• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sebuah spektrofotometer adalah suatu instrument untuk mengukur transmitans atau absorbans suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Spektrum elektronik senyawa dalam fase uap kadang-kadang menunjukkan struktur halus di mana sumbangan vibrasi individu dapat teramati namun dalam fase-fase mampat, tingkat energi molekul demikian terganggu oleh tetangga-tetangga dekatnya, sehingga sering kali hanya tampak pita lebar. Semua molekul dapat mengabsorpsi radiasi dalam daerah UV-tampak karena mereka mengandung elektron, baik sekutu maupun menyendiri, yang dapat dieksitasikan ke tingkat energi yang lebih tinggi. Panjang gelombang di mana absorpsi itu terjadi, bergantung pada berapa kuat elektron itu terikat dalam molekul itu. (Day, R. A., dkk, 2001).

Sinar ultraviolet dan sinar tampak memberikan energi yang cukup untuk terjadinya transisi elektronik. Dengan demikian, spektra ultraviolet dan spektra tampak dikatakan sebagai spektra elektronik. Keadaan energi yang paling rendah disebut dengan keadaan dasar (ground state). Transisi-transisi elektronik akan meningkatkan energi molekuler dari keadaan dasar ke satu atau lebih tingkat energi tereksitasi.

Jika suatu molekul sederhana dikenakan radiasi elektromagnetik maka molekul tersebut akan menyerap radiasi elektromagnetik yang energinya sesuai. Interaksi antara molekul dengan radiasi elektromagnetik ini akan meningkatkan energi potensial elektron pada tingkat keadaan tereksitasi. Apabila pada molekul yang sederhana tadi hanya terjadi transisi elektronik pada satu macam gugus yang terdapat pada molekul, maka hanya akan terjadi satu absorpsi yang merupakan garis spektrum. Pada kenyataannya, spektrum UV-Vis yang merupakan korelasi antara absorbansi (sebagai ordinat) dan panjang gelombang (sebagai absis) bukan merupakan garis spektrum akan tetapi merupakan suatu pita spektrum. (Rohman, A., 2007).

Hukum Lambert menyatakan bahwa bila cahaya monokromatik melewati medium tembus cahaya, laju berkurangnya intensitas oleh bertambahnya ketebalan, berbanding lurus dengan intensitas cahaya. Ini setara dengan menyatakan bahwa intensitas cahaya yang dipancarkan berkurang secara eksponensial dengan bertambahnya ketebalan medium yang menyerap. Atau dengan menyatakan bahwa lapisan mana pun dari medium itu yang tebalnya sama akan menyerap cahaya masuk kepadanya dengan fraksi yang sama. Hukum ini dapat dinyatakan oleh persamaan diferensial:

kI dl dI  

dengan I adalah intensitas cahaya-masuk dengan panjang gelombang, l ialah tebalnya medium, dan k faktor kesebandingan. (Day, R. A., dkk, 2001).

Prinsip analisa Fe-Spektrofotometri: Didihan dalam asam dan hidroksilamin serta penggabungannya dengan 1,10 fenantrolin akan mengubah semua zat besi menjadi Fe2+ yang terlarut. Tiga molekul fenantrolin bergabung dengan satu molekul Fe2+ membentuk ion kompleks berwarna orange-merah.

Sistem warna tersebut mengikuti Hukum Beer: sinar cahaya dengan panjang gelombang yang tertentu yaitu 510 nm, akan diserap (diabsorpsi) larutan secara proporsional dengan jarak perjalanannya di dalam larutan dan dengan kadar kompleks yang berwarna oranye-merah ini. Absorpsi tersebut dapat dikur melalui alat spektrofotometer.

Warna kompleks tersebut tidak dipengaruhi oleh pH larutan, bila pH antara 3 dan 9. Sesuatu nilai absorpsi bersifat satu konsentrasi besi, dapat diketahui dengan membandingkannya dengan 5 larutan standard referensi yang mengandung kadar besi yang telah diketahui dan yang meliputi skala absorpsi spektrofotometer (sebenarnya dikatakan absorbansi bukan absorpsi) (Alaerts, G., 1984).

