• Tidak ada hasil yang ditemukan

STATEMENT OF CORPORATE INTENT (SCI)

Dalam dokumen pedoman Tata Kelola Perusahaan. pdf (Halaman 32-72)

(1) Penyusunan SCI menjadi tanggung jawab Direksi :

a. dengan meminta masukan dan persetujuan dari Komisaris

b. ditujukan untuk mendukung penerapan praktik-praktik Good Corporate

Governance,

c. konsisten dengan RJPP dan RKAP serta difokuskan pada strategi tingkat korporat

d. disusun setiap tahun untuk periode 3 (tiga) tahun kedepan.

(2) Pemegang saham melakukan penilaian terhadap ketepatan dan kewajaran isi SCI.

(3) Rancangan SCI diajukan oleh Direksi kepada Pemegang Saham sebelum awal tahun berjalan, setelah mendapat persetujuan Komisaris.

(4) Sebagai dokumen publik, SCI yang telah ditandatangani oleh Direktur Utama, Komisaris Utama, dan Kuasa Pemegang Saham harus dipublikasikan kepada stakeholders melalui website atau media lainnya.

(5) Secara periodik Direksi memantau pelaksanaan SCI dengan mempertimbangkan masukan dari stakeholders dan hasilnya dapat digunakan sebagai masukan dalam penyusunan SCI berikutnya.

Pasal – 21

Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) Dan Rencana Kerja Dan Anggaran Perusahaan (RKAP)

(1) Penyusunan RJPP meliputi proses penetapan sasaran dan penilaian jangka panjang yang berorientasi ke masa depan.

(2) Perumusan RJPP dan RKAP dilakukan oleh Direksi beserta jajaran manajemen perusahaan dengan mengkombinasikan pendekatan top down dan bottom up.

(3) Proses penyusunan dan pengesahan RJPP mencakup :

a. Penyusunan oleh Direksi dilakukan dengan mempertimbangkan lingkungan internal dan eksternal perusahaan, melakukan analisa kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman (SWOT), mempertimbangkan masukan yang diperoleh dari berbagai fungsi / unit kerja.

b. Penyampaian rancangan RJPP oleh Direksi kepada Komisaris untuk mendapat masukan / rekomendasi.

c. Pengusulan oleh Direksi kepada Pemegang Saham untuk mendapat persetujuan RUPS.

(4) Proses penyusunan RKAP pada dasarnya sama dengan RJPP namun materinya mencakup berbagai program kerja tahunan perusahaan yang lebih rinci.

Pasal – 22

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Dewan Komisaris, dan Direksi

(1) Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) a. Penentuan agenda rapat

a.1. RUPS tahunan untuk mengesahkan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) diselenggarakan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah tahun anggaran berjalan.

a.2. RUPS tahunan mengenai persetujuan Laporan Tahunan dan Perhitungan Tahunan diselenggarakan selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah berakhirnya tahun buku.

a.3. Pemanggilan untuk RUPS tahunan disampaikan kepada Pemegang Saham paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sebelum acara RUPS dilaksanakan.

a.4. Media pemanggilan harus mencakup informasi mengenai: agenda RUPS, materi usulan dan penjelasan lain yang berkaitan dengan agenda, hari, tanggal dan jam, tempat pelaksanaan RUPS.

a.5. Tempat pelaksanaan RUPS adalah di lokasi beroperasinya perusahaan atau di tempat lain di wilayah Republik Indonesia.

a.6. RUPS Luar Biasa (RUPSLB) dan lainnya dapat dilakukan sewaktu-waktu berdasarkan kebutuhan perusahaan bila dipandang perlu oleh Direksi dan atau Dewan Komisaris dan atau Pemegang Saham berdasarkan surat permintaan RUPSLB yang diajukan oleh Pemegang Saham secara tertulis kepada Direksi.

a.7. Apabila Direksi dan atau Dewan Komisaris ternyata lalai untuk menyelenggarakan RUPSLB dalam waktu 30 (tiga puluh) hari setelah diterimanya permintaan Pemegang Saham, maka RUPSLB dapat diselenggarakan setelah mendapat ijin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat.

