• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Peternakan

2.3. Spektrofotometri Visibel

Spektrofotometri visibel disebut juga spektrofotometri sinar tampak. Yang dimaksud sinar tampak adalah sinar yang dapat dilihat oleh mata manusia. Cahaya yang dapat dilihat oleh mata manusia adalah cahaya dengan panjang gelombang 400-800 nm dan memiliki energi sebesar 299–149 kJ/mol.

Elektron pada keadaan normal atau berada pada kulit atom dengan energi terendah disebut keadaan dasar (ground-state mampu membuat elektron tereksitasi dari keadaan dasar menuju kulit atom yang memiliki energi lebih tinggi atau menuju keadaan tereksitasi.

Cahaya yang diserap oleh suatu zat berbeda dengan cahaya yang ditangkap oleh mata manusia. Cahaya yang tampak atau cahaya yang dilihat dalam kehidupan

sehari-hari disebut warna komplemente

menyerap warna biru dari spektrum sinar tampak dan suatu zat akan berwarna hitam bila menyerap semua warna yang terdapat pada spektrum sinar tampak.

Untuk lebih jelasnya perhatikan tabel berikut.

Tabel 2.4. Hubungan panjang gelombang dengan warna Panjang gelombang

(nm)

Warna warna yang diserap

Warna komplementer (warna yang terlihat) 400 – 435 Ungu Hijau kekuningan 435 – 480 Biru Kuning 480 – 490 Biru kehijauan Jingga 490 – 500 Hijau kebiruan Merah 500 – 560 Hijau Ungu kemerahan 560 – 580 Hijau kekuningan Ungu 580 – 595 Kuning Biru 595 – 610 Jingga Biru kehijauan 610 – 800 Merah Hijau kebiruan

Gambar 2.1. Spektrofotometer UV-VIS

Panjang gelombang yang digunakan untuk melakukan analisis adalah panjang gelombang dimana suatu zat memberikan penyerapan paling tinggi yang disebut λmaks.

Hal ini disebabkan jika pengukuran dilakukan pada panjang gelombang yang sama, maka data yang diperoleh makin akurat atau kesalahan yang muncul makin kecil. Berdasarkan hukum Beer absorbansi akan berbanding lurus dengan konsentrasi, karena b atau lharganya 1 cm dapat diabaikan dan ε merupakan suatu tetapa konsentrasi makin tinggi maka absorbansi yang dihasilkan makin tinggi, begitupun sebaliknya konsentrasi makin rendah absorbansi yang dihasilkan makin rendah. (Hukum Lamber-Beer dan syarat peralatan yang digunakan agar terpenuhi hukum Lambert-Beer) .

aquadest. Kemudian diencerkan dengan aquadest dalam labu takar 500 mL sampai garis tanda dan dihomogenkan.

Pembuatan Larutan Amin-asam sulfat dengan cara berikut :Kedalam sebuah beaker glass 250 mL yang bersih dan kering, diisi dengan 10 mL aquadest. Secara perlahan ditambahkan 25 mL H2SO4(p) melalui dinding beaker sambil diaduk lalu didinginkan sampai suhu kamar. Kedalam larutan ini dimasukkan sebanyak 13,5 gram N-N-dimetil-1,4-phenylenediamin lalu diaduk hingga larut. Kemudian diencerkan dengan aquadest dalam labu takar 50 mL.Dari larutan ini dipipet sebanyak 6,25 mL dan dimasukkan ke dalam labu takar 250 mL. Kemudian diencerkan dengan larutan H2SO4 (1:1).

Pembuatan Larutan Induk Sulfida 1000 mg/L dengan cara berikut :Sebanyak 7,4902 gram kristal Na2S.9H2O dimasukkan ke dalam beaker glass lalu dilarutkan dengan 200 mL aquadest. Kemudian diencerkan dengan aquadest dalam labu takar 1000 mL sampai garis tanda dan dihomogenkan.

Pembuatan Larutan Sulfida lainnya dibuat dengan pengenceran V1∙N1 = V2∙N2

Penbuatan Larutan Seri Standar Sulfida 0,5 ; 1,0 ; 1,5 ; 2 mg/L dengan cara berikut :Masing-masing sebanyak 2,5 ; 5,0 ; 7,5 ; 10,0 mL larutan standar sulfida 10 mg/L diencerkan dengan aquadest dalam labu takar 50 mL sampai garis tanda.

