• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji smirnov-kolmogorov digunakan untuk pengujian sampai dimana

sebaran data tersebut berdasarkan hipotesis. Uji ini ditegaskan berdasarkan H0:

data mengikuti distribusi yang ditetapkan, Ha: data tidak mengikuti distribusi

yang ditetapkan (Danapriatna dan Setiawan, 2005).

Menurut Wikipedia (2006), dalam statistika, uji Smirnov-Kolmogorov

dipakai untuk membedakan dua buah sebaran data yaitu membedakan sebaran

berdasarkan data hasil pengamatan sebenarnya dan populasi atau sampel yang

diandaikan atau diharapkan. Nilai-nilai parameter populasi yang dipakai untuk

menghitung frekuensi yang diharapkan atau frekuensi teoritik ditaksir berdasarkan

nilai-nilai statistik sampel. Uji statistik ini dapat dirumuskan:

Dn = max { F0(x)-SN(x)} ………... (14)

dimana F0(x) menyatakan sebaran frekuensi kumulatif yaitu sebaran frekuensi

teoritik berdasarkan H0. Untuk setiap harga x, F0(x) merupakan proporsi harapan

yang nilainnya sama atau lebih kecil dari x. SN(x) adalah sebaran frekuensi

kumulatif dari suatu sampel sebesar N pengamatan. Uji ini menitikberatkan pada

perbedaan antara nilai selisih yang terbesar.

Uji kecocokan Smirnov-Kolmogorov sering disebut uji kecocokan non

parametrik, kerena pengujiannya tidak menggunakan fungsi distribusi tertentu

Menurut Chakravart, et al (1967), menyatakan bahwa uji smirnov-kolmogorov

dipergunakan untuk mengambil keputusan jika sampel tidak diperoleh dari

distribusi spesifik. Tujuannya untuk menguji perbedaan distribusi kumulatif dari

Kolmogorov (KS-tes) mencoba untuk memutuskan jika dua data berbeda secara

signifikan.

Intensitas Curah hujan

Perhitungan debit banjir dengan metode rasional memerlukan data

intensitas curah hujan. Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang

terjadi pada kurun waktu dimana air tersebut terkonsentrasi. Intensitas curah hujan

dinotasikan dengan huruf I dengan satuan mm/jam (Loebis, 1992).

Durasi adalah lamanya suatu kejadian hujan. Intensitas hujan yang tinggi

pada umumnya berlangsung dengan durasi pendek dan meliputi daerah yang tidak

begitu luas. Hujan yang meliputi daerah yang luas, jarang sekali dengan intensitas

yang tinggi tetapi dapat berlangsung dengan durasi yang cukup panjang.

Kombinasi dari intensitas hujan yang tinggi dengan durasi yang panjang jarang

terjadi, tetapi apabila terjadi berarti sejumlah besar volume air bagaikan

ditumpahkan dari langit (Sudjarwadi, 1987).

Besarnya intensitas curah hujan tidak sama di segala tempat. Hal ini

dipengaruhi oleh topografi, durasi dan frekuensi di tempat atau lokasi yang

bersangkutan. Ketiga hal ini dijadikan pertimbangan dalam membuat lengkung

IDF (Intensity – Duration – Frequency). Lengkung IDF ini digunakan dalam

metode rasional untuk menentukan intensitas curah hujan rata–rata dari waktu

konsentrasi yang dipilih. Namun pembuatan lengkung IDF ini cukup sulit dan

membutuhkan banyak data curah hujan sehingga secara periodik perlu

diperbaharui bila ada tambahan data dan hal ini akan memakan waktu yang cukup

Kurva frekuensi intensitas-lamanya adalah kurva yang menunjukkan

persamaan dimana t sebagai absis dan I sebagai ordinat. Kurva ini digunakan

untuk perhitungan limpasan (run off) dengan rumus rasional dan untuk

perhitungan debit puncak dengan menggunakan intensitas curah hujan yang

sebanding dengan waktu pengaliran curah hujan dari titik paling atas ke titik yang

ditinjau di bagian hilir daerah pengaliran itu

(Sosrodarsono dan Takeda, 2003).