a.8. Pemanggilan tertulis untuk RUPS Luar Biasa tidak disyaratkan ada jika semua peserta RUPSLB sudah mengetahui dan semua menyatakan dapat hadir dan menyetujui untuk dilaksanakannya RUPSLB.

b. Pelaksanaan rapat

b.1. RUPS dapat dilaksanakan jika dihadiri oleh Pemegang Saham yang mewakili.

b.2. RUPS dipimpin oleh Pemegang Saham atau yang diberi kuasa oleh Pemegang Saham.

b.3. RUPS diawali dengan pembacaan Tata Tertib RUPS.

b.4. RUPS hanya dapat membahas masalah yang ditetapkan dalam agenda RUPS.

b.5. Apabila perusahaan menjadi perusahaan terbuka, RUPS dinyatakan sah jika diwakili setengah bagian dari jumlah seluruh Pemegang Saham yang sah dan undangan lainnya dapat menghadiri RUPS dengan terlebih dahulu mendapat ijin Direksi.

c. Pengambilan keputusan

c.1. Pengambilan keputusan dalam RUPS dilaksanakan melalui prosedur yang transparan dan adil.

c.2. Keputusan RUPS diambil berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

c.3. Dalam hal perusahaan menjadi perusahaan terbuka, keputusan diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat, dan apabila tidak tercapai maka keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak dari jumlah suara yang sah. Bagi yang tidak setuju, pendapatnya dapat dicatat sebagai dissenting opinion/comment dalam risalah rapat. d. Pendokumentasian hasil rapat

d.1. Sekretaris Korporat membuat risalah rapat dalam setiap penyelenggaraan RUPS. Risalah RUPS harus ditandatangani Pemegang Saham atau Kuasa Pemegang Saham yang ditunjuk. Penandatanganan risalah rapat tidak diperlukan apabila risalah rapat tersebut dibuat dengan Berita Acara Notaris.

d.2. Risalah rapat harus memuat pendapat baik yang mendukung maupun yang tidak mendukung (dissenting opinion) atas usul yang diajukan (jika ada).

d.3. Risalah tersebut harus dijilid dalam kumpulan tahunan dan disimpan oleh Sekretaris Korporat dan apabila diperlukan Pemegang Saham berhak memperolehnya.

(2) Dewan Komisaris

a. Penentuan agenda rapat

a.1. Agenda rapat didasarkan pada program kerja Dewan Komisaris atau hal-hal lain yang dianggap perlu.

a.2. Materi rapat mencakup evaluasi / monitoring hasil / keputusan rapat sebelumnya dan hal-hal yang bersifat strategis.

b. Pelaksanaan rapat

b.1. Rapat Dewan Komisaris dilakukan sekurang-kurangnya sekali dalam satu bulan atau setiap waktu bilamana dianggap perlu oleh Komisaris Utama, atau oleh 1/3 (sepertiga) dari jumlah anggota Dewan Komisaris atau atas permintaan tertulis rapat Komisaris sebelumnya.

b.2. Rapat Komisaris diadakan di tempat kedudukan perusahaan atau ditempat lain dalam wilayah Republik Indonesia.

b.3. Dewan Komisaris harus menetapkan tata tertib rapat Dewan Komisaris dan mencantumkannya dengan jelas dalam Risalah Rapat Dewan Komisaris.

b.4. Rapat Dewan Komisaris dipimpin oleh Komisaris Utama atau yang diberi kuasa.

b.5. Anggota Dewan Komisaris yang tidak hadir dalam suatu rapat Komisaris hanya dapat diwakili oleh anggota Dewan Komisaris lainnya dengan kuasa tertulis.

c. Pengambilan keputusan

c.1. Rapat dianggap sah dan dapat mengambil keputusan yang mengikat apabila dihadiri atau diwakili oleh lebih dari ½ (setengah) jumlah anggota Dewan Komisaris. Keputusan dalam rapat Komisaris diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat.

c.2. Dalam hal keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.

c.3. Suara blangko (abstain) dianggap menyetujui usul yang diajukan dalam rapat Komisaris.

c.4. Dewan Komisaris dapat juga mengambil keputusan yang sah tanpa mengadakan Rapat Dewan Komisaris, dengan ketentuan bahwa semua anggota Dewan Komisaris telah mengetahui usul keputusan yang dimaksud secara tertulis dan memberikan persetujuan secara

tertulis terhadap usul yang dimaksud serta menanda tangani persetujuan tersebut.

