• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil pengamatan status spora di Hutan Sub Pegunungan Kamojang meliputi kepadatan spora, kekayaan spora dan kelimpahan relatif.

1) Kepadatan spora

Kepadatan spora merupakan jumlah spora yang dijumpai pada saat pengamatan. Kepadatan spora pada setiap plot disajikan pada Gambar 1

29 10 0 5 17 0 10 14 12 38 4 2 7 3 2 5 0 10 20 30 40 1 2 3 4 5 6 7 8 plot indi v idu s por a 0-10 cm 10-20 cm

Dari Gambar 1 dapat dilihat bahwa pada kedalaman 0-10 cm jumlah spora terbanyak terdapat pada plot 1 yaitu sebanyak 29, sedangkan pada kedalaman 10-20 cm jumlah spora terbanyak terdapat pada plot 2 yaitu sebanyak 38. Hal ini menunjukan bahwa pada plot 2 sangat mendukung untuk tumbuhnya spora.

Pada penelitian ini, jumlah spora yang ditemukan pada setiap plotnya berbeda-beda jumlahnya. Jumlah spora yang didapat, diperoleh dari contoh tanah yang diambil dari lapangan sebanyak 40 gram tiap sub plotnya dengan menggunakan metode tuang basah. Jumlah spora dapat dihubungkan dengan jumlah infeksi akar. Pada umumnya pada waktu spora membentuk miselium di sekeliling akar yang menghambat perkembangan miselium bagian luar atau pertumbuhan akar dihambat oleh miskinnya suplai unsur hara. Spora lebih banyak pada tingkat posfat sedang daripada tingkat posfat rendah, jika kekurangan posfat akan membatasi pertumbuhan dan mempengaruhi keseluruhannya. Faktor kesuburan tanah sangat mempengaruhi jumlah spora.

Selain itu, menurut Gunawan (1993), persentase infeksi pada akar dan produksi spora oleh CMA dipengaruhi oleh spesies CMA itu sendiri, lingkungan dan tanaman inangnya, sehingga baik jumlah spora maupun persentase infeksi akar tidak dipengaruhi oleh satu faktor saja, melainkan akumulasi dari berbagai faktor yang dapat mempengaruhinya.

Jumlah spora juga sangat dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban. Semakin tinggi suatu daerah, maka suhunya akan semakin rendah. Suhu yang rendah dapat berpengaruh negatif terhadap tanaman. Diantaranya yaitu dapat menurunkan laju fotosintesis dan dapat mengurangi serapan unsur hara. Kelembaban yang tinggi menandakan kandungan air yang tinggi dan suhu yang rendah pada suatu lahan hutan, akibatnya unsur hara akan semakin rendah akibat proses pencucian pada lahan tersebut.

Pada kondisi seperti ini, beberapa vegetasi akan mengalami kesulitan dalam proses pertumbuhan dan menyerap beberapa unsur hara. Sebagai salah satu solusinya vegetasi tersebut akan lebih meningkatkan simbiosisnya terhadap mikoriza untuk membantu dalam penyerapan unsur hara. Dan mikoriza itu sendiri apabila mengalami tekanan pada lingkungannya, maka akan cenderung membentuk alat reproduksi (spora) lebih banyak.

Di dalam tanah, CMA pada umumnya berbentuk spora dalam keadaan istirahat (dorman) baik tunggal maupun dalam bentuk sporocarp. Dalam penelitian ini spora CMA yang ditemukan pada umumnya berbentuk tungggal, artinya spora CMA ditemukan dalam bentuk bulat utuh. Namun diantara spora-spora tersebut tidak semua ditemukan dalam bentuk utuh lengkap tapi ada beberapa spora yang mengalami kerusakan.

2) Kekayaan Spora

Kekayaan Spora merupakan kekayaan jenis spora pada suatu lokasi pengamatan yang merupakan hasil identifikasi sampai pada tingkat genus. Genus spora CMA yang ditemukan dalam di lokasi penelitian adalah genus Glomus dan Acaulospora.

Tabel 2. Data Nilai Kualitatif Spora Di Alam

Plot Jenis Tanaman Kedalaman (cm) Kepadatan Spora Kekayaan Spora 1 Ficus sinuata 0 - 10 29 1 10 - 20 12 1 2 Eupatorium riparum 0 - 10 10 1 10 - 20 38 2 3 Elastosema parvum 0 - 10 0 0 10 - 20 4 1 4 Oplismenus compositus 0 - 10 5 1 10 - 20 2 1 5 Sp2 0 - 10 17 1 10 - 20 7 1 6 Sp1 0 - 10 0 0 10 - 20 3 1 7 Alternarthera sp 0 - 10 10 1 10 - 20 2 1 8 Syzygium jamboloides 0 - 10 14 1 10 - 20 5 1

Dari data di atas dapat diketahui bahwa jumlah Kekayaan Spora terbanyak terdapat pada tanaman Eupatorium riparum pada kedalaman 10 - 20 sebanyak 2. sedangkan jumlah Kekayaan Spora paling sedikit yaitu terdapat pada tanaman Elastosema parvum dan Sp1 pada kedalaman 0 – 10 yaitu sebanyak 0. Adanya perbedaan jumlah kekayaan spora ini diduga karena adanya perbedaan jenis vegetasi yang berasosiasi dengan jenis spora disamping faktor lingkungan yang

berperan didalamnya, seperti pangaruh suhu, ketinggian, kedalaman dan kelembaban.

