikut mengalami

kecelakaan ketika kapalnya kandas dan terdampar di dekat pulau Malta dalam

perjalanan bersama Paulus ke Roma. Diyakini selain menulis Injil, Lukas juga

menulis Kisah Para Rasul (Kis 16;10-17; 20:5-15;Rom 27:1-18;Kol 4:14;Flm 24).

2. Tahun penulisan Injil Lukas

C. Groenen (1984:121) mengatakan bahwa Lukas ditulis sekitar tahun 80

M. Pada umumnya penulisan injil Lukas diterima penulisannya sekitar tahun

80-90 M. Lukas 21:5, menunjukan pada nasib Yesusalem dan penduduknya yang

dihancurkan pada tahun 70M. Lukas 21:20 menuliskan musuh akan mengelilingi

dan Yerusalem dikepung oleh tentara-tentara. Hal ini hanya mungkin dapat ditulis

sesudah peristiwa penghancuran terjadi.

3. Maksud Lukas menulis injil

Lukas menulis injil dengan banyak maksud dan akibatnya menjadi begitu

kompleks. Tom Jacobs menguraikan bahwa Lukas paling jelas membicarakan

tujuan dan maksud karangannya terdapat pada permulaan injil itu ditulis.

(45)

supaya engkau dapat mengetahui, bahwa segala sesuatu yang diajarkan kepadamu sungguh benar (Luk:1-4).”

Pada ay. 1 Lukas mengatakan ada banyak orang yang telah berusaha

menyusun berita tentang peristiwa yang telah terjadi diantara kita. Kata kita

sepertinya menunjukan keadaan jemaat Lukas yang mempunyai hubungannya

dengan Teofilus. Lukas perlu memberikan pernyataan yang sebenarnya kepada

Teofilus. Lukas bermaksud menjelaskan ajaran dan pekerjaan Yesus kepada

Teofilus (David Imam Santoso, 2006: 19).

Ay. 2 menujukan bahwa Lukas bukanlah saksi mata kehidupan Yesus.

Lukas dan Teofilus mendengarkan kehidupan Yesus dari keterangan orang lain.

Pada ayat ini dikatakan bahwa yang telah menyampaikan peristiwa-peristiwa

Yesus adalah saksi-saksi pertama. Saksi mata yang pertama kemungkinan adalah

para Rasul murid Yesus.

Ay. 3 terdapat kata 1) Lukas menganggap perlu menyelidiki, 2) dengan

seksama, 3) dari asal mulanya. Lukas memutuskan untuk menyelidiki peristiwa

yang terjadi dan menyusunnya dengan teratur. “... segala sesuatu yang diajarkan

kepadamu sungguh benar (Ay. 4)” Lukas mengharapkan Teofilus untuk percaya

kepada kebenaran yang terjadi dari tulisan Lukas.

Persoalan ini menjadi rumit karena Luk 1:1-4 dipakai sebagai

pendahuluan. Jika Luk 1:1-4 dipakai sebagai pendahulan maksud Lukas menulis

injil hanya sebatas 4 ayat ini. Jika dibandingkan dengan Matius dan Markus

maksud dan tujuan Lukas seperti ingin menampilkan Yesus secara jelas,

(46)

Tidak seperti pendapat pertama, Tom Jacobs mengelola kembali

pandangannya mengenai tujuan Lukas menulis injil. Beberapa pendapat para ahli

yang berbeda-beda dipaparkan oleh Tom Jacobs untuk menjelaskan tujuan Lukas

menulis injil (2006:16-18), sbb:

a. Karangan Lukas dimaksudkan sebagai suatu pembelaan (apologi) agama

Kristen terhadap pemerintah Roma.

b. Lukas menulis karyanya untuk membela Paulus dan karya misionernya.

Paulus tidak setuju jika agama Kristiani disamakan dengan agama Yahudi.

c. Lukas mau menerangkan peralihan dari Yahudi ke Kristen. Ketegangan

antara Kristen dan Yahudi serta antara Kristen dengan kafir yang sangat kuat

pada jaman Lukas. Lukas mau menjelaskan hubungan Kristen-Yahudi,

terlebih istimewa pemahaman diri orang Kristen sendiri.

d. Karya Lukas disetujui sebagai pembelaan terhadap bidaah-bidaah, khususnya

gnostik yang waktu itu muncul dikalangan jemaat. Itu sebabnya Lukas begitu

menekankan kemanusiaan Kristus dan menonjolkan kedudukan para Rasul

sebagai pemimpin jemaat.

e. Kedatangan parusia (kedatangan Yesus yang kedua) ditunda terus, maka

Lukas menulis Injil Kisah sebagai suatu sejarah keselamatan. Menurut H.