c.5. Keputusan yang diambil harus diterima sebagai keputusan bersama

(Collegial).

d. Dokumentasi hasil rapat

d.1. Risalah Rapat Dewan Komisaris harus dibuat untuk setiap rapat Dewan Komisaris dan ditandatangani oleh seluruh anggota Dewan Komisaris yang hadir.

d.2. Risalah Rapat harus memuat semua hal yang dibicarakan, termasuk evaluasi terhadap pelaksanaan keputusan hasil rapat sebelumnya dan mencantumkan pendapat yang berbeda (dissenting opinion) dengan apa yang diputuskan dalam Rapat Dewan Komisaris tersebut (jika ada).

d.3. Setiap anggota Dewan Komisaris berhak menerima salinan Risalah Rapat Komisaris, terlepas apakah anggota Dewan Komisaris yang bersangkutan hadir atau tidak hadir dalam rapat Komisaris tersebut. d.4. Dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari sejak

pengiriman Risalah Rapat, setiap anggota Dewan Komisaris harus menyampaikan persetujuan atau keberatannya dan / atau usulan perbaikannya (jika ada).

d.5. Jika keberatan dan / atau usulan perbaikan atas Risalah Rapat tidak diterima dalam jangka waktu tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada keberatan terhadap Risalah Rapat Komisaris tersebut.

d.6. Risalah asli dari setiap rapat Dewan Komisaris harus dijilid dalam kumpulan tahunan dan disimpan oleh Sekretaris Komisaris serta harus selalu tersedia bila diperlukan.

(3) Direksi

a. Penentuan agenda rapat

a.1. Agenda rapat Direksi dapat diusulkan oleh masing-masing Direksi. a.2. Materi rapat mencakup evaluasi, monitoring hasil keputusan rapat

sebelumnya dan hal-hal yang bersifat strategis. b. Pelaksanaan rapat

b.1. Rapat Direksi diadakan secara berkala sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan dan sewaktu-waktu bilamana dianggap perlu atas permintaan tertulis oleh seorang atau lebih anggota Direksi.

b.2. Pemanggilan untuk rapat Direksi yang dilakukan secara berkala dilakukan secara tertulis oleh Sekretaris Korporat dan disampaikan dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) hari kerja sebelum rapat dilaksanakan dengan mencantumkan tanggal, waktu, tempat dan agenda rapat.

b.3. Pemanggilan untuk rapat Direksi yang dilakukan sewaktu-waktu dibuat oleh pihak yang meminta diadakannya rapat dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja sebelum rapat dilaksanakan dan ditujukan kepada semua anggota Direksi dan Sekretaris Korporate dengan mencantumkan, tanggal, waktu, tempat dan agenda rapat.

b.4. Rapat Direksi dipimpin oleh Direktur Utama atau oleh seorang anggota Direksi yang ditunjuk oleh Direktur Utama untuk memimpin jalannya rapat.

c. Pengambilan keputusan

c.1. Keputusan dalam rapat Direksi diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat.

c.2. Dalam hal keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak. Apabila jumlah suara setuju atau tidak setuju sama, maka pimpinan rapat yang menentukannya dengan tetap memperhatikan ketentuan mengenai pertanggungjawaban.

c.3. Suara blanko (abstain) dianggap menyetujui usul yang diajukan dalam rapat Direksi.

c.4. Direksi dapat juga mengambil keputusan yang sah tanpa mengadakan rapat Direksi, dengan ketentuan bahwa semua anggota Direksi telah mengetahui usul keputusan yang dimaksud secara tertulis dan memberikan persetujuan secara tertulis terhadap usul yang dimaksud serta menandatangani persetujuan tersebut. c.5. Keputusan hasil rapat yang diambil diterima sebagai keputusan

bersama (collegial). d. Pendokumentasian hasil rapat

d.1. Risalah rapat dibuat oleh Sekretaris Korporat untuk setiap rapat Direksi dan ditandatangani oleh seluruh Direksi yang hadir.