Intensitas hujan (mm/jam) dapat diturunkan dari data curah hujan harian

(mm) empiris menggunakan metode mononobe, intensitas curah hujan (I) dalam

rumus rasional dapat dihitung berdasarkan rumus :

3 / 2 24 24 24      = t R I ...(15)

dimana: R = Curah hujan rancangan setempat (mm) t = Lamanya curah hujan (jam)

I = Intensitas curah hujan (mm/jam) (Loebis, 1992).

Waktu Konsentrasi

Waktu konsentrasi adalah waktu yang dibutuhkan air untuk mengalir dari

titik terjauh daerah tangkapan hujan ke saluran keluar (outlet) atau waktu yang

dibutuhkan oleh air dari awal curah hujan sampai terkumpul serempak mengalir

ke saluran keluar (outlet).

Waktu konsentrasi (tc = to + td) terdiri dari :

a. Inlet time (to), waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir dimuka

b. Conduct time (td), waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir di

sepanjang saluran.

(Hasmar, 2002).

Salah satu metode untuk memperkirakan waktu konsentrasi adalah

rumus yang dikembangkan oleh Kirpich (1940) yang dapat ditulis sebagai

berikut : tc= 385 , 0 2 1000 87 , 0     xS xL ………... (16)

dimana: tc = Waktu konsentrasi dalam jam,

L = Panjang sungai dalam Km,

S = Kemiringan sungai dalam m/m

Durasi hujan yang biasa terjadi 1-6 jam bahkan maksimum 12 jam pun

jarang terjadi. Durasi hujan sering dikaitkan dengan waktu konsentrasi sehingga

sangat berpengaruh pada besarnya debit yang masuk ke saluran atau sungai. Jika

tidak diperoleh waktu konsentrasi sama dengan intensitas hujan maka perlu

digunakan metode rasional yang dimodifikasi (Suroso,2006).

Koefisien Limpasan

Koefisien ditetapkan sebagai rasio kecepatan maksimum pada aliran air

dari daerah tangkapan hujan. Koefisien ini merupakan nilai banding antara bagian

hujan yang membentuk limpasan langsung dengan hujan total yang terjadi. Nilai

C tergantung pada beberapa karakteristik dari daerah tangkapan hujan, yang

a. Relief atau kelandaian daerah tangkapan

b. Karakteristik daerah, seperti perlindungan vegetasi, tipe tanah dan daerah

kedap air

c. Storage atau karakteristik detention lainnya.

Besarnya aliran permukaan dapat menjadi kecil, terlebih bila curah hujan

tidak melebihi kapasitas infiltrasi. Selama hujan yang terjadi adalah kecil atau

sedang, aliran permukaan hanya terjadi di daerah yang impermeabel dan jenuh di

dalam suatu DAS atau langsung jatuh di atas permukaan air. Apabila curah hujan

yang jatuh jumlahnya lebih besar dari jumlah air yang dibutuhkan untuk

evaporasi, intersepsi, infiltrasi, simpanan depresi dan cadangan depresi, maka

barulah bisa terjadi aliran permukaan. Apabila hujan yang terjadi kecil, maka

hampir semua curah hujan yang jatuh terintersepsi oleh vegetasi yang lebat

(Kodoatie dan Sugiyanto, 2002).

Pada daerah dimana penggunaan lahan berubah-ubah, nilai dari koefisien

limpasan yang digunakan harus mempertimbangkan pembangunan di daerah hulu,

untuk daerah tangkapan air pada masa yang akan datang. Hal ini sangat relevan

pada situasi dimana daerah tangkapan air di pedesaan mungkin berkembang

sebagian atau seluruhnya menjadi daerah tangkapan hujan perkotaan selama

dilakukanya perencanaan pelayanan kesejahteraan hidup.

