ALAM, MERAMU KOTA (“Spice Creates the Space”)
“SPICE CREATES THE SPACE”
Sampai saat ini faktor eksternal selalu dominan dipertimbangkan dalam kaitan pembentukan ruang (Out-In). Para akademisi mengkaji unsur di luar manusia dalam merancang sebuah tempat. Seperti : pertimbangan site, situasi , lokasi geografis, iklim makro dan mikro, lingkungan, peraturan bangunan, bahan bangunan dan konteks dengan sekitarnya; juga faktor sosial budaya, kepercayaan, cosmologi, antropologi masyarakatnya. Belum dijadikan pertimbangkan serius adanya kaitan jenis benda (makanan) yang masuk pada tubuh manusia terhadap bentukan ruang (In-Out).
Tesis spekulatif saya adalah : “Ada hubungan antara bentukan ruang dengan benda yang masuk kedalam tubuh
manusia.”
Rumah adat batak, rumah adat minang, yang masyarakat tradisionalnya memiliki jenis makanan tradisional yang kaya akan bumbu (spice), menempati rumah tradisional dari kayu dengan bentuk atap menjulang. Sedangkan masyarakat mentawai, masyarakat papua yang memilki pola makan sederhana : bahan makanan diproses dan dibumbui dengan sederhana (spiceless) , memiliki bentuk atap rumah yang sederhana. (Lihat gbr).
”Spicy”
(Foto : Sumber Roxana waterson)
Makanan kelompok orang yang spicy, bentukan rumahnya
‘berbeda’ dengan makanan orang yang spiceless/unspicy
“spiceless”
(Foto: Sumber Roxana waterson)
Bentukan ruang dapat dipengaruhi oleh makanan yang dimakan secara teratur, turun temurun dengan jenis yang sama dan oleh satu komunitas manusia. Bumbu sebagai unsur didalamnya sangat berpengaruh. Spice influence the space ! Bumbu keempat :
Benda yang masuk kedalam tubuh manusia dapat mempengaruhi persepsi dan bentukan ruangnya.
Dapat disimpulkan bicara tentang manusia dan tempat (alam/lingkungan) kita selalu berada pada dua tempat yaitu di
dalam (Interioritas/internal/ subyektif) dan yang berada diluar (exterioritas/external/obyektif).
I shall consider the landscape essentially as human habitat, that is, as an environment in which people act and to wich they react (Barrie B. Greenbie,1981).
Bumbu Kelima :
Kegiatan hidup manusia berpengaruh pada bentukan
lingkungannya., juga berlaku sebaliknya. LANDASAN RAMUAN
Ramuan Karakter Manusia
Manusia memiliki karakternya masing masing. Karakter ini terbentuk oleh pengalaman dan lingkungannya. Ada dua kelompok ekstrim sifat atau karakter manusia. Dalam kitab Kejadian telah ditunjukkan adanya karakter yang berbeda di antara dua manusia, baik dan jahat. Sama seperti yang dinyatakan oleh para psikolog, ada dua kiblat kondisi dasar karakter manusia yaitu : Agresifis dan Pasifis. Dari kelompok ekstrim di atas manusia pada dasarnya lebih mengaminkan bahwa sifat-sifat tersebut ada pada diri setiap individu. Manusia memilki kapasitas untuk menjadi iblis atau malaikat. Itu semua bergantung bagaimana kesempatan dan keadaannya (tempat). Kesempatan dan lingkungan yang kondusif untuk sifat-sifat yang dapat terekspresikan, adalah sangat bergantung pada bentukan lingkungan dimana individu itu berada dan dibesarkan.
Ramuan Pertama :
Ramuan Kesadaran
“About one fifth of the land area of the earth is in the
tropics; almost all of these winterless lands are classified as
underdeveloped” ((Zimolzak/Stansfield, 1983)
Kota dengan empat musim memiliki perbedaan yang sangat menarik untuk dikaji bila disandingkan dengan kota dengan dua musim atau bahkan kota dengan keadaan alam yang sangat kering seperti di padang gurun afrika. Secara regional, bumi kita memiliki empat kategori fisik yang memiliki perbedaan sangat jelas. Kondisi fisik itu berpengaruh terhadap orang orang yang hidup di dalamnya, yaitu : Daerah dengan empat musim mempengaruhi atmosfir: rasa, kerja/karsa, kegairahan bervariasi bagi insan yang mengalaminya dan daerah dengan dua musim yang cenderung monoton bagi manusia didalamnya. Langkah langkah perencanaan dan penanggulangan kota harus diracik dengan bumbu-bumbu yang yang tepat. Dengan kata lain penerapan konsep atau teori tentang kota yang tepat dan baik disebuah kota dengan wilayah regional tertentu (dengan perbedaaan alamnya dan budayanya), tidaklah dapat di ambil dan ditelan bulat-bulat diterapkan begitu saja di kota lain. Perlu kajian yang lebih membumi untuk itu.