d.2. Risalah rapat tersebut memuat semua materi rapat yang dibicarakan, termasuk evaluasi terhadap pelaksanaan keputusan hasil rapat sebelumnya dan mencantumkan pendapat yang berbeda (discenting opinion) dengan apa yang diputuskan dalam rapat Direksi tersebut (jika ada).

d.3. Setiap Direksi berhak menerima salinan Risalah Rapat Direksi, terlepas apakah Direksi yang bersangkutan hadir atau tidak hadir dalam rapat Direksi.

d.4. Dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari sejak pengiriman risalah rapat, setiap Direksi harus menyampaikan persetujuan atau keberatannya dan atau usulan perbaikannya (jika ada).

d.5. Jika keberatan dan atau usulan perbaikan atas risalah rapat tidak diterima dalam jangka waktu tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada keberatan terhadap risalah rapat Direksi tersebut. d.6. Risalah asli dari setiap rapat Direksi harus dijilid dalam kumpulan

tahunan dan disimpan oleh Sekretaris Korporat serta harus selalu tersedia bila diperlukan.

Pasal - 23

Tata Kelola Sumber Daya Manusia (SDM)

(1) Perencanaan tenaga kerja

a. Mengantisipasi kebutuhan penyediaan pekerja bagi perusahaan.

b. Didasarkan analisis organisasi (disain pekerjaan, pekerjaan, formasi jabatan, evaluasi jabatan, kompetensi, perputaran pekerjaan) dan analisa kebutuhan jabatan minimal untuk 3 (tiga) tahun kedepan.

c. Analisis organisasi mempertimbangkan visi, misi, tujuan, dan strategi. d. Analisis kebutuhan jabatan harus diperhatikan hasil analisis organisasi,

beban kerja, anggaran perusahaan, dan data kekuatan pekerjaan. (2) Pemenuhan kebutuhan tenaga kerja

a. Berdasarkan kriteria dan kompetensi yang dibutuhkan perusahaan.

b. Sumber tenaga kerja berasal dari dalam dan dari luar perusahaan. Pengisian formasi jabatan struktural diutamakan bagi tenaga kerja yang berasal dari dalam perusahaan dan apabila berasal dari luar perusahaan dilakukan dengan mempertimbangkan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan yang berlaku.

c. Kebutuhan tenaga kerja diinformasikan secara transparan melalui pengumuman di media masa, website, dan / atau media lainnya.

d. Perusahaan dapat berhubungan dengan perguruan tinggi atau lembaga-lembaga pendidikan lainnya, pihak-pihak yang bergerak di bidang jasa penyedia tenaga kerja guna mendapatkan calon tenaga kerja terbaik sesuai dengan kebutuhan perusahaan.

(3) Seleksi dan program orientasi

a. Penerimaan tenaga kerja dilakukan melalui proses seleksi yang transparan dan obyektif.

b. Proses seleksi dilakukan sekurang-kurangnya melalui seleksi administrasi, tes tertulis, wawancara, dan tes kesehatan dengan melalui lembaga yang berkompeten.

c. Kepada tenaga kerja yang diterima diberikan program orientasi umum tentang perusahaan dan orientasi khusus berkaitan dengan bidang kerjanya dan sebelum diangkat menjadi pekerja harus mengikuti Masa Orientasi dan Pelatihan dilaksanakan 6 bulan, maksimal 12 bulan.

d. Pekerja perusahaan adalah pekerja yang memiliki hubungan kerja untuk waktu yang tidak tertentu dan waktu tertentu sesuai kebutuhan perusahaan dan ketentuan yang berlaku.

e. Perusahaan dan pekerja wajib membuat perjanjian kerja sebelum dimulainya hubungan kerja sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

(4) Penempatan pekerja

a. Penempatan pekerja dilakukan sesuai dengan kebutuhan perusahaan berdasarkan perjanjian kerja yang disepakati berdasarkan prinsip-prinsip

the right man on the right place dan equal pay for equal job.

b. Penempatan pekerja untuk jabatan-jabatan tertentu dilakukan melalui mekanisme fit & proper test atau assesment.

c. Setiap pekerja harus bersedia ditempatkan di wilayah atau unit kerja perusahaan sesuai dengan kebutuhan perusahaan.

d. Pekerja yang menolak penempatan dapat diberikan sanksi oleh perusahaan sesuai dengan peraturan di bidang ketenagakerjaan yang berlaku.