2.8. Titrimetri

Dalam analisis titrimetri atau analisis kuantitatif dengan mengukur volume, sejumlah zat yang diselidiki direaksikan dengan larutan baku (standard) yang kadar (konsentrasi)-nya telah diketahui secara teliti dan reaksinya berlangsung sesara kuantitatif.

Larutan baku tiap liternya berisi sejumlah berat ekivalen senyawa baku. Berat atau kadar bahan yang diselidiki dihitung dari volume larutan serta kesetaraan kimianya. Larutan baku diteteskan dari buret kepada larutan yang diselidiki dalam tempatnya, misalnya labu Erlenmeyer atau gelas piala.Pekerjaan mereaksikan ini disebut dnegan titrasi atau menitrasi. Larutan baku yang diteteskan dapat pula disebut sebagai titran. Saat yang menyatakan reaksi telah selesai disebut titik ekivalen teoritis.

Selesainya titrasi harus dapat diamati dengan suatu perubahan yang dapat dilihat jelas. Ini dapat dilihat dengan berubahnya warna atau dengan terbentuknya endapan (kekeruhan). Perubahan ini dapat diamati karena larutan bakunya sendiri atau dengan bantuan larutan (zat lain) yang disebut indikator. Saat terjadinya perubahan yang terlihat dan emnandakan titrasi harus diakhiri disebut titik akhir titrasi yang menyatakan volume larutan baku yang terpakai dari buret sekian mililiter.

Suatu titrasi yang ideal adalah jika titik akhir titrasi sama dengan titik ekivalen teoritis. Dalam kenyataan selalu ada perbedaan kecil. Beda ini disebut dengan kesalahan titrasi yang dinyatakan dengan milliliter larutan baku. Oleh karena itu, pemilihan indikator harus dilakukan sedemikian rupa agar kesalahan ini sekecil-kecilnya. (Rohman, A., 2007).

2.8.1. Titrasi Asidi-Alkalimetri

Ini melibatkan titrasi basa bebas, atau basa yang terbentuk karena hidrolisis garam yang berasal dari asam lemah, dengan suatu asam standar (asidimetri), dan titrasi asam bebas, atau asam yang terbentuk dari hidrolisis garam yang berasal dari basa lemah, dengan suatu basa standar (alkalimetri). Reaksi-reaksi ini melibatkan bersenyawanya ion hydrogen dan ion hidroksida untuk membentuk air. (Vogel, 1994).

Kebanyakan asam dan basa organik dan anorganik dapat dititrasi dalam larutan berair, tetapi sebagian senyawa itu, terutama senyawa organik tidak larut air. Untuk menentukan basa digunakan larutan baku asam kuat (misalnya HCl), sedangkan untuk menentukan asam digunakan larutan baku basa kuat (misalnya NaOH). (Rivai, H., 1996).

Asidimetri dan alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi antara ion hydrogen yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa untuk menghasilkan air yang bersifat netral. Netralisasi dapat juga dikatakan sebagai reaksi antara donor proton (asam) dengan penerima proton (basa).

Asidimetri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif terhadap senyawa-senyawa yang bersifat basa dengan menggunakan baku asam. Sebaliknya alkalimetri adalah penetapan kadar senyawa-senyawa yang bersifat asam dengan menggunakan baku basa. (Rohman, A., 2007).

2.8.2. Titrasi Argentometri

Argentometri merupakan metode umum untuk menetapkan kadar halogenida dan senyawa-senyawa lain yang membentuk endapan dengan perak nitrat (AgNO3) pada suasana tertenru. Metode argentometri disebut juga dengan metode pengendapan karena pada argentometri memerlukan pembentukan senyawa yang relatif tidak larut atau endapan. Reaksi yang mendasari titrasi argentometri adalah:

AgNO3 + Cl- AgCl(s) + NO3

-Reaksi-reaksi pengendapan yang lazim dipakai dalam gravimetri tidak dapat dipakai seluruhnya dalam titrasi pengendapan. Sebenarnya, hanya reaksi pengendapan dengan ion perak yang lazim digunakan dalam titrasi pengendapan, meskipun kadang-kadang dapat pula dipakai reaksi pengendapan dengan ion raksa (I). (Rivai, H., 1996).

