• Tidak ada hasil yang ditemukan

Stabilitas Sampan Ember Bekas Tempat Cat (EBTC)

Stabilitas merupakan salah satu parameter penting yang harus diperhatikan pada semua jenis kapal. Stabilitas merupakan kemampuan kapal untuk kembali ke posisi tegak lurus setelah mengalami oleng akibat gaya luar/eksternal. Gaya luar tersebut bisa diakibatkan oleh aktivitas penangkapan, angin, gelombang, penambahan gaya akibat operasi penangkapan, muatan yang dipindahkan melewati kapal. Stabilitas ditentukan oleh karakteristik kapal, seperti bentuk lambung dan distribusi berat dan bagaimana kapal itu dioperasikan. Stabilitas sebuah kapal tidak dalam kondisi tetap, stabilitas berubah terus-menerus selama dalam setiap pelayaran dan selama kapal digunakan. Sebuah kapal penangkap ikan yang mulanya stabil bisa menjadi tidak stabil akibat perubahan cuaca, dikarenakan kapal dimuati dan dioperasikan, atau jika tata letak kapal atau peralatan dirubah. Susanto et al. (2011a, 2011b), menyatakan bahwa kemampuan kapal untuk kembali ke posisi semula tentunya berhubungan dengan parameter teknis kapal itu sendiri, baik dimensi utama maupun coefficient of fineness.

Salah satu cara untuk mengetahui kondisi stabilitas kapal adalah dengan melihat kurva stabilitas kapal yang bersangkutan. Kurva stabilitas menunjukkan nilai lengan pengembali (righting arm) pada nilai sudut oleng yang berbeda. Informasi yang dapat diperoleh dari suatu kurva stabilitas antara lain selang stabilitas, nilai GZ maksimum dan tinggi metacentre (GM). Marjoni et al. 2010 menyatakan stabilitas statis merupakan moment yang cenderung untuk mengembalikan kapal ke kedudukan tegak bila kapal miring, sering disebut sebagai positif bila dapat menegakkan kapal kembali dan negatif bila menyebabkan kemiringan yang lebih besar. Pada stabilitas statis lengan penegaknya adalah GZ dan gaya yang berkerja pada lengan ini sama dengan berat

36

(displacement) kapal, dengan kata lain stabilitas statis kapal diukur pada kondisi beberapa sudut kemiringan pada nilai ton displacement yang berbeda. Righting arm (GZ) merupakan jarak titik G pada kondisi awal dengan saat kapal telah dimiringkan, apabila sudut kemiringan diplotkan dan dihubungkan dengan besar GZ dalam suatu grafik, maka akan dihasilkan kurva stabilitas statis. Sumbu X merupakan nilai sudut kemiringan sedangkan sumbu Y merupakan tinggi GZ.

Kualitas stabilitas kapal dikatakan baik bila luasan dibawah kurva stabilitas dinamis besar, titik potong kurva stabilitas dengan sudut heels terletak pada sudut yang besar. Kondisi stabilitas kapal dapat diketahui dengan menelaah kurva stabilitas yang bersangkutan. Kurva stabilitas menunjukkan nilai lengan pengembali (righting arm) pada nilai sudut oleng yang berbeda. Hasil analisis terhadap sampan yang dipasang bilge keel pada sudut 30; 45 dan 60 derajat dibandingkan dengan sampan tanpa bilge keel di tunjukkan pada Tabel 4.2 di bawah ini.

Tabel 4.2 Nilai righting arm (meter) pada sampan tanpa dan dengan bilge keel

Sudut Sudut kemiringan sampan (derajat)

0O 10O 20O 30O 40O 50O

Tanpa Bilge 0 0,039 0,06 0,069 0,069 0,064

30O 0 0,041 0,067 0,078 0,078 0,071

45O 0 0,04 0,066 0,077 0,077 0,07

60O 0 0,039 0,065 0,076 0,076 0,07

Sudut Sudut kemiringan sampan (derajat)

60O 70O 80O 90O 100O 110O

Tanpa Bilge 0,056 0,045 0,032 0,019 0,004 -0,01

30O 0,059 0,045 0,03 0,013 -0,004 -0,021

45O 0,059 0,045 0,029 0,013 -0,004 -0,021

60O 0,058 0,044 0,029 0,012 -0,005 -0,021

Adanya penambahan bilge keel diharapkan dapat mengurangi sudut rolling

pada sampan. Beberapa peneliti tersebut antara lain Chang (2008), Bangun et al.