Ramuan Kedua :
Setiap kota harus memiliki karakter positif agar dapat men’jual diri’nya!
Ramuan Tindakan
Seperti yang dinyatakan oleh arsitek Eliel Saarinen
sbb:”...man’s physical and mental development depend largely
upon the character of the environment in which he is nurture as a child, where he spends his manhood, and where he does his
work.”
Kemonotonan kota di Nusantara perlu mendapat perhatian utama.
Kota yang ideal adalah sebuah kota indah, memiliki jiwa dan karakter, yang merupakan etalase keseharian manusia yang mendiaminya, yang kaya akan
rona dan rasa budaya yang dimiliki, baik itu pola kehidupannya, budaya yang berasal dari bumi nya (tanah/ geografi) dimana manusia itu hidup.
For city is a dramatic event in the environment”
(Gordon Cullen. 1961)
Ibarat sebuah pentas drama seeting panggung (Stage Background) sangatlah menentukan keberhasilan pentas tersebut. Letak geografis sebuah negara dengan kondisi spesifik
alamnya sangat memberi pengaruh yang besar terhadap karakter kota- kota di dalamnya. Alam pasti mewarnai sebuah kota. Ramuan Ketiga :
Alam berpengaruh besar pada bentukan Kota MERAMU KARAKTER KOTA DI NUSANTARA Realita
Kondisi obyektif yang terjadi pada kota di Nusantara adalah cukup memprihatinkan! Saat ini ungkapan kekecewaaan, bukan pujian, lebih banyak terlontar bila membicarakan kota di Nusantara. Keadaan ini tercermin dan terwakili oleh sebagian besar kota-kota di indonesia yang banyak memiliki
persamaan, yaitu raport merah : macet , banjir, rawan, tidak
nyaman, padat, penggusuran, unjuk rasa dll. Fenomena penyakit
kota-kegagalan kota- ini muncul karena : Pertama,
pembangunan kota hanya lebih mengagungkan pertumbuhan fisik semata. Kedua, akibat perencanaan kota yang parsial tak berkesinambungan tanpa merasuk pada kebutuhan hakiki-kebutuhan spiritual insan; pola penghidupan manusia dan budaya serta alamnya.
Usaha
Gerakan Nasional penanaman ‘ruh’, karakter kota perlu di upayakan!
Kemunduran kota dan masyarakat di Indonesia saat ini pernah juga dialami oleh negara adidaya Amerika, setengah abad yang lalu. Mereka bersama bangkit dan berbenah diri secara sungguh-sungguh seperti yang dinyatakan Presiden
Amerika Lindon. B Johnson pada tahun 1964 : “ .. Our society will
never be great until our cities are great. In the next forty years we
must rebuild the entire urban United State.” Peran Pemerintah
Belajar dari suksesnya program keluarga berencana, program pembangunan karakter manusia dan karakter kota harus direncanakan, dilaksanakan dan dideklarasikan secara nasional. Sampai enam dekade setelah Indonesia merdeka, pengelolaan dan pembangunan kota tidak berdasarkan visi yang kuat, visi yang berdasarkan kondisi sosial budaya, pola penghidupan dan potensi alam nusantara (Indonesia negara maritim dan negara pertanian tropis). Pemerintah kota dan propinsi tidak sinergis dan tidak memiliki patroon yang diamini semua pihak, untuk dilaksanakan secara berkelanjutan. Bahkan setiap pejabat pengelola yang baru memilki armada baru, dengan tujuan dan motivasi baru yang tidak pernah sejalan, beriringan dari pendahulunya. Untuk itu program yang dilaksanakan dalam
jangka waktu yang panjang dan dilaksanakan secara nasional adalah sangat di rekomendasikan.
Peran Masyarakat
Sosialisasi dan penyuluhan tentang pembangunan karakter kota perlu dilaksanakan. Selama ini anggapan yang salah tentang kemajuan (kota) adalah bahwa kota yang maju adalah kota yang serba moderen. Sebagian besar warga kota memiliki sikap bahwa sesuatu yang baru akan selalu diterima bukan karena keperluan yang sebenarnya tetapi karena dia baru, demikian juga penolakan terhadap sesuatu yang lama.
