• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.6 Spesifikasi Antena Pemancar

Antena pemancar yang digunakan adalah antena TP-LINK TL-WA854RE dengan spesifikasi seperti pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Spesifikasi Universal Wi-Fi Range Extender TL-WA854RE

Parameter Keterangan Frequency 2.4~2.4835GHz 11n: Up to 300Mbps (dynamic) 11g: Up to 54Mbps (dynamic) 11b: Up to 11Mbps (dynamic)

Wireless Network Type IEEE 802.11n, IEEE 802.11g, IEEE 802.11b Wireless Transmit Power < 20 dBm (EIRP)

Sensitivity @PER 270M: -68dBm@10% PER 130M: -68dBm@10% PER 108M: -68dBm@10% PER 54M: -68dBm@10% PER 11M: -85dBm@8% PER 6M: -88dBm@10% PER 1M: -90dBm@8% PER Power Supply 3 W Dimension 4.3 x 2.6 x 3.0in. (110.0 x 65.8 x 75.2mm) Others Operating Temperature : 0°C~40°C Storage Temperature : -40°C~70°C Operating Humidity : 10%~90%

non-condensing

BAB IV

HASIL PEMBAHASAN 4.1 Umum

Perancangan Wi-Fi di dalam ruangan dapat dilakukan setelah mengamati kondisi profil gedung kantor Bappeda. Nilai rugi-rugi lintasan propagasi yaitu penerapan dari model propagasi didalam ruangan. Perancangan yang kemudian dilakukan perhitungan dengan menggunakan parameter-parameter pada model propagasi radio yang telah ditetapkan, untuk memperoleh jumlah access point yang mencakup seluruh bagian dalam gedung kantor Bappeda.

4.2 Perhitungan Jumlah Access Point pada Model ITU-R

Prediksi jumlah access point yang dibutuhkan untuk mencakup bangunan kantor Bappeda dilakukan dengan menghitung terlebih dahulu rugi-rugi lintasan yang terjadi. Setelah diperoleh rugi-rugi lintasan, tahapan selanjutnya memprediksi jarak jangkauan maksimum antara pemancar (Tx) dan penerima (Rx). Perolehan rugi-rugi lintasan pada model propagasi ITU-R dapat dihitung menggunakan Persamaan 2.4.

1.

Untuk mengetahui luas cakupan maksimum antara pemancar dan penerima maka dapat dihitung menggunakan Persamaan 3.1.

Jadi, diameter access point adalah 14,01 m

Area cakupan maksimum suatu access point dianggap berbentuk heksagonal, maka luas cakupan cell untuk jari-jari 14,01 meter dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 2.10.

Setelah jari-jari cell diperoleh dan luas cakupan cell segi enam didapatkan dari hasil perhitungan, maka untuk menentukan jumlah kebutuhan access point dilakukan perancangan penempatan cakupan cell segi enam sesuai dengan gambar profile gedung berdasarkan pada jumlah penghalang terbanyak. Perancangan pada model propagasi ITU-R hanya memperhitungkan faktor rugi-rugi penyerapan daya terhadap lantai dan besar nilai koefisien jarak rugi-rugi daya (N) ditentukan oleh jenis pemanfaatan bangunan dan frekuensi yang digunakan. Penempatan cell di dalam bangunan gedung kantor Bappeda dapat dilihat pada Gambar 4.1

Gambar 4.1 Penempatan dan jumlah access point model ITU-R

Gambar 4.1 menunjukkan hasil perancangan dibeberapa titik access point pada gedung A, B dan C. Hasil perancangan penempatan dari luas cakupan cell-cell didalam bangunan gedung dengan luas cell-cell segi enam yang digunakan pada AP1, AP2, AP3 dan AP4 adalah 509,223 m2 maka didapatkan jumlah total access point yang dibutuhkan untuk mencakup seluruh area dalam ruangan pada gedung kantor Bappeda adalah 4 access point, dimana pada bagian gedung A= 2 access point, bagian gedung B= 1 access point dan bagian gedung C= 1 access point.

4.3 Perhitungan Jumlah Access Point pada Model Keenan Motley

Perhitungan rugi-rugi lintasan menggunakan Model Keenan Motley diperlihatkan pada Persamaan 2.5.