(5) Pengembangan pekerja

a. Pengembangan pekerja dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan dan kompetensi pekerja melalui jalur pendidikan dan pelatihan serta jalur penugasan khusus guna pencapaian tujuan dan peningkatan kinerja perusahaan, pemenuhan kompetensi, dan sekaligus pengembangan karier pekerja.

b. Pengembangan karir dilakukan untuk mengisi jabatan-jabatn di perusahaan berdasarkan kompetensi jabatan dan profil kompetensi pekerja serta proyeksi jenjang karier (career path).

c. Pengembangan karir meliputi jalur manajerial / stuktural yang mengikuti jenjang struktural organisasi perusahaan dan jalur tenaga ahli / spesialis dengan dukungan Professional Development Program.

d. Membentuk tim untuk melakukan pemilihan pejabat perusahaan setingkat Staf Urusan ke atas.

e. Perencanaan suksesi pejabat perusahaan diselaraskan dengan rencana pengembangan karir pekerja dan kebutuhan perusahaan serta dilaporkan oleh Direksi kepada Komisaris.

(6) Mutasi dan pemberhentian

a. Mutasi pekerja dapat berupa promosi, mutasi atau demosi.

b. Promosi, mutasi dan demosi dilakukan dengan memperhatikan pengembangan karier pekerja dan kebutuhan perusahaan.

c. Demosi dilakukan dengan mempertimbangkan unsur pembinaan atau ketegasan dalam penerapan punishment dengan tetap mengedepankan prinsip keadilan.

d. Setiap pekerja diberikan kesempatan yang sama untuk diseleksi dan dipilih guna mengisi jabatan (promosi) sepanjang yang bersangkutan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.

e. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dapat karena permintaan pekerja sendiri atau oleh perusahaan.

f. Pemutusan hubungan kerja menimbulkan hak dan kewajiban yang harus diselesaikan sesuai dengan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dan ketentuan lainnya yang berlaku.

g. Melakukan tour of duty (mutasi) bagi pekerja yang telah bekerja maksimal 4 (empat) tahun di tempat yang terpencil atau berkategori khusus.

Pasal – 24

Tata Kelola Keuangan

(1) Prinsip dasar pengelolaan keuangan

a. Keuangan perusahaan dikelola secara profesional (tertib, taat pada peraturan & RKAP, efisien, ekonomis, efektip, transparan, akuntabel dan bertanggungjawab) dengan mempertimbangkan risiko serta menggunakan prinsip kehati-hatian, dan mencerminkan pengelolaan aktiva dan kewajiban yang seimbang.

b. Prosedur, kebijakan serta peraturan yang berhubungan dengan pengelolaan keuangan baik pendapatan maupun biaya disusun dan selalu direview dengan memperhatikan standar akuntansi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta sebagai cermin sistim pengendalian internal yang baik.

c. Pengelolaaan keuangan dimaksudkan untuk meningkatkan nilai perusahaan melalui pelaksanaan program kerja yang dilandasi prinsip sadar biaya (cost consciuosness), profit oriented dan fund manajemen yang baik serta mempertimbangkan risiko.

(2) Perencanaan

a. Perencanaan keuangan, baik jangka pendek maupun jangka panjang dilakukan secara terintegrasi yaitu menampung kepentingan seluruh unit kerja dan mampu mencerminkan aktivitas operasi, investasi dan pendanaan perusahaan.

b. Penyusunan anggaran harus selalu melalui koordinasi antara unit kerja untuk mensinergikan usulan anggaran setiap unit kerja dengan menganut prinsip bottom up dan top down.

c. Direksi menetapkan target pendapatan dan biaya yang realistis yang akan dicapai perusahaan untuk penyusunan anggaran di setiap unit kerja perusahaan.

Anggaran perusahaan dikelompokkan atas : c.1. Anggaran Pendapatan.

c.2. Anggaran biaya yang terdiri dari Anggaran Biaya Eksploitasi, dan Anggaran Biaya Investasi.

c.3. Anggaran Kas. (3) Pengorganisasian

Pengelolaan keuangan dilakukan dengan memperhatikan pemisahan tugas (segregation of duties) antara fungsi perencanaan, pelaksanaan, verifikasi, pencatatan dan pelaporan, penyimpanan dan penyetoran dana serta otorisasi dan adanya pemisahan pengelolaan keuangan yang jelas.