Sampel limbah peternakan diambil secara acak dari peternakan babi milik masyarakat yang ada di Simalingkar B. Sampel terlebih dahulu didestruksi dengan NaOH 3 N dan pHnya diatur pada pH 8. Daya serap zeolit terhadap sulfida ditentukan dengan mengukur kandungan sulfida didalam larutan hasil destruksi sebelum dan sesudah penyerapan dengan zeolit aktif. Berat zeolit aktif yang digunakan divariasi berturut – turut 10; 20; 30; 40; 50; 60; 70; 80; 90 gram untuk setiap 100 mL larutan hasil destruksi. Penentuan kandungan sulfida di dalam larutan hasil destruksi sebelum dan sesudah penyerapan dengan zeolit aktif dilakukan dengan menggunakan metoda spektrofotometri pada panjang gelombang maksimum 600 nm.

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa kandungan sulfida didalam limbah peternakan babi di Simalingkar B adalah sebanyak 19,2511 ppm untuk

setiap 50 gram feses segar. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Noren (1997), dinyatakan bahwa gas sulfida sebesar 10 ppm dapat menyebabkan iritasi terhadap mata, dan jika mencapai 20 ppm dapat menyebabkan iritasi hidung dan tenggorokan.

Dikaitkan dengan peternakan babi di Simalingkar B, dengan kandungan sulfida total pada saat penelitian ini dilakukan, sebesar 19,2511 ppm . Dapat dikatakan bahwa limbah peternakan babi ini perlu ditangani secara serius agar jangan sampai kondisinya membahayakan bagi kesehatan masyarakat sekitarnya.

Hal ini dapat dijelaskan dengan pertimbangan bahwa pertambahan limbah ternak babi setiap harinya jelas akan menambah jumlah kandungan sulfida didalam kolam limbah ternak babi yang disediakan. Jika cairan didalam kolam limbah ini mengalami penurunan pH sampai < 7 ada kemungkinan kolam limbah akan melepaskan gas H2S ke udara sekitarnya dan ini sangat berbahaya.

S2− + 2H+ H2S atau

HS + H+ H2S

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa penambahan zeolit jenis Anortit, Monmorilonit yang diaktifkan pada suhu 2750C dapat menyerap sulfida secara sempurna dengan dosis 90 gram/100 mL larutan. Oleh karena itu dapat diusulkan atau disosialisasikan bagi para peternak babi agar kolam limbah ternak babi ditaburi serbuk zeolit aktif untuk mencegah pelepasan H2S ke Udara dari kolam limbah tersebut.

Di beberapa wilayah Sumatera Utara sebagian masyarakat peternak babi telah mengupayakan pengamanan bau yang ditimbulkan oleh limbah ternak babi tersebut melalui pengomposan anaerobik. Gas yang dihasilkan dikeluarkan melalui pipa tegak setinggi 5 meter dari bak pengomposan. Sistem seperti ini dijumpai di Kabupaten Samosir, cairan yang keluar dari bak pengomposan dikeluarkan ke bak penampungan I yang berdampingan dengan bak pengomposan, selanjutnya keluar ke bak penampung II yang terbuka. Air dari bak penampung II sudah hampir jernih dan ini digunakan

untuk keperluan pertanian. Residu dari bak pengomposan diambil / dikeluarkan secara periodik dan digunakan sebagai pupuk kompos ( satu kali atau dua kali dalam sebulan, tergantung volume limbah yang dihasilkan atau jumlah ternak yang dipelihara). Namun demikian, dapat dipahami bahwa tidak semua peternak babi dapat melakukan hal seperti ini, karena alasan keterbatasan modal. Sistim pengelolaan limbah ternak babi seperti ini memang hampir tidak menimbulkan bau bagi masyarakat sekitar, akan tetapi kontribusi gas-gas buangan ke atmosfer tetap berlangsung. Oleh karena itu, penulis tesis ini berpendapat dan menyarankan bahwa penggunaan zeolit aktif untuk mengatasi bau sulfida yang disebabkan oleh limbah ternak babi untuk saat ini merupakan upaya yang paling sederhana dan lebih murah.

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait