• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.8 Spektrofotometer

2.8.2 Spektrofotometer UV-VIS

Spektrofotometer UV/VIS adalah bagian tehnik analisis spektroskopik yang memakai sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet dekat (190-380 nm) dan sinar tampak (380-780) dengan memakai instrumen spektrofotometer.

Radiasi ultra violet jauh (100-190 nm) tidak dipakai, sebab pada daerah radiasi tersebut diabsorbsi oleh udara. Ada kalanya spektrofotometer uv-vis yang beredar diperdagangkan memberikan rentang pengukuran panjang gelombang 190-1100 nm.

Hal ini perlu diperhatikan lebih seksama sebab diatas panjang gelombang 780 nm merupakan daerah radiasi infra merah. Oleh karena itu pengukuran diatas panjang gelombang 780 nm harus dipakai detektor dengan kualitas sensitive terhadap radiasi infra merah (infrared sensitive) (Khopkar,S.M.,2002).

BAB 3

BAHAN DAN METODOLOGI

Pada analisa yang dilakukan yaitu tentang analisa kadar logam berat Pb pada Refined Glyserin di PT.Ecogreen Oleochemicals, digunakan bahan dan metodologi percobaan sebagi berikut.

3.1 Alat-alat

− Spektrofotometer DR Lange

− Kuvet DR Lange

− Labu Takar IKA°ETS – D4 Fuzzy − Neraca Analitik

− Tabung Nesler Pyrex

− Mikro pipet Pyrex

− Gelas Ukur Pyrex

− Beaker Glass Duran

− Spatula

3.2 Bahan

− Refind Glyserin

− Pb Nitrat [ Pb(NO3)2 ] p.a EMerck − Thioacetamide [ C2H5NS ] p.a EMerck − Larutan Buffer Acetat ( pH 3,5 ) p.a EMerck Aquadest

3.3 Prosedur

3.3.1 Pembuatan Reagen

Pembuatan Larutan Induk Pb Nitrat 1000 ppm

— Larutkan 0,1598 gr timbal nitrat dengan aquades dan encerkan sampai 100 ml dalam labu takar.

Pembuatan Larutan Standart Pb Nitrat 10 ppm dari Larutan Induk 1000 ppm

— Dengan menggunakan pipet, pindahkan 1 ml larutan induk 1000 ppm kedalam labu takar 100 ml dan encerkan sampai tanda batas dengan aquadest.

— Panaskan di atas penangas uap selama 1 menit

Pembuatan Buffer Acetat (pH 3,5)

— Encerkan 5 ml asam klorida pekat, 37% dengan 10 ml aquades

— Tambahkan 5,0 gr amonium asetat. Encerkan sampai 20 ml

3.3.2 Prosedur penentuan Kadar Logam Timbal (Pb) Pengukuran Absorbansi Blanko

- Larutan blanko (aquadest bebas Pb) dimasukkan kedalam tabung Nessler sebanyak 10 ml.

- Ditambahkan 1 ml larutan thioacetamide - Ditambahkan 2 ml larutan buffer acetate - Ditambahkan aquadest hingga tanda batas - Dihomogenkan

- Didiamkan selama 2 menit

- Dimasukkan larutan blanko kedalam kuvet dan ditentukan absorbansinya = 0 pada 480 nm pada alat spektrofotometer

Pengukuran Absorbansi Larutan Seri Standart

- Masing-masing larutan seri standart 1,2,3,4,5 pm dimasukkan kedalam tabung Nessler sebanyak 10 ml.

- Ditambahkan 1 ml larutan thioacetamide - Ditambahkan 2 ml larutan buffer acetate - Ditambahkan aquadest hingga tanda batas

- Dihomogenkan

- Didiamkan selama 2 menit

- Dimasukkan larutan blanko kedalam kuvet dan ditentukan absorbansinya = 0 pada 480 nm pada alat spektrofotometer

- Dimasukkan larutan seri standart ke dalam kuvet kemudian dilihat Absorbansinya secra bergantian, setelah larutan blanko, kemudian larutan seri standart.

