Posted on 16 September 2011 by AKHMAD SUDRAJAT
SPICES dapat dipandang sebagai sebuah konsep pembelajaran mutakhir dan inovatif. Konsep pembelajaran yang digagas oleh Harden, dkk (1984) ini telah banyak dipraktikkan dan dikembangkan dalam pendidikan medis.
SPICES merupakan akronim dari (1) Student-centered, (2) Problem-based; (3) Integrated; (4) Community-based(Consummer-based); (5) Elective; dan (6) Systematic. Akronim ini sekaligus
menggambarkan komponen-komponen utama dari konsep pembelajaran ini. Berikut ini disajikan penjelasan singkat dari keenam akronim tersebut.
1. Student-centered. Student centered berarti siswa secara aktif mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang dipelajari, aktif dalam pengelolaan pengetahuan, belajar menentukan apa yang ingin mereka ketahui, mampu mencari pengetahuan sendiri (mandiri) dan belajar berkesinambungan, memanfaatkan banyak media, penekanan pada pencapaian kompetensi bukan pada tuntasnya materi. Guru berfungsi sebagai fasilitator dan pembimbing dan pendamping dalam mendapatkan pengetahuan dan keterampilan. Guru mempersiapkan tujuan pembelajaran yang harus dicapai, sumber belajar yang akan digunakan, serta materi dan evaluasi yang akan dipakai sebagai penuntun bagi siswa untuk mengembangkan kompetensinya secara mandiri.
2. Problem-based. Problem based berarti siswa diberikan trigger masalah atau ilustrasi kasus yang akan digunakan untuk mencari, menggali dan mengumpulkan informasi dan ilmu. Dengan cara ini siswa dirangsang untuk mengembangkan nalar dan daya analisanya, berpikir kritis dan mampu menggunakan pengetahuan yang telah dimilikinya. Salah satu metode pembelajaran yang bisa digunakan untuk memenuhi prinsip pembelajaran ini adalah metode Problem Based Learning.
3. Integrated. Integrated berarti perencanaan dan kurikulum lajaran didesain secara terintegrasi, baik secara horisontal maupun vertikal. Dalam hal ini, sswa tidak diajak berpikir secara terkotak-kotak dalam masing-masing disiplin ilmu, tetapi mereka dapat menghubungkan dan mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan yang diperolehnya secara utuh (lintas disiplin).
4. Community-based (Consummer-based). Community based berarti pembelajaran harus berorientasi pada kebutuhan masyarakat atau pada kepentingan konsumen. Proses pembelajaran siswa tidak hanya dibatasi oleh ruang kelas dengan bahan tekstual tetapi mereka mempelajari berbagai aspek kehidupan masyarakat yang ada di lingkungan nyata mereka. Melalui berbasis komunitas ini, secara langsung siswa diajak untuk berlatih dan belajar mengambil peran secara positif dalam lingkungan sosialnya.
5. Elective. Selain menyediakan mata pelajaran yang telah terstruktur dalam kurikulum, sekolah seyogyanya menyediakan program-program pilihan yang dapat diambil siswa, disesuaikan dengan minat, tujuan, bakat, dan keunikan karakteristik mereka masing-masing.
6. Systematic. Pembelajaran dikembangkan dengan tujuan, materi dan tahapan-tahapan yang jelas, logis dan tertib, sehingga pada gilirannya para siswa dapat memperoleh pemahaman yang lebih baik dan mencapai kompetensi secara utuh.
Dilhat dari komponen-komponen yang terkandung dalam SPICES, konsep pembelajaran ini tampak menawarkan berbagai keunggulan kepada kita, diantaranya: (1) menjadikan siswa lebih termotivasi dan aktif dalam proses belajarnya (2) pengembangan keterampilan memecahkan masalah secara komprehensif; (3) pengembangan kemampuan berfikir analistis secara lebih tajam dan luas, (4) melatih keterampilan sosial yang benar-benar aplikabel dalam lingkungan sosialnya; (5) memberikan kesempatan belajar kepada siswa yang sesuai dengan bakat, minat dan keunikan karakteristik lainnya; dan (6) menjadikan proses pembelajaran lebih tertib dan efektif.