Conzelman dari 1984 parusia yang ditunda menimbulkan krisis besar di

kalangan Gereja.

f. Lukas menulis karyanya dengan tujuan memperlihatkan karya Gereja sebagai

lanjutan karya Kristus. Lukas ingin memperlihatkan bahwa keselamatan

(47)

g. Barbara Shellard dalam bukunya tahun 2002 mengatakan bahwa Lukas

bermaksud untuk memperbaiki dan melengkapi tulisan sebelumnya. Ia

mengambil dasar dari pendahuluan injil (Luk1:1-4) pada kata “teratur”

(kathexes) dan “kebenaran” (asphaleia). Tom Jacobs kurang setuju dengan

pendapat ini mengingat rumusan pendahuluan semacam itu sudah lazim

digunakan. Dan juga pasti semua pengarang injil berusaha menulis sebaik

mungkin. Kiranya tidak cukup mengatakan bahwa tujuan Lukas, ialah

menulis injil yang lebih lengkap dan lebih baik. Akan tetapi yang dicari

adalah tujuan teologisnya.

h. Tom Jacobs setuju dengan pandangan H. Douglas Buckwalter (1996) yang

merumuskan sebagai berikut “Lukas menulis untuk memperlihatkan kepada

para pembacanya, bagaimana hidup Yesus merupakan teladan etis bagi

kehidupan Kristiani, dan bagaimana Gereja Perdana menampilkan kesamaan

dengan-Nya dalam hidup dan kesaksiannya sendiri. menurut Lukas

konsekuensi (corollary) pengabdian Tuhan Yesus adalah kemuridan

Kristiani.” Akan tetapi pandangan ini bagi Tom Jacobs masih tetap masih

tidak cukup teologis.

Pendapat para ahli yang diuraikan oleh C. Groenen sesuai dengan

pendapat ahli yang dipaparkan oleh Tom Jacobs. Yang tertulis seperti berikut:

(48)

Para ahli mempunyai kesamaan pendapat bahwa pada jaman Lukas umat

Kristen ditekan oleh masyarakat dan pemerintah karena dianggap membahayakan.

Lukas menulis injilnya dengan maksud berusaha untuk membela agama Kristen.

Demikian pula David Imam Santoso mengutip pernyataan Richard Longenecker

dalam Expositor’s Bible Commentary mengatakan bahwa Lukas bertujuan

pembelaan atau apologetic purpose, Lukas ingin mengatakan agama Kristen

bukan agama yang memusuhi orang-orang Romawi seperti yang dituduhkan oleh

orang Yahudi (2006:21).

Ada lagi kesamaan pendapat antara para ahli yang dipaparkan oleh Tom

Jacobs dan pendapat C. Groenen yang mengatakan bahwa:

“Rupanya masalahnya menyangkut kedatangan Anak Manusia (= Yesus)... Masalah “ditundanya kedatangan Tuhan” itu mau ditanggapi penulis Luk. Disatu pihak ia memadamkan harapan yang terlalu hangat. Di lain pihak ia tidak mau kepercayaan iman semula: Pastilah Yesus datang (C. Groenen 1984: 123)”.

Peristiwa Yesus berselang waktu sekitar 50 tahun sampai pada penulisan

Injil Lukas (C. Groenen 1984: 123). Jemaat Kristen merasa 50 tahun adalah waktu

yang lama, akan tetapi kedatangan Yesus yang kedua tidak kunjung tiba.

Sepertinya para jemaat kecewa akan janji Yesus untuk datang kembali yang

belum juga ditepati. Lukas seakan ingin menghibur dan menyakinkan jemaatnya

bahwa Yesus akan datang lagi akan tetapi waktunya tidak terduga. Dengan begitu

jemaat yang mulai ragu-ragu menjadi percaya kembali, dan penuh harapan akan

kedatangan Yesus.

