• Tidak ada hasil yang ditemukan

SOSIAL BUDAYA 32,3 TIDAK BERKELANJUTAN 5 SARANA PRASARANA 27,73 TIDAK BERKELANJUTAN

Agar nilai indeks ini dimasa yang akan datang dapat terus meningkat sampai mencapai status berkelanjutan perlu perbaikan perbaikan terhadap atribut atribut yang sensitif berpengaruh terhadap nilai indeks dimensi hukum dan kelembagaan, ekologi, ekonomi, sosial budaya dan sarana prasarana.

Atribut atribut yang dinilai oleh para pakar didasarkan pada kondisi eksisting wilayah.

Adapun gambar diagram layang layang hasil analisis keberlanjutan seperti pada gambar 33.

Gambar 33. Diagram layang layang nilai keberlanjutan kawasan Puncak.

Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai indeks keberlanjutan

kawasan pariwisata Puncak Kabupaten Bogor pada taraf kepercayaan 95%, memperlihatkan hasil yang tidak banyak mengalami perbedaan dengan hasil

analisis * (& A MDS). Hal ini berarti bahwa

kesalahan dalam analisis dapat diperkecil baik dalam hal pemberian skoring setiap atribut, variasi pemberian karena perbedaan opini relatif kecil (dibawah 2,5 poin) dan proses analisis data yang dilakukan secara berulang ulang stabil serta kesalahan dalam menginput data dan data hilang dapat dihindari. Perbedaan nilai indeks keberlanjutan analisis MDS dan &

seperti pada tabel 61.

Tabel 61. Perbedaan nilai indeks keberlanjutan analisis & dengan

analisis Rap Tourism Kawasan Puncak

Dimensi Keberlanjutan

Nilai Indeks Keberlanjutan (%)

Perbedaan

MDS &

HUKUM DAN KELEMBAGAAN 31,86 34,10 2,24 EKOLOGI 31,38 32,09 0,71 EKONOMI 67,87 65,90 1,93 SOSIAL BUDAYA 32,43 34,12 1,69 SARANA PRASARANA 27,73 29,12 1,39

Hasil analisis menunjukkan bahwa semua atribut yang dikaji terhadap status keberlanjutan untuk kawasan pariwisata Puncak Kabupaten Bogor, cukup akurat sehingga memberikan hasil analisis yang semakin baik dan dapat dipertanggungjawabkan. Ini terlihat dari nilai yang hanya berkisar antara 13% sampai 14% dan nilai koefisien determinasi (R2) yang diperoleh berkisar antara 0,92 dan 0,95. Hasil analisis cukup memadai apabila nilai lebih kecil dari nilai 0,25 (25%) dan nilai koefisien determinasi (R2) mendekati nilai 1,0. Adapun nilai dan koefisien determinasi seperti tabel 62.

Atribut atribut yang sensitif memberikan kontribusi terhadap nilai indeks

keberlanjutan multidimensi berdasarkan hasil analisis % masing masing

dimensi sebanyak 29 atribut. Atribut atribut tersebut perlu diperbaiki dengan tujuan untuk meningkatkan status keberlanjutan pariwisata di Kawasan Puncak. Perbaikan dapat dilakukan melalui peningkatan kapasitas atribut yang mempunyai dampak positif terhadap peningkatan nilai atau status keberlanjutan, sedangkan untuk atribut yang menimbulkan permasalahan bagi keberlanjutan suatu dimensi, maka dapat diupayakan semaksimal mungkin dengan cara memperbaiki kinerja atribut tersebut. Selanjutnya dari 29 atribut tersebut akan menjadi masukan atau input dalam penyusunan suatu sistem pengelolaan pariwisata yang berdaya saing dan berkelanjutan di Kawasan Puncak.