...” progress means accepting what is new because is new and discarding what is old because is old.”
Garret De Bell, 1970
Partisipasi
Perlu kesungguhan dan kerjasama semua unsur kota! Gagasan hasil perenungan ini merupakan salah satu wujud partipasi individu. (yang kedalamannya masih perlu dimatangkan lebih dalam lagi).
Kesadaran dari Ajaran Sang Pencipta-Desainer alam
semesta (Universal Mind) yang berisikan ajaran bahwa:
“Manusia bisa hidup tenteram dan damai apabila memiliki motivasi yang agung, yang senantiasa mengucap syukur dalam mengisi kehidupan di alam semesta ini.” Dan juga dilandasi dengan sumbangan gagasan yang dinyatakan oleh Victor Gruen, pada tahun 1964 atas deklarasi presidennya saat itu, yaitu :“We
must know what our aims and goals are, what we want our cities
and urban areas to look like, and why”. Kami berkeyakinan, bila dilakukan dengan penuh kesungguhan dalam setengah abad kedepan, kota-kota di Indonesia akan menuai pujian. Akan menemukan dan memiliki kespesifikan positif masing masing, Jiwa dan Karakter Kotanya.
Peran Pendidikan Moral dan Lingkungan
Perlu dibangun dan diterapkan kurikulum pendidikan dasar, menengah dan atas yang mengutamakan Value. Value akan kematangan diri, penghargaan terhadap diri sendiri, penghargaan terhadap orang lain, penghargaan terhadap lingkungan : ruang, rumah, kota dan alam.
Dengan demikian, sangat penting sejak dini
diterapkannya kurikulum yang menekankan pengalaman dan pendalaman : Cinta terhadap Sang Pencipta, perhatian terhadap keseimbangan alam, keramahan terhadap kemanusiaan, dan harmoni dengan lingkungan (dari: seminar Knowledge City). Tahapan yang dimulai dari upaya penyemaian, penanaman dan penuaian karakter manusia yang positip. Dan selanjutnya
manusia-manusia yang positip ini akan membentuk tempat : kota
ideal, kota yang memiliki spirit, dan berkarakter. Mereka adalah :
Insan yang arif, sadar akan keberadaannya, Insan yang senantiasa hidup dalam kepatuhan pada-NYA, Insan yang bersyukur atas kehidupan yang diberi oleh-NYA, insan yang memuliakan spritualitas dalam rasa dan karsanya selama mendiami bumi, merawat dan menguasainya .
Bagi mereka, Taman Firdaus, Surga telah dirasakan di Muka Bumi.
“We justify our actions by appearances; GOD examines our
motives” (Proverbs 21 : 2)
Medan. November, 13 2007 Sekian.
Bahan Bacaan
ARCHITECTURE WITHOUT ARCHITECTS. Oleh Bernard
Rudofsky, Doubleday & Company, Inc., Garden City New York. 1964
BIOSHELTERS, OCEAN ARKS, CITY FARMING : Ecology as the Basic of Design. Oleh Nancy Jack Todd and John Todd, Sierra Club Books. 1984
FILASAFAT MANUSIA. Oleh Prof Dr.N Drijarkara. S. J, Penerbit Kanisius, Yogyakarta. 1990.
HUMAN SCALE. OlehKirkpatrick Sale, Coward, McCann & Geoghegn, New York. 1980
ONLY ONE EARTH. Oleh Barbara Ward and Rene Dubos, W W
Norton & Company, Inc., New York, 1972
MIRACULOUS MESSAGES FROM WATER.Oleh : Masaru
Emoto WellnessGoods.com
SPACES - Dimensioan of the Human Landscape. Oleh : Barrie. B, Greenbie . New Haven and London Yale University, 1981.
The CITY IN THE WORLD OF FUTURE. Oleh : Hall Hellman, M.
Evans and Company, Inc., New York. 1970
The LIVING HOUSE – An Anthropology of architecture in
South-East Asia. Oleh : Rozana Waterson, Thames and Hudson
Oxford University Press Pte.,Ltd. 1990
WEATHER, HEALTH, BEHAVIOUR, PSYCHOLOGY,
PHYSIOLOGICAL ASPECTS, PSYCHOLOGICAL
ASPECTS .Oleh : Joseph D’ Agnese.
http://proquest.umi.com/pqdweb?did=53862032&sid=7&F mt=4&clientId=63928&RQT=309&VName=