Pengaruh tata guna lahan pada aliran permukaan dinyatakan dalam

koefisien aliran permukaan (C), yaitu bilangan yang menampilkan perbandingan

antara besarnya aliran permukaan dan besarnya curah hujan. Angka koefisien

fisik suatu DAS. Nilai C berkisar antara 0-1. Nilai C = 0 menunjukkan bahwa

semua air hujan terintersepsi dan terinfiltrasi ke dalam tanah, sebaliknya untuk

nilai C = 1 menunjukkan bahwa air hujan mengalir sebagai aliran permukaan.

Pada DAS yang baik harga C mendekati nol dan semakin rusak suatu DAS maka

harga C semakin mendekati satu (Kodoatie dan Sjarief, 2005).

Nilai koefisien limpasan berdasarkan fungsi lahan menurut metode

rasional disajikan pada tabel 2.

Tabel 2. Koefisien limpasan berdasarkan fungsi lahan menurut metode rasional

Tata Guna Lahan Nilai C

Hutan Tropis <3

Hutan produksi 5

Semak belukar 7

Sawah-sawah 15

Daerah pertanian, perkebunan 40

Jalan aspal 95 Daerah permukiman 50-70 Bangunan padat 70-90 Bangunan terpencar 30-70 Atap rumah 70-90 Jalan tanah 13-50

Lapis keras kerikil batu pecah 35-70 Lapis keras beton 70-90 Taman, halaman 5 -25 Tanah lapang, tegalan 10-30

Kebun, ladang 0-20

Suripin (2004), menyatakan bahwa jika DAS terdiri dari berbagai

macam penggunaan lahan dengan koefisien aliran permukaan yang berbeda,

maka C yang dipakai adalah koefisien DAS yang dapat dihitung dengan

persamaan berikut : CDAS =

= = n i i n i i i A A C 1 1 ...(17)

dimana : Ai = luas lahan dengan jenis penutup tanah i

Ci = koefisien aliran permukaan jenis penutup tanah i

n = jumlah jenis penutup lahan.

Metode Rasional

Metode rasional adalah metode lama yang masih digunakan hingga

sekarang untuk memperkirakan debit puncak (peak discharge). Ide yang

melatarbelakangi metode rasional adalah jika curah hujan dengan intensitas I

terjadi secara terus-menerus, maka laju limpasan langsung akan bertambah sampai

mencapai waktu konsentrasi tc. Waktu konsentrasi tc tercapai ketika seluruh

bagian DAS telah memberikan kontribusi aliran di outlet. Laju masukan pada

sistem adalah hasil curah hujan dengan intensitas I pada DAS dengan luas A.

Nilai perbandingan antara laju masukan dengan laju debit puncak (Qp) yang

terjadi pada saat tc dinyatakan sebagai run off coefficient (C) dengan nilai

0<=C<=1 (Chow, 1998).

Beberapa asumsi dasar untuk menggunakan metode rasional adalah :

1. Curah hujan terjadi dengan intensitas yang tetap dalam jangka waktu

tertentu, setidaknya sama dengan waktu konsentrasi.

2. Limpasan langsung mencapai maksimum ketika durasi hujan dengan

intensitas tetap sama dengan waktu konsentrasi.

3. Koefisien run off dianggap tetap selama durasi hujan.

4. Luas DAS tidak berubah selama durasi hujan.

Rumus ini adalah rumus yang tertua dan yang terkenal di antara rumus-

rumus empiris lainnya. Rumus ini banyak digunakan untuk sungai-sungai biasa

dengan daerah pengaliran yang luas dan juga untuk perencanaan drainase daerah

pengaliran yang relatif sempit. Bentuk umum rumus rasional ini adalah sebagai

berikut :

Q = 0,2778.C.I.A………..(18)

Dimana : Q = Debit banjir maksimum (m3/det)

C = Koefisien pengaliran/limpasan

I = Intensitas curah hujan rata-rata (mm/jam)

A = Luas daerah pengaliran (km2)

Arti rumus ini dapat segera diketahui yakni jika terjadi curah hujan selama 1

jam dengan intensitas 1 mm/jam dalam daerah seluas 1 km2, maka debit banjir sebesar 0,2778 m3/det dan melimpas selama 1 jam

Dokumen terkait