(2009) dan Ikeda et al. (2005), mengemukakan bahwa ukuran bilge keel sangat berpengaruh terhadap efektivitasnya. Selain itu, penggunaan bilge keel juga memberikan pengaruh yang sangat signifikan terhadap pengurangan amplitudo oleng. Pengurangannya dapat mencapai kisaran antara 40-80%. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa pemasangan bilge keel pada sampan memberikan efek terhadap stabilitas sampan yang mengurangi sudut rollnya. Gambar 4.5 dibawah ini, menunjukkan grafik perbandingan stabilitas antara sampan yang dipasang

Gambar 4.5 Kurva stabilitas sampan tanpa dan dengan bilge keel bersudut 30; 45 dan 60 derajat

Dari Gambar 4.5 diatas diketahui bahwa luas area di bawah kurva terkecil dimiliki oleh sampan tanpa bilge keel. Sementara itu untuk sampan dengan bilge keel, sudut 30 derajat memberikan luas yang lebih besar dibandingkan dengan sudut 45 dan 60 derajat. Dari sisi stabilitas, luas area di bawah kurva tersebut menunjukkan jumlah energi pembalikan yang dimiliki sampan saat terjadi oleng untuk kembali ke posisi semula. Meskipun perbedaan luas antara sudut bilge keel

30; 45 dan 60 derajat relatif tidak besar namun dari sisi energi pembalikan, sudut

bilge keel 30 derajat memiliki energi pembalik lebih besar dibandingkan 45 dan 60 derajat atau tanpa bilge keel.

Gambar 4.6 Perbandingan righting arm stabilitas sampan pada grafik pucak stabilitas

Kurva pada Gambar 4.6 tersebut juga menunjukkan puncak keempat stabilitas sampan berada pada rentang sudut 30-40 derajat bersamaan dengan terjadinya nilai maksimum dari lengan GZ (ringhting arm). Kombinasi kedua hal ini menunjukkan bahwa sampan tersebut masih memiliki stabilitas yang baik. Dari sisi perbandingan nilai rihgting arm (Gambar 4.5) antara sampan tanpa bilge

38

keel dengan sampan yang dipasang bilge keel mencapai 0,009. Sebaliknya, perbandingan antara nilai righting arm kedua sampan yang dipasang bilge keel

dengan sudut 30 dan 45 derajat relatif kecil yakni 0,001 m. Perbandingan antara nilai righting arm kedua sampan yang dipasang bilge keel dengan sudut 45 dan 60 derajat relatif kecil yakni 0,001 m. Sedangkan perbandingan antara nilai

righting arm kedua sampan yang dipasang bilge keel dengan sudut 30 dan 60 derajat yakni 0,002. Nilai righting arm pada sampan tanpa bilge keel adalah 0,069 pada sampan dengan sudut bilge keel 30 derajat adalah 0,078 pada sampan dengan sudut bilge keel 45 derajat adalah 0,077 sedangkan pada sampan dengan sudut bilge keel 60 derajat adalah 0,076.

Selang stabilitas ketiga sampan ember bekas tempat catberada pada kisaran 0-110 derajat, selang ini menunjukkan bahwa sampan ember bekas tempat catmasih memiliki nilai GZ yang positif hingga sudut kemiringan 110 derajat, secara teoritis sampan masih dapat kembali ke posisi semula.Titik potong kurva stabilitas dinamis dengan sudut heels terletak pada sudut yang besar yaitu sudut 100 derajat. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sampan yang terbuat dari ember bekas tempat catmemiliki stabilitas yang baik. Pemasangan

bilge keel sangat berpengaruh terhadap stabilitas sampan ember cat bekas. Sudut

bilge keel yang baik untuk sampan ember bekas tempat catadalah sudut 30 derajat.

Kondisi stabilitas kapal juga dipengaruhi oleh tinggi sarat air kapal (draft). Peningkatan draft kapal tergantung pada nilai TPC dan bobot tambahan yang diakibatkan oleh hasil tangkapan yang diperoleh. Semakin besar bobot yang ditambahkan maka draft kapal juga akan semakin besar. Distribusi muatan yang tepat (diletakkan serendah mungkin) akan menghasilkan VCG yang kecil dan stabilitas kapal akan tetap baik. Sementara apabila distribusi muatan diletakkan diatas dek kapal, maka besar kemungkinan akan berdampak negatif terhadap stabilitas kapal (Susanto et al. 2011a, 2011b).