Tabel 62. Hasil Analisis RAP TOURISM untuk nilai dan koefisien

determinasi (R2) Parameter Dimensi Keberlanjutan A B C D E 0,1336 0,1310 0,1305 0,1390 0,1352 R2 93,73% 95,08 % 94,27 % 95,10 % 94,92 % Keterangan : A = Dimensi Hukum dan Kelembagaan, B = Dimensi Ekologi,

C = Dimensi Ekonomi, D= Dimensi Sosial Budaya dan E = Dimensi Sarana Prasarana

Faktor pengungkit (leverage ) perubahannya dapat mempengaruhi

secara sensitif terhadap peningkatan indeks tingkat keberlanjutan dari masing masing dimensi keberlanjutan. Faktor pengungkit yang diperoleh sebanyak 29 faktor. Ke 29 faktor ini berasal dari dimensi hukum dan kelembagaan 7 faktor, ekologi 8 faktor, Ekonomi 6 faktor, Sosial Budaya 5 faktor serta Sarana dan Prasarana 5 faktor. Terhadap 29 faktor pengungkit tersebut dapat ditingkatkan kinerjanya dan atau dipertahankan kestabilannya guna meningkatkan indeks

keberlanjutan pariwisata Kawasan Puncak . Faktor pengungkit tersebut adalah disajikan pada tabel 63.

Tabel 63. Faktor pengungkit per dimensi keberlanjutan Kawasan Puncak

No. Dimensi Faktor Pengungkit ( % ) RMS

1 Hukum dan Kelembagaan (7)

1. Ketersediaan lembaga yang menangani pengelolaan pariwisata Puncak secara terintegrasi

2. jumlah kebijakan yang mengatur pariwisata

3. ketersediaan pedoman teknis dan operasional dalam pengelolaan pariwisata Puncak

4. prosentase jumlah sumber daya manusia yang bekerja di lingkup pariwisata yang telah dilatih kepariwisataan

5. jumlah bangunan tidak berizin yang ditertibkan di kawasan Puncak

6. jumlah lembaga yang terkait dengan pengelolaan pariwisata di kawasan Puncak

7. frekuensi koordinasi antara berbagai instansi/ $

dalam pengelolaan pariwisata di Kawasan Puncak. 8,57 8,35 8,28 7,63 7,46 5,38 4,72 2 Ekologi (8) 1. daya dukung kawasan wisata

2. frekuensi kejadian bencana alam 3. luas lahan kritis di zona lindung 4. kandungan COD

5. kepadatan penduduk 6. kepadatan lalu lintas 7. kadar total 8. luas tutupan lahan

10,29 7,88 6,09 5,86 5,85 5,40 5,31 5,22 3 Ekonomi (6) 1. jumlah KUKM di kawasan Puncak

2. jumlah industri besar dan sedang

3. , pariwisata

4. rata rata pengeluaran wisatawan puncak terhadap PAD pariwisata

5. daya saing wisata

10,65 6,83 5,86 5,79 5,37 6. rata rata biaya perjalanan wisata 5,36 4 Sosial Budaya (5) 1. jumlah tenaga kerja di sektor pariwisata

2. laju pertumbuhan penduduk 3. lama masa tinggal wisatawan

4. jumlah kunjungan masyarakat ke tempat pelayanan kesehatan

5. jumlah seni tradisional

5,63 5,40 5,18 4,89 3,18 5 Sarana dan Prasarana (5)

1. ketersediaan fasilitas penanganan persampahan 2. penambahan panjang jalan

3. jumlah rumah tangga pelanggan air bersih dari PDAM 4. ketersediaan fasilitas ibadah di kawasan Puncak 5. ketersediaan angkutan umum

7,22 6,23 5,29 4,37

> $ $ $+8 + 8 $ $ 3 =

= ' 8 & $ + & $

: 3 % $ " " ! ( ) ( +" "

2 % * " " #

Hasil analisis pada bab VI menyimpulkan status keberlanjutan dimensi hukum dan kelembagaan kawasan pariwisata Puncak termasuk dalam katagori tidak berkelanjutan dengan nilai indeks 31,86. Atribut yang diamati yaitu: (1) frekuensi sosialisasi kebijakan dan program tentang pariwisata dan ruang; (2) kebijakan insentif dan disinsentif pengelolaan pariwisata Puncak; (3) frekuensi

koordinasi antara berbagai instansi/ $ dalam pengelolaan pariwisata di

Kawasan Puncak; (4) ketersediaan pedoman teknis dan operasional dalam pengelolaan pariwisata Puncak; (5) jumlah bangunan tidak berizin yang ditertibkan di Kawasan Puncak; (6) ketersediaan lembaga yang menangani pengelolaan pariwisata Puncak secara terintegrasi; (7) prosentase jumlah sumber daya manusia yang bekerja di lingkup pariwisata yang telah dilatih kepariwisataan; (8) jumlah kebijakan yang mengatur pariwisata di Kawasan Puncak; (9) jumlah lembaga yang terkait dengan pengelolaan pariwisata di Kawasan Puncak; dan (10) frekuensi pembinaan dan pengendalian pemerintah kepada pengelola wisata di Kawasan Puncak Kabupaten Bogor. Guna mengetahui peran kelembagaan, tujuan yang diinginkan serta kendala yang dihadapi, maka dilakukan pendekatan dengan menggunakan alat analisis lainnya.