- Dihitung nilai absorbansinya

Pengukuran Absorbansi Sampel

- Dimasukkan 10 gram sampel glyserin kedalam tabung Nessler - Ditambahkan 1 ml larutan thioacetamide

- Ditambahkan 2 ml larutan buffer acetate - Ditambahkan aquadest hingga tanda batas - Dihomogenkan

- Didiamkan selama 2 menit

- Dimasukkan larutan blanko kedalam kuvet dan ditentukan absorbansinya = 0 pada 480 nm pada alat spektrofotometer

- Dimasukkan sampel ke dalam kuvet kemudian dilihat Absorbansinya secra bergantian, setelah larutan blanko, kemudian sampel.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Analisa

Tabel 4.3 Absorbansi Larutan Pb Standard Larutan Seri Standar

Timbal (ppm) Absorbansi 1 0,002 2 0.003 3 0.005 4 0.008 5 0.009 λ max = 480 nm

Tabel 4.4 Data Hasil Analisis

Tanggal Sampel Berat

Sampel (gr) Ablk (480 nm) Aspl (480 nm) Konsentrasi Pb (ppm) 25-Jan-2010 A015-P 10.4 0.000 0.003 1.65 26-Jan-2010 A016-P 10.01 0.000 0.002 1.108 27-Jan-2010 A021-P 10.01 0.000 0.003 1.664 28-Jan-2010 A020-P 10.03 0.000 0.002 1.107 29-Jan-2010 A052-P 10.10 0.000 0.002 1.099 λ max = 480 nm

4.2Perhitungan

4.2.1 Penentuan konsentrasi Pb dalam Refind Glyserin

Ppm Pb W std g x Ablk Astd Ablk Aspl µ ) ( ) ( − − =

Dimana Aspl = Absorbansi sample Ablk = Absorbansi blanko Astd = Absorbansi standart µg std = microgram standart W = berat sampel

Untuk Sampel Sampel A015-P

ppm =

=

= 1,65 ppm

Dengan cara yang sama dilakukan juga untuk menghitung kadar konsentrasi timbal pada refined gliserin sampel A016-P, A021-P, A020-P, dan juga A052-P .(Hasil terdapat pada tabel 4.4)

Maka, 0,15985 g Pb(NO3)2 dilarutkan kedalam labu takar 100 ml.

b. Pembuatan Larutan standar 10 ppm dari larutan standart 1000 ppm V1 . N1 = V2 . N2

Dimana :

V1 = volume larutan standart 10 ppm yang akan dipipet V2 = volume labu takar

N1 = konsentrasi larutan standart N2 = konsentrasi larutan seri standart

V1 . N1 = V2 . N2

V1 .. 1000 = 100 . 10

V1 =

= 1 ml

c. Pembuatan Larutan Seri Standart 5 ppm dari larutan standart 10 ppm di labu takar 50 ml V1 . N1 = V2 . N2

V1 .10 = 50 . 5 V2 =

= 25 ml

Maka, 5 ml dipipet dari larutan standart 10 ppm (10 ml seri standart 5 ppm ini setara dengan 50 µgPb)

4.3 Reaksi Percobaan

Pb + thioacetamide(C2H5NS)

4.2 Pembahasan

Dari hasil data yang telah dilakukan selama periode 25-29 Januari terhadap kadar logam timbal (Pb) pada refind glyserin diperoleh rata-rata dalam satu minggu adalah sebesar 1,3276 ppm, sedangkan standart mutu dari perusahaan adalah 5 ppm. Ada beberaoa faktor yang dapat menyebabkan terdapatnya kandungan Logam Pb pada refined gliserin ini, seperti yang telah diutarakan Palar (2004), bahwa bahan pangan berlemak umumnya telah mengandung logam walau dalam jumlah yang sangat kecil. Logam ini umumnya telah terdapat secara alamiah dalam bahan atau mungkin sengaja ditambahkan untuk tujuan tertentu, yang berada dalam bentuk garam komplek, garam organik maupun anorganik, dan garam-garam ini biasanya sukar melepaskannya secara sempurna dari lemak. Dan juga menurut Deman (1997), kadar logam Pb dapat disebabkan dari korosi wadah penyimpanan yang berupa kaleng,karena produk kaleng dapat menyerap logam dari wadahnya baik itu logam timbal (Pb) dari patrian, maupun logam lain seperti timah (Sn), seng (Zn), dan besi (Fe) dari pelat timah.

