• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sumber: Data Primer, diolah (2015)

Gambar 4. Proporsi Status Usaha Responden

Sebanyak 35% responden menyatakan bahwa hasil usaha yang mereka terima dari usaha dagangnya merupakan pendapatan sampingan sedangkan pendapatan utama dihasilkan dari pekerjaan seperti buruh pabrik atau asisten rumah tangga. Sedangkan 65% menyatakan bahwa pendapatan yang mereka terima dari usaha dagang nya merupakan pendapatan utama.

Jumlah Tanggungan Keluarga

Jumlah tanggungan responden penelitian ini berkisar antara 1-5 orang. Pada tabel 12 dapat dilihat jumlah responden yang memiliki tanggungan berjumlah 1-2 orang adalah 23 orang atau setara dengan proporsi 57,5%. Responden yang memiliki jumlah tanggungan 3-4 orang ada pada angka 12 orang atau setara dengan proporsi 30,5%. Sedangkan jumlah responden yang memiliki tanggungan lebih dari 5 berjumlah 5 orang atau setara dengan proporsi 12,5%.

35%

65%

Status Usaha

Utama Sampingan

22

Tabel 12. Jumlah dan Proporsi Tanggungan Keluarga responden

Jumlah Tanggungan Keluarga Jumlah Responden (Orang) Proporsi (%)

1-2 23 57,5

3-4 12 30,0

>5 5 12,5

Total 40 100

Sumber: Data Primer, diolah (2015)

Besar Pembiayaan Mikro Syariah yang Diterima Responden

Besar jumlah pembiayaan yang diterima responden sangat berada pada angka 1.000.000 hingga 10.000.000. Pembiayaan yang diberikan KBMT Wihdatul Ummah merupakan pemberian uang sebagai modal usaha yang harus dikembalikan dalam jumlah tertentu pada periode waktu yang disetujui oleh responden dan KBMT

Tabel 13. Besar Pembiayaan Mikro Syariah yang Diterima Responden

Variabel Rata-rata Nilai

Minimum Nilai Maksimum Besar pembiayaan (Rp) 1.900.000 1.000.000 10.000.000 Periode Pengembalian (minggu) 25 25 30

Sumber: Data Primer, diolah (2015)

Pembiayaan yang diberikan oleh KBMT merupakan pembiayaan yang termasuk pada kategori equity financing dimana KBMT memberikan pembiayaan yang bertujuan untuk digunakan demi kepentingan usaha oleh para nasabah dan pengembalian nya dilakukan dengan sistem bagi hasil sesuai dengan kesepakatan nasabah dengan KBMT. Pada Tabel 13 jumlah pembiayaaan yang diterima responden yang paling rendah adalah sebesar 1.000.000 rupiah dengan besar cicilan per bulan sebesar 60.000 rupiah dan periode pengembalian selama 25 minggu sedangkan jumlah pembiayaan yang paling besar yaitu sebesar 10.000.000 dengan besar cicilan per bulan sebesar 50.000.

Agunan

Agunan merupakan jaminan berupa benda berharga yang diberikan kepada pihak BMT pada saat nasabah hendak melakukan pembiayaan. Berdasarkan hasil penelitian yang disajikan pada tabel 14 dapat diketahui seluruh responden menyertakan agunan pada saat melakukan pembiayaan sebesar atau sebanyak 40 orang. KBMT Wihdatul Ummah mewajibkan nasabah menyerahkan jaminan sebagai syarat pengajuan pembiayaan. Umumnya jaminan yang diberikan kepada KBMT adalah alat elektronik dan BPKB Motor.

23 Tabel 14. Jumlah dan proporsi agunan responden

Agunan Jumlah Responden (Orang) Proporsi (%) Ada 40 100 Tidak ada 0 0 Total 40 100

Sumber: Data Primer, diolah (2015)

Persepsi Responden mengenai Dampak Pembiayaan Terhadap Usaha

Pembiayaan mikro syariah yang diberikan oleh KBMT Wihdatul Ummah bertujuan untuk meningkatkan usaha responden. Namun tidak semua responden beranggapan bahwa omset usaha nya meningkat. Dari 40 responden 42,5% menyatakan bahwa pembiayaan yang diterima berdampak positif terhadap usaha nya dengan alasan meningkatkan omset dan keuntungan, sebanyak 25% beralasan pembiayaan dapat menambah modal, dan 2,5% responden beralasan bahwa dengan pembiayaan yang diterima jangkauan usaha nya dapat diperluas. Sebanyak 12,5% dari total responden menyatakan bahwa pembiayaan tidak dapat mengembangkan usaha nya karena hanya digunakan untuk menambah stok barang, sebanyak 7% menggunakan nya untuk keperluan konsumsi, dan 2,5% menyatakan pembiayaan yang diterima digunakan untuk memutar modal.