Pendekatan penelitian dilakukan dengan menggunakan analisis

5 % & (ISM). Pada penelitian ini akan dibuat teknik

permodelan interpretasi struktural ( % 2 dalam

rangka merumuskan alternatif kebijakan dimasa yang akan datang. %

adalah sebuah alat ( ) yang dapat menganalisis dan membantu pengambilan keputusan terhadap pemahaman atau ide dalam situasi

yang rumit dengan cara mengelompokkan dan membuat $ yang tertuang

dalam sebuah peta. % merupakan sebuah inklusif

alat ( ), dimana tidak melakukan penolakan atau eliminasi terhadap sebuah ide tetapi ide tersebut dibuat $ dan dianalisa. Hal ini menjadi keuntungan

tersendiri, dimana ide dan penyelesaian dipahami dan dianalisa secara bersamaan (Tabrizi # 2010).

5 % mengorganisasi beberapa bagian dari

permasalahaan yang rumit, menjadikan model sebagai pengambilan keputusan

dan menyederhanakan perencanaan dalam mencari solusi terhadap

permasalahan. 5 % sangat fleksibel untuk digunakan

terhadap masalah yang didalamnya terdapat ratusan elemen.

Tahapan ISM akan dibagi menjadi dua bagian, yaitu penyusunan hierarki dan klasifikasi sub elemen (Eriyatno 2003). Keluaran analisis ISM dalam bentuk

hirarki sub elemen serta diagram matriks % , * yang

diharapkan mampu menggambarkan keterkaitan antar sub elemen dalam elemen yang ditetapkan serta dapat menghasilkan sub sub elemen yang menjadi pendorong bagi sub elemen lain. Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui apa yang menjadi fokus perbaikan kelembagaan dalam pengelolaan pariwisata di Kawasan Puncak.

Kelembagaan diartikan sebagai suatu tatanan dan pola hubungan antara anggota masyarakat atau organisasi yang saling mengikat dan dapat menentukan bentuk hubungan antar manusia atau antara organisasi. Kelembagaan diwadahi dalam suatu organisasi atau jaringan. Pada kelembagaan terdapat faktor faktor pembatas dan pengikat berupa norma, kode etik aturan formal maupun informal untuk pengendalian perilaku sosial dan insentif untuk bekerjasama dalam mencapai tujuan bersama (Djogo . 2003).

Menurut Saxena 1994 dalam Marimin (2005) serta berdasarkan hasil kajian pendapat pakar, maka dipilih 4 elemen yang dipakai untuk mengukur kelembagaan pengelola pariwisata di Kawasan Puncak, yaitu: (1) elemen lembaga yang terdiri dari 20 sub elemen; (2) elemen kendala kelembagaan, yang terdiri dari 12 sub elemen; (3) elemen tujuan yang diharapkan, yang terdiri dari 11 sub elemen; dan (4) elemen aktivitas/program yang diperlukan, yang terdiri dari 11 sub elemen. Keempat elemen hasil kajian ini, kemudian pada setiap elemennya dijabarkan menjadi rincian sejumlah sub elemen.

Hasil yang digunakan dalam model ISM adalah kajian dari pendapat pakar melalui wawancara mendalam seperti yang tertuang pada matriks interaksi

tunggal terstruktur (S 5 & .1SSIM). Pakar yang terlibat

pakar yang memiliki keahlian dan pengalaman di bidang perencanaan dan pengembangan wilayah serta pengelolaan pariwisata yaitu kepala Bappeda, kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, praktisi tata ruang, pakar lingkungan dan masyarakat lokal.

