• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

4.17 Spektrum Massa Puncak Data Library Asam Stearat

an berat molekul metil stearat (C19H38O2). Pa ukkan fragmentasi yang sama seperti metil kapr ngnya kelompok metil dan bergesernya puncak

a (Christie, 2013).

an perbandingan antara spektrum MS unknow pulkan senyawa dari masing-masing kompone 4.1 berikut ini:

ponen Asam Lemak yang Terdapat dalam sabun ma Rumus

molekul

Similarity Index (%)

Asam lemak C9H18O2 98 Metil kaprilat (C8:0) C11H22O2 96 Metil Kaprat (C10:0) C13H26O2 95 Metil laurat (C12:0) C15H30O2 96 Metil miristat (C14:0 C17H34O2 95 Metil palmitat (C16: C19H34O2 95 Metil Linoleat (C18: C19H36O2 95 Metil Oleat (C18:1) C19H38O2 95 Metil Stearat (C18:0) yang didapat bahwa tingkat kemiripan dari asa . Maka Pendekatan pustaka terhadap spektrum

33

stearat

olekul (M+) m/z = Pada dasarnya ini prilat kecuali ion ak ion molekul ke

nown dengan data ponen seperti yang

bun mandi Nuvo

ak Kadar (%) :0) 2,63 :0) 1,89 ) 17,50 4:0) 4,79 6:0) 38,28 18:2) 3,54 ) 26,97 :0) 4,41 asam lemak yang ktrum massa dapat

digunakan untuk identifikasi karena indeks kemiripan atau Similarity Indeks (SI) berada pada rentangan ≥80% (Howe and Williams, 1981). Dengan cara yang sama dilakukan identifikasi terhadap sabun yang lainnya, dari hasil ini maka diperoleh komposisi asam lemak dalam sabun yang dapat dilihat pada Lampiran 12 sampai dengan Lampiran 16, halaman 86 - 87.

4.3 Komposisi Asam Lemak dalam Sabun Mandi

Untuk mengetahui komposisi asam lemak, masing-masing sabun mandi dianalisis dengan GC-MS melalui metode transesterifikasi yaitu dengan cara menderivatisasi asam lemak menjadi senyawa turunannya yakni metil ester, untuk menurunkan titik didih dari masing-masing asam lemak agar lebih mudah diuapkan dan dipisahkan. Dari luas area puncak dan spektrum MS yang dapat dilihat pada Lampiran 2 sampai dengan Lampiran 11, diperoleh komposisi asam lemak dalam sabun mandi yang dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4. 2: Komposisi Asam Lemak (%) dari Sabun yang Dianalisis

Jenis Asam Lemak Citra Nuvo Lux Lifebuoy Dettol Rantai Panjang Asam miristat (C14:0) 5,49 4,79 4,33 2,93 3,00 Asam palmitat (C16:0) 43,22 38,28 34,08 29,31 39,53 Asam stearat (C18:0) 6,20 4,41 3,73 7,03 11,91 Asam oleat (C18:1) 22,01 26,97 23,65 33,37 33,77 Asam linoleat (C18:2) 2,60 3,54 2,10 3,59 1,27 Total 79,52 77,99 67,89 76,23 89,48 Rantai Sedang Asam kaprilat (C8:0) 2,68 2,63 4,13 3,76 -Asam kaprat (C10:0) 1,78 1,89 3,04 2,49 -Asam laurat (C12:0) 16,01 17,50 24,95 17,52 10,51 Total 20,47 22,02 32,12 23,77 10,51

Rantai panjang: sedang 4:1 3,5:1 2,1:1 2,3:1 8,5:1 Dari Tabel 4.2 menunjukkan bahwa pada umumnya sabun mengandung

35

secara berturut 29.31 - 43.22%, 22.01 - 33.77%, 10.51 - 24.95%. Hasil penelitian yang telah dilakukan juga menunjukkan hasil yang sama, dimana asam lemak yang dominan adalah asam palmitat, oleat, dan laurat masingmasing 24,99 -45,47%; 2,56 - 43,89%; 0,14 - 12,21% (Oghome, et al., 2012). Sabun mandi yang mengandung asam lemak jenuh seperti asam palmitat akan membentuk sabun yang padat.