Rugi-rugi ruang bebas (Po) dihitung dengan Persamaan 2.6.

1. Untuk nilai p=0 dan k=0, maka diperoleh nilai Lo dengan menggunakan Persamaan 2.5.

Untuk menentukan jarak maksimum diantara pemancar dan penerima digunakan Persamaan 3.1.

Jadi, diameter access point adalah 251,18 m.

Area cakupan maksimum suatu access point dianggap berbentuk heksagonal, maka luas cakupan cell segi enam untuk jari-jari 251,18 meter dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 2.10.

2. Untuk nilai WAF1 (gypsum), p1=1, WAF2 (tembok) p2=1 dan FAF (lantai), k =0, maka diperoleh nilai Lo dengan menggunakan Persamaan 2.5.

maka nilai jarak maksimum diantara pemancar dan penerima dihitung menggunakan Pesamaan 3.1.

Jadi, diameter access point adalah 56,23 m

Area cakupan maksimum suatu access point dianggap berbentuk heksagonal, maka luas cakupan cell untuk jari-jari 56,23 meter dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 2.10.

3. Untuk nilai WAF1 (gypsum), p1=1, WAF2 (tembok), p2=1 dan FAF (lantai), k =1, maka diperoleh nilai Lo dengan menggunakan Persamaan 2.5.

15,5

maka nilai jarak maksimum diantara pemancar dan penerima dihitung menggunakan Pesamaan 3.1.

Jadi, diameter access point adalah 9,44 m

Area cakupan maksimum suatu access point dianggap berbentuk heksagonal, maka luas cakupan cell untuk jari-jari 9,44 meter dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 2.10.

4. Untuk nilai WAF1 (dinding gypsum), jumlah p1=2 dan WAF2 (dinding tembok), jumlah p2=1, FAF(lantai), jumlah k=1, maka diperoleh nilai Lo dengan menggunakan Persamaan 2.5.

maka nilai jarak maksimum diantara pemancar dan penerima dihitung menggunakan Persamaan 3.1.

Jadi, diameter access point adalah 6,68 m

Area cakupan maksimum suatu access point dianggap berbentuk heksagonal, maka luas cakupan cell untuk jari-jari 6,68 meter dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 2.10.

5. Untuk nilai WAF1 (gypsum), p1=1, WAF2 (tembok), p2=2 dan FAF (lantai), k =1, maka diperoleh nilai Lo dengan menggunakan Persamaan 2.5.

maka nilai jarak maksimum diantara pemancar dan penerima dihitung menggunakan Pesamaan 3.1.

Jadi, diameter access point adalah 2,98 m

Area cakupan maksimum suatu access point dianggap berbentuk heksagonal, maka luas cakupan cell untuk jari-jari 2,98 meter dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 2.10.

Setelah jari-jari cell diperoleh dan luas cakupan cell segi enam didapatkan dari hasil perhitungan dalam beberapa pengelompokan jenis penghalang dinding dan lantai, dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Hasil perhitungan berdasarkan jenis penghalang dinding dan lantai Model Keenan Motley

No Jumlah lantai (k) Jumlah dinding (p) berdasarkan jenis penghalang Jarak diameter pemancar dan penerima (m) Luas cakupan cell segi enam WAF1/p1 WAF2/p2 1 0 0 0 251,18 16391,24 2 0 1 1 56,23 8214,6 3 1 2 1 6,68 115,93 4 1 1 1 9,44 231,52 5 1 1 2 2,98 23,07

Adapun jumlah kebutuhan access point dari hasil perancangan berdasarkan profil kantor Bappeda dapat dilihat pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2 Penempatan dan Jumlah Access Point Model Keenan Motley Gambar 4.2 menunjukkan hasil perancangan dibeberapa titik access point pada gedung A, B dan C. Hasil perancangan penempatan cell didalam bangunan gedung berdasarkan pengelompokan jenis penghalang yang dilalui, maka titik penempatan access point. AP1, AP2, AP4, dan AP5 pada gedung A diasumsikan memiliki penghalang dinding gypsum berjumlah 2, dinding tembok berjumlah 1 dan lantai berjumlah 1. Sehingga area cakupan maksimum access point untuk AP1, AP2, Ap4 dan AP5 adalah 115,6 m2. AP3 pada gedung A diasumsikan memiliki penghalang dinding gypsum berjumlah 1, dinding tembok berjumlah 1 dan lantai berjumlah 1. Sehingga area cakupan maksimum access point untuk

AP3 adalah 231,52 m2. AP6 pada gedung B dan AP7 pada gedung C diasumsikan memiliki penghalang dinding gypsum berjumlah 1, dinding tembok berjumlah 1 dan lantai berjumlah 0. Sehingga area cakupan maksimum access point untuk AP6 dan AP7 adalah 8214,6 m2.

