i
MENGGALI PESAN PERUMPAMAAN ORANG SAMARIA YANG BAIK HATI (LUKAS 10:25-37) MELALUI KATEKESE KAUM MUDA SEBAGAI USAHA PEMBINAAN KAUM MUDA DI STASI KRISTUS RAJA NGRAMBE, PAROKI SANTO YOSEPH NGAWI, JAWA TIMUR
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Oleh Puri Wahyuni
081124054
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FALKUTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
PERSEMBAHAN
Skripsi ini, kupersembahkan kepada:
Allah Bapa,
Putra,
v MOTTO
Kitab Suci memberikan dukungan dan kekuatan bagi kehidupan Gereja. Bagi para Putra-Putri Gereja, Kitab Suci merupakan suatu peneguhan iman, makanan jiwa, dan sumber hidup spiritual. Kitab Suci adalah jiwa teologi dan khotbah pastoral. Para pemazmur berkata bahwa Kitab Suci “pelita bagi kakiku
dan cahaya bagi langkahku” (Mzm 119:105). Karena itu, Gereja menganjurkan semua umat beriman untuk sering membaca Kitab Suci karena “tidak mengenal
Kitab Suci berarti tidak mengenal Kristus” (Santo Hieronimus).
viii ABSTRAK
Judul Skripsi MENGGALI PESAN PERUMPAMAAN ORANG SAMARIA YANG BAIK HATI (LUKAS 10: 25-37) MELALUI KATEKESE KAUM MUDA SEBAGAI USAHA PEMBINAAN KAUM MUDA DI STASI KRISTUS RAJA NGRAMBE, PAROKI SANTO YOSEPH NGAWI, JAWA TIMUR, bertitik tolak pada keprihatinan bahwa Kitab Suci semakin ditinggalkan khususnya oleh kaum muda. Salah satu cara meningkatkan meningkatkan kecintaan kaum muda terhadap Kitab Suci adalah menggunakan cerita.
Yesus pun mengajar banyak menggunakan cerita berupa perumpamaan, salah satu satunya perumpamaan orang Samaria yang baik hati (Luk 10:25-37). Metode historis kritis digunakan untuk memahami perumpamaan dalam pewartaan Lukas. Perumpamaan merupakan metode Yesus untuk mengajar untuk menyingkap hakekat persoalan dengan baik dan dapat mencapai kedalaman hati manusia.
Perumpamaan orang Samaria yang baik hati ditafsirkan menggunakan metode naratif yang memandang Lukas 10:25-37 sebagai karya sastra. Unsur-unsur pokok metode naratif adalah alur/plot, karakterisasi/penokohan,
setting/latar. Perumpamaan orang Samaria yang baik hati adalah kisah dalam kisah. Maka dibedakan antara unsur-unsur pokok kisah dan pengisahan. Pesan perumpamaan orang Samaria yang baik hati yaitu: terbuka bagi siapa saja yang membutuhkan pertolongan, menghadirkan Yesus sebagai Tuhan bagi semua orang, menjadi sesama yang baik seperti orang Samaria yang baik hati.
Pesan perumpamaan orang Samaria yag baik hati pertama-tama ditujukan kepada Ahli Taurat. Pesan perumpamaan orang Samaria yang baik hati juga ditujukan kepada murid Kristus sampai pada jaman sekarang termasuk kaum muda di stasi Kristus Raja Ngrambe. Kaum muda sedang mengalami perubahan demi menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Pada sistuasi ini kaum muda memerlukan pembinaan khususnya pembinaan iman dalam bentuk katekese kaum muda. Untuk menemukan realita katekese kaum muda sebagai pembinaan iman kaum muda dalam menggali perumpamaan secara akurat di stasi Kristus Raja Ngrambe, paroki St. Yoseph Ngawi, Jawa Timur penulis melakukan penelitian dengan metode survey, jenis penelitian kualitatif. Tehnik pengumpulan dengan observasi dari pengalaman penulis terlibat langsung dengan kaum muda dan wawancara yang dilaksanakan bulan Maret sampai April 2013 mengambil 15 informan.
ix ABSTRACT
The thesis, titled “INTERPRETING THE MESSAGE OF THE PARABLE OF GOOD SAMARITAN (LUKE 10:25-37) THROUGH THE CATHECHISM OF THE YOUNG PEOPLE AS AN EFFORT OF EDUCATING THE YOUNG PEOPLE IN THE STATION OFF CHRIST OF THE KING, NGRAMBE, SAINT YOSEPH PARISH, NGAWI, EAST JAVA”, arises from the writer’s concern that the Bible is being abandoned of the young people. There is one way to increase the love to the bible, it is to tell the bible by the story.
Jesus also teaches people by stories of parables, the parable of the good Samaritan (Luk 10:25-37) for example. Critical historic method is used to understand the parables in the Gospel of Luke. Telling parables is Jesus’ method to reveal the core of the truth and to touch people’s heart.
The parable of the good Samaritan is interpreted with narative method which sees Luke 10:25-37 as a literature work. The substances of the narative method are plot, characters, and setting. The parable of the good Samaritan is a story in a story. Therefore, the writer diferentiates between the main substances of the story and the narration. The messages of the parable of the good Samaritan are, that we have to be kind to everybody who needs our help no matter what, that Jesus is The Lord for everybody, and that we must be kind as the good Samaritan is.
The messages of the parable of the good Samaritan is adressed especially for the Torah Master. It is also adressed for todays Christian, including the young Chatolics of Kristus Raja station - Ngrambe. The youth is changing to adapt to the environment, social, and cultural. They need to be guided, especially the guidance of the faith in catechism of the youth. To find the reality of the catechism of the youth, in order to find the accurate meaning of the parables, in Kristus Raja - Ngrambe station, St. Yoseph parish - Ngawi, East Java, the writer did research by qualitative survey method. The writer observed the parish, had an experience with 15 young Chatolics, and interviewed them on March to April 2013.
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah yang berbelas kasih karena kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul MENGGALI PESAN PERUMPAMAAN ORANG SAMARIA YANG BAIK HATI (LUKAS
10:25-37) MELALUI KATEKESE KAUM MUDA SEBAGAI USAHA
PEMBINAAN KAUM MUDA DI STASI KRISTUS RAJA NGRAMBE, PAROKI SANTO YOSEPH NGAWI, JAWA TIMUR.
Skripsi berangkat dari semakin ditinggalkannya Kitab Suci oleh kaum muda dan juga banyaknya kegiatan kaum muda di stasi Kristus Raja Ngrambe, paroki St. Yoseph Ngawi, Jawa Timur, namun dalam hal pembinaan iman kurang mendapat perhatian khususnya melalui katekese kaum muda. Skripsi ini dimaksudkan untuk meningkatkan kecintaan kaum muda terhadap Kitab Suci khusus perumpamaan orang Samaria yang baik hati melalui katekese kaum muda sebagai pembinaan iman kaum muda. Selain itu, skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Falkutas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Tersusunnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada kesempatan ini penulis terima kasih kepada:
1. Rm. FX. Heryatno Wono Wulung M. Ed, S.J selaku Kepala Program Studi IPPAK-FKIP-Universitas Sanata Dharma.
xi
3. Rm. Dr. A. Hari Kustono, Pr selaku dosen pembimbing utama yang telah memberikan perhatian, meluangkan waktu dan membimbing dengan penuh kesabaran, memberi masukan-masukan dan kritikan-kritikan sehingga penulis termotivasi dalam menuangkan gagasan-gagasan penulisan skripsi ini.
4. Rm. Dr. C. Putranto, SJ, sebagai dosen wali yang terus menerus mendampingi penulis sampai selesainya penulisan skripsi ini dan selalu mengingatkan penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak Y. H. Bintang Nusantara, SFK, M. Hum, selaku dosen penguji yang juga mau mendampingi penulis dengan sabar, meluangkan waktu dan membimbing, memberikan masukan dan gagasan bagi penulisan skripsi ini. 6. Keluarga bapak Agustinus Karno sebagai penyemangat bagi penulis untuk
menyelesaikan studi.
7. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, yang selama ini dengan tulus telah memberikan bantuan hingga selesainya skripsi ini.
Penulis menyadari keterbatasan kemampuan dan pengalaman sehingga penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi perbaikan skripsi ini. Ahkir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.