Sebagai indikator, dapat digunakan kalium kromat yang menghasilkan warna merah dengan adanya kelebihan ion Ag+. Metode argentometri yang lebih luas lagi digunakan adalah

metode titrasi kembali. Perak nitrat (AgNO3) berlebihan ditambahkan ke sampel yang mengandung ion klorida. Sisa AgNO3 selanjutnya dititrasi kembali dengan ammonium tiosianat menggunakan indikator besi(III) ammonium sulfat.

Metode Mohr dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan bromida dalam suasana netral dengan larutan baku perak nitrat dengan penambahan larutan kalium kromat sebagai indikator. Pada permulaan titrasi akan terjadi endapan perak klorida dan setelah tercapai titik ekivalen, maka penambahan sedikit perak nitrat akan bereaksi dengan kromat dengan membentuk endapan perak kromat yang berwarna merah. (Rohman, A., 2007).

Pada titrasi cara Mohr untuk penentuan klorida dan bromida, ion kromat digunakan sebagai indikator. Dekat fengan kesetaraan ion perak bereaksi dengan ion kromat, membentuk endapan Ag2CrO4 yang berwarna merah, sesuai dengan persamaan reaksi berikut:

   4 2 2 4 2Ag CrO Ag CrO

Dengan demikian jelas bahwa penentuan ion klorida dengan cara titrasi Mohr harus dilakukan dalam larutan yang bersifat netral atau hampir netral. Batas-batas pH larutan yang diperbolehkan untuk melakukan titrasi ini adalah 7 sampai 10. (Rivai, H., 1996).

2.8.3. Titrasi Kompleksometri

Titrasi kompleksometri digunakan untuk menentukan kandungan garam-garam logam. etilen diamin tetra asetat (EDTA) merupakan titran yang sering digunakan. Struktur EDTA ditunjukkan pada gambar berikut:

HOOC-CH2

HOOC-CH2

N-CH2-CH2-N

CH2-COOH

CH2-COOH

EDTA akan membentuk kompleks 1:1 yang stabil dengan semua logam kecuali logam alkali seperti natrium dan kalium. Logam-logam alkali tanah seperti kalsium dan magnesium membentuk kompleks yang tidak stabil dengan EDTA pada pH rendah, karenanya titrasi logam-logam ini dengan EDTA dilakukan pada larutan buffer ammonia pH 10. Persamaan reaksi umum pada titrasi kompleksometri adalah:

Mn+ + Na2EDTA (MEDTA)n-4 + 2H+

Untuk deteksi titik akhir digunakan indikator zat warna. Indikator zat warna ditambahkan pada larutan logam pada saat awal sebelum dilakukan titrasi dan akan membentuk kompleks berwarna dengan sejumlah kecil logam. Pada saat titik akhir titrasi (ada sedikit kelebihan EDTA) maka kompleks indikator-logam akan pecah dan menghasilkan warna yang berbeda. Indikator yang dapat digunakan untuk titrasi komplesometri ini antara lain: Hitam eriokrom (Eriochrom Black T, Mordant Black II, Solochrome Black); mureksid; jingga pirokatekol; jingga xilenol; asam kalkon karbonat; kalmagit; dan biru hidroksi naftol. (Rohman, A., 2007).

