• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUKUM PERNIKAHAN WANITA HAMIL AKIBAT ZINA

C. Kedudukan Anak Dari Pernikahan Wanita Hamil Akibat Perzinahan a. Hukum Islam

4. Status Nafkah

44

Ibnu Mandzur, Lisan Al-'Arobi,(Beirut : Dar Shadir,1994),jilid .1.h.755 45

.Ibn 'Abidin, Radd Al-Mukhtar 'ala Al-Daar Al-Mukhtar : Hasyiyah Ibn 'Abidin ,(Beirut : Daar Ihya Al-Turats Al-'Arabi,1987),juz.11,cet.11, h.623

46

Kamal Mukhtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta, Bulan Bintang : 1974), Cet. Ke-3, h. 92-93

47

Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta, Yayasan Penyelenggara Penterjemah/ Penafsiran Al-Quran : 1973). h. 496

48

Nafkah berasal dari Bahasa Arab yaitu yang berarti belanja, atau "kebutuhan pokok". Maksudnya ialah kebutuhan pokok yang diperlukan oleh orang-orang yang membutuhkannya.

Hukum anak zina :

1. Sekiranya seorang suami menuduh isterinya melakukan perzinaan tetapi tidak dapat dibuktikan, maka anak yang lahir dalam waktu sang isteri masih di bawah tangan sang suami, anak itu adalah anak dari sang suami yang sah.

Bersabda Rasulullah s.a.w. Anak itu adalah bagi ranjang (yakni bagi suami yang mempunyai ranjang itu) sedangkan sang isteri yang melacur itu dirajam"(Bukhari).

2. Bila seorang pria atau wanita dipaksa melakukan zina, maka ia tidak berdosa, kalau setelah itu ia melakukan perkawinan dengan wanita tersebut secara sah, maka tidaklah terdapat persoalan apapun dalam persoalan ini.Anak yang dilahirkan adalah anak yang sah, sebab perzinaan yang dilakukan itu tidak membawa satu kesalahan didalam hukum Islam berarti kedua pelaku perzinaan paksaan itu tidak didera atau dirajam. 3. Kalau sekiranya perzinaan itu dilakukan dengan penuh kesadaran, oleh

manusia yang dewasa dan atas keinginan masing-masing dengan mengetahui hukumannya, maka perbuatan ini mengarah kepada pelaksanaan hukum zina atas kedua manusia itu yakni didera masing-masing mereka jika belum pernah kawin dan dirajam / dilontar batu hingga meninggal dunia bila telah pernah kawin.

4. Dewasa ini hukum dan hukuman itu tidak berlaku, sebab tidak ada Negara Islam dimana perbuatan itu terjadi hingga perbuatan itu terkadang dianggap enteng belaka.Terkadang perbuatan itu dilakukan muda-mudi untuk memaksa orang tua mereka mengawinkan mereka berdua.Ini merupakan paksaan yang melanggar aturan agama dan ajaran Islam. Sekiranya mereka yang melakukan perzinaan itu mendapatkan anak, maka anak itu adalah anak zina.

b. Hukum Positif

Di dalam hukum perdata bahwa setiap anak yang dilahirkan atau dibesarkan dalam ikatan perkawinan, maka anak adalah anak yang sah. Anak sah adalah anak yang dilahirkan dari sekurang-kurangnya 180 hari itu kemungkinan bahwa anak itu tidak sah, kecuali sebelum perkawinan si calon suami sudah tahu bahwa calon istri sudah mengandung.itu kemungkinan bahwa anak itu tidak sah, kecuali sebelum perkawinan si calon suami sudah tahu bahwa calon istri sudah mengandung.

Kemudian anak yang lahir di luar perkawinan karena berbuat zina antara pria dan wanita, sebelum perkawinan telah mengakui bahwa anak yang lahir itu adalah anak mereka telah mengakui. Kemudian pria dan wanita tersebut melakukan perkawinan dan sebelum perkawinan ia telah mengakui bahwa anak yang lahir itu adalah anak mereka, maka anak itu menjadi anak yang sah. Dengan adanya pengakuan terhadap anak diluar perkawinan maka terjadilah hubungan perdata antara anak dengan bapak dan ibu yang mengakuinya.