Yogyakarta, 25 Juli 2013 Penulis
xii
DAFTAR ISI
xiii
2. Tahun penulisan Injil Lukas ... 3. Maksud Lukas menulis injil ... 4. Jemaat yang dituju ... D. Jenis Lukas 10:25-37 ... 1. Terminologi perumpamaan ... 2. Perbedaan perumpamaan dengan alegori ... 3. Perbedaan perumpamaan dengan similitude ... 4. Lukas 10: 25-37 merupakan perumpamaan ... E. Sumber bahan perumpamaan orang Samaria yang baik hati ... 1. Paralel Hukum Terutama dengan perumpamaan orang
Samaria yang baik hati ... 2. Bahan perumpamaan orang Samaria yang baik hati ... F. Teologi perumpamaan dalam Lukas ... 1. Kerajaan Allah ... 2. Allah ... 3. Warga Kerajaan Allah ... BAB III. TAFSIR PERUMPAMAAN ORANG SAMARIA YANG BAIK HATI (LUK 10:25-37) ... A. Teks Lukas 10: 25-37 ... B. Pendekatan alegoris atas perumpamaan orang Samaria yang baik
xiv
2. Tokoh pengisahan ... F. Setting/ Latar ... 1. Setting kisah ... 2. Setting Pengisahan ... G. Teologi dalam perumpamaan orang Samaria yang baik hati ... 1. Kerajaan Allah ... 2. Allah yang berbelas kasih ... 3. Kasih Allah yang universal ... H. Pesan dari perumpamaan orang Samaria yang baik hati ... 1. Terbuka bagi siapa saja yang membutuhan pertolongan ... 2. Menghadirkan Yesus sebagai Tuhan bagi semua orang ... 3. Yesus menantang untuk menjadi sesama bagi orang lain seperti orang Samaria yang baik hati ... BAB IV. KATEKESE KAUM MUDA SEBAGAI PEMBINAAN IMAN KAUM MUDA DI STASI KRISTUS RAJA NGRAMBE, PAROKI St. YOSEPH NGAWI, JAWA TIMUR ... A. Katekese kaum muda sebagai pembinaan kaum muda ... 1. Situasi kaum muda ... 2. Usaha-usaha pembinaan iman bagi kaum muda ... 3. Katekese sebagai salah satu pembinaan iman kaum muda ... B. Katekese kaum muda sebagai pembinaan iman kaum di stasi
Kristus Raja Ngrambe, Paroki St. Yoseph Ngawi, Jawa Timur ... 1. Gambaran umum kaum muda ... 2. Fokus penelitian ... 3. Metodologi penelitian ... 4. Hasil penelitian dan pembahasan ... 5. Rangkuman penelitian ...
xv
BAB V. USULAN PROGRAM KATEKESE KAUM MUDA SEBAGAI USAHA MENGGALI PERUMPAMAAN ORANG SAMARIA YANG BAIK (LUK 10:25-37) DI STASI KRISTUS RAJA NGRAMBE, PAROKI St. YOSEPH NGAWI, JAWA TIMUR . A. Latar belakang program ... 1. Kebutuhan kaum muda akan pendampingan untuk menggali
pesan perumpamaan ... 2. Katekese kaum muda perlu dilaksanakan sebagai pembinaan
iman yang kontinyu ... B. Program katekese kaum muda ... 1. Pengertian program katekese kaum muda ... 2. Tujuan adanya program katekese kaum muda ... 3. Matriks program ... 4. Petunjuk pelaksanaan program katekese kaum muda ... C. Satuan persiapan katekese kaum muda ... 1. Satuan persiapan I ... Lampiran 1 : Peta situasi perjanjian baru ... Lampiran 2 : Data umat berdasarkan tempat tinggal ... Data umat berdasarkan kelompok umur ... Lampiran 3 : Pedoman wawancara ... Lampiran 4 : Hasil wawancara ... Lampiran 5 : Panduan APP 2013 ... Lampiran 6 : Susunan Kepengurusan Badan Gereja Katolik Stasi (BGKS)
xvi
Kristus Raja Ngrambe Masa Bakti 2012-2015 ... Lampiran 7 : Susunan Kepengurusan Dewan Pastoral Stasi (DPS) Kristus
Raja Ngrambe Masa Bakti 2012-2015 ... Lampiran 8 : Laporan kegiatan stasi Kristus Raja Ngrambe tahun 2012 ... Lampiran 9 : Peta kisah perumpamaan orang Samaria yang baik hati ...
Action full drama ... Contoh gambar membuat vignet ...
(60)
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1: Bahan Lukas 10: 25-37 ... Gambar 2 : Alur perumpamaan orang Samaria yang baik hati menurut
ayat ... Gambar 3 : Alur perumpamaan orang Samaria yang baik hati menurut
peristiwa ... 38
49
xviii
DAFTAR SINGKAT
A. SINGKATAN KITAB SUCI
Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Alkitab: Lembaga Biblika Indonesia. (2006). Alkitab Deutrokanonika. Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia.
B. SINGKATAN RESMI DOKUMEN-DOKUMEN GEREJA
CT : Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus Ke II tentang Katekese Masa Kini, 16 Oktober 1979.
DV : Dei Verbum, Konstitusi Dogmatis Konsili Vatikan II tentang Wahyu Ilahi, 18 November 1965.
EN : Evangelii Nuntinadi, Anjuran Apostolik Paus Paulus ke VI tentang Pewartaan Injil dalam Dunia Modern, 8 Desember 1975.
C. SINGKATAN LAIN-LAIN
Art : Artikel Ay : Ayat
Dll : Dan lain-lain Dst : Dan seterusnya Jml : Jumlah
Km : Kilometer
Km2 : Kilometer persegi KK : Kepala Keluarga
xix M : Masehi
m : meter
OMK : Orang Muda Katolik Rekat : Remaja Katolik Sbb : Sebagai berikut ini SMA : Sekolah Menengah Atas SMP : Sekolah Menengah Pertama St : Santo
SSV : Serikat Sosial Vinsensius S/d : Sampai dengan
xx
DAFTAR TABEL
Tabel 1: Pararel Hukum Terutama dengan perumpamaan orang Samaria yang baik hati ... Tabel 2 : Data umat stasi Kristus Raja Ngrambe tahun 2012 (Sekretariat
stasi Kristus Raja Ngambe, paroki St. Yoseph Ngawi, Jawa Timur) ... Tabel 3 : Variabel Penelitian ... Tabel 4: Matriks Program ...
33
BAB I
PENDAHULUAN
Bab I berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan,
metode penulisan, sistematika penulisan.
A. Latar Belakang
Bersama Tradisi, Kitab Suci seperti yang telah diwariskan para rasul
secara tertulis merupakan sumber pegangan yang menyangkup segala sesuatu
untuk menjalani hidup suci dan untuk mengembangkan iman (Dei Verbum art.8).
Sebagai sumber pegangan berarti Kitab Suci memberikan pegangan yang dapat
menjadi pedoman untuk menjalani hidup suci. Sedangkan Kitab Suci untuk
mengembangkan iman ibarat pupuk dan air yang akan menumbuhkembangkan
tanaman hingga berbuah. Tanpa pupuk dan air, tanaman akan kering dan mati.
Demikianlah manusia beriman dengan Kitab Suci sebagai pupuk dan air, iman
akan tumbuh berkembang dan membuahkan hasil. Sebaliknya, tanpa Kitab Suci
sebagai pupuk dan air, imannya akan kering dan mati.
Pada kenyataannya Kitab Suci bagi orang katolik menjadi buku yang
sakral, orang takut untuk menyentuh dan hanya menyimpannya di almari.
Demikian juga dengan kaum muda, walaupun setiap minggu ada Liturgi Sabda,
belum cukup mendorong kaum muda lebih dekat lagi dengan Kitab Suci. Adapun
usaha Gereja demi mendekatkan kaum muda dengan Kitab Suci adalah
pendalaman Kitab Suci tetap kurang diminati dibandingkan dengan devosi-devosi
dan doa lainnya.
Salah satu metode sebagai usaha meningkatkan kecintaan kaum muda
terhadap Kitab Suci adalah metode cerita. Tidak dipungkiri bahwa manusia
senang bercerita. Dari yang muda sampai tua akrab dengan cerita. Setiap daerah
mempunyai cerita rakyatnya masing-masing. Film, sinetron, drama, teater, novel,
lagu juga mengandung cerita. Hidup manusia pun merupakan sebuah cerita
perjalanan kehidupan. Cerita masih menarik bagi orang yang mau mendengarnya.
Iman katolik juga menjadi mudah dipahami melalui cerita.
C. Putranto, SJ (2012:5-20) dalam tulisan yang berjudul Bahasa Kisah
Dalam Berkatekese menuliskan: Pertama, cerita dapat memukau pendengar jika
pendengar menemukan dirinya sendiri. Salah satu unsur atau komponen dari
pribadi manusia yang dapat diidentifikasikan oleh pendengar, dan pendengar
dapat mengenal bagian dari dirinya, khususnya bagian-bagian yang terpendam
dalam bawah sadarnya; kedua, kisah mampu menjelajahi wilayah-wilayah batin
pendengar yang belum tersentuh dan menghindari pengaruh buruk; ketiga, kisah
mempunyai kekuatan reflektif yaitu menjernihkan persoalan-persoalan kehidupan;
keempat, kisah dan cerita mempunyai kekuatan mengubah kenyataan, karena
mampu menyingkap solusi-solusi yang mungkin ditempuh dalam
masalah-masalah kejiwaan. Buah utama dari kaidah adalah pendengar bisa berdamai
dengan dorongan-dorongan mereka sendiri, dengan kenyataan, termasuk
aktif pendengar, pencerita akan mampu menumbuhkan cara pandang, sikap,
pencerahan, opini yang baru bagi pendengarnya (2011:5).
Pendapat C. Putranto dan A. Hari Kustono memperlihatkan kehebatan
kekuatan cerita bagi pendengarnya. Bahkan, melalui cerita pendengar dapat
dibantu untuk mengambil keputusan tertentu lewat cerita yang didengarnya tanpa
merasa digurui.
Yesus juga kerap kali menggunakan cerita berupa perumpamaan ketika
mengajar para murid dan orang banyak. Perumpamaan yang diambil Yesus dekat
dengan kehidupan para pendengar-Nya. Melalui perumpamaan Yesus mengajak
manusia untuk berpikir bukan hanya dengan otak, akan tetapi juga dengan hati.
Perumpamaan Yesus efektif menyentuh sampai pada kedalam hati manusia yang
paling terdalam. Menurut Martin Harun (1998:1) perumpamaan merupakan sarana
komunikasi jeli dan efektif. Perumpamaan menarik karena melibatkan orang
dalam cerita dan menjelang kesimpulannya meminta sebuah jawaban pribadi.
Perumpamaan mendorong seseorang untuk berpikir dan menarik kesimpulan
untuk dirinya sendiri.