Sampai saat ini hanya ada 6 genus cendawan yang diketahui menghasilkan CMA dengan tanaman. Dua genus yaitu Glomus dan Sclerocystis menghasilkan Chlaydospora dan empat genus yaitu, Gigaspora, Scutellaspora, Acaulospora dan Entrophospora menghasilkan Azygospora (Setiadi, 1992).

Hasil identifikasi spora berdasarkan kedalaman disajikan pada Gambar 2

67 54 0 1 0 20 40 60 80 0-10cm 10-20cm kedalaman indi v idu s p or a glomus acaulospora

Gambar 2. Sebaran Genus Spora CMA Berdasarkan Kedalaman

Dari Gambar 2 dapat diketahui bahwa pada kedalaman 0 – 10 cm jumlah Glomus adalah 67, sedangkan pada kedalaman 10 – 20 cm jumlah Glomus hanya 54. Untuk Acaulospora, pada kedalaman 0 – 10 cm jumlahnya 0, sedangkan pada kedalaman 10 – 20 cm jumlah Acaulospora adalah 1. Dari gambar dapat dilihat perbedaannya, bahwa jumlah Glomus jauh lebih banyak daripada jumlah Acaulospora.

Pada penelitian ini genus Glomus memiliki populasi terbesar dan penyebaran yang paling luas, hampir di setiap plot ditemukan Glomus. Jumlah populasi yang tinggi ini disebabkan karena genus Glomus merupakan genus yang mempunyai jenis paling banyak yaitu 70 jenis yang kemudian diikuti oleh genus Acaulospora sebanyak 22 jenis, Sclerocystis 9jenis, Gigaspora 6 jenis dan Entrospora sebanyak 3 jenis (Shenck dan Peres, 1990 dalam Irmawati, 2001). Selain itu dominannya genus Glomus ini juga diperkirakan karena kemampuan

Glomus untuk dapat tumbuh pada kisaran lingkungan yang lebih luas dibandingkan dengan genus lainnya.

Karakteristik-karakteristik yang khas untuk masing-masing genus yang ditemukan :

1.Glomus

Hifanya relatif lurus dan bercabang sepanjang lapisan korteks akar, staining hifanya relative susah, bentuk vesikelnya oval, selalu terbentuk diantara sel korteks, vesikel ini berada di dalam akar dan sering berkembang membengkak atau dinding sporanya berlapis-lapis.

2 Acaulospora

Hifa yang di dalam sel korteks mempunyai karakteristik yang teratur, sedang hifa yang di luar sel korteks umumnya mempunyai percabangan yang tidak teratur dan lebih berliku-liku dibandingkan dengan Glomus, internal hifanya mempunyai dinding yang tipis sehingga susah untuk melihatnya, vesikel diisi oleh lapisan minyak intraseluler, bentuknya persegi panjang tapi bentuknya sering menjadi tidak teraturapbila vesikel ini mengadakan ekspansi yang terdekat dan vesikelnya mempunyai dinding yang tipis.

Selain dari data kepadatan spora dan kekayaan spora terdapat pula data kelimpahan relatif yang merupakan salah satu penentu dari penilaian kualitatif spora. Kelimpahan relatif ialah jumlah genus yang terdapat pada lokasi pengamatan dibagi dengan total spora yang ada pada lokasi pengamatan dengan dikali 100 %. Data ini menunjukan besarnya kelimpahan suatu jenis spora dalm suatu lokasi pengamatan.

Tabel 3. Data Nilai Kualitatif Kelimpahan Relatif

Genus Jumlah individu Kelimpahan Relatif (%)

Glomus 121 99.18

Acaulospora 1 0.82

Dari Tabel 3 di atas dapat diketahui bahwa jumlah Glomus sebanyak 121, sedangkan jumlah Aculospora sebanyak 1. Untuk nilai kelimpahan relatif, pada Glomus yaitu sebesar 99.18 %, sedangkan untuk Acaulospora hanya 0.82 %.

Dari data di atas dapat diketahui bahwa genus Glomus dapat tumbuh dengan baik pada Hutan Sub Pegunungan. Hal ini disebabkan karena genus Glomus selain penyebarannya sangat luas juga genus ini memiliki kesesuaian yang optimal terhadap faktor lingkungan yang ada di Hutan Sub Pegunungan Kamojang.

Selain data-data diatas terdapat data yang menggambarkan penyebaran dari suatu jenis spora yaitu frekuensi. Frekuensi pada spora yang diamati disajikan pada Gambar 3. 100 5 0 20 40 60 80 100 120 glomus acaulospora genus spora fr e k ue ns i

Gambar 3. Histogram Frekuensi Sebaran Genus Spora di Alam Dari Gambar 3 di atas, dapat diketahui bahwa genus Glomus memiliki frekuensi paling besar dengan nilai 100 %. Hal tersebut menjelaskan bahwa genus tersebut terdapat dan menyebar di setiap lokasi pengamatan (sub-plot). Pada genus Acaulospora memiliki nilai frekuensi sebesar 5 % yang berarti keberadaan penyebarannya hanya 5 % dari seluruh lokasi pengamatan (sub-plot) yang ada. Dari data di atas dapat diketahui bahwa sebaran genus yang mendominasi pada Hutan Sub Pegunungan yaitu genus Glomus. Hal ini disebabkan karena genus Glomus merupakan genus yang mempunyai jenis paling banyak dan juga diperkirakan karena kemampuan Glomus untuk dapat tumbuh pada kisaran lingkungan yang lebih luas dibandingkan dengan genus lainnya.

Dokumen terkait