• Tidak ada hasil yang ditemukan

Percepatan (g) TS+2.7 0,155 TS+2.8 0,151 4 0,148 0,5 0,6 0,7

Spektral Percepatan (g)

SD1 = 0,593 g, maka Cu = 1,4

Ta = Ct.hnx = 0,0466.120,9 = 0,436

Ta . Cu = 0,436.1,4 = 0,61

Maka, T yang digunakan = 0,61 detik

TS = SD1/SDS = 0.593/0,579 = 1,024 Syarat penentuan Cs ◙ T < Ts → � = �� ◙ T > Ts → � = ���1 Maka :

= �� ����=

0,579

51= 0,116

Perhitungan gaya geser dasar respons ragam pertama (V1) yaitu :

V1 = CS. Wt

Bangunan I = V1 = 0,116. 5023,304 kN = 582,703 kN

Bangunan II = V1 = 0,116. 3715,904 kN = 431,045 kN

Gaya geser dasar nominal :

V ≥ 0,85 V1

Bangunan I = Vx = Vy = 0,85. 582,703 kN = 495,298 kN

Bangunan II = Vx = Vy = 0,85. 431,045 kN = 366,388 kN

Gaya lateral tiap lantai :

Fx = Cvx.V Dan ��� = �=1

≥ 2,5 detik → k=2

Setelah diinterpolasi T= 0,61 → k = 1,055

Tabel. 4. 25. Gaya Lateral Gempa Tiap Lantai pada Bangunan I

wi hi Wihi Cvx Fix=Fiy 1645,295 12 22634,97361 0,502157 248,7173 1689,005 8 15149,24089 0,336086 166,4627 1689,005 4 7291,28755 0,161757 80,11802

45075,50205

Tabel. 2. 26. Gaya Lateral Gempa Tiap Lantai pada Bangunan II

wi hi Wihi Cvx Fix=Fiy 1216,093 12 16730,27206 0,501856 183,8739 1249,906 8 11210,81766 0,336289 123,2124 1249,906 4 5395,735393 0,161855 59,30177

33336,82511

Tabel. 2. 27. Perbandingan nilai gaya lateral gempa tiap lantai SNI 03-1726-2002 dengan SNI 03-1726-2010

Lantai

Bangunan I Bangunan II

SNI 03-1726-2002 SNI 03-1726-2010 SNI 03-1726-2002 SNI 03-1726-2010

3 338,008 248,7173 249,883 183,8739

2 231,325 166,4627 171,2206 123,2124

1 115,663 80,11802 85,61032 59,30177

Dapat terlihat bahwa dengan SNI 03-1726-2010, beban lateral gempa yang didapatkan lebih kecil dari perhitungan SNI 03-1726-2002.

4. 7. Analisa Bangunan dengan Dilatasi 4. 7. 1. Simpangan

Simpangan (drift) lateral maksimum atau dapat juga disebut dengan Δs maksimum yang timbul pada struktur yang menggunakan dilatasi dan tanpa

dilatasi dibatasi berdasarkan Δm. Pembatasan simpangan ini dilakukan untuk membatasi kemungkinan terjadinya keruntuhan struktur gedung yang dapat menimbulkan korban jiwa manusia dan untuk mencegah benturan berbahaya antar-gedung atau antar bagian struktur gedung yang dipisah dengan sela pemisah (sela dilatasi).

Kinerja batas layan (Δs) struktur gedung ditentukan oleh simpangan antar

tingkat akibat pengaruh gempa rencana, yaitu untuk membatasi terjadinya pelelehan baja dan peretakan beton yang berlebihan, disamping untuk mencegah kerusakan non struktural dan ketidaknyamanan penghuni. Simpangan antar tingkat ini harus dihitung dari simpangan struktur gedung akibat pengaruh gempa

nominal yang sudah dikali faktor skala. Menurut SNI 1726 pasal 8.1.2 tidak boleh melampaui :

Δs < 0,03

ℎ� atau 30 mm (yang terkecil)

