• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Standar Papan Gipsum

Standar merupakan sesuatu yang ditetapkan untuk digunakan sebagai dasar pembanding dalam pengukuran atau penilaian terhadap kapasitas, kuantitas, isi, luas, nilai dan kualitas (Guralnik, 1979). Sehubungan dengan hal tersebut, maka pada penelitian ini digunakan standar papan gipsum dari Bison (Hubner, 1985) sebagai pembanding terhadap mutu papan gipsum yang dihasilkan, selain itu digunakan juga standar ISO ( International Standard Organization) 8335 (cement bonded particleboards - boards of Portland or equivalent cement reinforced with fibrous wood particles) (ISO, 1987) dan SNI 03-2105 (papan partikel) (DSN,

papan gipsum yang- dihasilkan telah memiliki mutu sesuai standar atau tidak. Tabel dibawah ini nilai spesifik karakteristik papan tiruan dari tiga buah standar.

Tabel 1. Standar Papan Tiruan Gipsum

Sifat papan Standar

ISO BISON1 BISON2 SNI

03-2105 1996

Gipsum Jaya Board/ ASTM C36/C36M-01

Kerapatan (gr/cm3 1.15 1.2 Maks 1 0,55 gr/cm3

(*) Kadar air (%) 6 – 12 - - Maks 10

(*) Penyerapan air (%) - - - Mkas 50 37,4 %

Pengembangan tebal(%) 3 2.5 -

Pengembangan panjang (%) - 0.03 – 0.05 0.05 -

Pengembangan lebar (%) - 0.03 – 0.05 0.05 -

Modulus Elastisitas (kg/cm2) 29411.76 28.4-29.4 44.1-49.0 - 1578,29 Modulus patah (kg/cm2) 88.235 53.9 83.3-88.2 100-140 156,122

Keteguhan rekat internal(kg/cm2) - 1.98 3.9 -

KCTP (kg) 50 39.2 68.6 -

KCSP (kg) - 19.6 29.4 -

(*) Setelah direndam air selama 24 jam pada suhu kamar

Keterangan : ISO 8335 (1987) (Cement bonded particleboards) SNI 03 – 2105 (1996) (papan partikel)

(1) Gypsum fibre board – Bison (Hubner, 1985)

(2) Gypsum board flake reinforced – Bison (Hubner,1985) KCTP = Keteguhan cabut sekrup tegak lurus permukaan

2.3 Kelapa

Sebagai negara kepulauan dan berada di daerah tropis dan kondisi agroklimat yang mendukung, Indonesia merupakan negara penghasil kelapa yang utama di dunia. Pada tahun 2000, luas areal tanaman kelapa di Indonesia mencapai 3,76 juta Ha, dengan total produksi diperkirakan sebanyak 14 milyar butir kelapa, yang sebagian besar (95 persen) merupakan perkebunan rakyat.

Kelapa mempunyai nilai dan peran yang penting baik ditinjau dari aspek ekonomi maupun sosial budaya.

Kelapa merupakan salah satu anggota keluarga palmae. Kelapa dikenal sebagai tanaman serba guna karena seluruh bagian tanamn ini bermanfaat bagi kehidupan manusia.

Berikut adalah bagian-bagian dari tanaman kelapa.

1. Batang tempurung, kulit daging buah, daging buah, air kelapa dan lembaga. Sabut kelapa merupakan hasil samping, dan merupakan bagian yang terbesar dari buah kelapa, yaitu sekitar 35 persen dari bobot buah kelapa yang merupakan sisa buah kelapa yang banyak terdapat di indonesia. Bagian yang berserabut merupakan kulit dari buah kelapa. Dengan demikian, apabila secara rata-rata produksi buah kelapa per tahun adalah sebesar 5,6 juta ton, maka berarti terdapat sekitar 1,7 juta ton sabut kelapa yang dihasilkan (Palungkun, 1992) .

Potensi produksi sabut kelapa yang sedemikian besar belum dimanfaatkan sepenuhnya untuk kegiatan produktif yang dapat meningkatkan nilai tambahnya.

Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mendayagunakan limbah sabut kelapa

Serat sabut kelapa, atau dalam perdagangan dunia dikenal sebagai Coco Fiber, Coir fiber, coir yarn, coir mats, dan rugs, merupakan produk hasil pengolahan sabut kelapa. Secara tradisionil serat sabut kelapa hanya dimanfaatkan untuk bahan pembuat sapu, keset, tali dan alat-alat rumah tangga lain. Tetapi berdasarkan sifat kimianya serat sabut kelapa dapat digunakan sebagai bahan baku dalam membuat papan partikel karena dalam serat sabut kelapa terkandung lignoselulosa (Palungkun, 1992).

Sabut kelapa tersusun atas unsur organik dan mineral yaitu; pectin dan hemisellulose (merupakan komponen yang larut dalam air), lignin dan sellulose (komponen yang tidal larut dalam air), kalium, kalsium, magnesium, nitrogen serta protein. Perbandingan komponen diatas tergantung dari umur sabut kelapanya. Lignin pada serat sabut kelapa berkisar antara 40 % sampai 50%.

Serat sabut tergolong relatif pendek, sel seratnya sepanjang kira–kira 1 mm dengan diameter 15 micron dan sehelai serat terdiri dari 30 sampai 300 sel atau lebih, dilihat dari penampang lintangnya. Panjang serat sabut berkisar 15 sampai 35 cm dengan diameter 0,1 sampai 1,5 mm. Serat sabut mempunyai daya apung yang tinggi, tahan terhadap bakteri, air garam dan murah, sedang kelemahannya ialah, tidak dapat digintir dengan baik dan tergolong serat yang kaku (The Encyclopedia of wood, 1980). Mutu serat sabut kelapa atau coconut fibre, ditentukan oleh warna, persentase kotoran, kadar air, dan proporsi antara bobot serat panjang dan serat pendek.

Serat sabut kelapa juga dimanfaatkan untuk pengendalian erosi. Serat sabut kelapa diproses untuk dijadikan coir fiber sheet yang digunakan untuk lapisan kursi mobil, spring bed dan lain-lain. Serat sabut kelapa bagi Negara- Negara tetangga penghasil kelapa sudah merupakan komoditi ekspor yang memasok

kebutuhan dunia yang berkisar 75,7 ribu ton pada tahun 1990 . Indonesia walaupun merupakan negara penghasil kelapa terbesar di dunia,- pangsa pasar serat sabut kelapa masih sangat kecil. Kecenderungan kebutuhan dunia terhadap serat kelapa yang meningkat dan perkembangan jumlah dan keragaman industri

bahan baku / bahan pembantu, merupakan potensi yang besar bagi pengembangan industri pengolahan serat sabut kelapa. Dari aspek teknologi, pengolahan serat sabut kelapa relatif sederhana yang dapat dilaksanakan oleh usaha-usaha kecil. Adapun kendala dan masalah dalam pengembangan usaha kecil/menengah industri pengolahan serat sabut kelapa adalah keterbatasan modal, akses terhadap informasi pasar dan pasar yang terbatas, serta kualitas serat yang masih belum memenuhi persyaratan (BI, 2004). Dalam rangka menunjang pengembangan industry serat sabut kelapa yang potensial ini, maka perlu dilakukan pengujian yang memanfaatkan sabut kelapa ini sebagai papan serat yang nantinya dapat digunakan sebagai bahan teknik. Dari hasil penelitian nantinya dapat dihasilkan data-data teknik yang berkenaan dengan pemanfaatan tersebut, sehingga apakah dapat dipertanggung jawabkan keamanannya atau tidak. Disamping hal itu juga memanfaatkan serat sabut kelapa sebagai hasil samping, agar memiliki nilai tambah dan nilai ekonomi yang lebih tinggi.

Serbuk sabut kelapa (cocopeat) adalah hasil sampingan dari proses pengambilan serat sabut kelapa. Cocopeat merupakan pengikat antar serat kelapa di dalam sabut kelapa. Cocopeat mempunyai kandungan lignin dan selulosa yang tinggi. Bahan-bahan yang terkandung di dalam cocopeat menyebabkan cocopeat tahan terhadap bakteri dan jamur. Cocopeat memiliki pH sebasar 5,2-6,8 dann sangat sulit untuk diuraikan. Cocopeat akan mulai terurai dalam jangka waktu 10 tahun pemakaian, sehingga manfaat-manfaat dari cocopeat ini dapat berlangsung lama. Cocopeat sangat cocok digunakan untuk campuran tanah dalam pot, media pembenihan, media hydroponik, dan material lapangan golf (Anonim 2007).