(4) Pelaksanaan

a. Pengelolaan keuangan dilakukan dengan menerapkan disiplin anggaran melalui sistim dan prosedur keuangan yang berlaku.

b. Direksi dan Dewan Komisaris menentukan aturan transaksi yang harus mendapat persetujuan Dewan Komisaris, selain yang diatur dalam Anggaran Dasar.

c. Dewan Komisaris memastikan bahwa setiap transaksi, keputusan yang harus mendapat persetujuannya telah ditaati oleh Direksi.

d. Anggaran Investasi dan Biaya Operasional dapat dilaksanakan melalui Pengajuan Permintaan Anggaran Belanja (PPAB) dan Permintaan Pembelian (PP).

e. Penerbitan PPAB dan PP memperhatikan tata waktu dan rencana kerja dari setiap unit kerja.

f. Pengalihan dan revisi rencana kerja / anggaran harus melalui persetujuan Direksi dan atau Dewan Komisaris serta prosedur / ketentuan yang telah ditetapkan dengan justifikasi yang dapat dipertanggungjawabkan.

g. Perusahaan memberikan apresiasi terhadap unit kerja atas pencapaian rencana kegiatan dengan nilai realisasi anggaran yang efisien dan efektip.

h. Manajemen risiko dipertimbangkan sejak awal proses pengambilan keputusan pembiayaan melalui sistim dan prosedur yang berlaku.

(5) Monitoring / Pengawasan

a. Setiap unit kerja mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan berdasarkan ketentuan yang berlaku kepada Direksi.

b. Pimpinan unit kerja memonitor, mengevaluasi dan mengefektifkan realisasi anggaran yang telah ditetapkan pada unit kerja yang dipimpinnya secara bulanan, triwulanan, semesteran dan tahunan.

c. Pengelolaan keuangan oleh unit kerja dimonitor oleh Kepala Tata Usaha dan Kepala Bidang Keuangan di Kantor Distrik.

d. Direksi menyampaikan laporan pengelolaan keuangan kepada Dewan Komisaris dan Pemegang Saham secara triwulan, semesteran dan tahunan.

e. Komisaris secara triwulan, semesteran dan tahunan memonitor dan mengevaluasi pengelolaan keuangan perusahaan.

(6) Pelaporan

a. Direksi bertanggungjawab atas penyusunan laporan keuangan yang

auditable dan accountable sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku

di Indonesia.

b. Direksi menetapkan kebijakan akuntansi dan setiap perubahan kebijakan akuntansi harus mendapat persetujuan dari Komisaris.

c. Kebijakan akuntansi harus diterapkan secara konsisten dan Direktorat Keuangan memastikan bahwa kebijakan dan prosedur akuntansi telah dilaksanakan oleh seluruh unit kerja sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

d. Kualitas pertanggungjawaban dan penyajian informasi keuangan harus selalu ditingkatkan dalam penyusunan laporan keuangan.

e. Penyusunan laporan keuangan dilaksanakan dengan mengkonsolidasikan laporan keuangan seluruh unit kerja dan akhir periode akuntansi oleh unit kerja melaporkan ke Bagian Akuntansi untuk proses konsolidasi.

f. Data keuangan dan akuntansi tidak boleh diubah kecuali telah mendapat persetujuan Direksi dan Bagian Akuntansi.

Pasal – 25 Tata Kelola Aset

(1) Pengertian dan batasan

a. Aset adalah milik perusahaan baik yang bergerak maupun tidak bergerak dan berwujud maupun tidak berwujud.

b. Pengelolaan aset meliputi kegiatan pengadaan, pemanfaatan, pemeliharaan dan pengamanan, penyelesaian permasalahan, pelepasan dan penghapusan, pengembangannya baik oleh internal perusahaan maupun bersama investor, administrasi dan pengendalian.

c. Pengelolaan aset dilakukan berdasarkan prinsip pemanfaatan tertinggi dan terbaik (optimalisasi) atas setiap aset perusahaan (highest and best uses).