Hasil analisis ISM dituangkan Matriks % * , dan diagram

struktur fungsi suatu lembaga. Matriks DP D ( % * , * 2

menggambarkan klasifikasi sub elemen dengan empat kategori, yaitu bersifat

berdiri sendiri ( 2 terikat ( 2 berkaitan ( $ 2dan bersifat

bebas ( 2. Keempat kategori ini menggambarkan posisi dan peran

lembaga serta kebijakan yang dianalisis.

Berikut ini adalah hasil hubungan kontekstual antar sub elemen pada setiap elemen yang digambarkan dalam bentuk terminologi sub ordinat yang

mengacu pada perbandingan berpasangan antar sub elemen, dimana

terkandung suatu arahan pada hubungan tersebut (Eriyatno 1998).

: ! * + %

" #

Identifikasi elemen lembaga dalam pengelolaan pariwisata di Kawasan Puncak menghasilkan 20 sub elemen yaitu: (1) Dinas Kebudayaan dan Pariwisata; (2) Kepolisian; (3) Dinas Tata Ruang dan Pertanahan; (4) DLLAJ; (5) Dinas Tata Bangunan dan Pemukiman; (6) BAPPEDA; (7) Badan Perizinan Terpadu; (8) Pemerintah Kecamatan; (9) Pemerintah Provinsi Jawa Barat, (10). Pemerintah Desa; (11) SATPOL PP; (12) PHRI; (13) LSM; (14) Perum Perhutani; (15) ASITA; (16) BPD; (17) Badan Lingkungan Hidup; (18) Kelompok Budayawan; (19) Pemerintah Pusat; dan (20) Perbankan.

Hasil kajian sub elemen pada analisis ISM berupa: (1) Matriks jawaban

pakar (VAXO), yang disajikan pada tabel 60; (2) Matriks dan

interpretasi dari elemen lembaga, yang disajikan pada tabel 61; (3) Diagram model struktural ISM dari elemen lembaga, seperti disajikan pada gambar 35;

dan (4) Matriks % , * untuk elemen lembaga, disajikan pada

Tabel 64. Matriks jawaban pakar untuk elemen lembaga yang terkait dalam pengelolaan pariwisata di Kawasan Puncak

DISBUDPAR POLISI DTRP DLLAJ DTBP BAPPEDA BPT PEM.KECMT PEMPROV PEMDES SATPOLPP PHRI LSM PERHUTANI ASITA BPD BLH BUDAYAWAN PEM.PUSAT BANK

DISBUDPAR X X X X X X X X X X X V X X X X X X X POLISI X X X X X X X X X X A A X A X X X X DTRP X X A X X X X V V V V V X X V X X DLLAJ X A A A X X X V V X X X X X X X DTBP X X O X X X O O X 0 X X X X X BAPPEDA V V X V V V X X V X V V X X BPT 0 X X X X X X V X X X X X PEM.KECMT X X X A X X X V A X X X PEMPROV V X X X A X X X X X X PEMDES A A X X X A X X X X SATPOLPP X X X X V A V X X PHRI X X X V X X X X LSM X X X X X X X PERHUTANI X X X X X X ASITA V X X X X BPD V V X 0 BLH X X V BUDAYAWAN A V PEM.PUSAT O BANK

Berdasarkan matriks jawaban pakar, kemudian disusun

$ sebagaimana tertera pada tabel 65.

Tabel 65. matriks elemen lembaga yang terkait dalam pengelolaan

pariwisata di Kawasan Puncak

DISBUDPAR POLISI DTRP DLLAJ DTBP BAPPEDA BPT PEM.KECMT PEMPROV PEMDES SATPOLPP PHRI LSM PERHUTANI ASITA BPD BLH BUDAYAWAN PEM.PUSAT BANK DP RANK

DISBUDPAR 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 20 1 POLISI 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1 17 4 DTRP 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 19 2 DLLAJ 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 17 4 DTBP 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 16 5 BAPPEDA 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 19 2 BPT 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 18 3 PEM.KECMT 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 15 6 PEMPROV 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 19 2 PEMDES 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 0 1 1 1 0 1 1 1 1 15 6 SATPOLPP 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 17 4 PHRI 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 16 5 LSM 0 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 16 5 PERHUTANI 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 19 2 ASITA 1 1 0 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 16 5 BPD 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 0 15 6 BLH 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 17 4 BUDAYAWAN 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 15 6 PEM.PUSAT 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 19 2 BANK 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 16 5 DEPT 19 20 14 18 16 10 17 16 19 20 17 16 16 18 18 15 17 19 18 18 RANK 2 1 7 3 5 8 4 5 2 1 4 5 5 3 3 6 4 2 3 3