Adakalanya perumpamaan Yesus sulit dipahami oleh pendengar bahkan
bisa jadi pendengar memahami secara salah sehingga menyebabkan bidaah. Oleh
sebab itu dalam menafsirkan perumpamaan Yesus dalam Kitab Suci perlu secara
cermat seperti yang tercantum dalam Konstitusi Dogmatis tentang Wahyu Ilahi
mengatakan bahwa di dalam Alkitab Allah bersabda melalui manusia secara
manusia, maka dalam menafsirkan Kitab Suci harus diselidiki secara cermat apa
kata-kata mereka. Adapun yang harus diperhatikan adalah mencari arti yang
hendak diungkapkan sesuai dengan maksud pengarang suci pada situasi jaman
dan kebudayaannya serta jenis sastra yang digunakannya, kemudian perhatian
yang besar harus diberikan kepada isi dan kesatuan seluruh kitab (Dei Verbum art.
12).
Perumpamaan-perumpamaan Yesus paling banyak dijumpai dalam Injil
Lukas. Salah satu perumpamaan Yesus dalam Injil Lukas adalah Perumpamaan
orang Samaria yang baik hati (Lukas 10:25-37). Perumpamaan orang Samaria
yang baik hati hanya ada pada Injil Lukas. Penyelidikan secara cermat
perumpamaan orang Samaria yang baik hati dapat ditempuh melalui metode
historis kritis dan metode naratif.
Metode historis kritis digunakan untuk mendekati perumpamaan dalam
Injil Lukas yang berasal dari 2000 tahun lampau. Metode historis kritis
merupakan jendela yang memberikan jalan masuk kepada masa lampau tidak
hanya pada situasi yang dirujuk oleh kisah, tetapi juga pada komunitas untuk
siapa cerita itu diceritakan (Komisi Kitab Suci Kepausan, 2003:59).
Metode naratif juga cocok digunakan untuk menafsirkan perumpamaan
orang Samaria yang baik hati. Metode naratif menuntut teks berfungsi sebagai
cermin, dalam arti bahwa teks memproyeksikan gambaran tertentu, suatu dunia
naratif yang memberikan pengaruh bagi persepsi pembaca sedemikian rupa
sehingga pembaca mampu mengambil alih nilai-nilai tertentu (Komisi Kitab Suci
orang Samaria yang baik hati karena perumpamaan orang Samaria yang baik hati
merupakan kisah di dalam kisah.
Perumpamaan orang Samaria yang baik hati diawali dengan pertanyaan
Ahli Taurat mengenai cara mendapatkan hidup kekal. Cara memperoleh hidup
kekal telah tertulis dalam Hukum Terutama. Namun kemudian Ahli Taurat
mempersoalkan mengenai sesama yang tertulis dalam Hukum Terutama. Menurut
Ahli Taurat yang seorang Yahudi sesama dipahami sebagai kelompoknya sendiri,
bangsa Yahudi. Yesus dengan cara yang bijak mengangkat perumpamaan orang
Samaria yang baik hati untuk menjawab mengenai sesama kepada Ahli Taurat.
Yesus mengambil tokoh utama seorang Samaria sangat berani menentang pola
pikir yang salah tetapi diterima. Secara umum orang Yahudi menganggap orang
Samaria seorang kafir dan dikucilkan.
Orang Samaria menjadi sesama dengan memperlihatkan belas kasih
kepada orang yang disamun. Belas kasih yang diperlihatkan oleh orang Samaria
antara lain berinisiatif mendatangi orang yang disamun, memberi minyak dan
anggur untuk mengurangi rasa sakit dan penderitaan yang dialami oleh orang
yang disamun, memberikan keledai untuk ditumpangi, mau merawat orang yang
disamun meskipun ia mempunyai urusan lain, masih mambayar orang lain untuk
merawat orang yang disamun karena urusannya tidak bisa ditinggalkan, terakhir
orang Samaria masih menjanjikan untuk kembali melunasi keperluan yang
dipakai untuk merawat orang yang disamun. Jelas terlihat bahwa orang Samaria
imbalan. Orang Samaria menolong secara total dan tulus tanpa pamprih walaupun
orang yang ditolong adalah musuhnya sendiri.
Perumpamaan orang Samaria yang baik hati menunjukan Hukum
Terutama bukan hanya sebagai hukum tertulis yang sangat dihormati, namun
menunjukan bagaimana Hukum Terutama dilaksanakan. Uniknya orang yang
melaksanakan Hukum Terutama bukanlah seorang yang menjunjung tinggi
Hukum Terutama.
Yesus mengajar Ahli Taurat melalui perumpamaan orang Samaria yang
baik hati. Pesan perumpamaan orang Samaria yang baik hati pertama-tama
ditujukan kepada Ahli Taurat. Akan tetapi pesan dari perumpamaan orang
Samaria yang baik hati tidak terbatas hanya untuk Ahli Taurat. Sebagai murid
Kristus pesan ini juga ditujukan pada orang-orang Kristen masa kini.
Salah satu penerima pesan perumpamaan orang Samaria yang baik hati
adalah kaum muda. Kaum muda sedang mengalami perubahan pada masa
pertumbuhan dan perkembangan dalam rangka menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Perubahan yang terjadi pada kaum muda dapat dilihat dari
pertumbuhan fisik dan perkembangan kognitif, emosi, moral, sosial, iman. Dalam
situasi ini kaum muda mengalami permasalahan dan mempunyai potensi. Kaum
muda memerlukan bantuan dari orang dewasa untuk menghadapi
permasalahannya dan memanfaatkan potensi pada masa pertumbuhan dan
perkembangan demi kedewasaan. Oleh sebab itu kaum muda memerlukan
Pembinaan iman sebagai pembinaan bagi kaum muda sebab Allah juga
berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan kaum muda. Selain itu
pembinaan sebagai usaha untuk membangun sikap-sikap kaum muda menurut
ajaran iman. Ada bermacam-macam pembinaan iman bagi kaum muda. Demi
meningkatkan kecintaan kaum muda terhadap Kitab Suci khususnya
perumpamaan salah satunya melalui katekese kaum muda. Paus Yohanes Paulus
ke II dalam Catechesi Tradendae menyatakan pentingnya kaum muda mengalami
katekese:
“Pada masa muda tibalah periode keputusan-keputusan penting yang pertama. Walaupun kaum muda barangkali mendapat dukungan para anggota keluarga mereka dan teman-teman mereka, mereka harus mengandalkan diri sendiri serta suarahati mereka, dan makin sering dan secara menentu memikul tanggung jawab atas masa depan mereka... Kaum muda perlu menyiapkan diri bagi masa kedewasaan kemudian hari. Maka kaum muda perlu untuk diperkenalkan kepada Yesus Kristus. Sudah tibalah saatnya injil dapat disajikan, dimengerti dan diterima sebagai sesuatu yang mampu memberi makna kepada kehidupan, dengan kata lain: mampu mengilhami sikap-sikap, yang tanpa injil tidak dapat dijelaskan, misalnya pengorbanan diri, sikap lepas-bebas, sikap menahan diri, keadilan, komitmen, pendamaian, kepekaan terhadap Yang Mutlak dan tidak kelihatan (CT art.39)”.
Paus Yohanes Paulus ke II menyadari walaupun kaum muda mendapat
dukungan dari orang dewasa dalam hidupnya akan tetapi keputusan ada pada
kaum muda sendiri. Kaum muda perlu mengandalkan diri sendiri. Agar dapat
mengandalkan diri sendiri kaum muda perlu untuk dipersiapkan. Sudah saatnya
Yesus diperkenalkan kepada kaum muda sebagai panutan, sehingga kaum muda
memiliki sikap seperti yang diteladankan oleh Yesus. Salah satu usaha untuk
memperkenalkan Yesus yaitu mendekatkan kaum muda kepada Kitab Suci
Kaum muda di stasi Kristus Raja Ngrambe, merupakan salah satu kaum
muda yang memerlukan katekese kaum muda. Banyak kegiatan kaum muda di
stasi ini, namun kegiatan bagi kaum muda yang mendalami dan mengelola Kitab
Suci secara khusus bagi kaum muda belum ada. Begitu pula dalam hal pembinaan
iman kurang mendapat perhatian, khususnya melalui katekese kaum muda.
Tema-tema katekese memang membahas kaum muda. Hanya saja katekese yang
dilaksanakan bagi orang tua yang mempunyai anak muda. Sehingga katekese
tidak menyentuh langsung pada kaum muda. Katekese juga dipahami selesai pada
persiapan baptis, komuni pertama, krisma, dan sekolah minggu. Setelah itu
pembinaan iman bagi kaum muda diserahkan pada kaum muda sendiri tanpa ada
pembinaan dari orang dewasa yang jelas dan terarah.