================== Refleksi:
Melihat berbagai keunggulan yang ada, konsep pembelajaran ini sangat memungkinkan untuk diadopsi dan diterapkan pula dalam bidang pendidikan lainnya.
Dalam konteks pendidikan nasional, khususnya dalam konteks KTSP , konsep pembelajaran ini tampaknya sejalan dan dapat disetarakan (meski tidak sepenuhnya identik) dengan konsep PAIKEM, yang saat ini sedang gencar disosialisasikan dan dilaksanakan di sekolah-sekolah kita. Selamat ber-SPICES dan semoga pendidikan kita dapat menjadi lebih baik…
[SDM-Utama] PLN's CEO Dahlan Iskan: Dua Tangis dan Ribuan Tawa KEPADA: 1 penerima
Tampilkan Detail
Alangkah baiknya kalau semua pemimpin bisa seperti ini, low profile, jadi teladan bagi bawahan dan demokratis...
Sebulan sekali, CEO PLN menulis surat kepada seluruh karyawan PLN. Inilah cara Dahlan Iskan untuk memotivasi dan berkomunikasi langsung dengan seluruh karyawannya. Surat itu diberi nama CEO’s Note. Tujuannya, seluruh karyawan PLN yang lebih dari 40.000 orang itu bisa langsung membaca jalan pikiran dan keinginan pimpinan puncak perusahaan. Setiap kali CEO’s Note terbit, banyak tanggapan dari karyawan melalui forum e-mail perusahaan. Artikel ini adalah CEO’s Note edisi ke-6 bulan Juli 2010.
Dahlan Iskan: Dua Tangis dan Ribuan Tawa
Minggu lalu genap enam bulan saya menjadi CEO PLN. Ada yang bilang ”baru” enam bulan. Ada yang bilang ”sudah” enam bulan. Betapa relatifnya waktu… Selama enam bulan itu, saya dua kali sakit perut serius. Setengah hari saya tidak bisa bekerja, kecuali hanya tidur lemas di bilik di belakang ruang kerja Dirut PLN.
Sebenarnya, saya harus mewaspadai sakit perut seperti itu melebihi sakit lainnya. Sebab, kata dokter, sakit perut merupakan tanda awal mulai bermasalahnya transplantasi hati yang saya lakukan tiga tahun lalu. Mungkin saja itu merupakan tanda awal bahwa "hati"nya orang lain yang sekarang saya pakai ini mulai ditolak oleh sistem tubuh saya. Begitulah kata dokter.
Syukurlah, sakit perut itu cepat hilang tanpa saya harus minum obat. Saya memang tidak boleh
sembarangan minum obat, khawatir berbenturan dengan obat transplan yang masih harus saya minum setiap hari. Tiba-tiba saja, ketika hari sudah berubah siang, ketika rapat penting yang telanjur
dijadwalkan tersebut harus dimulai, sakit itu sembuh sendiri…
Selama enam bulan itu, seingat saya, belum pernah saya absen. Saya memang sudah berjanji kepada diri sendiri: Selama enam bulan pertama sebagai Dirut PLN, saya tidak akan mengurus apa pun kecuali listrik Tidak akan pergi ke mana pun kecuali urusan listrik. Tidak akan bicara apa pun kecuali soal listrik. Karena itu, kalau biasanya dulu setiap bulan saya bisa dua-tiga kali ke luar negeri, selama enam bulan di PLN ini, saya tidak ke mana-mana.
Untuk itu, saya harus minta maaf kepada famili, teman dekat, dan pengurus berbagai organisasi yang saya ketuai. Selama enam bulan tersebut, saya tidak bisa menghadiri acara keluarga, pesta perkawinan teman-teman dekat, dan bahkan selamatan boyongan rumah anak sendiri. Apalagi rapat-rapat organisasi
atau permintaan ceramah. Semua saya hindari. Saya memang masih tercatat sebagai ketua umum persatuan perusahaan surat kabar se-Indonesia, ketua umum persatuan barongsai Indonesia, persatuan olahraga bridge Indonesia, dan banyak lagi. Selama enam bulan itu, tidak ada rapat yang bisa saya hadiri.