Selanjutnya, gambaran dari elemen lembaga yang terkait dengan

pengelolaan pariwisata, disusun berdasarkan matriks % , dan

Ma trik s D riv e r P o we r v s D e p e n d e n t K e le m b a g a a n d i K a wa s a n P a riwis a ta P u n c a k L 1 L 14 L 3 L 4 L 5 L 7 L 8 L 9 L 10 L 11 L 12 L 13 L 2 L 1 5 L 16 L 17 L 18 L 19 L 20 13 14 15 16 17 18 19 20 21 13 14 15 16 D ep en d en t17 18 19 20 21 D ri v e r P o w e r A u to n o mo u s In d ep en d en t

Gambar 34. Matriks driver , * elemen lembaga pengelolaan

pariwisata di Kawasan Puncak.

Berdasarkan gambar 34, sub elemen dikelompokkan ke dalam empat

sektor yakni , , $ dan . Lembaga yang

termasuk ke dalam sektor terdapat tujuh lembaga, yaitu: (1)

Kepolisian (L2); (2) Dinas Tata Bangunan dan Pemukiman (DTBP) (L5); (3) Satuan Polisi Pamong Praja (SATPOL PP) (L11); (4) Persatuan Hotel dan Restoran Seluruh Indonesia (PHRI) (L12); (5) Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) (L13); (6) Badan Permusyawaratan Desa (BPD) (L16); dan (7) Badan Lingkungan Hidup (BLH) (L17). Ketujuh lembaga ini memiliki daya dorong yang rendah dan tingkat ketergantungan yang rendah, jadi tidak tergantung pada sub elemen lain dalam mempengaruhi sistem pengelolaan pariwisata di Kawasan Puncak.

Lembaga yang masuk ke dalam sektor ada dua sub elemen,

yaitu: (1) Dinas Tata Ruang dan Pertanahan (DTRP) (L3); dan (2) Badan Perizinan Terpadu (BPT) (L7). Kedua lembaga ini memiliki daya dorong yang rendah dan tingkat ketergantungan yang tinggi, sehingga sangat tergantung pada lembaga lain dan tidak dapat mendorong lembaga lain (kedudukannya lemah dalam pengelolaan pariwisata di Kawasan Puncak). Hasil analisis ini memberikan makna bahwa kedua sub elemen lembaga yang berada di sektor sangat tergantung pada sistem dan tidak mempunyai kekuatan penggerak yang besar. Berdasarkan strategi pengelolaan pariwisata di Kawasan Puncak posisinya akan mengikuti elemen lainnya yang berada di sektor

.

Linkage

Berdasarkan hasil analisis, yang termasuk kedalam sektor $ ada empat lembaga, yaitu: (1) Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (L1); (2) Kepolisian (L2); (3) Pemerintah Provinsi Jawa Barat (L9); dan (4) Pemerintah Pusat (L19).

Pada sektor $ , keempat lembaga ini sangat tergantung pada lembaga lain

untuk dapat mendorong lembaga lain dalam pengelolaan pariwisata di Kawasan Puncak. Namun keempat lembaga ini di masa mendatang sebenarnya potensial apabila dikelola dengan baik, karena memiliki daya dorong yang tinggi/kuat, sehingga tingkat ketergantungannya terhadap lembaga lain dapat ditekan.

Berdasarkan hasil analisis, yang termasuk kedalam sektor

ada tujuh lembaga, yaitu: (1) Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (DLLAJ) (L4); (2) Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) (L6); (3)

Pemerintah Desa (L10); (4) Perum Perhutani (L14); (5) ) 5

% (ASITA) (L15); (6) Kelompok budayawan (L18); dan (7)

Perbankan (L20).