Cresswell (2009) mengatakan, cocopeat terdiri dari 2% - 13% serat pendek yang panjangnya kurang dari 2 cm. Cocopeat bersifat hydrophilik dimana kelembaban akan tersebar merata pada permukaan serbuk. Kondisi seperti ini menyebabkan -cocopeat mudah untuk menyerap air meskipun berada di udara kering. Cocopeat tidak cocok digunakan sebagai bahan bakar karena menghasilkan banyak asap dan panas yang dihasilkan sedikit. Cocopeat memiliki daya serap air yang cukup

mineral-mineral seperti N, P, K, Ca, Cl, Mg, Na yang baik untuk media pembibitan tanaman . (DAPCA 2008).

2.4 Poliuretan

Poliuretan merupakan bahan polimer yang mengandung gugus fungsi uretan (-NHCOO-) dalam rantai utamanya. Gugus uretan terbentuk dari reaksi antara gugus isosianat dengan gugus hidroksil, seperti nampak dalam persamaan reaksi berikut :

Gambar 2.1 Reaksi antara gugus isosianat dengan gugus hidroksil

Pada awalnya banyak poliuretan yang dipatenkan adalah dari hasil reaksi diamin dan biskloroformat pada temperatur rendah. Setelah itu berkembang metode polimerisasi lelehan (melt polymerization method) dan metode larutan temperatur tinggi (hightemperaturesolution method) yang meliputi reaksi diisosianat dengan diol. Metode yang meliputi reaksi diisosianat dengan diol berkembang lebih pesat melebihi metode biskloroformat-diamin karena lebih sederhana dan tidak

menghasilkan produk samping. Henrie Ulrich (1982) dalam studinya mengenai poliol, melaporkan bahwa poliol polieter dan poliester biasa digunakan untuk sintesis poliuretan. Poliol polieter merupakan polimer berat molekul rendah yang diperoleh dari reaksi pembukaan cincin pada polimerisasi alkilen oksida. Poliol poliester diperoleh dari reaksi polimerisasi glikol dengan asam dikarboksilat.

Jadi- pada dasarnya, poliuretan dibuat dari reaksi polimerisasi antara monomer-monomer diisosianat dengan poliol polieter atau poliester. Elastomer poliuretan memiliki formasi kopolimer blok (A-B)n yang terdiri atas segmen keras dan segmen lunak. Elastomer umumnya terbentuk dengan cara mereaksikan

diisosianat aromatik berlebih dengan polieter atau poliester yang memiliki gugus ujung hidroksi untuk menghasilkan prepolimer dengan gugus ujung isosianat.

Prepolimer yang terbentuk direaksikan dengan senyawa dihidroksi, diamin, atau senyawa dengan gugus

asam dikarboksilat

Gambar 2.2 Sintesis Elastomer Poliuretan

Konsumsi bahan polimer poliuretan khususnya di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, terutama digunakan pada berbagai komponen kendaraan yang meliputi bagian eksterior dan interior misalnya bumper,panel-panel, tempat duduk, dan lain-lain. Dibidang kedokteran, poliuretan digunakan sebagai bahan pelindung muka, kantung darah, dan lain-lain. Selain itu poliuretan telah digunakan pula untuk perabot rumah tangga (furniture), bangunan dan konstruksi, insulasi tanki dan pipa, pabrik pelapis, alat-alat olahraga, serta sebagai bahan pembungkus. H. Hatakeyama (1995) dalam penelitiannya mengenai poliuretan yang biodegradable berasal dari tumbuhan, menunjukkan bahwa poliuretan dapat- disintesis menggunakan komonomer berupa polimer alam yang dikenal sebagai lignoselulosa. Berbagai sumber tumbuhan seperti lignin kraft, lignin solvolisis, kopi, sakarida seperti glukosa, fruktosa, sukrosa, dan molasse dapat dibuat poliuretan lewat pencampuran dengan polietilen glikol (PEG) atau polipropilen glikol (PPG) dan direaksikan dengan difenilmetan diisosianat (MDI). S. Owen (1995) telah dapat mensintesis poliuretan yang

biodegradable dengan menggunakan poliol berupa poli-D,L-asam laktat dan direaksikan dengan pMDI (polimetilen polifenil poliisosianat). (Eli R dkk 2000).

Dokumen terkait