4.4 Perhitungan Jumlah Access Point pada Model Cost231MultiWall

Perhitungan rugi-rugi lintasan menggunakan model propagasi Cost231MultiWall diperlihatkan pada Persamaan 2.7.

Rugi-rugi lintasan ruang bebas (LFSPLi) dihitung menggunakan Persamaan 2.8.

Dengan mensubtitusikan persamaan rugi-rugi lintasan ruang bebas (LFSPLi) ke dalam persamaan model propagasi Cost231MultiWall, maka diperoleh Persamaan 2.7. Variabel d di bagi 1000 bertujuan untuk mengkonversi satuan kilometer ke dalam meter.

Pada model Cost231MultiWall langkah awal yang dilakukan adalah menentukan jenis penghalang dinding dan lantai yang digunakan untuk

menghitung nilai radius pada access point sesuai dengan spesifikasi bangunan pada gedung kantor Bappeda.

1. Untuk dan sinyal menembus 1 dinding bata dan 1 sekat gypsum maka diperoleh nilai LMW menggunakan Persamaan 2.7.

Untuk menentukan jarak maksimum diantara pemancar dan penerima digunakan Persamaan (3.1):

Area cakupan maksimum suatu access point dianggap berbentuk heksagonal, maka luas cakupan cell untuk jari-jari 76,74 meter dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 2.10.

2. Untuk dan sinyal menembus 1 dinding bata dan 2 sekat gypsum ( ) maka diperoleh nilai LMW menggunakan Persamaan 2.7.

Untuk menentukan jarak maksimum diantara pemancar dan penerima digunakan Persamaan 3.1.

Jadi, diameter access point adalah 51,88 m

Area cakupan maksimum suatu access point dianggap berbentuk heksagonal, maka luas cakupan cell untuk jari-jari 51,88 meter dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 2.10.

3. Untuk dan sinyal menembus 1 dinding bata dan 1 sekat gypsum maka diperoleh nilai LMW menggunakan Persamaan 2.7.

Untuk menentukan jarak maksimum diantara pemancar dan penerima digunakan Persamaan 3.1.

Jadi, diameter access point adalah 9,33 m

Area cakupan maksimum suatu access point dianggap berbentuk heksagonal, maka luas cakupan cell untuk jari-jari 9,33 meter dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 2.10.

4. Untuk dan sinyal menembus 1 dinding bata dan 2 sekat gypsum , maka diperoleh nilai menggunakan Persamaan 2.7.

Jadi, diameter access point adalah 6,309 m

Area cakupan maksimum suatu access point dianggap berbentuk heksagonal, maka luas cakupan cell untuk jari-jari 6,309 meter dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 2.10.

Setelah jari-jari cell yang diperoleh dan luas cakupan cell segi enam didapatkan, maka dari hasil perhitungan dalam beberapa pengelompokan jenis penghalang dinding dan lantai pada keadaan bangunan, digunakan untuk menentukan perancangan jumlah access point dengan model Cost231MultiWall, terlihat pada Tabel 4.2.

Tabel. 4.2 Hasil perhitungan berdasarkan jenis penghalang dinding dan lantai Model Cost231MultiWall No Jumlah lantai (kf)

Jumlah dinding (Kwi) berdasarkan jenis penghalang Jarak diameter pemancar dan penerima (m) Luas cakupan cell segi enam Lw1<10cm Lw2>10cm

1 0 1 1 76,74 15300,14

2 0 2 1 51,88 6992,81

3 1 1 1 9,33 226,16

4 1 2 1 6,309 103,41

Adapun jumlah kebutuhan access point dari hasil perancangan berdasarkan profil kantor Bappeda dapat dilihat pada Gambar 4.3.