Pemasangan bilge keel pada sampan ember bekas tempat cat (EBTC) mampu menaikkan stabilitas sampan pada area dibawah kurva GZ dibandingkan dengan sampan tanpa dipasang bilge keel. Kenaikan stabilitas sampan dengan pemasangan sudut bilge keel 30 derajat mencapai 1,13%, 1,11% pada sampan yang di pasang sudut bilge keel 45 derajat sedangkan pada sudut 60 derajat hanya mampu menaikkan stabilitas hingga 1,10%. Hal ini dapat dilihat pada gamabr diatas (Gambar 4.5).

4.6Respon Amplitude Operator (RAO)

Ketika kapal berlayar di laut, gerakan-gerakan kapal (rolling, piching, heaving, dan lain lain) akan terjadi karena adanya gelombang dan oleh karena gelombang itu sendiri akan mengakibatkan tahanan maupun gaya-gaya yang berkerja pada kapal. Khususnya pada kondisi cuaca yang buruk atau gelombang besar yang mengakibatkan hempasan (slamming), masuknya air kegeladak bahkan dapat merusak muatan atau bagian-bagian konstruksi kapal. Kenyamanan awak

kapal dan penumpang menjadi berkurang, juga berkurangnya stabilitas kapal, sehingga hal ini dapat mengakibatkan kapal tenggelam.

Analisis gerakan dilakukan dengan menggunakan bantuan perangkat lunak, dimana sampan dimodelkan terlebih dahulu dalam bentuk gambar teknis seperti pada Gambar 3.3. Kemudian dihitung gerakannya dengan menggunakan tiga kondisi gelombang yakni head sea, beam sea dan following sea. Percobaan terhadap sampan dilakukan dengan menggunakan tiga kecepatan 0; 0,5 dan 1 knots. Dimana kecepatan tersebut didasarkan pada saat sampan tidak bergerak, kemudian sampan didayung dan didayung dengan sekuat tenaga. Simulasi gerakan kapal hanya dilakukan pada gerakan yang mengalami osilasi.

Gambar 4.7 Arah Gelombang Kapal

Hutahuruk (2013) menyatakan dari keenam gerakan kapal ada 3 gerakan yang benar-benar merupakan gerakan yang benar-benar sangat terasa murni saat berada diatas sampan yakni heaving, pitching, dan rolling. Ini dikarenakan gerakan-gerakan tersebut akan mengembalikan kapal ke posisi semula saat kapal tidak dalam keadaan posisi seimbang (equilibrium position). Dengan demikian, gerakan tersebut bekerja karena pengaruh gaya atau momen pengembali. Hal ini berbeda dengan ketiga gerakan kapal lainnya, surging, swaying dan yawing, kapal tidak kembali ke posisi semula saat kapal tidak dalam keadaan posisi seimbang kecuali ada gaya atau momen pengembali yang menyebabkan bekerja pada arah berlawanan.

Model matematik spektrum didasarkan pada satu atau lebih parameter, misalnya tinggi gelombang signifikan, faktor permukaan, periode gelombang, dan lain-lain. Spektrum JONSWAP merupakan spektrum yang menggunakan lima parameter, namun biasanya tiga di antaranya adalah konstan. Spektrum

JONSWAP didasarkan pada percobaan yang dilakukan di North Sea. Penelitian sebelumnya (Setiyawan 2013) bahwa penggunaan spektrum gelombang

JONSWAP dapat digunakan untuk perairan di Indonesia, dimana dilakukan optimasi spektrum gelombang di pantai Sabang dan Jepara. Pada simulasi numerik di dalam penelitian ini spektrum tersebut digunakan sebagai input gelombang. Tinggi gelombang pada penggunaan spektrum JONSWAP memiliki

40

pengaruh besar terhadap kerusakan batu pecah pada permukaan cellular cofferdam. Cellular cofferdam adalah salah satu jenis breakwater yang berfungsi melindungi ko- lam labuh dari pengaruh gelombang, atau melindungi daerah pantai dari erosi dan sedimentasi (Wahyudi et al. 2005). Dengan demikian, spektrum ini dapat digunakan untuk melihat pengaruh gelombang terhadap kerusakan sampan ember bekas tempat cat (EBTC).

Respon Amplitude Operator (RAO) atau disebut juga dengan fungsi transfer yaitu fungsi respon yang terjadi akibat gelombang dalam rentang frekuensi yang mengenai sruktur benda terapung. RAO merupakan alat untuk mentransfer gaya gelombang menjadi respon gerakan dinamis struktur (Mulyawan et al. 2005). Respon sampan terhadap gelombang ditunjukkkan pada Gambar 4.8; 4.9 dan 4.10 pada grafik dibawah ini.