Berkenaan dengan pengelolaan pariwisata di Kawasan Puncak,

keberadaan Perum Perhutani dan 5 %

(ASITA), kelompok budayawan dan perbankan tidak mempunyai hubungan hierarkhi yang kuat dengan pemerintah daerah, namun demikian keempat lembaga ini mempunyai daya dorong yang kuat dalam sistem pengelolaan pariwisata dan tingkat dependensi yang rendah atau lebih mandiri. Berkaitan dengan ketujuh lembaga tersebut, ternyata yang berperan sebagai sektor kunci

dalam matriks % , * adalah pemerintah desa (L10) dan

kelompok budayawan (L18). Kedua sub elemen lembaga tersebut berada pada

sektor dengan nilai % , * memiliki ranking

tertinggi, yang berarti dalam strategi pengelolaan kawasan pariwisata Puncak berperan sebagai peubah bebas berkekuatan penggerak besar namun tidak tergantung kepada sistem, karena merupakan garda terdepan bagi lembaga pengelola pariwisata di Kawasan Puncak.

Hasil analisis menggunakan model ISM menghasilkan struktur hirarki sub elemen lembaga dalam pengelolaan pariwisata di Kawasan Puncak seperti yang disajikan pada gambar 35. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat enam level, dimana level pertama adalah Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bogor, yang memiliki daya dorong yang paling besar atau merupakan sektor kunci kelembagaan dalam pengelolaan pariwisata di Kawasan Puncak.

Peran Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Bogor terhadap pengelolaan pariwisata di Kawasan Puncak lebih besar dibandingkan Dinas Tata Ruang dan Pertanahan, BAPPEDA, Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Perhutani dan Pemerintah Pusat yang berada pada level kedua sehingga Disbudpar menjadi instansi utama yang memberikan masukan dalam menangani urusan pariwisata termasuk didalamnya urusan penataan ruang dan pertanahan, perencanaan pembangunan, kehutanan dan kebijakan pemerintah Provinsi Jawa Barat serta pemerintah pusat yang masuk ke kawasan pariwisata Puncak.

Gambar 35. Strukturisasi lembaga pengelola pariwisata di Kawasan Puncak. Kemudian Perum Perhutani bertugas mengawasi kawasan hutan agar dapat berjalan sesuai fungsinya. Pemerintah Provinsi Jawa Barat berwenang untuk memfasilitasi kawasan pariwisata Puncak sebagai kawasan pariwisata yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi dengan kawasan konservasi lingkungan yang terkait dengan daerah hulu hilir agar tidak terjadi kerusakan lingkungan yang berakibat fatal bagi daerah di sekitar Kawasan Puncak akibat dari kesalahan pengelolaan pariwisata yang kurang memperhatikan daya dukung lingkungan. Apabila ditemukan bangunan liar yang dibangun di kawasan hutan, maka berkoordinasi dengan DTBP, SatPol PP dan Kepolisian untuk melakukan tindakan penertiban. Pada level ketiga terdiri dari Badan Perizinan Terpadu, merupakan instansi yang lebih operasional dalam rangka memberikan perizinan di Kawasan Puncak. Kinerja instansi yang berada dalam level 3 sangat membantu untuk suksesnya pelaksanaan tugas dan fungsi instansi yang berada pada level selanjutnya (level 4), yaitu Kepolisian, Dinas Lalu Lintas dan Angkutan

L20 Level 6 Level 5 Level 4 Level 3 Level 2 Level 1 L19 L16 L13 L18 L8 L10 L15 L4 L11 L17 L12 L5 L2 L14 L6 L3 L7 L1 L9

Jalan, Dinas Tata Bangunan dan Pemukiman, Satuan Polisi among Praja serta Badan Lingkungan Hidup.

Kepolisian dan DLLAJ bertugas untuk mengatasi kemacetan lalu lintas di sekitar Kawasan Puncak. Dinas Tata Bangunan bertugas mengawasi perizinan

yang dihasilkan BPT apakah dalam pelaksanaannya sudah sesuai atau

tidak, selain itu fungsi Dinas Tata Bangunan dan Pemukiman juga melakukan pengawasan terhadap seluruh bangunan di Kawasan Puncak apakah memiliki izin atau tidak. SatPol PP bertugas untuk menertibkan bangunan liar di Kawasan Puncak dan penegakan peraturan daerah tentang pariwisata dan tata ruang. Badan Lingkungan Hidup yang menangani urusan pengendalian kualitas lingkungan hidup di kawasan pariwisata Puncak.