Gambar 4.3 menunjukkan hasil perancangan dibeberapa titik access point pada gedung A, B dan C. Hasil perancangan penempatan cell didalam bangunan gedung berdasarkan pengelompokan jenis sekat dan dinding, maka titik access point. AP1, AP2, AP4, AP5 dan AP6 pada gedung A diasumsikan memiliki penghalang dinding gypsum berjumlah 2, dinding tembok berjumlah 1 dan lantai berjumlah 1. Sehingga area cakupan maksimum access point untuk AP1, AP2, Ap4, AP5 dan AP6 adalah 103,41 m2. AP3 pada gedung A diasumsikan memiliki penghalang dinding gypsum berjumlah 1, dinding tembok berjumlah 1 dan lantai berjumlah 1. Sehingga area cakupan maksimum access point untuk AP3 adalah 226,16 m2. AP7 pada gedung B dan AP8 pada gedung C diasumsikan memiliki penghalang dinding gypsum berjumlah 1, dinding tembok berjumlah 1 dan lantai berjumlah 0. Sehingga area cakupan maksimum access point untuk AP7 dan AP8 adalah 15300,4 m2.

4.5. Perbandingan Jumlah Access Point berdasarkan Model Propagasi

Berdasarkan hasil perhitungan serta perancangan yang telah dilakukan pada masing-masing model propagasi, diperoleh jumlah access point yang mampu mencakup seluruh ruangan di gedung kantor Bappeda terlihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Jumlah Access Point pada Model Propagasi

No Model Propagasi A Jumlah AP / Gedung B C Jumlah

1 Model ITU-R 2 1 1 4

2 Model Keenan Motley 5 1 1 7

3 Model Cost231MultiWall 6 1 1 8

Dari Tabel 4.3 terlihat bahwa jumlah hasil dari perancangan yang diperoleh dari perhitungan ketiga model propagasi terdapat adanya perbedaan

jumlah. Pada model propagasi ITU-R cakupan access point yang berdasarkan profil gedung, jumlah access point pada gedung A berjumlah 2, gedung B berjumlah 1 dan gedung C berjumlah 1, sehingga total keseluruhan berjumlah 4 access point. Pada model propagasi Keenan Motley cakupan access point yang berdasarkan profil gedung, jumlah access point pada gedung A berjumlah 5, gedung B berjumlah 1 dan gedung C berjumlah 1, sehingga total keseluruhan berjumlah 7 access point. Pada model propagasi Cost231MultiWall cakupan access point yang berdasarkan profil gedung, jumlah access point pada gedung A berjumlah 6, gedung B berjumlah 1 dan gedung C berjumlah 1, sehingga total keseluruhan berjumlah 8 access point.

Pada realisasi penggunaan access point yang ada di kantor Bappeda Kabupaten Simeulue saat ini digunakan adalah sebanyak 2 access point pada gedung A, sementara untuk gedung B dan C hanya menggunakan jaringan LAN, dari jaringan access point yang digunakan pada kantor Bappeda hanya beberapa bagian sudut pada lantai 2 saja yang tidak tercakup dalam jaringan Wi-Fi. Dari hasil perhitungan dan perancangan yang dilakukan, maka model propagasi dengan jumlah access point terbanyak adalah model propagasi Cost231MultiWall dengan jumlah 8 access point. Dan model propagasi dengan jumlah access point paling sedikit adalah model ITU-R dengan jumlah 4 access point.

Berdasarkan perancangan jaringan Wi-Fi di kantor Bappeda yang dilakukan dengan menggunakan 3 model propagasi yaitu Model ITU-R, Model Keenan Motley dan Model Cost231MultiWall, maka penerapan untuk model propagasi yang lebih efisien digunakan pada kantor Bappeda adalah Model ITU-R dengan jumlah 4 access point.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil Studi Perancangan Jaringan Wireless Fidelity (Wi-Fi) dengan menggunakan Model Propagasi Radio di kantor Bappeda Kabupaten Simeulue maka diperoleh beberapa kesimpulan, yaitu :

1. Terjadinya rugi-rugi lintasan dari access point ke user dipengaruhi oleh penghalang yang terdapat pada bangunan kantor Bappeda Kabupaten Simeulue.