Ada tujuan lain yang oleh dikemukakan oleh David Imam Santoso

(49)

kerygmatic purpose. Supaya orang percaya bahwa Yesus adalah Kristus, anak

Allah. Dan tujuan pembinaan atau catechetical purpose, yaitu supaya melalui

tulisan Lukas orang Kristen dan Gereja pada masa itu bisa belajar mengenal Allah

dan firman Allah lebih dalam dan lebih sistematis, mengetahui bagaimana Allah

bekerja melalui para Rasul dengan kuasa Roh Kudus, dan memberitakan Injl

Keselamatan sampai ke Roma, yang pada waktu itu disebut The capital of the

world (2006:21-22).

Para ahli mempunyai pandangan berbeda mengenai alasan Lukas menulis

Injil. Pandangan yang berbeda-beda ini tidak dapat diketahui secara pasti pendapat

siapa yang benar serta tidak mampu menemukan secara pasti alasan Lukas

menulis Injil. Apapun alasannya, Lukas mempunyai panggilan untuk menulis Injil

dan Injil memang sangat penting untuk ditulis.

4. Jemaat yang dituju

Pada Luk 24: 5 rumusan “Kebangkitan (Mrk 16:6, Mat 28:6)” diganti

dengan “Dia yang hidup diantara orang mati”. Kebangkitan badan menurut alam

pikir orang Yunani merupakan hal yang sangat sulit dipahami. Pergantian ini

mengandaikan Lukas mengganti ungkapan yang mudah dipahami oleh orang

Yunani. Dengan demikian jemaat Lukas adalah adalah orang bukan Yahudi dan

hidup di luar Palestina. Sepertinya antara jemaat Kristen dan masyarakat sekitar

terjadi perbedaan pendapat mengenai jemaat Kristen yang bukan Yahudi dengan

jemaat Kristen Yahudi. Antara jemaat Kristen sendiri adanya keragu-raguan akan

iman kepada Yesus, sebab Yesus tidak kunjung datang kembali. Jemaat Lukas

(50)

generasi ketiga setelah saksi mata yang pertama. Kedatangan Yesus untuk kedua

kalinya yang ditunggu-tunggu belum juga terlaksana. Jemaat Kristen mulai

ragu-ragu akan pemberitaan para saksi pertama.

D. Jenis sastra Lukas 10:25-37

Injil Lukas mempunyai 35 perumpamaan: 11 perumpamaan terdapat pada

ketiga injil sinoptik, 9 perumpamaan terdapat pada Injil Matius dan Lukas, 15

perumpamaan hanya terdapat pada Injil Lukas. Injil Lukas mempunyai

perumpamaan yang paling banyak diantara injil-injil lain. Lukas 10:25-37

termasuk jenis perumpamaan. Di bawah ini dipaparkan terminologi

perumpamaan, perbedaan perumpamaan dengan alegori, perbedaan perumpamaan

dengan similitude, dan alasan bahwa Lukas 10:25-37 termasuk perumpamaan.

1. Terminologi perumpamaan

Menurut A. Hari Kustono (2012:6-7) perumpamaan dalam bahasa Yunani

perumpamaan disebut parabole. Gabungan dari kata para dan ballo yang arti

harafiahnya menempatkan disamping atau menyejajarkan untuk dibandingkan.

Perumpamaan adalah gaya bicara dengan menggunakan perbandingan. Parabole

menerjemahkan kata Ibrani mašal yang bisa berupa teka-teki, pepatah, kiasan,

metafora, dan perumpamaan. Perumpamaan dalam arti yang sebenarnya adalah

sebuah kisah pendek dari kehidupan sehari-hari yang dipakai sebagai

(51)

2. Perbedaan perumpamaan dengan alegori

Alegori adalah cerita singkat yang memuat berbagai unsur yang

masing-masing mempunyai arti. Alegori sering disebut sebagai rangkaian metafora atau

kiasan. Unsur-unsur yang membentuk kisah tersebut memiliki melambangkan

sesuatu orang, keadaan atau benda (A. Hari Kustono, 2011:10-11)

Adolf Julicher membuktikan bahwa perumpamaan bukan alegori.

Demikian pula Joachim Jeremias juga sependapat dengan Adolf Julicher. Menurut

Adolf Julicher, perumpamaan hanya memuat satu pokok perbandingan saja

(tertium comparationis). Sebuah perumpamaan adalah gambaran yang hanya

menampilkan satu objek atau satu realitas. Detil-detil perumpamaan tidak

mempunyai fungsi independen, tetapi hanya berfungsi sebagai latar belakang dan

pemberi warna dari pesan atau realistis tunggal yang mau ditampilkan.