Tugas dan fungsi instansi dari level 1 sampai 4 membantu kinerja instansi yang berada pada level 5 dan 6 secara bertahap yaitu Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), )

Indonesian % ) (ASITA) dan perbankan. Informasi dan peran

serta PHRI sangat berguna bagi instansi lainnya dalam rangka pengelolaan pariwisata di Kawasan Puncak. Kondisi pariwisata di Kawasan Puncak akan berjalan baik jika kerjasama dengan LSM dapat terlaksana harmonis. Beberapa LSM di Kawasan Puncak antara lain LSM Puncak Lestari memberikan banyak masukan kepada instansi pemerintah untuk terus peduli terhadap kelestarian lingkungan hidup agar pengelolaan pariwisata dapat terus berkelanjutan.

) 5 % ) (ASITA) turut berperan dalam

menyampaikan aspirasi tentang pariwisata di Kawasan Puncak. Sementara perbankan merupakan instansi yang diharapkan berperan aktif dalam pembiayaan pengelolaan pariwisata di Kawasan Puncak.

Selanjutnya level kelima akan mendorong level keenam, yaitu pemerintah desa dan kecamatan, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Kelompok Budayawan. Pemerintah Desa dan Kecamatan menjadi garda terdepan dan berperan aktif dalam menangani permasalahan yang terjadi khususnya yang berkaitan dengan sosial budaya dan perekonomian masyarakat di Kawasan Puncak. Pemerintah desa dan kecamatan memotivasi kelompok budayawan

untuk terus mempertahankan kelestarian seni dan budaya serta

mengembangkan atraksi atraksi kesenian pada tempat tempat objek wisata. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) juga turut berperan dalam pengelolaan

pariwisata di Kawasan Puncak, terutama dalam memberikan dukungan kebijakan kepada pemerintah desa dan pemerintah kabupaten. Selanjutnya aspirasi dan program program BPD harus lebih berpihak pada masyarakat setempat dan kelestarian lingkungan, sehingga dapat memperhatikan dan berperan dalam pembangunan dan pengendalian lingkungan di Kawasan Puncak.

: ! * ) %

" #

Berdasarkan hasil kajian pendapat pakar pada tabel 62, maka disusunlah struktur tolok ukur untuk menuju keberhasilan pengelolaan pariwisata Kawasan Puncak, yang terdiri dari 12 sub elemen kendala kelembagaan yang dihadapi, yaitu: (1) Tumpang tindih kewenangan antar instansi vertikal maupun horisontal; (2) Keterbatasan pendanaan; (3) Lemahnya sistim pendataan dan pelaporan; (4) Rendahnya kualitas SDM; (5) Lemahnya penerapan sanksi dan penghargaan; (6) Rendahnya keterlibatan kelembagaan di luar pemerintah; (7) Lemahnya standar operasional prosedur lembaga; (8) Tidak adanya manajemen terintegrasi dalam pengelolaan pariwisata; (9) Rendahnya dukungan sarana dan prasarana; (10) Belum adanya target kinerja yang disepakati di setiap lembaga; (11) Penyusunan program dan rencana kerja yang tidak tepat sasaran; dan (12) Lemahnya aktivitas evaluasi dan pengendalian. Hasil pendapat pakar dapat dilihat pada tabel 66 berikut.

Tabel 66. Matriks jawaban pakar untuk elemen kendala yang terkait dalam pengelolaan pariwisata di Kawasan Puncak

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 X X X X X X X X A X X 2 X A X X X X X A X X 3 X A X X X V X A A 4 X X X X X X X V 5 V X A A A A V 6 X X X X X X 7 X X X X X 8 X X X X 9 A X A 10 X A 11 A 12

Berkenaan dengan jawaban dari pakar, maka dibuat .

untuk elemen kendala kelembagaan yang dihadapi dalam pengelolaan pariwisata di Kawasan Puncak, sebagaimana tertera pada tabel 67.