Tabel 15. Persepsi Responden mengenai Dampak Pembiayaan Terhadap Usaha

Berkembang atau

Tidak Berkembang

Usaha Responden

Alasan Proporsi(%)

Usaha Berkembang Meningkatkan omset dan keuntungan Menambah Modal

Memperluas Jangkauan Pemasaran

42,5 25 2,5 Total Usaha Berkembang 70

Usaha Tetap atau Tidak Berkembang

Hanya untuk menambah stok dagangan

12,5 Digunakan untuk keperluan konsumsi

Digunakan untuk memutar modal

7 2,5

Total Usaha Tidak Berkembang atau Tetap 30

Sumber: Data Primer, diolah (2015)

Tabel Silang antara Jumlah Pembiayaan dengan Perkembangan Usaha Responden

Tabel silang atau cross tabulation merupakan tabel yang menjelaskan keterkaitan antara dua variabel. Tabel 16 dijelaskan hubungan antara jumlah pembiayaan yang diterima oleh responden dan perkembangan usaha nya.

24

Tabel 16. Cross Tabulation antara Jumlah Pembiayaan dengan Perkembangan Usaha Perkembangan Usaha

Total

Indikator Tidak Ya

Jumlah Pembiayaan (Rupiah)

1.000.000 Jumlah Responden (Orang) 5 17 22

Persentase dalam Jumlah

Pembiayaan 22.7% 77.3% 100.0%

Persentase dalam Perkembangan Usaha

41.7% 60.7% 55.0%

Persentase dari Jumlah

Keseluruhan 12.5% 42.5% 55.0%

2.000.000 Jumlah Responden (Orang) 3 6 9

Persentase dalam Jumlah

Pembiayaan 33.3% 66.7% 100.0%

Persentase dalam

Perkembangan Usaha 25.0% 21.4% 22.5%

Persentase dari Jumlah

Keseluruhan 7.5% 15.0% 22.5%

3.000.000 Jumlah Responden (Orang) 3 4 7

Persentase dalam Jumlah

Pembiayaan 42.9% 57.1% 100.0%

Persentase dalam Perkembangan Usaha

25.0% 14.3% 17.5%

Persentase dari Jumlah

Keseluruhan 7.5% 10.0% 17.5%

5.000.000 Jumlah Responden (Orang) 0 1 1

Persentase dalam Jumlah

Pembiayaan 0.0% 100.0% 100.0%

Persentase dalam

Perkembangan Usaha 0.0% 3.6% 2.5%

Persentase dari Jumlah

Keseluruhan 0.0% 2.5% 2.5%

10.000.000 Jumlah Responden (Orang) 1 0 1

Persentase dalam Jumlah

Pembiayaan 100.0% 0.0% 100.0%

Persentase dalam

Perkembangan Usaha 8.3% 0.0% 2.5%

Persentase dari Jumlah

Keseluruhan 2.5% 0.0% 2.5%

Jumlah Keseluruhan 12 28 40

25 Dari 22 responden yang menerima pembiayaan sebesar Rp 1.000.000, sebanyak 17 beranggapan bahwa usaha nya berkembang dan 5 menyatakan bahwa usaha nya tidak berkembang. pembiayaan yang diterima dimanfaatkan dengan benar untuk kepentingan usaha untuk menjaga track record pengembalian pembiayaan pada KBMT. Jika dilihat dari tabel 16 semakin besar pembiayaan yang diterima oleh para responden, semakin kecil pula jumlah responden yang beranggapan bahwa usaha nya meningkat. Hal ini disebabkan dengan meningkat nya pembiayaan yang diterima maka semakin besar juga proporsi uang yang digunakan untuk kepentingan konsumtif sehingga tidak berpengaruh terhadap perkembangan usaha para responden.

Alasan Pengajuan KBMT Wihdatul Ummah Sebagai Pembiayaan Mikro Syariah

Berdasarkan Tabel 17 responden pembiayaan mikro syariah sebagian besar merasa tidak kesulitan dalam memenuhi persyaratan administrasi, hal ini terlihat dari besarnya proporsi pesyaratan administrasi yang mudah sebesar 57,5%. Sementara sebesar 22,5% responden menyatakan bahwa pelayanan yang ramah, cepat, dan sistem jemput bola menjadi alasan dalam mengajukan pembiayaan kepada KBMT Wihdatul Ummah.

Alasan pengajuan karena sistem syariah memiliki proporsi sebesar 2,5%, hal ini menunjukkan adanya penerapan sistem syariah bukan menjadi alasan utama responden untuk mengajukan pembiayaan.