Perbandingan asam lemak rantai panjang dan rantai sedang pada masing-masing sabun adalah sabun Lux (2,1:1), Lifebuoy (2,3:1), Nuvo (3,5:1), Citra (4:1), dan Dettol (8,5:1). Sabun yang berkualitas baik adalah sabun yang komposisi asam lemaknya mengandung asam lemak rantai panjang dan sedang 4:1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada semua sabun mandi, komposisi asam lemak rantai panjangnya lebih banyak daripada rantai sedang, sabun yang memiliki kriteria seperti ini akan menghasilkan sabun yang memiliki detergensi dan busa yang baik tetapi pada sabun dettol (8,5:1) yang kandungan asam lemak rantai panjangnya lebih banyak daripada rantai sedang. Hal ini akan menghasilkan sabun yang memiliki detergensi yang kuat. Dikarenakan rantai hidrokarbon yang panjang (bagian hidrofob) berperan mengikat kotoran-kotoran lemak/minyak yang ada di kulit, dimana semakin panjang rantai hidrokarbonnya akan semakin kuat mengikat kotoran lemak/minyak, tetapi ini menghasilkan busa yang sedikit. Busa dari sabun akan membantu membawa kotoran yang terikat pada bagian hidrofob bersama air, dan busa yang baik dapat dihasilkan oleh asam lemak rantai sedang, oleh sebab itu di dalam sabun mandi perlu diperhatikan juga komposisi rantai sedangnya. Komposisi sabun citra adalah sabun yang memiliki komposisi asam

lemak yang seimbang yaitu 4:1, yang akan menghasilkan sabun yang memiliki detergensi dan busa yang baik (Basiron, et al., 2000; Karo-karo, 2011). Hasil penelitian yang telah dilakukan juga menunjukkan, bahwa umunya sabun mengandung asam lemak rantai panjang lebih banyak daripada asam lemak rantai sedang, dengan pebandingan yang sangat jauh (Oghome, et al, 2012). Sabun yang dihasilkan akan memiliki daya detergensi yang kuat dan busa yang sedikit.

Dalam sabun dettol komposisinya tidak terdapat asam kaprilat dan asam kaprat. Hal ini baik dalam komposisi sabun mandi sebab asam kaprilat dan asam kaprat dapat mengakibatkan iritasi kulit pada penggunaannya (Karo-karo, 2011). Beberapa sabun yang dianalisis dari yang sudah dilakukan juga tidak terdapat asam kaprilat dan asam kaprat pada sabun (Oghome, et al, 2012).

Sifat antibakteri pada sabun dipengaruhi oleh asam laurat yang terkandung didalamnya. Asam laurat merupakan asam lemak rantai sedang yang dapat menginaktivasi mikroorganisme bakteri dengan cara merusak membran plasma (lipid bilayer) dari mikroorganisme tersebut. Pada sabun lux menunjukkan kandungan asam laurat terbesar yaitu 24,95% sehingga diduga memiliki sifat antibakteri yang kuat. Hal ini juga sesuai dengan tidak terdapatnya bahan tambahan antibakteri (Elysa, et al., 2014; Loung, et al., 2014; Silalahi, et al., 2014). Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan asam laurat yang lebih sedikit dari sabun yang diperiksa dan terbesar yaitu 12,21% dalam sabun antiseptik (Oghome, et al, 2012), ini menjelaskan bahwa asam laurat memiliki sifat antibakteri yang diinginkan.

37

antibakterinya kurang. Selain pada sabun dettol, pada sabun lifebuoy dan nuvo juga ditambahkan bahan antibakteri. Padahal sebenarnya penambahan triclosan dan agen antibakteri akan mempengaruhi sistem saraf pusat, peningkatan alergi dan asma, dapat mempromosikan resistensi bakteri, menyebabkan kerusakan lingkungan, dapat terdegradasi menjadi dioxin, dan dalam banyak kasus tidak lebih efektif dibandingkan sabun biasa dan air (Kepner, 2004).

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan bahwa pada umumnya semua sabun diperoleh 2 kelompok asam lemak, yaitu asam lemak rantai sedang C8:0 (asam kaprilat), C10:0 (asam kaprat), C12:0 (asam laurat), dan rantai panjang C14:0 (asam miristat), C16:0(asam palmitat), C18:0(asam stearat), C18:1(asam oleat), C18:2 (asam linoleat). komposisi asam lemak dalam sabun mandi lebih banyak asam lemak rantai panjang daripada asam lemak rantai sedang. Komposisi asam lemak rantai panjang dan sedang dari masing-masing sabun sebagai berikut sabun lux (2,1:1); lifebuoy (2,3:1); nuvo (3,5:1; citra (4:1) dan dettol (8,5:1).