Katekese kaum muda merupakan pembinaan iman yang mampu secara
khusus menyampaikan pesan perumpamaan orang Samaria yang baik hati kepada
kaum muda. Akan tetapi dalam pelaksanaan di lapangan katekese kaum muda
kurang mendapat perhatian. Oleh karena itu untuk menemukan realita katekese
kaum muda sebagai pembinaan iman dalam menggali perumpamaan di stasi
Kristus Raja Ngambe, penulis mengadakan penelitian sederhana dengan metode
survey. Metode survey digunakan untuk mendapatkan data dari tempat tertentu
yang alamiah (bukan buatan). Tetapi peneliti melakukan perlakuan dalam
mengumpulkan data, misalnya dengan mengedarkan kuesioner, test, wawancara
terstuktur dan sebagainya (Sugiyono, 2008:12). Tehnik pengumpulan data dengan
Pada Arah Dasar Keuskupan Surabaya 2010-2013, tahun 2013 bagi
keuskupan Surabaya merupakan tahun pastoral kerasulan Kitab Suci dan kaum
muda. Kaum muda stasi Kristus Raja Ngrambe juga bagian dari keuskupan
Surabaya, tepatnya salah satu stasi di paroki St. Yoseph Ngawi, Jawa Timur. Pada
tahun 2013 menjadi kesempatan bagi kaum muda di stasi Kristus Raja Ngrambe
untuk meningkatkan kecintaan kaum muda pada Kitab Suci khususnya
perumpamaan orang Samaria yang baik hati melalui katekese kaum muda sebagai
pembinaan iman kaum muda. Katekese kaum muda sebagai pembinaan iman
kaum muda dan juga bertitik tolak pada Kitab Suci yaitu katekese kaum muda
model biblis.
Supaya kaum muda mampu mendalami perumpamaan dalam Injil Lukas,
menafsirkan dan menemukan pesan perumpamaan orang Samaria yang baik hati
melalui katekese kaum muda model biblis, penulis memberikan usulan program
katekese kaum muda sebagai pembinaan iman kaum muda dalam menggali
perumpamaan orang Samaria yang baik hati di stasi Kristus Raja Ngrambe dengan
model biblis.
Dengan maksud memaparkan tentang perumpamaan dalam injil Lukas,
menafsirkan perumpamaan orang Samaria yang baik hati, menemukan realita
katekese kaum muda sebagai pembinaan kaum muda dalam menggali
perumpamaan di stasi Kristus Raja Ngrambe, serta memberikan usulan program
katekese kaum muda sebagai pembinaan iman kaum muda dalam menggali
perumpamaan orang Samaria yang baik hati di Stasi Kristus Raja Ngrambe,
PERUMPAMAAN ORANG SAMARIA YANG BAIK HATI (LUKAS
10:25-37) MELALUI KATEKESE KAUM MUDA SEBAGAI USAHA
PEMBINAAN IMAN KAUM MUDA DI STASI KRISTUS RAJA
NGRAMBE, PAROKI SANTO YOSEPH NGAWI, JAWA TIMUR.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang permasalahan yang muncul, dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Apakah yang dimaksud perumpamaan dalam Injil Lukas?
2. Bagaimanakah menafsirkan dan menemukan pesan perumpamaan orang
Samaria yang baik hati?
3. Bagaimanakah realita katekese kaum muda sebagai pembinaan iman kaum
muda dalam menggali perumpamaan di stasi Kristus Raja Ngrambe, paroki
St. Yoseph Ngawi, Jawa Timur?
4. Bagaimanakah menggali perumpamaan orang Samaria yang baik hati dalam
katekese kaum muda sebagai pembinaan iman di stasi Kristus Raja Ngrambe,
paroki St. Yoseph Ngawi, Jawa Timur?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah:
2. Menafsirkan dan menemukan pesan dari perumpamaan orang Samaria yang
baik hati.
3. Menemukan realita katekese kaum muda sebagai pembinaan iman kaum
muda dalam menggali perumpamaan di stasi Kristus Raja Ngrambe, paroki
St. Yoseph Ngawi, Jawa Timur.
4. Menggali perumpamaan orang Samaria yang baik hati dalam katekese kaum
muda sebagai usaha pembinaan iman di stasi Kristus Raja Ngrambe, paroki
St. Yoseph Ngawi, Jawa Timur.
5. Memenuhi salah satu syarat kelulusan Sarjana Strata 1 Program Studi Ilmu
Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Jurusan Ilmu Pendidikan
Falkutas Keguruan dan ilmu pendidikan Universitas Sanata Dharma.
D. Manfaat Penulisan
1. Kaum muda mampu memahami perumpamaan dalam Injil Lukas.
2. Kaum muda mampu menafsirkan dan menemukan pesan dari perumpamaan
orang Samaria yang baik hati.
3. Menemukan realita katekese kaum muda sebagai pembinaan iman kaum
muda dalam menggali perumpamaan di stasi Kristus Raja Ngrambe, paroki
St. Yoseph Ngawi, Jawa Timur.
4. Kaum muda mampu menggali pesan perumpamaan orang Samaria yang baik
hati melalui katekese kaum muda sebagai usaha pembinaan iman bagi kaum
E. Metode Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode historis kritis
dalam mendekati perumpamaan dalam Injil Lukas. Disebut historis karena metode
ini mencoba menerangkan proses-proses historis yang memunculkan teks-teks
biblis, suatu proses diakronis yang sering kali kompleks dan membutuhkan waktu
yang lama. Disebut kritis karena metode ini berkerja dengan bantuan kriteria
ilmiah untuk mencapai hasil seobjektif mungkin (Komisi Kitab Suci Kepausan,
2003: 47).
Sedangkan metode naratif digunakan untuk menafsirkan dan menemukan
pesan dari perumpamaan orang yang baik hati (Lukas 10:25-37). Metode naratif
memberikan perhatian khusus pada unsur-unsur teks yang berkaitan dengan alur
(plot), penokohan, dan sudut pandang (point of view) yang diambil oleh narator,
mempelajari bagaimana sebuah teks suatu kisah sedemikian rupa sehingga
mampu mengikat pembaca (reader) dalam dunia naratifnya dan sistem nilai yang
terkandung di dalamnya (Komisi Kitab Suci Kepausan, 2003:58). Dalam
penulisan skripsi ini unsur-unsur pokok yang digunakan yaitu alur (plot),
penokohan (karakterisasi), dan latar (setting).
Kemudian untuk menemukan realita katekese kaum muda di stasi Kristus
Raja Ngrambe dalam menggali, penulis mengadakan penelitian sederhana dengan
menggunakan metode survey. Perlakuan dalam mengumpulkan data pada
penelitian ini menggunakan observasi dan wawancara. Observasi yaitu
pengalaman penulis yang terlibat dengan kegiatan sehari-hari dengan kaum muda
wawancara digunakan untuk mencari dan melengkapi data. Untuk menambah
wawasan, penulis menggunakan studi pustaka.
F. Sistematika Penulisan
Bab I : Pendahuluan
Berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat
penulisan, metode penulisan, sistematika penulisan.
Bab II : Perumpamaan dalam Injil Lukas
Berisi metode historis kritis dalam mendekati perumpamaan dalam Injil
Lukas. Selanjutnya memaparkan bagaimana Yesus dalam menggunakan
perumpamaan untuk mengajar, Lukas pengarang Injil, jenis sastra Lukas
10:25-37, sumber Lukas 10: 25-37 dan teologi perumpamaan dalam
Lukas.
Bab III : Tafsir perumpamaan orang Samaria yang baik hati (Lukas 10:25-37)
Berisi tentang Lukas 10:25-37, pendekatan penafsiran alegoris atas
perumpamaan orang Samaria yang baik hati, metode naratif, alur (plot),
karakterisasi (penokohan), setting (latar), teologi dan pesan dari
perumpamaan orang Samaria yang baik hati.
Bab IV: Katekese kaum muda sebagai pembinaan iman kaum muda di stasi
Kristus Raja Ngrambe, paroki St. Yoseph Ngawi, Jawa Timur
Berisi katekese kaum muda sebagai pembinaan iman kaum muda
kaum muda sebagai salah satu pembinaan iman kaum muda. Selanjutnya
katekese sebagai pembinaan iman kaum muda dalam menggali
perumpamaan di stasi Kristus Raja Ngrambe, paroki St. Yoseph Ngawi,
Jawa Timur memaparkan gambaran umum situasi kaum muda, fokus
penelitian, metodologi penelitian, hasil dan pembahasan penelitian serta
rangkuman hasil penelitian.
Bab V : Usulan program katekese kaum muda sebagai usaha menggali pesan
perumpamaan orang Samaria yang baik hati (Lukas 10:25-37) di stasi
Kristus Raja Ngrambe, paroki St. Yoseph Ngawi, Jawa Timur
Berisi latar belakang usulan program, progam katekese kaum muda dan
empat satuan persiapan katekese kaum muda sesuai dengan sub tema
katekese kaum muda.
Bab VI : Penutup
BAB II
PERUMPAMAAN` DALAM INJIL LUKAS
Pada bab II akan membahas tentang metode historis kritis yang dipakai
dalam mendekati teks Luk 10:25-37. Selanjutnya akan dipaparkan bagaimana
Yesus menggunakan perumpamaan dalam mengajar. Berkaitan dengan Lukas,
akan dibahas identitas penulis Injil Lukas, jenis sastra Lukas 10:25-37, sumber
Lukas 10:25-37 dan teologi perumpamaan dalam Lukas.
A. Metode historis kritis
Metode historis kritis memahami teks Alkitab dengan cara mempelajari
proses terjadinya (genesis) teks Alkitab dalam konteks sejarahnya. Tiga pedoman
dalam kerja metode historis kritis adalah: Pertama, Alkitab harus dipelajari atau
diselidiki dengan memanfaatkan buku-buku lain; kedua, penelitian ilmiah
terhadap Alkitab harus bebas dari kungkungan dan tuntutan doktrin atau tradisi
yang membelenggu; ketiga, fungsi dari criticism tidak hanya menyangkut suatu
keputusan akhir, tetapi lebih dari itu harus mencakup penilaian terhadap teks-teks
tersebut (S. O. Aitonam, 1998:6-7).
Ada tiga tahap metode historis kritis. Pertama, penelitian dimulai dengan
penelitian kritik bentuk. Penelitian kritik bentuk yaitu memberikan perhatian pada
awal perkembangan teks, terutama apa yang dikenal dengan Sitz im Leben (S. O.