Dampak Pembiayaan Syariah Terhadap Omset Usaha

Omset usaha adalah jumlah uang hasil penjualan barang dagangan tertentu selama suatu masa jual. Hasil uji t berpasangan untuk variabel omset usaha menunjukkan hasil yang signifikan. Nilai probabilitas sebesar 0,0000 lebih kecil dari taraf nyata 1%. Terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata omset usaha sebelum diberikan pembiayaan yaitu sebesar Rp 5.264.000 per bulan dengan rata-rata omset usaha setelah diberikan pembiayaan yaitu sebesar Rp 7.800.700.

Tabel 18. Perubahan omset usaha setelah menerima pembiayaan mikro syariah Tabel 17. Alasan KBMT Wihdatul Ummah Sebagai Pembiayaan Mikro Syariah

Alasan Mengajukan Pembiayaan Jumlah(Orang) Proporsi

(%)

Persyaratan administrasi mudah 23 57,5

Pelayanan yang ramah, cepat, dan system jemput bola

9 22,5

Lokasi dekat dengan tempat usaha 7 17,5

Sistem Syariah 1 2,5

Total 40 100

26

Sumber: Data Primer 2015, (diolah)

Peningkatan omset usaha mikro yang signifikan dikarenakan pembiayaan yang diterima oleh para pelaku usaha digunakan untuk menambah modal usaha, dan juga memperluas jangkauan pemasaran, sehingga para pelaku usaha dapat menambah jumlah penjualan dan berdampak kepada omset yang diterima oleh para pelaku usaha. Hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis penelitian dan juga sejalan dengan hasil penelitian Tunas (2014) yang beranggapan bahwa pembiayaan mikro syariah dapat meningkatkan omset para pelaku usaha mikro.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Peningkatan Omset Usaha Mikro Setelah Diberikan Pembiayaan Mikro Syariah.

Pembiayaan mikro syariah yang disalurkan oleh KBMT Wihdatul Ummah bertujuan untuk memberi akses bagi para pelaku usaha mikro dalam mendapatkan sumber modal. Pengajuan pembiayaan kepada BMT dapat menjadi alternatif bagi para pelaku usaha mikro untuk mendapatkan modal. Pembiayaan yang diberikan kepada pelaku usaha mikro diharapkan memberikan dampak yang positif untuk usaha yang dijalani. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan omset usaha mikro setelah menerima pembiayaan mikro syariah dilakukan dengan metode OLS (ordinary least square)

Tabel 19. Faktor-Faktor yang mempengaruhi perkembangan omset usaha mikro

Sumber: Data Primer (2015), diolah

Keterangan: *) Signifikan pada taraf nyata 5%

Uji asumsi klasik harus dilakukan agar model yang digunakan dapat dikategorikan sebagai model yang memenuhi kriteria BLUE (Best Linear Unbiased Estimator).

Salah satu uji asumsi klasik adalah uji heteroskedastisitas. Keberadaan heteroskedastistas dapat dideteksi keberadaannya dengan menggunakan metode Glesjr. Hasil olahan mengindikasikan bahwa siginifikansi seluruh variabel dari model memiliki nilai lebih dari taraf nyata 5%, hal ini menunjukan model yang digunakan dalam penelitian ini terbebas dari gejala heteroskedastisitas.

Variabel

Mean

Sebelum Sesudah Selisih Prob

Omset usaha (Rp) 5.264.000 7.800.700 2.536.700 0,000***

Variabel Model OLS

Parameter P- value

Konstanta -4,859 0,122

Pendidikan Terakhir -0,344 0,105

Jumlah Tenaga Kerja -0,133 0,303

Lama Usaha 0,400 0,001*

Jumlah Pembiayaan 0,454 0,000*

Jumlah Aset 0,763 0,000*

27 Uji asumsi klasik lainnya yang harus dipenuhi adalah uji normalitas. Pengujian normalitas dilakukan untuk mengetahui terpenuhi atau tidaknya asumsi kenormalan suatu model. Pengujian kenormalan dengan menggunakan indikator Kolmogorov Smirnov, menunjukkan bahwa nilai probabilitas omset usaha mikro menyebar secara normal.

Agar model dapat memenuhi kriteria BLUE maka harus dilakukan uji autokorelasi. Hasil uji autokorelasi dapat dilihat dari nilai Durbin Watson statistic sebesar 1,927 mendekati 2 sehingga dapat diartikan bahwa tidak terdeteksi autokorelasi dalam model.

Uji multikolinearitas merupakan pengujian terakhir untuk memperoleh model yang BLUE. Multikolinieritas merupakan korelasi antar variabel bebas yang tinggi sehingga dapat menyebabkan penduga parameter regresi menjadi berbias. Hasil uji multikolinieritas menunjukkan bahwa nilai VIF (Varian Inflated Factor) masing- masing variabel kurang dari 10 dan nilai toleransi diatas 0,1. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat korelasi antar variabel dalam model atau dapat disimpulkan bahwa model terbebas dari masalah multikolinieritas.