Perancangan olah gerak kapal (seakeeping) harus melingkupi habitability

yang berhubungan dengan lingkungan dimana kru kapal bisa melaksanakan tugasnya secara efektif sehingga tidak ada penurunan performa kerja kru/nelayan akibat adanya gerakan-gerakan kapal. Operability mencakup kemampuan mengoperasikan semua peralatan beserta keamanan dan keselamatannya dan

survivability. Di mana kapal dapat bertahan dalam kondisi ekstrim sehingga bisa terhindar dari kerusakan saat beroperasi (Hutahuruk 2013).

44

Dari hasil analisis diperoleh bahwa Gambar 4.8; 4.9 dan 4.10 adalah grafik RAO sampan yang dipasang bilge keel dengan sudut 30, 45 dan 60 derajat baik saat kapal mengalami gerakan heaving, rolling dan pitching dengan tiga jenis gelombang yaitu head sea, beam sea dan following sea. Dapat dilihat bahwa gerakan rolling merupakan gerakan yang paling dominan terjadi pada saat sampan diam dan bergerak ketika didayung dengan kecepatan yang telah ditentukan. Ini dikarenakan arah datangnya gelombang mempengaruhi semua gerakan rolling. Dengan demikian, respon kapal berupa rolling menjadi besar. Pada sampan yang dipasang bilge keel dengan sudut 30, 45 dan 60 derajat dapat dilihat bahwa respon gerakan rolling terbesar terjadi pada gelombang beam sea dengan sudut 90 derajat pada saat kecepatan sampan di dayung antara 0; 0,5 dan 1 knots. Namun gerakan ini terjadi pada frekuensi encounter yang rendah yaitu 8 rad/s. Saat terjadi kenaikan frekuensi, nilai RAO tersebut mendekati 0. Gerakan rolling terbesar mencapai nilai RAO 6. Kemudian gerakan heaving terbesar terjadi pada keseluruhan gelombang yaitu gelombang beam sea, head sea dan following sea

dengan nilai RAO yaitu antara 1-1,1 yang terjadi pada semua kecepatan sampan. Gerakan ini juga terjadi pada frekuensi encounter yang sangat rendah yaitu 0-5 rad/s. Untuk gerakan piching yang terbesar pada saat gelombang following sea

dengan RAO 1,6. Gerakan ini merupakan gerakan yang paling tidak stabil. Gerakan ini terjadi pada frekuensi encounter yang rendah yaitu 0-5 rad/s. (Hutahuruk 2013), Besar RAO untuk pithcing, rolling dan heaving berada pada nilai 1,1-8 serta frekuensi encounter 2-6. Ini menyimpulkan kapal memiliki performa yang baik saat beroperasi di laut.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sampan ember bekas tempat catmemiliki performa yang baik saat beroperasi dilaut. Semua gelombang yang terjadi diperairan berpengaruh besar terhadap gerak sampan yang di pasang bilge keel dengan sudut 30, 45 dan 60 derajat. Gerak yang paling berpengaruh besar terhadap sampan adalah gerakan rolling pada saat terjadi gelombang beam sea

(gelombang yang datang dari arah samping kiri maupun kanan dengan sudut kedatangan 90 dan 270 derajat). Gerakan yang terjadi pada saat sampan beroperasi diperairan memiliki pengaruh terhadap keselamatan. Apabila sampan tersebut memiliki aspek hidrodinamika yang buruk, dapat dipastikan akan menimbulkan kerugian baik materil maupun korban jiwa.

5 KESIMPULAN DAN SARAN

Dari nilai coefficient of fineness, sampan ember bekas tempat cat memiliki bentuk lambung yang berukuran sedang kapasitas muat dan ruang muat besar. Titik apung sampan ini secara longitudinal berada pada midship, dan titik M sampan berada diatas titik G sehingga kapal memiliki kestabilan yang positif.

Sampan memiliki stabilitas yang baik. Pemasangan sudut bilge keel dengan sudut 30 derajat memberikan nilai stabilitas terbesar dibandingkan sudut 45 dan 60 derajat dan tanpa pemasangan bilge keel. Dari hasil simulasi numerik didapatkan bahwa dalam keadaan diam maupun didayung, gerakan yang sangat

gelombang beam sea.

Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan mengkaji stabilitas terhadap ketebalan dan panjang bilge keel dari sampan ember cat bekas. Variasi terhadap nilai tinggi dan panjang gelombang yang berbeda.

Dokumen terkait