Jika kadar logam Pb masih dibawah standart mutu yang ditetapkan, ini berarti mutu dari refined glyserin yang diperoleh cukup baik, karena apabila kadar logam Pb yang terdapat dalam refined glyserin lebih besar dari standar mutu yang ditetapkan maka dapat bersifat toksik bagi konsumen. Baik itu digunakan sebagai bahan makanan ataupun sebagai bahan dasar pembuatan kosmetik,dll. Dampak dari timbal sangat membahayakan bagi manusia, utamanya bagi anak-anak. Diantaranya adalah mengganggu fungsi koognitif, kemampuan belajar, memendekkan tinggi badan, penurunan fungsi pendengaran, mempengaruhi perilaku dan intelejensia, merusak fungsi organ tubuh, seperti ginjal, sistem syaraf, dan reproduksi, meningkatkan tekanan darah dan mempengaruhi perkembangan otak. Pada jaringan atau organ tubuh, logam Pb akan

terakumulasi pada tulang. Karena dalam bentuk ion Pb2+, logam ini dapat menggantikan keadaan ion Ca2+ (kalsium) yang terdapat pada jaringan tulang.

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari analisa menggunakan spektrofotometer diperoleh absorbansi dari kadar logam timbal (Pb) yaitu :

Sampel A-015P = 1,65 ppm, sampel A-016P = 1,108 ppm, sampel A-021P = 1,664 ppm, sampel A-020P = 1,107 ppm, sampel A-052 = 1,099 ppm.

Maka diperoleh kadar logam timbal yang terkandung dalam Refined Glyserin masih berada dalam standar mutu PT.Ecogreen Oleochemicals, dimana kadar maksimum cemaran logam timbal (Pb) yang telah ditetapkan dalam setiap penjualan produk adalah sebesar 5,0 ppm.

5.2 Saran

Diharapkan selanjutnya tidak hanya dilakukan analisa logam timbal (Pb) saja, tetapi juga dilakukan analisa untuk logam-logam Zn pada setiap produk Refined Glyserin.

DAFTAR PUSTAKA

Deman, J.M., 1997, Kimia Makanan, Bandung : Penerbit ITB.

Fauzi, Y. 2004. Kelapa Sawit. Edisi Revisi. Jakarta : Penebar Swada.

Hadi, M. 2004. Teknik Berkebun Kelapa Sawit. Edisi Pertama. Yogyakarta : Mitra Gama Widya. http://www.blogspot.com. Oleh Susyana Iriani diakses pada tanggal 8 Mei 2010.

http://www.wordpress.com.Oleh Satria Igin diakses pada tanggal 8 Mei 2010.

http://www.id.wikipedia.org.

Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta : Penerbit UI-Press.

Khopkar, S.M, 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : Penerbit UI-Press.

Pahan, I. 2006. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Cetakan Pertama. Jakarta : Penerbit Swadaya. Palar, H., 2004. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Cetakan Kedua. Jakarta : Penerbit

Rineka Cipta.

Personel and Administration Depatement, 2010. PT. Ecogreen Oleochemicals. Medan. Belawan Rohman, Abdul. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Tim, Penulis. 1997. Kelapa Sawit. Jakarta : Penebar Swada.

Sartono. 2001. Racun dan Keracunan. Jakarta : Widya Medika.

Sastrosayono, S. 2003. Budidaya Kelapa Sawit. Jakarta : Agromedia Pustaka.

Underwood, A, L. 1981. Analisa Kimia Kuantitatif. Edisi Keempat. Surabaya : PT. Gelora Aksara Pratama.

Dokumen terkait