2. Jumlah access point yang diperlukan pada kantor Bappeda Kabupaten Simeulue berjumlah 7 access point untuk Model Keenan Motley, 8 access point untuk Model Cost231MultiWall dan 4 access point untuk Model ITU-R.

3. Model propagasi dengan jumlah access point terbanyak adalah Model Cost231MultiWall dengan jumlah 8 access point. Dan model propagasi dengan jumlah access point paling sedikit adalah Model ITU-R dengan jumlah 4 access point.

4. Model ITU-R lebih efisien penggunaannya dari pada Model Keenan Motley dan Model Cost231MultiWall untuk pengaplikasian jaringan Wi-Fi di Kantor Bappeda Kabupaten Simeulue.

5. Obstacle sangat berpengaruh terhadap cakupan area maksimum access

point. Semakin banyak obstacle pada suatu area maka semakin kecil cakupan maksimum suatu access point.

5.2Saran

Setelah dilakukan Studi Perancangan Jaringan Wireless Fidelity (Wi-Fi) menggunakan Propagasi Radio di kantor Bappeda Kabupaten Simeulue maka ada beberapa saran untuk melanjutkan penelitan ini, yaitu :

1. Penelitian dapat dilanjutkan dengan menggunakan model propagasi lainnya.

2. Penelitian dapat dilanjutkan dengan menghitung jumlah kapasitas pengguna.

BAB II DASAR TEORI

2.1 Umum

Jaringan wireless LAN sangat efektif digunakan di dalam sebuah kawasan atau gedung. Dengan performa dan keamanan yang dapat diandalkan, pengembangan jaringan wireless LAN menjadi tren baru pengembangan jaringan untuk menggantikan jaringan wired atau jaringan kabel. Pengembangan jaringan wireless LAN dapat mencakup sebuah kawasan rumah, kantor, perusahaan hingga ke area publik [1].

2.2 Wireless LAN

Wireless LAN adalah sebuah sistem komunikasi data yang fleksibel yang dapat diaplikasikan sebagai ekstensi ataupun sebagai alternatif pengganti untuk jaringan LAN kabel. Wireless LAN menggunakan teknologi frekuensi radio mengirim dan menerima data melalui media udara [2].

Dibandingkan dengan jaringan LAN berkabel, jaringan WLAN memiliki beberapa keuntungan, yaitu [2]:

1. Mendukung mobilitas user, meningkatkan produktivitas penggunaan data. 2. Pengembangan jaringan mudah dan cepat. Tidak seperti penggunaan kabel

yang agak sulit dalam proses instalasinya ketika harus menambahkan jaringan. Selain itu, instalasi kabel membutuhkan waktu dan biaya yang lebih.

3. Fleksibel. User dapat langsung menggunakan fasilitas tanpa harus memasang kabel terlebih dahulu, sehingga dapat digunakan seketika saat dibutuhkan dan di mana saja selama masih dalam area “hot spot”.

4. Biaya untuk jaringan wireless dapat lebih berkurang. Misalnya, penggunaan 802,11 dapat menghubungkan dua bangunan tanpa harus keluar biaya peralatan perangkat jaringan outdoor tambahan.

Struktur dasar dari sebuah WLAN disebut BSS (Basic Service Set) ditunjukkan pada Gambar 2.1, dimana jaringan terdiri dari AP dan beberapa perangkat nirkabel. Ketika perangkat ini mencoba untuk berkomunikasi antara mereka sendiri, mereka menyebarkan data mereka melalui perangkat AP. AP menyebarkan SSID (Service Set Identifier) untuk memungkinkan orang lain untuk bergabung dengan jaringan [2].

Gambar 2.1 Topologi Basic Service Set (BSS) [1]

2.3 Standar WLAN

Langkah awal yang sangat penting dalam membangun perencanaan WLAN adalah mengenali beberapa jenis standar IEEE 802.11. Sistem 802.11 secara umum disebut Wireless Fidelity atau Wi-Fi. Saat ini terdapat beberapa

kategori standar WLAN IEEE 802.11, yaitu standar protokol dasar yang lengkap untuk system Wi-Fi, seperti 802.11a, 802.11b, dan 802.11g, dan pengembangan dari standar yang ada dengan beberapa tambahan fungsional untuk menutupi kelemahan standar yang sudah ada [1].