Kinerja batas ultimatum (Δm) struktur gedung ditentukan oleh simpangan

antar tingkat maksimum struktur gedung diambang keruntuhan, yaitu untuk untuk membatasi kemungkinan terjadinya keruntuhan struktur yang dapat

menimbulkkan korban jiwa. Simpangan (Δs) dan simpangan antar tingkat (Δm)

harus dihitung dari simpangan struktur gedung akibat pembebanan gempa nominal, dikali dengan suatu faktor pengali. Faktor pengali berdasarkan ketentuan

SNI 1726 pasal 8.2.1 untuk gedung beraturan: ζ = 0,7 R. Dan Δm = ζ x Δs. Tabel 4. 28. Δs dan Δm Bangunan I

Arah x Tingkat Δs drift Δs antar

tingkat syarat Keterangan Δm drift Δm antar tingkat syarat Keterangan Lantai 3 0,371 0,067 21,81818 OK 1,428 0,258 80 OK Lantai 2 0,304 0,222 21,81818 OK 1,1704 0,855 80 OK Lantai 1 0,082 0,082 21,81818 OK 0,3157 0,3157 80 OK Arah y Tingkat Δs drift antar Δs

tingkat syarat Keterangan Δm drift Δm antar tingkat syarat Keterangan Lantai 3 12,602 3,722 21,81818 OK 48,5177 14,329 80 OK Lantai 2 8,88 5,149 21,81818 OK 34,188 19,824 80 OK Lantai 1 3,731 3,731 21,81818 OK 14,364 14,364 80 OK Tabel 4. 29. Δs dan Δm Bangunan II

Tingkat Δs drift Δs antar tingkat syarat Keterangan Δm drift Δm antar tingkat syarat Keterangan Lantai 3 1,579 0,673 21,81818 OK 6,079 2,591 80 OK Lantai 2 0,906 0,619 21,81818 OK 3,488 2,383 80 OK Lantai 1 0,287 0,287 21,81818 OK 1,105 1,105 80 OK Arah y Tingkat Δs drift Δs antar tingkat syarat Keterangan Δm drift Δm antar tingkat syarat Keterangan Lantai 3 15,106 4,197 21,81818 OK 58,158 16,159 80 OK Lantai 2 10,909 6,121 21,81818 OK 41,999 23,565 80 OK Lantai 1 4,788 4,788 21,81818 OK 18,434 18,434 80 OK

Dari tabel 4.28 dan 4. 29 dapat diperhitungkan jarak dilatasi yang dibutuhkan dengan menjumlahkan Δs Bangunan I dan Bangunan II didapatkan

hasil sebesar 1,95 mm.

Syarat dilatasi antar bangunan

d ≥ 4(δ1 maks + δ2 maks) = 7,8 mm

d ≥ 0,004 h = 16 mm

d ≥ 7,5 cm = 75 mm

Maka, jarak sela dilatasi yang dibutuhkan sebesar 75 mm

Dalam perancangan tiang/kelompok tiang, jarak antar tiang yang terlalu dekat dapat menimbulkan keruntuhan. Coduto (1994) memberi petunjuk bahwa keruntuhan blok hanya terjadi jika jarak tiang sangat dekat, yaitu s/d kurang dari 2, sehingga kondisi keruntuhan ini jarang terjadi.

L = 150 cm, maka s = 109,659. Dengan diameter 30 cm, makan s/d = 3,655. Sehingga jarak antar tiang dapat dikatakan aman. Pada tiang dukung ujung (end bearing pile), beban struktur didukung sepenuhnya oleh lapisan tanah keras yang terletak pada dasar atau ujung bawah tiang. Beban struktur dianggap bekeja pada dasar tiang tersebut, karena itu pertimbangan harus diberikan akibat pengaruh lapisan dibawahnya, terutama jika dibawah lapisan keras terebut terdapat lapisan tanah lunak. Distribusi tekanan menurut teori Boussinesq dibawah ujung bawah tiang dapat digambarkan seperti pada gambar 4.9. Pada gambar itu ditunjukkan dua tiang dukungan ujung dengan gelembung tekanan. Intensitas tekanan pondai tiang pada bagian dalam lebih besar oleh akibat tumpang tindih tekanan dari masing-masing tiang. Jika jarak tiang diantara 3d-3,5d dalam kasus ini, biasanya tumpang tindihnya tegangan

35 50 35 35 3 S 30 100 30 30 100 30 L=150 cm

yang dapat menyebabkan penurunan local ini dapat dihindari. Dan dalam kasus ini dengan diameter 30 cm, maka 3d-3,5d = 90-105 cm dan dengan jarak 109,659 cm, maka syarat ini jelas terpenuhi.