Menjelang enam bulan di PLN, berat badan saya naik 3 kg! Oh, rupanya saya kurang gerak. Hanya dari mobil ke ruang rapat. Dan dari ruang rapat ke mobil. Siang dan malam. Itu tentu tidak baik. Dokter yang tiga tahun lalu mentransplantasi hati saya melarang badan saya terlalu gemuk. Dokter selalu
mengingatkan, meski kelihatannya sehat, status saya tetap saja sebagai orang sakit. Di samping harus terus minum obat, juga harus tetap hati-hati. Karena itu, menginjak bulan keenam, saya putuskan ini: berangkat kerja berjalan kaki saja.
Maka, setiap hari pukul 05.45 saya sudah berangkat kerja. Jalan kaki dari rumah saya di dekat Pacific Place Semanggi, Jakarta, ke Kantor Pusat PLN di Jalan Trunojoyo, seberang Mabes Polri itu. Berangkat sepagi itu bukan supaya dianggap sok rajin, tapi ingin menghindari asap knalpot. Tidak ada gunanya berolahraga sambil menghirup CO2. Beruntung, rute menuju kantor tersebut bisa ditempuh dengan menghantas jalan-jalan kecil yang sepi yang kiri-kanannya penuh pohon-pohon nan merimbun. Pukul 06.30, ketika baru ada satu-dua mikrolet mengasapi jalanan, saya (biasanya ditemani istri) tiba di kantor dengan keringat yang bercucuran. Hasilnya: selama satu bulan itu, berat badan sudah turun 2 kg. Masih punya utang 1 kg lagi. Mula-mula, berjalan cepat selama 35 menit itu terasa berat. Jarak rumah-kantor tersebut juga terasa sangat jauh. Tapi, kian lama menjadi kian biasa. Bahkan, belakangan jarak itu terasa sedikit kurang jauh.
Betapa relatifnya jarak…
Enak juga sudah di kantor pagi-pagi. Kini, menjadi pemandangan biasa pada pukul 07.00 sudah banyak orang Jepang yang antre di ruang tamu. Demikian juga beberapa relasi PLN lainnya. Bahkan, seorang perempuan yang merasa diperlakukan kejam oleh suaminya juga tahu jadwal saya ini: Sebelum pukul 07.00, perempuan itu sudah menangis di lobi untuk mengadukan kelakuan suaminya. Lalu, minta sangu untuk pulang karena uangnya tinggal pas-pasan untuk datang ke PLN itu tanpa tahu harus bagaimana pulangnya. Suaminya, katanya, sangat-amat pelitnya. Betapa relatifnya uang…
Selama enam bulan itu, saya dua kali menangis. Sekali di ruang rapat dan sekali di Komisi VII DPR RI. Kadang memang begitu sulit mencari jalan cepat untuk mengatasi persoalan. Kadang sebuah batu terlalu sulit untuk dipecahkan. Tapi, tidak berarti hari-hari saya di PLN adalah hari-hari yang sedih. Ribuan kali saya bisa tertawa lepas. Ruang rapat sering menjadi tempat hiburan yang menyenangkan. Terutama
ketika begitu banyak ide datang dari para peserta rapat. Apalagi, sering juga ide tersebut dikemukakan dengan jenakanya.