Jika wanita yang melahirkan anak dan tidak melakukan perkawinan yang sah, maka anak itu hanya mempunyai hubungan perdata dan akan hanya mendapat warisan dari ibu dan keluarga ibunya saja.49

Dan disebut juga anak diluar perkawinan, hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya (pasal 42 BW)

Di dalam hukum perdata sistem yang berbeda masalah anak mempunyai bapak, melainkan juga tidak mempunyai ibu dalam arti, bahwa antara seorang anak dengan seorang wanita yang melahirkannya itu, tidak ada hubungan hukum sama sekali, seperti mengenai pemberian nafkah, warisan dan lain-lain.

Pengakuan anak yang tidak sah ini juga di kemungkinan dilakukan seorang pria, yang menyebabkan lahirnya anak itu. Cara pengakuan oleh si bapak hanya mungkin, apabila ibunya menyetujuinya (pasal 284 BW).

Dengan pengakuan sebagai anak ini, tanpa diikuti dengan suatu perkawinan antara bapak dan ibu hanyalah ada anak yang diakui, anak ini belumlah dinamakan anak sah.

Cara untuk mengetahui bahwa sebelum perkawinan tersebut anak itu harus diakui sebagai anak oleh ibunya dan bapaknya. Pengakuan anak itu tidak ada dan pernikahan bapak dan ibu telah berlangsung tanpa mengakui anak pada waktu pernikahan itu (akte pernikahan) atau sebelumnya pasal 274 BW.50

Anak yang lahir diluar perkawinan, dinamakan "natuurlijkkind" ia dapat diakui tidak diakui oleh ayah atau ibunya.Menurut sistem yang dianut oleh

49

Hilman Hadi Kusuma.,Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundangan Hukum Islam,Adat Dan Perdata,(Bandung,C.V Mandar Maju,1990) h.133

50

Abdul Kadir Muhammad.S.H,Hukum Perdata Indonesia (Bandung, PT. Citra Aditya,1990). H. 132

B.W.dengan adanya keturunan di luar perkawinan saja belum terjadi suatu hubungan keluarga antara anak dengan orang tuanya. Barulah dengan "pengakuan" (erkenning) lahir suatu pertalian kekeluargaan dengan akibat-akibatnya (terutama hak mewaris) antara anak dengan orang tua yang mengakuinya. Tetapi suatu hubungan kekeluargaan antara anak dengan keluarga si ayah atau ibu yang mengakuinya belum juga anak. Hubungan itu hanya dapat diletakkan dengan "pengesahan"anak (wettiging), yang merupakan suatu langkah lebih lanjut lagi dari pada pengakuan. Untuk pengesahan ini, diperlukan kedua orang tua, yang telah mengakui anaknya, kawin secara sah. Pengakuan yang dilakukan pada hari pernikahan juga membawa pengesahan anak. Jikalau kedua orang tua yang telah kawin belum melakukan pengakuan terhadap anaknya yang lahir sebelum pernikahan, pengesahan anak itu hanya dapat dilakukan dengan "surat-urat pengesahan" (brieven van wettiging) oleh kepala negara. Dalam hal ini presiden harus meminta pertimbangan Mahkamah Agung. Pengakuan anak tidak dapat dilakukan secara diam-diam, tetapi harus dilakukan dimuka Pegawai Pencatatan Sipil, atau dalam akte perkawinan orang tuanya (yang berakibat pengesahan) atau dalam suatu akte tersendiri dari Pegawai Pencatatan Sipil, bahkan dibolehkan juga dalam akte notaris.51

Perbuatan zina ("overspel") atau yang dilahirkan dari hubungan antara dua orang yang dilarang kawin satu sama lain. Dengan demikian anak yang lahir diluar perkawinan itu hanya dapat mewarisi harta benda yang ditinggalkan ibunya dan keluarga ibunya, namun tidak dapat mewarisi harta benda yang ditinggalkan ayahnya dan keluarga ayahnya. Dengan kata lain anak yang lahir di

51

luar perkawinan tersebut hanyalah menjadi ahli waris ibunya dan keluarga ibunya.tetapi tidak menjadi ahli waris ayahnya dan keluarga ayahnya.