Gambar 4. 9. Tumpang Tindih Tekanan

Gambar 4.10. Perbedaan distribusi tekanan pada lebar bangunan sempit dan lebar, dengan panjang tiang yang sama (Chellis, 1961)

Distribusi tegangan yang terjadi dibawah kelompok tiang bergantung pada lebar luasan kelompok tiang (Chellis, 1961). Gambar 4.10. menunjukkan

Q Q

Tanah Lunak

kasus perbedaan distribusi tekanan pada kelompok tiang yang sempit dengan kelompok tiang yang lebar, dengan panjang tiang yang sama. Pada lebar

kelompok tiang yang relative sempit dibandingkan dengan panjang tiang (sebelah kiri), tiang-tiang efektif dalam memperdalam pengaruh tekanan pondasi kelapisan tanah yang lebih bawah. Namun pada lebar pondasi sangat lebih lebar dari

panjang tiang (gambar kanan, zona tertekan terbawah hampir sama bila bangunan didukung tanpa tiang (pondasi rakit)). Dengan demikian, kasus pada gambar kanan, tiang-tiang kurang berfungsi dalam mengurangi besarnya penurunan akibat beban bangunan, kecuali bila tanah tepat dibawah dasar pile cap (pelat penutup kepala tiang) merupakan tanah yang lunak. Sehingga sistem dilatasi yang dapat mengurangi lebar dari bangunan, sangat baik dalam penggunaan pondasi tiang seperti ini.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5. 1. Kesimpulan

Berdasarkan keseluruhan hasil perancangan yang telah dilakukan dalam penyusunan Tugas Akhir ini dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :

a. Panjang balok kantilever dalam system dilatai ini dipengaruhi oleh jarak antar pondasi, peralatan pekerjaan pondasi, dimensi pondasi, dan jenis pondasi.

b. Jika jarak kolom dengan kolom terlalu dekat, akan menimbulkan luasan plat fondasi yang dibutuhkan akan saling menutup (overlapping), sehingga jarak minimal antar pondasi harus diperhitungkan dengan seksama.

c. Balok kantilever yang didesain memiliki lendutan sebesar 0,6989 mm < lendutan ijin sebesar 10 mm.

d. Setelah dianalisa berdasarkan simpangan, maka bangunan ini didesain dengan gap (sela) dilatasi sebesar 75 mm.

e. Jika SNI 03-1726-2002 dengan SNI 03-1726-2010 dibandingkan untuk perhitungan gempa pada Tugas Akhir ini, maka gaya lateral yang dihasilkan akan lebih besar dengan menggunakan SNI 03-1726-2002.

5. 2. Saran

a. Untuk gedung yang berhimpit karena dilatasi, desain gap bangunan dirancang sedemikian sehingga apabila terjadi gempa, bangunan tersebut tidak saling bertubrukan. Dan perancangan pondasi pun dilakukan secara terpisah.

b. Bentang dari balok kantilever harus diperhatikan agar tidak terjadi lendutan yang berlebihan.

c. Untuk bangunan ekspansi, system dilatasi balok kantilever sangat baik digunakan. Bangunan dengan bentang yang besar, dapat dibagi-bagi massanya agar dapat menerima beban gempa dengan lebih stabil.

d. Pemilihan pondasi haruslah sesuai dengan keadaan disekitarnya. Apakah bangunan tersebut berdekatan atau tidak. Dan jika berdekatan, apakah akan mengganggu bangunan disekitarnya.

Dokumen terkait