(2) Tujuan pengelolaan aset

a. Memberikan keuntungan pada perusahaan dan stakeholders secara optimal yaitu untuk :

a.1. memperoleh keuntungan

b. Data atau sistim informasi aset untuk :

b.1. menyajikan informasi yang benar dan tertib secara administrasi tentang kondisi aset baik aspek fisik, nilai, legal, pajak, assuransi maupun atribut aset lainnya sebagai dasar untuk penyusunan strategi pemanfaatan optimalisasi aset.

b.2. Memberikan kemudahan bagi proses pengambilan keputusan khususnya dalam pemanfaatan dan optimalisasi aset.

b.3. Merencanakan pola optimalisasi aset baik untuk mendukung kegiatan usaha maupun pemanfaatannya secara operasional.

(3) Penanggung jawab.

a. Menunjuk pejabat yang bertanggungjawab atas pengelolaan setiap aset perusahaan.

b. Setiap pejabat dan petugas memiliki rasa tanggungjawab dan kesadaran yang tinggi dalam menjaga aset perusahaan maupun pemanfaatannya. (4) Pengadaan

a. Kebijakan pengadaan aset harus diarahkan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi operasional perusahaan.

b. Proses pengadaan aset dilaksanakan sesuai dengan RKAP, perundang-undangan, serta kekentuan perusahaan yang berlaku.

(5) Pemanfaatan

a. Direksi menetapkan kebijakan yang mengatur mekanisme penggunaan atau pemanfaatan aset oleh setiap unit kerja yang dapat diukur dengan parameter pemanfaatan aset yang sehat.

b. Aset yang berupa sarana dan fasilitas perusahaan hanya dapat dimanfaatkan oleh pejabat dan / atau pekerja yang masih aktif guna kepentingan kelancaran pelaksanaan tugas.

c. Aset yang berupa sarana dan fasilitas perusahaan dapat dimanfaatkan, dikelola pihak lain dengan pertimbangan komersil tanpa mengganggu kelancaran pelaksanaan tugas pokok.

(6) Pemeliharaan dan pengamanan

a. Pemeliharaan aset secara terjadual dan disusun secara profesional, didokumentasikan dengan baik dan dilaksanakan secara konsisten.

b. Pengamanan meliputi pengamanan fisik maupun non fisik terhadap aset strategis dan nilai ekonomis tinggi.

c. Melakukan tindakan perlindungan terhadap seluruh aset yang memiliki risiko tinggi antara lain dengan pengasuransian.

(7) Penyelesaian permasalahan

a. Aset yang menjadi sengketa dengan pihak lain harus diselesaikan dengan transparan, fairness serta selalu mengutamakan kepentingan perusahaan.

b. Apabila diperlukan menggunakan bantuan hukum / pengacara profesional untuk memenuhi prosedur hukum dalam penyelesaian sengketa aset. (8) Pelepasan dan penghapusan

a. Melakukan analisis atas manfaat ekonomis aset berdasarkan kondisi fisik, perkembangan teknologi, maupun perkembangan bisnis perusahaan. b. Aset yang tidak memberikan nilai tambah (non produktif) dapat diusulkan

untuk dijual, dipertukarkan, dikerjasamakan, atau dihapuskan dan pelaksanaannya harus sesuai dengan ketentuan anggaran dasar, perundang-undangan dan peraturan perusahaan yang berlaku.

c. Prosedur pelepasan dan penghapusan aset harus sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku.

(9) Administrasi dan pengendalian

a. Aset yang dimiliki perusahaan harus didukung dengan dokumen legal yang menunjukkan kepemilikan yang sah.

b. Apabila ditemukan Aset yang tidak mempunyai dokumen pendukung harus ditelusuri asal usulnya dengan menerbitkan berita acara yang melibatkan fungsi-fungsi terkait seperti hukum dan perundangan untuk meproses dokumen legal yang diperlukan (dilegalkan) dan dikapitalisasi sebagai aset perusahaan.

c. Penilaian kembali aset perusahaan dilakukan secara berkala sesuai dengan kebutuhan perusahaan dan ketentuan perundang-undangan yang

Dalam dokumen pedoman Tata Kelola Perusahaan. pdf (Halaman 32-72)

Dokumen terkait