Berlawanan dengan cara titrasi lainnya, kepekatan larutan yang dipakai dalam titrasi kompleksometri dinyatakan dalam istilah kemolaran, karena kompleks logam-EDTA selalu terbentuk dalam perbandingan 1:1. Garam natrium dari EDTA tidak memenuhi persyaratan sebagai baku utama. Karena itu larutan EDTA tidak dapat dipakai langsung sebagai peniter, tetapi harus dibakukan terlebih dahulu dengan zat baku utama. Zat baku utama yang lazim digunakan untuk pembakuan larutan EDTA adalah logam murni atau garam-garam logam seperti magnesium sulfat (MgSO4) atau seng sulfat (ZnSO4).

Selain dari persyaratan zat baku utama yang tidak dipenuhi olehEDTA, larutan EDTA juga berubah kepekatannya selama penyimpanan. Perubahan ini terjadi karena besarnya kemampuan EDTA membentuk kompleks sehingga kalsium yang ada dalam bahan pembentuk wadah tempat menyimpannya dapat ditarik oleh EDTA, terutama bila wadah penyimpan itu terbuat dari kaca bermutu rendah. (Rivai, H., 1996).

Jumlah kekerasan air, kalsium ditambah magnesium, dapat ditentukan melalui titrasi langsung dengan EDTA menggunakan indikator Eriochrome Black T atau calmagite. Kompleks antara Ca2+ dan indikator terlalu lemah untuk mengakibatkan perubahan warna yang terlihat. Bagaimanapun juga, magnesium membentuk sebuah kompleks yang lebih kuat dengan indikator daripada yang dibentuk dengan kalsium, dan sebuah titik akhir yang sesuai didapat dalam sebuah penyangga ammonia pada pH 10. (Day, R. A., dkk, 2001).

2.8.4. Titrasi Redoks

Titrasi redoks banyak digunakan dalam pemeriksaan kimia karena berbagai zat organik dan zat anorganik dapat ditentukan dengan cara ini. Titrasi ini merupakan salah satu cara penentuan berbagai senyawa yang mudah, cepat, dan tepat. Akan tetapi, sebelum titrasi redoks dapat dijalankan, senyawa yang akan ditentukan harus diubah seluruhnya terlebih dahulu menjadi bentuk tereduksinya atau bentuk teroksidasinya. Untuk itu harus dilakukan reduksi atau oksidasi pendahuluan. (Rivai, H., 1996).

Titrasi redoks berdasarkan pada perpindahan elektron antara titran dengan analit. Jenis titrasi ini biasanya menggunakan potensiometri untuk mendeteksi titik akhir, meskipun demikian penggunaan indikator yang dapat berubah warnanya dengan adanya kelebihan titran juga sering digunakan. Dalam metode titrasi ini dikenal titrasi yang melibatkan Iodium, Permanganometri, Serimetri, titrasi yang melibatkan brom (Br2), dan titrasi yang melibatkan Kalium Iodat. (Rohman, A., 2007).

Dalam titrasi ini termasuk semua reaksi yang melibatkan perubahan bilangan-oksidasi atau pemindahan elektron antara zat-zat bereaksi. Larutan standardnya adalah zat pengoksid ataupun zat peresuksi.. Zat pengoksid yang utama adalah kalium permanganat, kalium dikromat, serium (IV) sulfat, iod, kalium iodat, dan kalium bromat. Zat pereduksi yang sering digunakan adalah senyawa besi (II) dan timah (II), natrium tiosulfat, arsen (III) oksida, merkurium (I) nitrat, vanadium (II) klorida atau sulfat, kromium (II) klorida atau sulfat, dan titanium (III) klorida atau sulfat. (Vogel, 1994).

Kalium permanganat telah banyak dipergunakan sebagai agen pengoksidasi. Reagen ini dapat diperoleh dengan mudah, tidak mahal, dan tidak membutuhkan indikator terkecuali untuk larutan yang amat encer. Satu tetes 0,1 N permanganat memberikan warna merah muda yang jelas pada volume dari larutan yang biasa dipergunakan dalam sebuah titrasi. Warna ini dipergunakan untuk mengindikasi kelebihan reagen tersebut. (Day, R. A., dkk, 2001).

BAB 3

Dokumen terkait