Perumpamaan dengan jelas bukan alegori karena alegori adalah rentetan metafora

yang masing-masing memiliki arti sendiri.

3. Perbedaan perumpamaan dengan similitude

Wilfrid J. Harrington melihat perumpamaan sebagai simile dalam

pernyataan “Parable adalah “At its simplest the parable is a simile drawn from

nature or common life, arresting the hearer by its vividnes or strangerness,

and leaving the mind in sufficent doubt to tease it into active thought” (Wilfrid J.

Harrington, 1984:14 ). Menurut Wilfrid J. Harrington perumpamaan adalah suatu

gambaran kiasan (simile) sederhana dari sebuah kejadian alam dan kehidupan

masyarakat yang tertarik mendengarkan perumpamaan adalah orang-orang yang

(52)

Perumpamaan bermaksud untuk mengingatkan atau menyindir ke awal pemikiran

aktif.

Simile berbeda dengan perumpamaan. Perbedaannya yaitu simile

mengisahan kejadian sehari-hari yang biasa dan sering diulang-ulang dilakukan

oleh manusia. Sedangkan perumpamaan merupakan kejadian sehari-hari yang

hanya sekali dilakukan oleh manusia.

4. Lukas 10: 25-37 merupakan perumpamaan

Pengisahan Yesus mengenai orang Samaria yang menolong orang yang

disamun merupakan perumpamaan karena tidak melambangkan sesuatu,

detil-detil Lukas 10:25-37 tidak mempunyai fungsi independen. Maka kisah orang

Samaria yang menolong orang yang disamun bukan alegori. Orang Samaria yang

menolong orang yang disamun merupakan kisah kejadian yang hanya terjadi

sekali bukan kisah kejadian sehari-hari yang diulang-ulang. Maka Lukas 10:

25-37 bukan simile. Lukas 10: 25-37 merupakan perumpamaan sebab mengisahkan

kejadian sehari-hari, hanya terjadi sekali dan tanpa melambangkan apapun.

E. Sumber bahan perumpamaan orang Samaria yang baik hati

Lukas menulis perumpamaan orang Samaria yang baik hati sebagai

penjelasan mengenai cara melaksanakan Hukum Terutama. Sedangkan Matius

dan Markus yang tidak menuliskan perumpamaan orang Samaria yang baik hati

sebagai penjelasan dari Hukum Terutama. Bagian ini memaparkan paralel

(53)

Terutama dalam Matius dan Markus dan bahan perumpamaan orang Samaria yang

baik hati.

1. Paralel Hukum Terutama dengan perumpamaan orang Samaria yang

baik hati

Perumpamaan orang Samaria yang Baik Hati yang terdapat dalam Injil

Lukas 10:25-37 paralel dengan Hukum yang Terutama dalam Injil Markus

12:28-34 dan Injil Matius 22: 35-40:

Tabel. 1

Paralel Hukum Terutama dengan perumpamaan orang Samaria yang baik hati

Lukas 10:25-37 Markus 12:28-34 Matius 22:34-40

(1) (2) (3)

25. Pada suatu kali berdirilah seorang ahli Taurat untuk

mencobai Yesus, katanya: "Guru, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?"

26 Jawab Yesus kepadanya: "Apa yang tertulis dalam hukum

Taurat? Apa yang kaubaca di sana?" 27 Jawab orang itu: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri."28 Kata Yesus kepadanya: "Jawabmu itu benar; perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup." 29 Tetapi untuk membenarkan dirinya orang itu berkata kepada Yesus: "Dan siapakah sesamaku manusia?" 30 Jawab Yesus: "Adalah seorang

28. Lalu seorang ahli Taurat, yang

mendengar Yesus dan orang-orang Saduki bersoal jawab dan tahu,

bahwa Yesus memberi jawab yang tepat Allah kita, Tuhan itu esa.

30. Kasihanilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap

(54)

orang-(1) (2) (3)

yang turun dari Yerusalem ke Yerikho; ia jatuh ke tangan penyamun-penyamun yang bukan saja merampoknya habis-habisan, tetapi yang juga memukulnya dan yang sesudah itu pergi

meninggalkannya setengah mati. 31 Kebetulan ada seorang imam turun melalui jalan itu; ia melihat orang itu, tetapi ia melewatinya dari seberang jalan. 32 Demikian juga seorang Lewi datang ke tempat itu; ketika ia melihat orang itu, ia melewatinya dari seberang jalan. 33 Lalu datang seorang Samaria, yang sedang dalam perjalanan, ke tempat itu; dan ketika ia melihat orang itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. 34 Ia pergi kepadanya lalu membalut luka-lukanya, sesudah ia menyiraminya dengan minyak dan anggur. Kemudian ia menaikkan orang itu ke atas keledai tunggangannya sendirilalu membawanya ke tempat

penginapan dan merawatnya. 35 Keesokan harinya ia menyerahkan dua dinar kepada pemilik

penginapan itu, katanya: Rawatlah dia dan jika kaubelanjakan lebih dari ini, aku akan menggantinya, waktu aku kembali. 36 Siapakah di antara ketiga orang ini, menurut pendapatmu, adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun itu?" 37 Jawab orang itu: "Orang yang telah menunjukkan belas kasihan

31. Dan hukum kedua adalah ialah

(55)

Lukas, Markus dan Matius sama-sama menyebutkan bahwa seorang yang

bertanya kepada Yesus adalah Ahli Taurat. Lukas dan Matius menyebutkan tujuan

Ahli Taurat bertanya adalah untuk mencobai Yesus. Lain halnya dengan Markus

yang menuliskan bahwa Ahli Taurat tertarik bertanya kepada Yesus karena

jawaban Yesus selalu tepat. Markus dan dan Matius menyebutkan bahwa

pertanyaan Ahli Taurat muncul setelah Yesus bercakap-cakap dengan orang

Saduki.

Lukas dan Matius menuliskan Ahli Taurat menyapa Yesus dengan sebutan

“Guru”. Markus dan Matius menujukan bahwa Ahli Taurat langsung menanyakan

tentang hukum. Matius menyebutkan secara eksplisit hukum yang dimaksud

adalah Hukum Taurat. Sedangkan Lukas menujukan bahwa Ahli Taurat bertanya

perbuatan yang harus dilakukan untuk memperoleh hidup yang kekal, sepertinya

Lukas merujuk pada Hukum Taurat namun tidak secara terang-terangan.

Dalam Lukas, Yesus menjawab pertanyaan Ahli Taurat mengenai hidup

kekal dengan bertanya balik tentang Hukum Taurat. Ahli Taurat menjawab

pertanyaannya sendiri. Markus menggambarkan Yesus menjawab langsung

pertanyaan Ahli Taurat dengan menghardik Ahli Taurat untuk mendengarkan

perkataan Yesus. Yesus langsung menjawab mengenai Hukum Terutama. Nada

dalam jawaban Yesus seperti tajam yang mengartikan bahwa pernyataan-Nya

adalah penting. Seperti dengan Markus, Matius juga menunjukkan bahwa Yesus

langsung menjawab pertanyaan dari Farisi. Perikop dari Matius berhenti sampai

(56)

Rumusan hukum yang dikemukakan dalam ketiga injil Lukas, Markus,

maupun Matius sama. Hanya saja pada dalam Markus Hukum Terutama tidak ada

pernyataan yang menyebutkan bahwa mengasihi Allah dengan segenap kekuatan.

Dari rumusan hukum kedua Lukas menunjukkan bahwa Yesus membenarkan

jawaban Ahli Taurat dan menyarankan untuk berbuat sesuai dengan yang

dikatakannya maka ia akan memperoleh hidup. Markus menambahkan bahwa

Yesus menegaskan tidak ada hukum lain yang lebih utama dan tidak ada duanya.

Matius juga menegaskan bahwa pada kedua hukum inilah tergantung seluruh

Hukum Taurat dan kitab para nabi. Semua yang telah dituliskan pada ketiga injil

menegaskan bahwa Hukum Terutama sangat penting.