Di mana-mana, di berbagai forum, saya selalu membanggakan kualitas personal PLN. Orang PLN itu rata-rata cerdas-cerdas: tahu semua persoalan yang dihadapi perusahaan dan bahkan tahu juga bagaimana cara menyelesaikannya. Yang tidak ada pada mereka adalah muara. Begitu banyak Ide yang mengalir, tapi sedikit yang bisa mencapai muara. Kalau toh ada, muara itu dangkal dan sempit. Ide-ide brilian macet dan kandas. Kini, di ruang rapat tersebut, semua ide bisa mulai bermuara. Bahkan, meminjam lagunya almarhum Gesang, bisa mengalir sampai jauh…
Memang, ruang rapat sebaiknya jangan penuh ketegangan. Orang-orang PLN itu siang-malam sudah mengurus tegangan listrik. Jangan pula harus tegang di ruang rapat. Ruang rapat harus jadi tempat apa saja: debat, baku ide, berbagi kue, dan saling ejek dengan jenaka. Saya bangga ruang rapat PLN bukan lagi sebuah tempat biasa, tapi bisa menjadi katalisator yang menyenangkan. Sebuah tempat memang bisa jadi apa saja bergantung yang mengisinya. Betapa relatifnya tempat…
Sedih, senang, ketawa, menangis, semua bergantung suasana kejiwaan. Pemilik jiwa sendirilah yang mampu menyetel suasana kejiwaan masing-masing. Mau dibuat sedih atau mau dibuat gembira. Mau menangis atau tertawa. Semua bisa. Betapa relatifnya jiwa…
Rasanya, selama enam bulan di PLN, saya juga belum pernah duduk di "kursi" direktur utama. Saya sudah terbiasa bekerja tanpa meja. Puluhan tahun, sejak sebelum di PLN. Setengah liar. Sebab, sebelum di PLN, saya hampir tidak pernah membaca surat masuk. Jadi, memang tidak diperlukan sebuah meja. Semua surat masuk langsung didistribusikan ke staf yang bertugas di bidangnya. Sebab, kalaupun surat itu ditujukan kepada saya, belum tentu saya bisa menyelesaikannya. Maka, untuk apa harus mampir ke meja saya kalau bisa langsung tertuju kepada yang lebih pas menjawabnya?
Kini, sebagai Dirut PLN, saya tidak boleh begitu. Saya harus menerima surat-surat yang setumpuk itu untuk dibuatkan disposisinya. Inilah untuk kali pertama dalam hidup saya harus membuat corat-coret di lembar disposisi. Apa yang harus saya tulis di situ? Saran? Pendapat? Instruksi? Larangan? Harapan? Atau, beberapa kata yang hanya bersifat basa-basi -sekadar untuk menunjukkan bahwa saya atasan mereka?
Akhirnya, saya putuskan tidak menuliskan apa-apa. Kecuali beberapa hal yang sangat jarang saja. "Mengapa" saya harus memberikan arahan seolah-olah hanya saya yang "tahu" persoalan itu? Mengapa saya harus memberikan instruksi seolah-olah tanpa instruksi itu mereka tidak tahu apa yang harus diperbuat? Mengapa saya harus memberikan petunjuk seolah-olah saya itu "pabrik petunjuk"?
Maka, jangan heran kalau mayoritas lembar disposisi tersebut tidak ada tulisannya. Paling hanya berisi paraf saya dan nama orang yang harus membaca surat itu. Saya sangat yakin, tanpa disposisi satu kata pun, mereka tahu apa yang terbaik yang harus dilakukan. Bukankah karyawan PLN itu umumnya lulusan terbaik ranking 1 sampai 10 dari universitas- universitas terbaik negeri ini ? Bukankah karyawan PLN itu, doktornya saja sudah 20 orang dan masternya sudah 600 orang? Bukankah mereka sudah sangat berpengalaman -melebihi saya? Maka, saya tidak ragu memberikan kebebasan yang lebih kepada mereka.
Inilah sebuah proses lahirnya kemerdekaan ide. Orang yang terlalu sering diberi arahan akan jadi bebek. Orang yang terlalu sering diberi instruksi akan jadi besi. Orang yang terlalu sering diberi peringatan akan jadi ketakutan. Orang yang terlalu sering diberi "pidato" kelak hanya bisa "minta petunjuk".
Saya harus sadar bahwa mayoritas warga PLN adalah lulusan terbaik dari universitas- universitas terbaik. Mereka sudah memiliki semuanya: kecuali kemerdekaan ide itu. Kini saatnya barang yang mahal tersebut diberikan kepada mereka. Saya sangat memercayai, jika seseorang diberi kepercayaan, rasa tanggung jawabnya akan muncul. Kalau toh ada yang tidak seperti itu, hanyalah pengecualian. Semua itu saya lakukan di meja rapat. Bukan di meja kerja direktur utama. Karena itu, saya juga tidak pernah memanggil staf, misalnya, untuk menghadap duduk di kursi di depan direktur utama. Kalau saya lakukan itu,
perasaan saya tidak enak. Mungkin hanya perasaan saja sebenarnya. Saya tidak tahu dari mana lahirnya perasaan tidak enak tersebut. Mungkin karena dulu terlalu sering melihat Pak Harto di televisi dengan adegan seperti itu. Saya takut merasa menjadi terlalu berkuasa di kantor ini. Kedudukan tentu tidak sama dengan tempat duduk. Yang merasa berkuasa pun belum tentu bisa menguasainya. Yang punya kedudukan belum tentu bisa duduk semestinya. Betapa relatifnya sebuah kekuasaan…
Lalu, apa yang sudah kita capai selama enam bulan ini? Ada yang bilang sudah sangat banyak: menanggulangi pemadaman bergilir di seluruh Indonesia, menyelesaikan IPP terkendala yang sudah begitu lama, mengatasi kacaunya tegangan listrik di berbagai wilayah (orang Aceh, Cianjur Selatan, Tangerang, dan banyak lagi kini sudah bisa mengucapkan selamat tinggal tegangan 14! Sudah bertahun-tahun tegangan listrik di Aceh hanya 14, sehingga sering redup dan merusak barang-barang elektronik. Kini, di Aceh dan banyak wilayah itu, tegangan listriknya sudah normal, sudah bisa 20). Tapi, banyak juga yang bilang, masih terlalu sedikit yang diperbuat. Bahkan, ada yang bilang, termasuk seorang anggota
DPR di komisi VI, bahwa direksi PLN yang baru ternyata bisanya hanya menaikkan TDL. Tudingan tersebut tentu lucu karena bukankah yang bisa menaikkan TDL itu hanya pemerintah bersama DPR? Bukankah direksi PLN itu, sesuai UU, sama sekali tidak punya wewenang menaikkan atau menurunkan TDL? Betapa relatifnya kepuasan…
__._,_.___
Reply to sender | Reply to group | Reply via web post | Start a New Topic Messages in this topic (1)
Recent Activity:
Visit Your Group
Email Lamaran Lowongan Kerja Anda harap dikirim LANGSUNG ke alamat email yang menawarkan lowongan kerja. JANGAN dikirim ke alamat SDM-Utama!
Jangan lupa untuk menyebutkan bahwa info lowongan kerja tsb anda ketahui dari SDM-Utama.
Juli 2004 member SDM-Utama melampaui 1000 orang
September 2008 member SDM-Utama melampaui 4000 orang dan masih berkembang terus
Silakan ajak rekan anda bergabung, sarankan mereka untuk mengirim email kosong dari alamat emailnya sendiri ke:
Kirimlah info, artikel, pertanyaan, iklan lowongan pekerjaan [bebas biaya] dan iklan pemasaran Seminar dll [kena biaya] ke: [email protected]
Mulai 1 Agustus 2007 semua IKLAN / PROMOSI / PEMASARAN SEMINAR dll.[kecuali iklan Lowongan Pekerjaan] dikenakan biaya Rp 25.000,- per iklan tiap kali disiarkan di mailing list SDM-Utama. Pembayaran dimuka, melalui ATM BCA ke A/C No: 305 122 7245 atas nama Albert M. Setiawan. Bukti transfer harap di fax ke 021-7919 6801 dengan disertai berita yang jelas untuk memasang Email teks iklan yang mana. Sedangkan Email teks iklan-nya yang akan dipasang, silakan dikirim ke alamat [email protected] seperti biasa
Moderator SDM-Utama berhak menolak memasang iklan yang tidak sesuai dengan misi SDM-Utama.
Apabila anda di-cekal oleh Yahoo karena email yang dikirim kepada anda mental balik ke Yahoo, untuk melepaskan diri dari pen-cekal-an oleh Yahoo tersebut, dan agar bisa menerima email dari SDM-Utama seperti biasa, maka anda harus KLIK alamat
http://groups.yahoo.com/unbounce?adj=...
yang dicantumkan dalam email REACTIVATION REQUEST yang dikirim oleh Yahoo kepada anda tersebut.
Pengiriman email spam, email yang topiknya tidak sesuai dengan pokok bahasan SDM-Utama dan material atau promosi mesum ke SDM-Utama akan menyebabkan anda dibikin: Member can not post!
Terima kasih. MARKETPLACE
Stay on top of your group activity without leaving the page you're on - Get the Yahoo! Toolbar now. Yahoo! Groups
Switch to: Text-Only, Daily Digest • Unsubscribe • Terms of Use .
__,_._,___
Balas ke: Balas ke SDM-Utama Kirim