Seorang suami dapat menyangkal sahnya anak yang dilahirkan isterinya, bila mana ia dapat membuktikan bahwa isterinya telah berbuat zina dan anak itu akibat dari pada perzinaan tersebut. Pengadilan memberikan keputusan tentang sah tidaknya anak yang disangkal itu atas permintaan yang berkepentingan dengan lebih dahulu mewajibkan yang berkepentingan mengucapkan sumpah (pasal 44).

Selanjutnya mengenai asal usul 'anak pasal 55 Undang-undang Perkawinan menentukan :

(1) Asal usul seorang anak hanya dapat dibuktikan dengan akte kelahiran yang autentik, yang dikeluarkan oleh Pejabat yang berwenang.

(2) Bila akte kelahiran tersebut dalam ayat (1) pasal ini tidak ada, maka Pengadilan dapat mengeluarkan penetapan tentang asal usul seorang anak setelah diadakan pemeriksaan yang teliti berdasarkan bukti-bukti yang memenuhi syarat.

(3) Atas dasar ketentuan Pengadilan tersebut ayat (2) pasal ini, maka instansi pencatat kelahiran yang ada dalam daerah hukum pengadilan yang bersangkutan mengeluarkan akte kelahiran bagi anak yang bersangkutan.52

52

Riduan Syahrani,Seluk Beluk Dan Asas-asas Hukum Perdata.(Bandung,Alumni.1992)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari seluruh pembahasan yang dikemukakan pada bab sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan akhir sebagai berikut :

1. Zina menurut hukum Islam, setiap persetubuhan yang dilakukan antara pria dan wanita di luar nikah, atau persetubuhan yang dilakukan tidak dengan nikah yang sah. Sedangkan menurut hukum positif persetubuhan yang dilakukan oleh laki-laki atau perempuan yang telah kawin dengan perempuan atau laki-laki yang bukan isteri atau suaminya atas dasar suka sama suka.

2. Wanita hamil karena zina boleh dinikahi oleh orang yang menghamilinya maupun oleh orang lain yang bukan menghamilinya, karena tidak ada laranganyang nyata dari Al-quran maupun Hadist. Dan status hukum akad nikah sah selama memenuhi rukun dan syarat-syarat nikah yang yang telah ditetapkan oleh hokum Islam, di samping itu juga terdapat unsur kemaslahatan dalam kebolehan menikahinya, diantaranya dapat membaca jalan kea rah kehidupan yang lebih baik bagi wanita tersebut. Sedangkan menurut hukum positif bahwa menikahi wanita hamil di luar nikah itu dibolehkan, kalau sudah cukup syaratnya.

3. Menurut hukum Islam, anak yang lahir di luar nikah (anak zina) itu suci dari segala dosa, tidak bersalah dan tidak bernoda, sebab keseluruhan kesalahan yang berlaku adalah dari dua manusia yang melakukan

kesalahan itu. Status anak ini tidak dapat dikatakan secara hukum Islam mempunyai ibu bapak, sebab tidak mempunyai dasar yang sah semenjak mulanya. Seuatu yang berdasarkan kepada yang bathil maka bathil pulalah hukumnya. Sedangkan menurut hukum positif anak yang lahir di luar nikah, yang berstatus tidak sah, ia bisa menjadi sah apabila ia diakui oleh ibunya, dan mendapatkan warisan sebagaimana anak yang lain.

B. Saran-saran

Dari kesimpulan itu penulis mengemukakan beberapa saran :

1. Untuk mencegah merebaknya praktek perzinahan dimasyarakat, perlulah kiranya dilakukan terobosan-terobosan baru dengan mempewrtimbangkan hukum pidana islam yang mampu memberikan sanksi terhadap para pezina.

2. Kepada seluruh eleman masyarakat agar berperan untuk mempersempit peluang-peluang terjadinya perzinahan.

3. Penulis menghimbau kepada muda-mudi agar berhati-hati dalam pergaulan terhadap lawan jenis karena dorongan hawa nafsu, seringkali menjerumuskan manusia ke lembah dan penyimpangan terhadap norma-norma agama

Dokumen terkait