Sabun yang memiliki asam laurat yaitu sabun dettol 10,51%, citra 16,01%, nuvo 17,50%, lifebuoy 17,52% dan lux 24,95%.

5.2 Saran

Perlu dilakukan uji aktivitas antibakteri dan daya detergensi dari komposisi asam lemak dalam sabun yang berbeda.

5

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Minyak dan Lemak

Minyak dan lemak terdiri dari trigliserida campuran, yang merupakan ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Minyak dan lemak termasuk salah satu anggota golongan lipid, yaitu lipid netral. Lipid itu sendiri dapat diklasifikasikan menjadi 4 kelas, yaitu 1) lipid netral, 2) fosfatida, 3) spingolipid, dan 4) glikolipid. Semua jenis lipid ini banyak terdapat di alam (Ketaren, 1996).

Gliserida dari berbagai asam lemak yang berbentuk padat pada suhu kamar disebut lemak dan berbentuk cair pada suhu kamar disebut minyak. Jadi gliserida yang memiliki titik leleh yang lebih tinggi disebut lemak dan yang memiliki titik leleh yang lebih rendah disebut minyak, dan ini tergantung pada sifat ester asam lemak (Ketaren, 1996).

Asam lemak yang lebih tak jenuh memberikan ester dengan titik leleh lebih rendah. Asam yang lebih jenuh yang mengandung ester adalah titik leleh lebih tinggi. Sifat minyak ini membedakan dari minyak esensial dan minyak petroleum, tetapi hanya minyak lemak yang dapat diproduksi sabun. Minyak lemak diklasifikasikan lebih lanjut sebagai:

a. Minyak Hewani: ini biasanya lemak, seperti tallow, lard dan yang berbentuk cair termasuk minyak ikan, minyak hati ikan, dll.

b. Minyak nabati: seperti minyak jagung, minyak zaitun dll (Kamikaze, 2002; Ketaren, 1996 )

Minyak nabati terdapat dalam buah-buahan, kacang-kacangan, biji-bijian, akar tanaman dan sayur-sayuran. Dalam jaringan hewan, lemak terdapat di

seluruh badan, tetapi jumlah terbanyak terdapat dalam jaringan adipose dan tulang sumsum. Lemak tersebut jika dihidrolisis menghasilkan 3 molekul asam lemak rantai panjang dan 1 molekul gliserol (Ketaren, 1996).

2.2 Asam Lemak

Asam lemak merupakan komponen dari minyak atau lemak yang digunakan untuk pembuatan sabun. Asam lemak dapat dikelompokkan berdasarkan panjang rantai, ada tidaknya ikatan rangkap dan isomer trans/cis. Berdasarkan panjang rantai asam lemak dibagi atas; asam lemak rantai pendek (short chain fatty acids, SCFA) mempunyai atom karbon lebih rendah dari 8, asam lemak rantai sedang mempunyai atom karbon 8 sampai 12 (medium chain fatty acids, MCFA) dan asam lemak rantai panjang mempunyai atom karbon 14 atau lebih (long chain fatty acids, LCFA). Semakin panjang rantai C yang dimiliki asam lemak, maka titik lelehnya akan semakin tinggi (Karo-karo, 2012; Tan dan Rahardja, 2008).

Berdasarkan tingkat kejenuhan asam lemak dibagi atas asam lemak jenuh (saturated), seperti asam asetat, kaprilat, kaprat, laurat, miristat, palmitat, stearat dan asam lemak tak jenuh (unsaturated) yaitu tunggal yang mengandung satu ikatan rangkap (Mono Unsaturated Fatty Acid) seperti asam oleat. Ganda yang mengandung lebih dari satu ikatan rangkap (Poly Unsaturated Fatty Acid) seperti asam linoleat , asam linolenat (Karo-karo, 2012; Tan dan Rahardja, 2008).

Berdasarkan bentuk isomer geometrisnya asam lemak dibagi atas asam lemak tak jenuh bentuk cis dan trans. Pada isomer geometris, rantai karbon melengkung ke arah tertentu pada setiap ikatan rangkap. Bagian rantai karbon

7

berseberangan). Asam lemak alami biasanya dalam bentuk cis. Isomer trans biasanya terbentuk selama reaksi kimia seperti hidrogenasi atau oksidasi. Titik leleh dari asam lemak tak jenuh bentuk trans lebih tinggi dibanding asam lemak tak jenuh bentuk cis karena orientasi antar molekul dengan bentuk cis yang membengkok tidak sempurna sedangkan asam lemak tak jenuh trans lurus sama seperti bentuk asam lemak jenuh (Karo-karo, 2012; Tan dan Rahardja, 2008).

Komposisi atau jenis asam lemak dan sifat fisiko-kimia tiap jenis minyak berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh perbedaan sumber, iklim, keadaan tempat tumbuh, dan pengolahan. Komponen asam lemak yang biasanya terdapat dalam minyak dan lemak dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Asam lemak yang penting, terdapat dalam Minyak dan Lemak

Jenis Asam Sumber (asal)

Asam lemak jenuh

Kaproat C:6:0 mentega, minyak kelapa, minyak kelapa sawit

Kaprilat C:8:0 idem

Kaprat C:10:0 susu sapi dan kambing, minyak kelapa, minyak kelapa sawit

Laurat C:12:0 susu, spermaseti, minyak laurat, minyak inti sawit, minyak kelapa

Miristat C:14:0 minyak pala, susu ternak, dan lemak nabati; minyak babi dan minyak hiu Palmitat C16:0 terdapat dalam sebagian besar lemak

hewani dan minyak nabati

Stearat C:18:0 idem

Asam lemak tidak jenuh tunggal

Oleat C:18:1 (9) di sebagian besar minyak dan lemak Asam lemak tidak jenuh ganda

Linoleat C:18:2 (9, 12) minyak biji kapas, biji lin, biji poppy Linolenat C:18:3 (9, 12, 15) minyak perilla, biji lin

Sumber: (Ketaren, 1996)

2.3 Sabun

Kosmetika yang paling tua yang dikenal manusia adalah sabun, bahan pembersih kulit yang dipakai selain untuk membersihkan juga untuk pengharum kulit. Sabun ditemukan oleh orang Mesir kuno beberapa ribu tahun yang lalu. Penggunaan sabun mulai meluas pada abad ke-18. Dewasa ini sabun dibuat praktis sama dengan teknik yang digunakan pada zaman dahulu. Lelehan lemak sapi atau lemak lain dipanaskan dengan lindi (natrium hidroksida) dan terhidrolisis menjadi gliserol dan garam natrium dari asam lemak. Pada zaman dahulu pembuatan sabun menggunakan abu kayu (yang mengandung basa seperti kalium karbonat) sebagai ganti lindi (lye = larutan alkali) (Formo, et al., 1979; Wasitaatmadja, 1997).

Sabun cenderung mengendap karena adanya ion Ca dan Mg tetapi kadang-kadang juga Fe dan Mn yang terdapat dalam air (disebut sebagai air sadah/hard water) yang akan mengurangi daya pembersih sabun (Anonim, 1994; Wasitaatmadja, 1997).

Dalam proses pembersihan, tegangan permukaan harus berkurang sehingga air dapat mudah menyebar dan membasahi. Bahan kimia ini secara efektif disebut surfaktan. Surfaktan melakukan hal penting lainnya yang berfungsi dalam pembersihan, seperti melonggarkan, pengemulsi dan mengikat kotoran dalam suspensi sampai dapat dibilas. Surfaktan diklasifikasikan berdasarkan ionnya (muatan listrik) dalam air yaitu anionik (muatan negatif), nonionik (tanpa muatan), kationik (bermuatan positif) dan amfoterik (baik positif atau muatan negatif). Sabun adalah surfaktan anionik (Anonim, 1994).

9

ataupun zat pengotor lainnya yang digunakan untuk mencuci dan membersihkan lemak (kotoran). Sabun bersifat ampifilik, yaitu pada bagian kepalanya memiliki gugus hidrofilik (polar), sedangkan pada bagian ekornya memiliki gugus hidrofobik (non polar). Oleh sebab itu, dalam fungsinya, gugus hidrofobik akan mengikat molekul lemak dan kotoran, yang kemudian akan ditarik oleh gugus hidrofilik yang dapat larut di dalam air (Brown, et al., 2010; Formo, et al., 1979; Anonim, 1994). Sabun dapat mengakibatkan efek lain pada kulit, misalnya daya alkalinisasi kulit, pembengkakan dan pengeringan kulit, denaturasi protein dan ionisasi, antimikrobial, antiperspirasi, dan lain sebagainya (Wasitaatmadja, 1997).

Daya alkalinisasi sabun dianggap sebagai faktor terpenting dari efek samping sabun. Reaksi basa yang terjadi pada sabun konvensional, akan melepaskan ion OH sehingga pH larutan sabun berada antara 9 - 12 dianggap sebagai penyebab iritasi pada kulit. Bila kulit terkena cairan sabun, pH kulit akan naik beberapa menit setelah pemakaian meskipun kulit telah dibilas dengan air. Pengasaman kembali terjadi setelah 5 - 10 menit, dan setelah 30 menit pH kulit menjadi normal kembali. Alkalinisasi dapat menimbulkan kerusakan kulit bila kontak berlangsung lama, misalnya pada tukang cuci, dokter, pembilasan tidak sempurna, atau pH sabun yang sangat tinggi. Beberepa peneliti membuktikan bahwa sifat iritasi sabun tidak bergantung pada pH sabun tetapi pada lamanya sabun berada di kulit setelah dibilas dan bagaimana absorpsi kulit terhadap sabun (Wasitaatmadja, 1997).

Cairan yang mengandung sabun dengan pH alkalis akan mempercepat hilangnya mantel asam pada lemak kulit permukaan sehingga pembengkakan kulit

akan terjadi lebih cepat. Besarnya kerusakan lapisan lemak kulit yang terjadi bergantung pada: temperatur, konsentrasi,waktu kontak, dan tipe kulit pemakai. Kerusakan lapisan lemak kulit dapat meningkatkan permeabilitas kulit. Sehingga mempermudah benda asing menembus ke dalamnya. Kerusakan lapisan lemak kulit dapat menambah kekeringan kulit akibat kegagalan sel kulit mengikat air. Pembengkakan kulit akan menurunkan pula kapasitas sel untuk menahan air sehinggga kemudian terjadi pengeringan yang akan diikuti oleh kekenduran dan pelepasan ikatan antarsel induk kulit. Penambahan sabun/deterjen dengan bahan-bahan pelumas (superfatty) dapat mengurangi efek ini (Wasitaatmadja, 1997).

Reaksi kimia sabun dapat mengendapkan ion kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) di lapisan atas kulit. Pada kulit yang kehilangan lapisan tanduk, pengendapan Ca2+ dan Mg2+ akan mengakibatkan reaksi alergi. Pengendapan ini diatas lapisan epidermis akan menutup folikel rambut dan kelenjar palit sehingga menimbulkan infeksi oleh kuman yang larut dalam minyak (Wasitaatmadja, 1997).

Kekeringan kulit juga dibantu oleh penekanan perspirasi. Larutan nauril sulfat dapat menurunkan produksi kelenjar keringat antara 25 - 75%. Efek samping lain berupa dermatitis kontak iritan, dermatitis kontak alergik, atau kombinasi keduanya. Sabun merupakan iritan lemah, Penggunaan yang lama dan berulang akan menyebabkan iritasi, biasanya mulai dibawah cincin yang tidak dicuci bersih (Wasitaatmadja, 1997)...

2.3.1 Pembuatan Sabun

11

produk sabun yang diinginkan. Cara uji minyak dan lemak menurut BSN (1998) terdiri dari kadar air, bilangan peroksida, bilangan iod, bilangan penyabunan, bilangan asam/asam lemak bebas/derajat asam, bilangan Reichert Meissell, bilangan Polenske.

Sabun merupakan garam dari asam lemak dengan alkali (NaOH/KOH). Proses pembuatan sabun yaitu dengan mereaksikan basa natrium atau kalium dengan asam lemak dari minyak nabati atau lemak hewani. Sabun dapat dibuat dengan dua cara yaitu proses saponifikasi dan proses netralisasi. Pada proses saponifikasi minyak akan diperoleh produk sampingan yaitu gliserol. Proses saponifikasi terjadi karena reaksi antara trigliserida dengan alkali, sedangkan proses netralisasi terjadi karena reaksi antara asam lemak bebas dengan alkali (Kamikaze, 2002). Secara umum reaksi pembentukan sabun adalah sebagai berikut:

RCOOCH2 CH2OH

RCOOCH + 3KOH → RCOOK + CHOH

RCOOCH2 CH2OH

Minyak (Lemak + Alkali Sabun + Gliserol

Sabun terbagi menjadi dua bagian yaitu sabun keras dan sabun lunak. Sabun keras ialah sabun yang menggunakan basa NaOH, sedangkan sabun lunak ialah sabun yang menggunakan basa KOH (Anonim, 1994).

Dokumen terkait