Pada Table 2.1 secara garis besar terlihat tiga varian dasar standar jenis IEEE 802.11[1].

Tabel 2.1 Spesifikasi Wi-Fi berdasarkan standar IEEE 802.11 Standar Frekuensi Cakupan Data rate

802.11a 5 GHz 100 m 54 Mbps

802.11b 2,4 GHz 50 m 11 Mbps

802.11g 2,4 GHz 100 m 54 Mbps

Wi-Fi 802.11b/g beroperasi pada 2.400 MHz sampai 2.483,50 MHz. Wi-Fi bekerja dalam 11 kanal (masing-masing 5 MHz), berpusat di frekuensi berikut [2]:

a. Kanal 1 - 2412 MHz b. Kanal 2 - 2417 MHz c. Kanal 3 - 2422 MHz d. Kanal 4 - 2427 MHz e. Kanal 5 - 2432 MHz f. Kanal 6 - 2437 MHz g. Kanal 7 - 2442 MHz h. Kanal 8 - 2447 MHz i. Kanal 9 - 2452 MHz j. Kanal 10 - 2457 MHz k. Kanal 11- 2462 MHz

2.3.1. Wireless Fidelity (Wi-Fi)

Wireless Fidelity (Wi-Fi) adalah merupakan merek dagang wireless LAN yang diperkenalkan dan distandarisasi oleh Wireless Fidelity Alliance. Standar Wi-Fi didasarkan pada standar 802.11. Wi-Fi pertama kali membentuk Wireless Ethernet Compatibility Alliance (WECA), sebuah organisasi nonprofit yang mempunyai fokus pada pemasaran serta mengurusi interoperabilitas. Pada produk wireless LAN 802.11i, Wi-Fi Alliance juga memprakarsai keamanan pada 802.11i yang disebut Wireless Fidelity Protected Access (WPA) [1].

2.3.2 Access Point

Access point digunakan untuk melakukan pengaturan lalu lintas jaringan dari mobile radio ke jaringan kabel atau dari backbone jaringan wireless clien/server. Pengaturan ini digunakan untuk melakukan koordinasi dari semua node jaringan dalam mempergunakan layanan dasar jaringan serta memastikan penanganan lalu lintas dapat berjalan dengan baik. Access point akan merutekan aliran data antara pusat jaringan dengan jaringan wireless yang lain. Dalam sebuah WLAN pengaturan jaringan akan dilakukan oleh access point pusat yang mempunyai performa troughput yang lebih baik [1].

2.4 Mekanisme Propagasi

Hal mendasar yang mempengaruhi mekanisme propagasi radio sehingga mempengaruhi rugi-rugi lintasan pada komunikasi bergerak adalah peristiwa refleksi (pemantulan), difraksi (pembiasan) dan scattering (penghamburan) [6].

Refleksi terjadi ketika gelombang elektromagnetik yang sedang berpropagasi mengenai/menabrak sebuah objek dengan dimensi yang sangat besar

bila dibandingkan dengan panjang gelombang elektromagnetik tersebut. Refleksi terjadi dari permukaan tanah, gedung-gedung dan dinding-dinding [7].

Difraksi (pembiasan) terjadi ketika jalur radio antara pemancar dan penerima dihalangi oleh sebuah permukaan yang memiliki tepi yang tajam. Gelombang-gelombang kedua yang dihasilkan dari permukaan tajam yang menghalanginya tersebut terurai di ruang bebas dan bahkan di belakang penghalang tersebut, yang menyebabkan adanya gelombang-gelombang yang melengkung di sekitar penghalang, bahkan ketika jalur Line Of Sight (LOS) tidak ada di antara pemancar dan penerima. Untuk frekuensi tinggi, difraksi sama seperti refleksi, yaitu tergantung pada geometri objek, baik amplitudo, fasa maupun polarisasi dari gelombang datang di titik difraksinya [7].

Scattering (penghamburan) terjadi ketika medium tempat gelombang berpropagasi terdiri dari objek dengan dimensi yang lebih kecil dibandingkan dengan panjang gelombangnya dengan jumlah penghalang yang relatif besar. Gelombang hamburan dihasilkan oleh kekasaran permukaan tanah, objek-objek yang kecil atau karena ketidakteraturan lainnya di kanal. Pada kenyataanya pepohonan, rambu-rambu jalan dan tiang-tiang listrik menimbulkan hamburan di dalam sistem komunikasi bergerak [7].

Berdasarkan sudut pandang propagasi radio ketiga hal tersebut dipengaruhi oleh efek medium. Efek dari suatu medium dapat ditentukan dengan tiga parameter pokok, yaitu konduktivitas ( ), permitivitas ( ) dan permeabilitas ( ) [6].

Elemen yang paling utama dalam perancangan jaringan radio adalah rugi-rugi lintasan. Elemen rugi-rugi-rugi-rugi lintasan mencakup free space loss (rugi-rugi-rugi-rugi ruang bebas), rugi-rugi atmosfer, penyerapan uap air, pengendapan, fading, multipath dan berbagai efek lainnya berdasarkan frekuensi dan lingkungannya [7]. Jika jalur utama propagasi merupakan ruang bebas maka rugi-rugi lintasan yang diakibatkan oleh ruang bebas dapat dihitung menggunakan persamaan rugi-rugi ruang bebas Friis yang dinyatakan pada Persamaan 2.1 [8].

(2.1)

atau dengan Persamaan 2.2 [7], yaitu.

(2.2)

dimana:

L = Rugi-rugi lintasan (dB) GT = Gain antena pemancar (dBi) GR = Gain antena penerima (dBi)

λ = Panjang gelombang (m)

d = Jarak antara pemancar dan penerima (m)

Pada beberapa aplikasi, gain antena tidak termasuk dalam persamaan rugi-rugi lintasan, sehingga persamaan rugi-rugi-rugi-rugi ruang bebas Friis dapat dihitung menggunakan Persamaan 2.3 [8].

dimana Lfsl adalah rugi-rugi lintasan ruang bebas (dB).

Secara umum, model propagasi rugi-rugi lintasan dibagi menjadi 3 jenis, yaitu model empiris, model semi-deterministik dan model deterministik [6]:

1. Model empiris adalah model yang digunakan berdasarkan hasil observasi dan pengukuran, bersifat sederhana karena hanya memerlukan beberapa parameter saja, tetapi hasilnya tidak begitu akurat. Contoh model empiris ini adalah model Okumura, model Hata, model Cost231MultiWall dan model ITU-R [3].

2. Model semi-deterministik adalah model empiris yang menggunakan beberapa komponen model deterministik. Model ini memiliki kelebihan berupa tidak dibutuhkannya terlalu banyak data untuk perhitungan seperti pada model deterministik, namun tetap memiliki akurasi yang lebih tinggi dari pada model empiris. Contoh model ini adalah model Cost231Hata, Cost231WI, model Cost231 [5], model Miura dan model K rner.

3. Model deterministik adalah model yang sangat spesifik, membutuhkan banyak informasi tentang letak geografis dari sebuah kota atau bangunan, kemampuan komputasi yang baik namun hasilnya akurat.

2.6 Model Propagasi Dalam Bangunan

Model propagasi di dalam bangunan mendeskripsikan bahwa pemancar dan penerima berada pada bangunan yang sama. Sama halnya dengan model propagasi di luar bangunan, model propagasi di dalam bangunan juga banyak tersedia. Namun pada penelitian ini hanya membahas model propagasi empiris dengan pertimbangan bahwa model ini lebih cocok digunakan di dalam bangunan

dari pada model deterministik. Kecocokan itu terlihat pada model empiris tidak memerlukan data yang terperinci mengenai keadaan di dalam bangunan yang dapat berupa perabot, kepadatan manusia dan lain sebagainya dimana kesemuanya itu merupakan data yang selalu berubah dan belum tentu sama dengan bangunan lain yang masih berada dalam satu cakupan pemancar yang sama. Hal ini disebabkan karena pada model empiris rugi-rugi transmisi yang diakibatkan oleh penghalang-penghalang tersebut telah diwakili secara implisit oleh variabel tertentu di dalam formula model propagasi tersebut [3] [5].

Pada penelitian ini, model propagasi yang digunakan dalam perhitungan

Dokumen terkait