Aitonam,1998:7). Menurut Dodd (1998:21) yang dimaksud dengan Sitz im Leben
Yesus dalam konteks karya-Nya. Menurut A. Hari Kustono mengutip Joachim
Jermias (1998:23) Sitz im Leben yang perlu dibahas yaitu Sitz im Leben
perumpamaan pada jaman Yesus dan Sitz im Leben pada Gereja Purba. Sitz im
Leben perumpamaan pada jaman Yesus adalah apa makna perumpamaan dan
penerapannya bagi pendengar Yesus pada masa hidup-Nya. Untuk itu perlu
diteliti apa alasan Yesus memakai perumpamaan, dalam rangka apa Yesus
menggunakan perumpamaan dan bagaimana cara Yesus menggunakan
perumpamaan. Penelitian terhadap Sitz im Leben perumpamaan pada Gereja
Purba mengarahkan perhatian pada alasan pengumpulan, pemilihan dan
pemanfaatan perumpamaan sesuai dengan kebutuhan Gereja Purba. Dalam hal ini
Sitz im Leben Gereja Purba dipahami sebagai lingkungan Lukas pengarang Injil,
karena Lukas yang mengumpulkan, memilih, dan menambah perumpamaan sesuai
dengan kebutuhan jemaatnya pada waktu itu.
Tahap kedua adalah penelitian sejarah tradisi. Penelitian sejarah tradisi
mengarahkan perhatian pada perkembangan teks dalam tradisi lisan maupun
tulisan. Tujuan utamanya untuk menganalisis asal-usul dan perkembangan
unit-unit yang dipakai atau dikutip dalam Alkitab dari bentuk awal hingga bentuk
ahkirnya (S. O. Aitonam, 1998:7). Dalam perumpamaan orang Samaria yang baik
hati bentuk awal teks adalah Hukum Terutama kemudian oleh Lukas ditambah
dengan pengisahan orang Samaria yang baik hati yang dikemas dalam bentuk
perumpamaan.
Tahap ketiga adalah penelitian redaksi. Penelitian redaksi yaitu penelitian
memperhatikan bentuk awal teks diubah dan disusun sesuai maksud editor atau
redaktur (S. O. Aitonam, 1998:8). Pada perumpamaan orang Samaria yang baik
hati, Lukas sebagai editor menambah Hukum Utama (hukum kasih) dalam
Markus dengan pengisahan orang Samaria yang baik hati yang merupakan bahan
khas Lukas. Lukas memberikan tekanan baru pada penambahan perumpamaan
orang Samaria dalam Hukum Terutama yaitu Tuhan Allah yang diwartakan Yesus
adalah Tuhan bagi semua orang, bukan hanya orang Yahudi. Bahkan juga Tuhan
bagi orang Samaria yang mereka anggap golongan kaum kafir.
B. Yesus menggunakan perumpamaan
Yesus sering menggunakan perumpamaan dalam mengajar. Bagian ini
memaparkan alasan Yesus menggunakan perumpamaan, kapan Yesus
menggunakan perumpamaan, dan bagaimana Yesus menggunakan perumpamaan.
1. Alasan Yesus menggunakan perumpamaan
Yesus senang mengajar dengan perumpamaan. Akan tetapi, perumpamaan
kadang kala membingungkan murid Yesus. Para murid pun perlu meminta Yesus
untuk menjelaskan arti dari perumpamaan. Bukankah lebih efektif jika suatu
pengajaran langsung diterangkan maksudnya, dari pada menggunakan
perumpamaan yang sulit untuk dipahami. Dalam Mat 13:10-14 dan Mat 13:34-35
Yesus menjawab para murid alasan-Nya menggunakan perumpamaan dalam
mengajar:
“....Itulah sebabnya Aku berkata-kata dalam perumpamaan kepada mereka; karena sekalipun melihat, mereka tidak melihat dan sekalipun mendengar mereka tidak mendengar dan tidak mengerti. Maka pada mereka genaplah nubuat Yesaya, yang berbunyi: Kamu akan mendengar dan mendengar, namun tidak mengerti, kamu akan melihat dan melihat, namun tidak menanggap (Mat 13:10-14).”
“Semua itu disampaikan Yesus kepada orang banyak dalam perumpamaan, dan tanpa perumpamaan suatupun tidak disampaikan-Nya kepada mereka, supaya genaplah firman yang disampaikan oleh nabi, “Aku mau membuka mulut-Ku mengatakan perumpamaan, Aku mau mengucapkan hal yang tersembunyi sejak dunia dijadikan.”
Markus 4:11-12 memberikan alasan mengapa Yesus memakai
perumpamaan:
“Jawab: Kepadamu telah diberikan rahasia Kerajaan Allah, tetapi kepada orang luar segala sesuatu disampaikan dalam perumpamaan, supaya sekalipun melihat, mereka tidak menangkap, sekalipun mendengar, mereka tidak mengerti, supaya mereka jangan berbalik dan mendapat ampun”. Seolah-olah Yesus mencegah pendengar-Nya untuk mengetahui rahasia
Allah. Mencegah orang bertobat dan mendapatkan ampun. Sepertinya Yesus
menyadari benar bahwa pemberitaan-Nya tidak diterima oleh orang Yahudi.
Menurut Groenen (1979:96) ada yang berpendapat bahwa Yesus menggunakan
perumpamaan, supaya Ia tetap tersembunyi dan tidak dikenal sebagai
Mesias-Anak Allah, sesuai tentang teologi Markus mengenai rahasia Mesias. Namun
Groenen tidak setuju dengan pendapat ini. Groenen berpendapat Markus
menggunakan perumpamaan supaya orang bertobat dan dengan begitu dapat
mengerti maksud perumpamaan. Bukan sebaliknya orang mengerti baru bertobat.
Maka alasan Yesus menggunakan perumpamaan yaitu Yesus menuntut manusia
supaya beriman dengan begitu akan mengerti ajaran Yesus.
“The reason is very simple: he wanted to teach people and parables are teaching media. Besides, here was a method that was familiar to his audinence, for the rabbis, even early in the 1st century A.D., made frequent use of the parable. This is not at all surprising since it is a method that had a particular appeal for Semites; the parable is colorful and concrete, quite unlike the abstract reasoning of the Greeks (Wilfrid J. Harrington 1984:17).”
Menurut Wilfrid J. Harrington alasan Yesus sangat sederhana. Dia ingin
mengajar orang dan perumpamaan adalah media untuk mengajar. Disamping itu,
metode perumpamaan sangat dekat dengan pendengarnya. Para rabbi sejak abad
pertama setelah Masehi, sering menggunakan perumpamaan. Hal ini sama sekali
tidak mengherankan karena ini merupakan metode yang menarik bagi orang
Semit. Lebih berwarna dan konkret, sama sekali tidak seperti penalaran abstrak
dari orang Yunani.
2. Penggunaan perumpaman
Yesus tidak selalu mengajar dengan menggunakan perumpamaan. Ada
saat-saat tertentu dan alasan tertentu bagi Yesus untuk mengajar dengan
menggunakan perumpamaan. Saat-saat dan alasan tersebut antara lain:
a. Mengungkapkan karunia Allah
Yesus tidak hanya menyampaikan ajarannya supaya ditangkap oleh pikiran
manusia. Akan tetapi Yesus ingin manusia menangkap lebih dalam lagi sampai ke
dasar hatinya. Melalui perumpamaan Yesus mengajak manusia untuk berpikir,
berpendapat, mengambil sikap, serta mengubah sikap yang selaras dengan ajaran
Yesus.
Berbagai perumpamaan Yesus secara efektif membantu manusia untuk
Allah yang diluar jangkauan pemahaman manusia. Melalui perumpamaan Yesus
memberikan pencerahan bagi manusia agar manusia mengerti yang dimaksud
Kerajaan Allah. Melalui perumpamaan Yesus ingin mengatakan hal yang tidak
bisa diungkap secara tuntas dalam bahasa manusia.
b. Melawan orang-orang yang tidak setuju
Seperti dalam perumpamaan orang Samaria yang baik hati, Yesus
menggunakan perumpamaan untuk melawan orang yang mencobai, menjebak
atau mencari kesalahan Yesus. Perumpamaan dipakai sebagai cara cerdik Yesus
untuk menghindari dari jebakan para lawan-Nya. Selain untuk menghindari
jebakan Yesus menggunakan perumpamaan untuk menyindir sikap mereka yang
melawan-Nya, dengan maksud agar mereka sadar, tanpa maksud untuk menghina.
3. Cara menggunakan perumpamaan
Perumpamaan Yesus terasa menarik. Yesus menggunakan cara-cara
tertentu untuk mengungkapkan perumpamaan agar menarik perhatian pendengar.
Berikut ini merupakan cara-cara yang digunakan Yesus supaya
perumpamaan-Nya menarik.
a. Interaksi dengan pendengar
Pada saat mengajar dengan menggunakan perumpamaan Yesus
berinteraksi dengan pendengar. Yesus tidak melulu berbicara sendiri sedangkan
pendengar hanya diam. Adakalanya Ia mengajak lawan bicara-Nya untuk
b. Retorika
Retorika yaitu seni merangkai wacana (discourse/pengisahan). Yesus
mengisahkan perumpamaan orang Samaria yang baik hati dengan retorika yang
bertujuan untuk menarik minat pendengar. Yesus juga mengajukan pertanyaan
retorik untuk mengajak pendengar berpikir aktif dan berpendapat. Pertanyaan
retorik yaitu pertanyaan yang mengandaikan pendengar dapat memberi jawaban
yang diharapkan oleh Yesus. Pertanyaan retorik biasanya tidak membutuhkan
jawaban karena jawabannya sudah jelas.
c. Bahan dari pengalaman hidup sehari-hari
Yesus mengambil bahan perumpamaan dari pengalaman sehari-hari. Para
pendengar sudah akrab dengan bahan yang diangkat Yesus. Yesus memanfaatkan
hal-hal yang diketahui oleh pendengar-Nya seperti sistem sosial, anggur,
perkawinan, tuan dan hamba, benih, ternak, bapa dan anak. Yesus dengan cara
yang baik menuntun seseorang sampai pada pemahaman yang baru lewat
pengalaman hidup sehari-hari.
d. Afirmasi
Afirmasi merupakan pernyataan penegasan. Pada akhir perumpamaan
Yesus sering menggunakan afirmasi atau pernyataan yang berfungsi untuk
menegaskan pendapat.
e. Perlawanan
Yesus mempertajam pesan perumpamaan dengan memaparkan dua
sendiri. Yesus menggunakan cara yang kontroversial untuk mengungkapkan
pesan yang hendak disampaikan-Nya.
f. Perbandingan
Perbandingan dipakai untuk menyatakan pendapat yang sulit diterima
karena budaya yang sudah mengakar. Yesus menggunakan perbandingan untuk
menyingkap hal yang tak terungkap. Misalnya sikap Imam dan Lewi yang
kesahariannya bekerja di Bait Allah. Tindakan mereka menghindari orang yang
disamun dibandingkan dengan tindakan seorang Samaria yang kafir namun
bersedia menolong orang yang disamun dalam perumpamaan orang Samaria yang
baik hati (Luk 10:25-37).
C. Lukas pengarang Injil
Lukas merupakan satu-satunya penulis Injil yang memuat perumpamaan
orang Samaria yang baik hati. Akan dipaparkan di sini identitas penginjil Lukas,
tahun penulisan Injil Lukas, maksud Lukas menulis Injil dan jemaat yang dituju
oleh Lukas.
1. Biografi Lukas
Surat Paulus kepada jemaat di Kolose menyebut Lukas sebagai “tabib
Lukas kita yang terkasih” (Kol 4:14). Para teolog seperti Irenaeus, Tertullianus,
Klemens dari Allexandria dan lain-lain, mempunyai pendapat bahwa tulisan
Lukas didukung cara penulisannya yang sangat cermat dan bergaya bahasa
seorang dokter, menyetujui bahwa Lukas adalah seorang dokter (David Imam
Injilnya. Ada beberapa diagnosa medis oleh Lukas ditulis untuk menerangkan
penyakit. Misalnya mengenai perumpamaan unta yang bisa masuk lubang jarum
(18:25). Lukas menggunakan istilah belone, jarum yang biasa digunakan untuk
ilmu kedokteran. Sedangkan Matius dan Markus menggunakan rhaphis, yaitu
jarum yang dipakai dalam arti umum. Berbeda dengan Markus dan Matius yang
menggunakan jarum biasa, pilihan kata dari Lukas mempunyai nilai akademis
yang tinggi karena ditulis berdasarkan suatu penyelidikan seksama dari seorang
dokter (David Imam Santoso, 2006:20).
“Hanya Lukas yang tinggal dengan aku” (2 Timotius 4:11) dalam kutipan
ini dinyatakan bahwa Lukas adalah teman seperjuangan Paulus. Sebagai teman
kerja Paulus (Flm 1:24). Kedekatan antara Lukas dan Paulus mungkin juga
mempengaruhi isi dari Injil Lukas. Paulus dalam pengajarannya menekankan sifat
injil yang universal. Begitu pula Injil Lukas bersifat universal, keselamatan untuk
semua orang mengingat pada jaman dahulu sulit sekali orang yang bukan Yahudi
masuk dalam agama Kristen yang berasal dari Yahudi (David Imam Santoso,
2006:22).
Dari sebuah tradisi yang lebih muda mengatakan bahwa ia berasal dari
Anthiokia di Siria. Lukas adalah orang non-Yahudi, berarti ia satu-satunya penulis
Perjanjian Baru yang bukan orang Yahudi (David Imam Santoso 2006:22).
Banyak ahli yang berpendapat bahwa Lukas adalah seorang Kristen yang
berbahasa Yunani. Ia menggambarkan Yesus sebagai pribadi yang nyata, bisa
dilihat, bisa merasakan, dll. Tempat asal Lukas mempunyai peranan bagi orang
Dia tidak pernah menyebut dirinya dalam tulisannya. Penggunakan kata
kami bukan mereka dalam peristiwa yang dilukiskannya (mis. Kis 20: 13,
16:10-17, 27:1 dst.) menunjuk bahwa dia juga berada disana. Dengan cara yang sama
diketahui juga bahwa Lukas ikut berlayar bersama Paulus dan Silas dari Troas ke
Makedonia. Bermukim selama tujuh tahun di Filipi. Lukas ikut mengalami
kecelakaan ketika kapalnya kandas dan terdampar di dekat pulau Malta dalam
perjalanan bersama Paulus ke Roma. Diyakini selain menulis Injil, Lukas juga
menulis Kisah Para Rasul (Kis 16;10-17; 20:5-15;Rom 27:1-18;Kol 4:14;Flm 24).
2. Tahun penulisan Injil Lukas
C. Groenen (1984:121) mengatakan bahwa Lukas ditulis sekitar tahun 80
M. Pada umumnya penulisan injil Lukas diterima penulisannya sekitar tahun
80-90 M. Lukas 21:5, menunjukan pada nasib Yesusalem dan penduduknya yang
dihancurkan pada tahun 70M. Lukas 21:20 menuliskan musuh akan mengelilingi
dan Yerusalem dikepung oleh tentara-tentara. Hal ini hanya mungkin dapat ditulis
sesudah peristiwa penghancuran terjadi.
3. Maksud Lukas menulis injil
Lukas menulis injil dengan banyak maksud dan akibatnya menjadi begitu
kompleks. Tom Jacobs menguraikan bahwa Lukas paling jelas membicarakan
tujuan dan maksud karangannya terdapat pada permulaan injil itu ditulis.
supaya engkau dapat mengetahui, bahwa segala sesuatu yang diajarkan kepadamu sungguh benar (Luk:1-4).”
Pada ay. 1 Lukas mengatakan ada banyak orang yang telah berusaha
menyusun berita tentang peristiwa yang telah terjadi diantara kita. Kata kita
sepertinya menunjukan keadaan jemaat Lukas yang mempunyai hubungannya
dengan Teofilus. Lukas perlu memberikan pernyataan yang sebenarnya kepada
Teofilus. Lukas bermaksud menjelaskan ajaran dan pekerjaan Yesus kepada
Teofilus (David Imam Santoso, 2006: 19).
Ay. 2 menujukan bahwa Lukas bukanlah saksi mata kehidupan Yesus.
Lukas dan Teofilus mendengarkan kehidupan Yesus dari keterangan orang lain.
Pada ayat ini dikatakan bahwa yang telah menyampaikan peristiwa-peristiwa
Yesus adalah saksi-saksi pertama. Saksi mata yang pertama kemungkinan adalah
para Rasul murid Yesus.
Ay. 3 terdapat kata 1) Lukas menganggap perlu menyelidiki, 2) dengan
seksama, 3) dari asal mulanya. Lukas memutuskan untuk menyelidiki peristiwa
yang terjadi dan menyusunnya dengan teratur. “... segala sesuatu yang diajarkan
kepadamu sungguh benar (Ay. 4)” Lukas mengharapkan Teofilus untuk percaya
kepada kebenaran yang terjadi dari tulisan Lukas.
Persoalan ini menjadi rumit karena Luk 1:1-4 dipakai sebagai
pendahuluan. Jika Luk 1:1-4 dipakai sebagai pendahulan maksud Lukas menulis
injil hanya sebatas 4 ayat ini. Jika dibandingkan dengan Matius dan Markus
maksud dan tujuan Lukas seperti ingin menampilkan Yesus secara jelas,
Tidak seperti pendapat pertama, Tom Jacobs mengelola kembali
pandangannya mengenai tujuan Lukas menulis injil. Beberapa pendapat para ahli
yang berbeda-beda dipaparkan oleh Tom Jacobs untuk menjelaskan tujuan Lukas
menulis injil (2006:16-18), sbb:
a. Karangan Lukas dimaksudkan sebagai suatu pembelaan (apologi) agama
Kristen terhadap pemerintah Roma.
b. Lukas menulis karyanya untuk membela Paulus dan karya misionernya.
Paulus tidak setuju jika agama Kristiani disamakan dengan agama Yahudi.
c. Lukas mau menerangkan peralihan dari Yahudi ke Kristen. Ketegangan
antara Kristen dan Yahudi serta antara Kristen dengan kafir yang sangat kuat
pada jaman Lukas. Lukas mau menjelaskan hubungan Kristen-Yahudi,
terlebih istimewa pemahaman diri orang Kristen sendiri.
d. Karya Lukas disetujui sebagai pembelaan terhadap bidaah-bidaah, khususnya
gnostik yang waktu itu muncul dikalangan jemaat. Itu sebabnya Lukas begitu
menekankan kemanusiaan Kristus dan menonjolkan kedudukan para Rasul
sebagai pemimpin jemaat.
e. Kedatangan parusia (kedatangan Yesus yang kedua) ditunda terus, maka
Lukas menulis Injil Kisah sebagai suatu sejarah keselamatan. Menurut H.
Conzelman dari 1984 parusia yang ditunda menimbulkan krisis besar di
kalangan Gereja.
f. Lukas menulis karyanya dengan tujuan memperlihatkan karya Gereja sebagai
lanjutan karya Kristus. Lukas ingin memperlihatkan bahwa keselamatan
g. Barbara Shellard dalam bukunya tahun 2002 mengatakan bahwa Lukas
bermaksud untuk memperbaiki dan melengkapi tulisan sebelumnya. Ia
mengambil dasar dari pendahuluan injil (Luk1:1-4) pada kata “teratur”
(kathexes) dan “kebenaran” (asphaleia). Tom Jacobs kurang setuju dengan
pendapat ini mengingat rumusan pendahuluan semacam itu sudah lazim
digunakan. Dan juga pasti semua pengarang injil berusaha menulis sebaik
mungkin. Kiranya tidak cukup mengatakan bahwa tujuan Lukas, ialah
menulis injil yang lebih lengkap dan lebih baik. Akan tetapi yang dicari
adalah tujuan teologisnya.
h. Tom Jacobs setuju dengan pandangan H. Douglas Buckwalter (1996) yang
merumuskan sebagai berikut “Lukas menulis untuk memperlihatkan kepada
para pembacanya, bagaimana hidup Yesus merupakan teladan etis bagi
kehidupan Kristiani, dan bagaimana Gereja Perdana menampilkan kesamaan
dengan-Nya dalam hidup dan kesaksiannya sendiri. menurut Lukas
konsekuensi (corollary) pengabdian Tuhan Yesus adalah kemuridan
Kristiani.” Akan tetapi pandangan ini bagi Tom Jacobs masih tetap masih
tidak cukup teologis.
Pendapat para ahli yang diuraikan oleh C. Groenen sesuai dengan
pendapat ahli yang dipaparkan oleh Tom Jacobs. Yang tertulis seperti berikut:
Para ahli mempunyai kesamaan pendapat bahwa pada jaman Lukas umat
Kristen ditekan oleh masyarakat dan pemerintah karena dianggap membahayakan.
Lukas menulis injilnya dengan maksud berusaha untuk membela agama Kristen.
Demikian pula David Imam Santoso mengutip pernyataan Richard Longenecker
dalam Expositor’s Bible Commentary mengatakan bahwa Lukas bertujuan
pembelaan atau apologetic purpose, Lukas ingin mengatakan agama Kristen
bukan agama yang memusuhi orang-orang Romawi seperti yang dituduhkan oleh
orang Yahudi (2006:21).
Ada lagi kesamaan pendapat antara para ahli yang dipaparkan oleh Tom
Jacobs dan pendapat C. Groenen yang mengatakan bahwa:
“Rupanya masalahnya menyangkut kedatangan Anak Manusia (= Yesus)... Masalah “ditundanya kedatangan Tuhan” itu mau ditanggapi penulis Luk. Disatu pihak ia memadamkan harapan yang terlalu hangat. Di lain pihak ia tidak mau kepercayaan iman semula: Pastilah Yesus datang (C. Groenen 1984: 123)”.
Peristiwa Yesus berselang waktu sekitar 50 tahun sampai pada penulisan
Injil Lukas (C. Groenen 1984: 123). Jemaat Kristen merasa 50 tahun adalah waktu
yang lama, akan tetapi kedatangan Yesus yang kedua tidak kunjung tiba.
Sepertinya para jemaat kecewa akan janji Yesus untuk datang kembali yang
belum juga ditepati. Lukas seakan ingin menghibur dan menyakinkan jemaatnya
bahwa Yesus akan datang lagi akan tetapi waktunya tidak terduga. Dengan begitu
jemaat yang mulai ragu-ragu menjadi percaya kembali, dan penuh harapan akan
kedatangan Yesus.
Ada tujuan lain yang oleh dikemukakan oleh David Imam Santoso
kerygmatic purpose. Supaya orang percaya bahwa Yesus adalah Kristus, anak
Allah. Dan tujuan pembinaan atau catechetical purpose, yaitu supaya melalui
tulisan Lukas orang Kristen dan Gereja pada masa itu bisa belajar mengenal Allah
dan firman Allah lebih dalam dan lebih sistematis, mengetahui bagaimana Allah
bekerja melalui para Rasul dengan kuasa Roh Kudus, dan memberitakan Injl
Keselamatan sampai ke Roma, yang pada waktu itu disebut The capital of the
world (2006:21-22).
Para ahli mempunyai pandangan berbeda mengenai alasan Lukas menulis
Injil. Pandangan yang berbeda-beda ini tidak dapat diketahui secara pasti pendapat
siapa yang benar serta tidak mampu menemukan secara pasti alasan Lukas
menulis Injil. Apapun alasannya, Lukas mempunyai panggilan untuk menulis Injil
dan Injil memang sangat penting untuk ditulis.
4. Jemaat yang dituju
Pada Luk 24: 5 rumusan “Kebangkitan (Mrk 16:6, Mat 28:6)” diganti
dengan “Dia yang hidup diantara orang mati”. Kebangkitan badan menurut alam
pikir orang Yunani merupakan hal yang sangat sulit dipahami. Pergantian ini
mengandaikan Lukas mengganti ungkapan yang mudah dipahami oleh orang
Yunani. Dengan demikian jemaat Lukas adalah adalah orang bukan Yahudi dan
hidup di luar Palestina. Sepertinya antara jemaat Kristen dan masyarakat sekitar
terjadi perbedaan pendapat mengenai jemaat Kristen yang bukan Yahudi dengan
jemaat Kristen Yahudi. Antara jemaat Kristen sendiri adanya keragu-raguan akan
iman kepada Yesus, sebab Yesus tidak kunjung datang kembali. Jemaat Lukas
generasi ketiga setelah saksi mata yang pertama. Kedatangan Yesus untuk kedua
kalinya yang ditunggu-tunggu belum juga terlaksana. Jemaat Kristen mulai
ragu-ragu akan pemberitaan para saksi pertama.
D. Jenis sastra Lukas 10:25-37
Injil Lukas mempunyai 35 perumpamaan: 11 perumpamaan terdapat pada
ketiga injil sinoptik, 9 perumpamaan terdapat pada Injil Matius dan Lukas, 15
perumpamaan hanya terdapat pada Injil Lukas. Injil Lukas mempunyai
perumpamaan yang paling banyak diantara injil-injil lain. Lukas 10:25-37
termasuk jenis perumpamaan. Di bawah ini dipaparkan terminologi
perumpamaan, perbedaan perumpamaan dengan alegori, perbedaan perumpamaan
dengan similitude, dan alasan bahwa Lukas 10:25-37 termasuk perumpamaan.
1. Terminologi perumpamaan
Menurut A. Hari Kustono (2012:6-7) perumpamaan dalam bahasa Yunani
perumpamaan disebut parabole. Gabungan dari kata para dan ballo yang arti
harafiahnya menempatkan disamping atau menyejajarkan untuk dibandingkan.
Perumpamaan adalah gaya bicara dengan menggunakan perbandingan. Parabole
menerjemahkan kata Ibrani mašal yang bisa berupa teka-teki, pepatah, kiasan,
metafora, dan perumpamaan. Perumpamaan dalam arti yang sebenarnya adalah
sebuah kisah pendek dari kehidupan sehari-hari yang dipakai sebagai
2. Perbedaan perumpamaan dengan alegori
Alegori adalah cerita singkat yang memuat berbagai unsur yang
masing-masing mempunyai arti. Alegori sering disebut sebagai rangkaian metafora atau
kiasan. Unsur-unsur yang membentuk kisah tersebut memiliki melambangkan
sesuatu orang, keadaan atau benda (A. Hari Kustono, 2011:10-11)
Adolf Julicher membuktikan bahwa perumpamaan bukan alegori.
Demikian pula Joachim Jeremias juga sependapat dengan Adolf Julicher. Menurut
Adolf Julicher, perumpamaan hanya memuat satu pokok perbandingan saja
(tertium comparationis). Sebuah perumpamaan adalah gambaran yang hanya
menampilkan satu objek atau satu realitas. Detil-detil perumpamaan tidak
mempunyai fungsi independen, tetapi hanya berfungsi sebagai latar belakang dan
pemberi warna dari pesan atau realistis tunggal yang mau ditampilkan.
Perumpamaan dengan jelas bukan alegori karena alegori adalah rentetan metafora
yang masing-masing memiliki arti sendiri.
3. Perbedaan perumpamaan dengan similitude
Wilfrid J. Harrington melihat perumpamaan sebagai simile dalam
pernyataan “Parable adalah “At its simplest the parable is a simile drawn from
nature or common life, arresting the hearer by its vividnes or strangerness,
and leaving the mind in sufficent doubt to tease it into active thought” (Wilfrid J.
Harrington, 1984:14 ). Menurut Wilfrid J. Harrington perumpamaan adalah suatu
gambaran kiasan (simile) sederhana dari sebuah kejadian alam dan kehidupan
masyarakat yang tertarik mendengarkan perumpamaan adalah orang-orang yang
Perumpamaan bermaksud untuk mengingatkan atau menyindir ke awal pemikiran
aktif.
Simile berbeda dengan perumpamaan. Perbedaannya yaitu simile
mengisahan kejadian sehari-hari yang biasa dan sering diulang-ulang dilakukan
oleh manusia. Sedangkan perumpamaan merupakan kejadian sehari-hari yang
hanya sekali dilakukan oleh manusia.
4. Lukas 10: 25-37 merupakan perumpamaan
Pengisahan Yesus mengenai orang Samaria yang menolong orang yang
disamun merupakan perumpamaan karena tidak melambangkan sesuatu,
detil-detil Lukas 10:25-37 tidak mempunyai fungsi independen. Maka kisah orang
Samaria yang menolong orang yang disamun bukan alegori. Orang Samaria yang
menolong orang yang disamun merupakan kisah kejadian yang hanya terjadi
sekali bukan kisah kejadian sehari-hari yang diulang-ulang. Maka Lukas 10:
25-37 bukan simile. Lukas 10: 25-37 merupakan perumpamaan sebab mengisahkan
kejadian sehari-hari, hanya terjadi sekali dan tanpa melambangkan apapun.
E. Sumber bahan perumpamaan orang Samaria yang baik hati
Lukas menulis perumpamaan orang Samaria yang baik hati sebagai
penjelasan mengenai cara melaksanakan Hukum Terutama. Sedangkan Matius
dan Markus yang tidak menuliskan perumpamaan orang Samaria yang baik hati
sebagai penjelasan dari Hukum Terutama. Bagian ini memaparkan paralel
Terutama dalam Matius dan Markus dan bahan perumpamaan orang Samaria yang
baik hati.
1. Paralel Hukum Terutama dengan perumpamaan orang Samaria yang
baik hati
Perumpamaan orang Samaria yang Baik Hati yang terdapat dalam Injil
Lukas 10:25-37 paralel dengan Hukum yang Terutama dalam Injil Markus
12:28-34 dan Injil Matius 22: 35-40:
Tabel. 1
Paralel Hukum Terutama dengan perumpamaan orang Samaria yang baik hati
Lukas 10:25-37 Markus 12:28-34 Matius 22:34-40
(1) (2) (3)
25. Pada suatu kali berdirilah seorang ahli Taurat untuk
mencobai Yesus, katanya: "Guru, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?"
26 Jawab Yesus kepadanya: "Apa yang tertulis dalam hukum
Taurat? Apa yang kaubaca di sana?" 27 Jawab orang itu: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri."28 Kata Yesus kepadanya: "Jawabmu itu benar; perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup." 29 Tetapi untuk membenarkan dirinya orang itu berkata kepada Yesus: "Dan siapakah sesamaku manusia?" 30 Jawab Yesus: "Adalah seorang
28. Lalu seorang ahli Taurat, yang
mendengar Yesus dan orang-orang Saduki bersoal jawab dan tahu,
bahwa Yesus memberi jawab yang tepat Allah kita, Tuhan itu esa.
30. Kasihanilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap
orang-(1) (2) (3)
yang turun dari Yerusalem ke Yerikho; ia jatuh ke tangan penyamun-penyamun yang bukan saja merampoknya habis-habisan, tetapi yang juga memukulnya dan yang sesudah itu pergi
meninggalkannya setengah mati. 31 Kebetulan ada seorang imam turun melalui jalan itu; ia melihat orang itu, tetapi ia melewatinya dari seberang jalan. 32 Demikian juga seorang Lewi datang ke tempat itu; ketika ia melihat orang itu, ia melewatinya dari seberang jalan. 33 Lalu datang seorang Samaria, yang sedang dalam perjalanan, ke tempat itu; dan ketika ia melihat orang itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. 34 Ia pergi kepadanya lalu membalut luka-lukanya, sesudah ia menyiraminya dengan minyak dan anggur. Kemudian ia menaikkan orang itu ke atas keledai tunggangannya sendirilalu membawanya ke tempat
penginapan dan merawatnya. 35 Keesokan harinya ia menyerahkan dua dinar kepada pemilik
penginapan itu, katanya: Rawatlah dia dan jika kaubelanjakan lebih dari ini, aku akan menggantinya, waktu aku kembali. 36 Siapakah di antara ketiga orang ini, menurut pendapatmu, adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun itu?" 37 Jawab orang itu: "Orang yang telah menunjukkan belas kasihan
31. Dan hukum kedua adalah ialah
Lukas, Markus dan Matius sama-sama menyebutkan bahwa seorang yang
bertanya kepada Yesus adalah Ahli Taurat. Lukas dan Matius menyebutkan tujuan
Ahli Taurat bertanya adalah untuk mencobai Yesus. Lain halnya dengan Markus
yang menuliskan bahwa Ahli Taurat tertarik bertanya kepada Yesus karena
jawaban Yesus selalu tepat. Markus dan dan Matius menyebutkan bahwa
pertanyaan Ahli Taurat muncul setelah Yesus bercakap-cakap dengan orang
Saduki.
Lukas dan Matius menuliskan Ahli Taurat menyapa Yesus dengan sebutan
“Guru”. Markus dan Matius menujukan bahwa Ahli Taurat langsung menanyakan
tentang hukum. Matius menyebutkan secara eksplisit hukum yang dimaksud
adalah Hukum Taurat. Sedangkan Lukas menujukan bahwa Ahli Taurat bertanya
perbuatan yang harus dilakukan untuk memperoleh hidup yang kekal, sepertinya
Lukas merujuk pada Hukum Taurat namun tidak secara terang-terangan.
Dalam Lukas, Yesus menjawab pertanyaan Ahli Taurat mengenai hidup
kekal dengan bertanya balik tentang Hukum Taurat. Ahli Taurat menjawab
pertanyaannya sendiri. Markus menggambarkan Yesus menjawab langsung
pertanyaan Ahli Taurat dengan menghardik Ahli Taurat untuk mendengarkan
perkataan Yesus. Yesus langsung menjawab mengenai Hukum Terutama. Nada
dalam jawaban Yesus seperti tajam yang mengartikan bahwa pernyataan-Nya
adalah penting. Seperti dengan Markus, Matius juga menunjukkan bahwa Yesus
langsung menjawab pertanyaan dari Farisi. Perikop dari Matius berhenti sampai
Rumusan hukum yang dikemukakan dalam ketiga injil Lukas, Markus,
maupun Matius sama. Hanya saja pada dalam Markus Hukum Terutama tidak ada
pernyataan yang menyebutkan bahwa mengasihi Allah dengan segenap kekuatan.
Dari rumusan hukum kedua Lukas menunjukkan bahwa Yesus membenarkan
jawaban Ahli Taurat dan menyarankan untuk berbuat sesuai dengan yang
dikatakannya maka ia akan memperoleh hidup. Markus menambahkan bahwa
Yesus menegaskan tidak ada hukum lain yang lebih utama dan tidak ada duanya.
Matius juga menegaskan bahwa pada kedua hukum inilah tergantung seluruh
Hukum Taurat dan kitab para nabi. Semua yang telah dituliskan pada ketiga injil
menegaskan bahwa Hukum Terutama sangat penting.
Setelah Ahli Taurat mengetahui mengenai Hukum Terutama, Lukas dan
Matius menuliskan kembali bahwa Ahli Taurat bertanya lagi. Ada perbedaan yang
mencolok pertanyaan Ahli Taurat yang ditujukan kedua Injil ini. Dalam Lukas,
Ahli Taurat bertanya untuk mencobai Yesus melalui pertanyaan mengenai sesama
yang menujukkan ketidakpuasan Ahli Taurat atas tanya jawab Yesus atau
sebenarnya keinginan mempermalukan Yesus. Ahli Taurat mempermasalahkan
persoalan sesama. Cinta kepada Allah tidak menjadi persoalan bagi Ahli Taurat
akan tetapi cinta kepada manusia menjadi persoalan bagi Ahli Taurat. Matius
mengatakan bahwa jawaban Yesus sesuai dengan jawaban yang diinginkan Ahli
Taurat. Ahli Taurat mengulang kembali apa yang dikatakan oleh Yesus.
Sepertinya Ahi Taurat sudah mengetahui jawabannya hanya saja ia ingin
Lukas 10:30-36 mengenai perumpamaan orang Samaria yang baik hati
yang tidak terdapat dalam Injil lain. Menurut Stefan Leks (2003:21) Lukas
menambahkan bahan khusus dalam ajaran Yesus terutama dalam perumpamaan
dan termasuk juga pada perumpamaan orang Samaria yang baik hati.
Lukas memperlihatkan Ahli Taurat seorang yang menyembunyikan
sesuatu dengan tidak mau mengakui kekalahannya dalam mencobai Yesus. Sikap
Ahli Taurat yang menyembunyikan sesuatu ditunjukkan dengan tidak
menyebutkan orang Samaria yang melaksanakan Hukum Terutama, namun
mengganti orang yang menujukan belas kasih. Lukas juga memperlihatkan Yesus
dalam menanggapi jawaban Ahli Taurat dengan mengulang perintah “perbuatlah
demikian”. Sedangkan dalam Markus Yesus melihat Ahli Taurat dengan baik
yaitu sebagai orang yang bijaksana. Perikop dalam Markus berhenti dengan
keterangan bahwa tidak ada orang lain lagi yang berani bertanya kepada Yesus.
Ketiga Injil menuliskan satu peristiwa dengan berbeda. Meskipun
sebenarnya tujuannya adalah sama mengenai Hukum terutama dan menegaskan
bahwa Hukum Terutama penting. Tertulisnya peristiwa mengenai tanya jawab
antara Yesus dan Ahli Taurat ini dalam ketiga injil ini menujukan bahwa
benar-benar ada peristiwa tersebut.
2. Bahan perumpamaan orang Samaria yang baik hati
Setelah mencermati paralel Hukum Terutama dalam tiga Injil ada beberapa
perbedaan dalam memaparkan Hukum Terutama. Perbedaan tersebut tidak lepas
dari sumber bahan yang digunakan oleh pengarang Injil untuk menyusun teksnya.