Tabel 67. Matriks elemen kendala kelembagaan yang dihadapi

dalam pengelolaan pariwisata Kawasan Puncak

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 DP RANK 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 11 2 2 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 10 3 3 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 9 4 4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 1 5 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 8 5 6 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 11 2 7 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 1 8 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 1 9 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 0 9 4 10 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 11 2 11 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 11 2 12 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 10 3 DEPT 12 12 11 10 9 12 12 11 11 8 10 8 RANK 1 1 2 3 4 1 1 2 2 5 3 5

Hasil analisis dengan menggunakan metode ISM, memperlihatkan sebaran setiap sub elemen kendala kelembagaan menempati empat kuadran seperti terlihat pada gambar 36. Pada gambar tersebut, sub elemen yang

termasuk dalam kuadran I atau adalah sub elemen lemahnya

penerapan sanksi dan penghargaan (K5) dan sub elemen lemahnya aktivitas evaluasi dan pengendalian (K12). Kedua sub elemen ini memiliki daya dorong yang rendah dan tingkat ketergantungan yang rendah, sehingga tidak diperhitungkan dalam pengambilan kebijakan pengelolaan pariwisata di Kawasan Puncak atau mempunyai hubungan yang sedikit dan pada umumnya tidak berkaitan dengan sistem. Seharusnya evaluasi dan pengendalian memiliki kekuatan yang tinggi jika pengelolaan pariwisata di Kawasan Puncak ingin berjalan dengan baik. Lemahnya penerapan sanksi dan penghargaan dapat menyebabkan motivasi dan semangat kerja pegawai menjadi rendah sehingga kualitas SDM menurun.

Kegiatan evaluasi dan pengendalian menjadi sulit untuk dilaksanakan tanpa adanya dukungan faktor komitmen organisasi, ketersediaan dana, sarana dan prasarana serta kurangnya koordinasi yang baik dengan lembaga lain. Sementara itu hasil evaluasi dan pengendalian, baik berupa data maupun informasi sangat dibutuhkan oleh suatu lembaga untuk memberikan umpan balik kinerja kelembagaan dan kinerja pembangunan wilayah, apakah sudah berjalan dengan baik atau masih perlu perbaikan program dan peningkatan capaian kinerja.

Ma triks D riv er P ower v s Dependent K endala ya ng Diha dapi di K awas an P a riwis a ta P unc ak

K 1 K 2 K 3 K 4 K 5 K 6 K 7 K 8 K 9 K 10 K 11 K 12 7 8 9 10 11 12 13 14 7 8 9 10 11 12 13 14 Dependen t D ri v e r P o w e r A utono mo us Ind ependent

Gambar 36. Matriks % , * elemen kendala kelembagaan

yang dihadapi dalam pengelolaan pariwisata di Kawasan Puncak. Sub elemen kendala kelembagaan yang masuk ke dalam sektor

(kuadran II)ada tiga sub elemen, yaitu: (1) Keterbatasan pendanaan (K2); (2) Lemahnya sistim pendataan dan pelaporan (K3); (3) dukungan sarana prasarana (K9). Pada kuadran II ini daya dukungnya rendah sehingga kurang diperhitungkan dalam pelibatan strategi pengelolaan pariwisata di Kawasan Puncak. Selain daya dukung yang rendah, ketiga sub elemen ini juga memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi didalam sistem, sehingga sangat tergantung pada sub elemen lain dalam penyelesaian kendala kelembagaan di bidang pariwisata Puncak.

Berdasarkan strategi pengelolaan pariwisata di Kawasan Puncak

posisinya akan mengikuti elemen lainnya yang berada di sektor .

dan tingkat ketergantungan terhadap kendala kelembagaan lainnya dalam bidang pengelolaan pariwisata di Kawasan Puncak tinggi, sehingga kurang diprioritaskan dalam penyelesaian kendala kelembagaan di kawasan pariwisata Puncak. Penempatan sub elemen pada kuadran ini dapat diartikan bahwa untuk mengatasi kendala pada sub elemen tersebut tidak bisa berdiri sendiri atau diperlukan dukungan yang kuat dari sub elemen lainnya.

Pada sektor $ terdiri dari empat kendala kelembagaan, yaitu: (1) Tumpang tindih kewenangan antar instansi vertikal maupun horisontal (K1); (2) Rendahnya keterlibatan kelembagaan di luar pemerintah (K6); (3) Lemahnya standar operasional prosedur lembaga (K7); (4) Tidak adanya manajemen terintegrasi dalam pengelolaan pariwisata (K8). Keempat kendala ini memiliki daya dorong yang tinggi tetapi tingkat ketergantungannya terhadap kendala lain juga tinggi sehingga tidak mandiri atau dengan kata lain sangat tergantung pada kendala lain untuk dapat mendorong penyelesaian kendala kelembagaan lain

Dokumen terkait