Setelah Ahli Taurat mengetahui mengenai Hukum Terutama, Lukas dan

Matius menuliskan kembali bahwa Ahli Taurat bertanya lagi. Ada perbedaan yang

mencolok pertanyaan Ahli Taurat yang ditujukan kedua Injil ini. Dalam Lukas,

Ahli Taurat bertanya untuk mencobai Yesus melalui pertanyaan mengenai sesama

yang menujukkan ketidakpuasan Ahli Taurat atas tanya jawab Yesus atau

sebenarnya keinginan mempermalukan Yesus. Ahli Taurat mempermasalahkan

persoalan sesama. Cinta kepada Allah tidak menjadi persoalan bagi Ahli Taurat

akan tetapi cinta kepada manusia menjadi persoalan bagi Ahli Taurat. Matius

mengatakan bahwa jawaban Yesus sesuai dengan jawaban yang diinginkan Ahli

Taurat. Ahli Taurat mengulang kembali apa yang dikatakan oleh Yesus.

Sepertinya Ahi Taurat sudah mengetahui jawabannya hanya saja ia ingin

(57)

Lukas 10:30-36 mengenai perumpamaan orang Samaria yang baik hati

yang tidak terdapat dalam Injil lain. Menurut Stefan Leks (2003:21) Lukas

menambahkan bahan khusus dalam ajaran Yesus terutama dalam perumpamaan

dan termasuk juga pada perumpamaan orang Samaria yang baik hati.

Lukas memperlihatkan Ahli Taurat seorang yang menyembunyikan

sesuatu dengan tidak mau mengakui kekalahannya dalam mencobai Yesus. Sikap

Ahli Taurat yang menyembunyikan sesuatu ditunjukkan dengan tidak

menyebutkan orang Samaria yang melaksanakan Hukum Terutama, namun

mengganti orang yang menujukan belas kasih. Lukas juga memperlihatkan Yesus

dalam menanggapi jawaban Ahli Taurat dengan mengulang perintah “perbuatlah

demikian”. Sedangkan dalam Markus Yesus melihat Ahli Taurat dengan baik

yaitu sebagai orang yang bijaksana. Perikop dalam Markus berhenti dengan

keterangan bahwa tidak ada orang lain lagi yang berani bertanya kepada Yesus.

Ketiga Injil menuliskan satu peristiwa dengan berbeda. Meskipun

sebenarnya tujuannya adalah sama mengenai Hukum terutama dan menegaskan

bahwa Hukum Terutama penting. Tertulisnya peristiwa mengenai tanya jawab

antara Yesus dan Ahli Taurat ini dalam ketiga injil ini menujukan bahwa

benar-benar ada peristiwa tersebut.

2. Bahan perumpamaan orang Samaria yang baik hati

Setelah mencermati paralel Hukum Terutama dalam tiga Injil ada beberapa

perbedaan dalam memaparkan Hukum Terutama. Perbedaan tersebut tidak lepas

dari sumber bahan yang digunakan oleh pengarang Injil untuk menyusun teksnya.

Gambar

Gambar 3 : Alur perumpamaan orang Samaria yang baik hati menurut
Tabel 3 : Variabel Penelitian  ...................................................................
Tabel. 1 Paralel Hukum Terutama dengan perumpamaan orang Samaria yang baik hati
Gambar 1: bahan Luk 10:25-37
+5

Referensi

Dokumen terkait

Prosedur penelitian yang dilakukan meliputi koordinasi dengan Dinas Pertanian dan Peternakan, Kabupaten Aceh Timur dimaksudkan untuk mengetahui permasalahan dan

Berdasarkan penampilan secara makroskopis yang mencakup gejala-gejala yang timbul pada bibit nyatoh dan pertumbuhan koloni pada media PDA, pengamatan mikroskopis dengan

[r]

Indonesia tidak menganut Sistem ekonomi tradisional, Sistem ekonomi komando, Sistem ekonomi pasar, maupun Sistem ekonomi campuran. Sisten ekonomi yang diterapkan

• Volume residu (RV) = jumlah gas yang tersisa di paru-paru setelah menghembuskan nafas secara maksimal atau ekspirasi paksa.. Nilai normalnya adalah

Saya diminta untuk berbagi pengalaman mengenai topik “Perjuangan Masyarakat Hukum Adat untuk Mendapatkan Pengakuan Pemerintah Daerah: Pembelajaran dari Proses

Maka dari itu, sangat diperlukan adanya peningkatan di bidang penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, dan pelayanan kemasyarakatan dalam rangka meningkatkan taraf

(3) Pada saat mulai berlakunya Peraturan Daerah ini telah dilakukan pengelolaan limbah B3 yang tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah