• Tidak ada hasil yang ditemukan

Skrining Talasemia

Pelaksanaan program pencegahan talasemia dipilih berdasarkan beberapa hal sebagai berikut2:

1. Besarnya prevalensi kasus talasemia mayor 2. Ketersediaan sumber daya manusia dan alat 3. Pemantapan kualitas (quality control)

4. Tempat-tempat yang telah menjadi pilot project penelitian talasemia.

Edukasi masyarakat merupakan langkah awal dalam program pencegahan talasemia. Tanpa diawali edukasi masyarakat yang optimal, skrining talasemiaakan menimbulkan keresahan di masyarakat yang mengakibatkan stigmatisasi terhadap karier atau pasien dan berlanjut pada adanya diskriminasi dalam mendapatkan pekerjaan serta asuransi kesehatan. Skrining talasemia memiliki berbagai implikasi terhadap psikososial, etikolegal dan agama di Indonesia.Strategi dan kebijakan pencegahan yang dibuat harus memerhatikan berbagai aspek tersebut.

Dalam hal ekonomi dan pembiayaan, berbagai studi menunjukkan bahwa skrining talasemia lebih menguntungkan daripada tidak dilakukan skrining sama sekali. Biaya pemeriksaan skrining talasemia sekitar 300-450 ribu rupiah/orang.Jumlah ini tentu jauh lebih murah dibandingkan dengan biaya penanganan satu orang pasien selama setahun. Jika penanganan seorang pasien

sekitar 300 juta rupiah maka biaya tersebut setara dengan biaya pemeriksaan skrining talasemia untuk sekitar 750 – 1.000 orang.

Dalam implikasi hasil skrining talasemia terhadap jasa asuransi, pengalaman di Iran menunjukkan bahwa pihak asuransi justru bersedia menanggung biaya skrining karena dengan begitu mereka justru terhindar dari pembiayaan yang lebih besar. Informasi dan pemahaman yang baik dan benar tentang talasemia pada pihak asuransi tentunya harus diberikan dalam program pencegahan ini, sehingga individu yang terdeteksi mengidap talasemia (terutama karier talasemia) tidak ditolak untuk memiliki jaminan asuransi.9

Dalam hal etikolegal dan agama, masalah tindak lanjut hasil diagnosis pranatal janin yang terdiagnosis mengidap talasemia mayor memerlukan diskusi yang intensif dengan pakar hukum, pakar etik dan rohaniawan dari berbagai agama. Undang-Undang Kesehatan tahun 2009 pasal 75 memperbolehkan pengakhiran kehamilan (aborsi) berdasarkan indikasi kedaruratan medis yang terdeteksi sejak usia dini kehamilan baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan.2

Pengakhiran kehamilan tersebut hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pratindakan dan diakhiri dengan konseling setelah tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang. Namun undang-undang mensyaratkan tindakan pengakhiran tersebut hanya boleh dilakukan pada usia kurang dari 6 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir

dan dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan serta memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri dengan seizin ibu hamil dan suami yang bersangkutan.Batas penentuan usia kehamilan kurang dari 6 minggu tentunya cukup menyulitkan karena diagnosis pranatal talasemia baru bisa dilakukan setelah usia gestasi 10 minggu.Meskipun begitu, bila kehamilan dengan bayi talasemia mayor dipertahankan, diagnosis pranatal bermanfaat bagi pasangan suami istri sebagai bahan pertimbangan pilihan reproduksi berikutnya.6, 19

Untuk jangka pendek, edukasi berupa konseling dan pemberian informasi dilakukan pada populasi yang menjadi sasaran skrining. Sementara rencana jangka panjangnya, edukasi ditujukan untuk meningkatkan pemahaman dan kewaspadaan (awareness) masyarakat terhadap penyakit talasemia dengan memasukkan materi tentang talasemia kedalam kurikulum pendidikan tingkat sekolah menengah, penyebaran informasi melalui media massa, jaringan internet, brosur dan pamphlet serta menyelenggarakan kegiatan untuk memperingati hari talasemia sedunia yang melibatkan seluruh komponen masyarakat.9

Target populasi yang akan di skrining, yaitu:

1. Anggota keluarga dari pasien talasemia mayor, talasemia intermedia, dan kariertalasemia (skrining retrospektif).

2. Ibu hamil dan pasangannya saat pemeriksaan antenatal (skrining antenatal). Pada kehamilan, skrining utama ditujukan pada ibu hamil saat pertama kali kunjungan. Jika ibu merupakan pengidap atau karier talasemia, maka skrining kemudian dilanjutkan pada ayah janin dengan teknik yang sama. Jika ayah

janin normal maka skrining janin (pranatal diagnosis) tidak disarankan.Jika ayah janin merupakan pengidap atau karier talasemia maka disarankan melakukan konseling genetik dan jika diperlukan skrining pada janin (pranatal diagnosis).

3. Pasangan yang berencana memiliki anak (skrining prakonsepsi). 4. Pasangan yang akan menikah (skrining pramarital).

Konseling terdiri dari informasi medis, informasi masalah genetika, dan langkah atau tindak lanjut hasil skrining.Konseling tersedia mulai skrining level II dan level diatasnya, yaitu setelah diagnosis talasemia dapat ditegakkan. a. Informed Consent berisi penjelasan tentang talasemia, manfaat dan implikasi

skrining serta tanda persetujuan dari calon yang akan dilakukan skrining.18 b. Konseloradalah orang yang sudah mendapatkan pelatihan serta mendapatkan

sertifikat melakukan konseling, bisa dokter/tenaga kesehatan lain sesuai dengan kompetensi dirinya.

Hasil skrining tiap individu berupa data laboratorium dan keadaan klinisnya yang sudah divalidasi dan diverifikasi, diregistrasi oleh badan registrasi nasional melalui Rumah Sakit Pendidikan setempat. Individu yang mengidap gen talasemia kemudian dipantau perkembangan kesehatan, status marital dan reproduksinya.

Alur diagnostik dapat dimulai dengan pemeriksaan nilai MCV dan MCH yang diikuti dengan elektroforesis hemoglobin secara otomatis yang menghasilkan kadar HbA2, HbF dan Hb varian. Pada pasien defisiensi besi dengan mikrositik hipokrom disertai kadar feritin < 12,0 μg/dL atau saturasi transferin < 5% perlu diberikan terapi suplementasi besi. Bila pada pemeriksaan

kadar hemoglobin setelah 2 minggu menunjukkan peningkatan, terapi besi diteruskan dan elektroforesis hemoglobin perlu diulang kembali setelah 3 bulan.2

Gambar 2.7 Alur Menegakkan Diagnosis dengan Alat Elektroforesis Otomatis2

Komponen uji saring pertama diagnosis laboratorium talasemia adalah nilai MCV kurang dari 80 fL dan MCH kurang dari 27 pg. Individu yang memiliki nilai MCV < 80 fL, MCH < 27 pg dengan Hb normal dicurigai sebagai talasemia, pemeriksaan Hb typing dilakukan untuk menegakkan diagnosis jenis talasemia. Pada individu yang memiliki nilai MCV < 80 fL, MCH < 27 pg dengan Hb rendah tanpa adanya tanda infeksi/radang dan tampilan klinis baik, harus dipastikan bukan suatu anemia defisiensi besi.Mengingat ketersediaan sarana, prasarana dan

sumber daya di Indonesia, maka teknik dan metode skrining yang dapat diaplikasikan di Indonesia seperti pada tabel 2.10

Tabel 2.10 Teknik dan Metode Skrining Laboratoriun Talasemia Di Indonesia2

Penyingkiran diagnosis anemia defisiensi besi dilakukan dengan pemberian suplementasi zat besi selama 2 minggu. Bila kadar Hb meningkat kurang lebih 1 g/dL maka dianggap anemia defisiensi besi dan diterapi sesuai protokol terapi anemia defisiensi besi. Bila anemia defisiensi besi dapat disingkirkan namun Hb tetap rendah maka dilakukan pemeriksaan Hb typing dengan elektroforesis

otomatis untuk diagnosis talasemia. Bila pemeriksaan Hb typing dengan elektroforesis otomatis tidak konklusif maka dilakukan analisis DNA.17

Gambar 2.8 Algoritma Skrining Talasemia di Indonesia dengan Sistem Rujukan2

Dokumen terkait