Hasil pengolahan data dengan metode OLS menunjukkan nilai R-square sebesar 78,6 yang artinya 78,6% keragaman nilai peningkatan usaha berdasarkan nilai peningkatan omset mampu dijelaskan oleh variabel-variabel dalam model sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Berdasarkan hasil uji-F, diperoleh nilai F-hitung sebesar 20.141 atau nilai probabilitas sebesar 0,000 lebih kecil dari taraf nyata 5% yang artinya minimal ada satu peubah bebas yang berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

Variabel lama usaha memiliki pengaruh positif terhadap peningkatan omset dengan nilai koefisien sebesar 0,400 dan signifikan pada taraf nyata 5%. Artinya dengan meningkatnya lama usaha responden sebesar 1%, maka akan meningkatkan omset sebesar 0,400, cateris paribus. Hal ini terjadi karena semakin lama usaha yang dijalani oleh para responden, maka responden memiliki pengalaman yang lebih banyak, dan dengan pengalaman tersebut para responden dapat meningkatkan strategi penjualan. Berdasarkan penelitian, para pelaku usaha dengan lama usaha yang relatif lebih lama sudah mengetahui kondisi pasar dengan baik sehingga dapat menerapkan strategi penjualan yang tepat dengan kondisi pasar dan juga permintaan konsumen. Dengan strategi penjualan yang tepat maka para responden dapat meningkatkan omset usahanya.

Hasil yang sama ditemukan juga oleh Tunas (2014) bahwa lama usaha berpengaruh positif terhadap perkembangan omset usaha. Hasil dari penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian Hidayati (2014) yang berpendapat bahwa lama usaha berpengaruh positif kepada omset usaha mikro

Variabel jumlah pembiayaan berpengaruh positif terhadap peningkatan omset usaha dengan nilai koefisien sebesar 0,454 dan signifikan pada taraf nyata 5%. Artinya, peningkatan jumlah pinjaman sebesar 1% akan meningkatkan omset usaha sebesar 0,454%, cateris paribus. Hal ini menunjukkan bahwa pembiayaan yang diterima oleh para responden telah dimanfaatkan dengan baik untuk kepentingan usaha. Sebagian responden beranggapan bahwa dengan pembiayaan yang diterima dimanfaatkan untuk mengembangkan usaha nya dari segi modal. Pemanfaatan pembiayaan yang tepat tidak lepas dari peran KBMT dalam melakukan pengawasan kepada para nasabah sehingga pembiayaan yang diterima digunakan untuk kegiatan produktif dan tidak terjadi moral hazard. Dengan

28

bertambah nya modal barang maka akan meningkatkan juga omset usaha dari para responden. Maka dari itu meningkatnya jumlah pembiayaan yang diterima oleh para responden akan semakin besar omset usaha yang dihasilkan karena pemanfaatannya yang bertujuan untuk kepentingan produksi usaha.

Hasil ini sesuai dengan hipotesis penelitian dan juga hasil penelitian Septiana (2013) yang berpendapat bahwa jumlah pembiayaan dapat meningkatkan omset yang diterima oleh PELAKU USAHA MIKRO. Namun hasil dari penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian dari Beik dan Purnamasari (2011) yang mengindikasikan bahwa jumlah pembiayaan berpengaruh negatif terhadap perkembangan omset usaha

Variabel aset berpengaruh positif terhadap peningkatan omset usaha dengan nilai koefisien sebesar 0,763 dan signifikan pada taraf nyata 5%. Artinya peningkatan aset sebesar 1% akan meningkatkan omset usaha sebesar 0,763%, cateris paribus. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin besar aset dapat meningkatkan omset usaha. Berdasarkan penelitian, sebagian besar responden yang memiliki jumlah aset yang relatif lebih besar memilik aset-aset yang dapat dimanfaatkan secara produktif untuk meningkatkan produksi usaha nya, dengan meningkatkan produksi usaha nya maka akan berimplikasi terhadap peningkatan omset dari usaha yang dijalani.

Hasil ini sesuai dengan hipotesis penelitian namun bertentangan dengan hasil penelitian Septiana (2013). Hasil dari penelitian Septiana menunjukkan bahwa jumlah aset yang dimiliki berpengaruh negatif terhadap peningkatan omset. Hal ini terjadi dikarenakan aset-aset yang dimiliki oleh para pelaku usaha merupakan aset lahan yang bersifat non produktif seperti rumah, sehingga tidak bisa dimanfaatkan untuk kepentingan produksi usaha yang dapat berpengaruh terhadap omset dan juga keuntungan usaha. Sedangkan pada penelitian ini, aset yang dimiliki oleh para pelaku usaha mikro ialah aset-aset yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan produktif contohnya seperti etalase dan kulkas bagi pelaku usaha makanan.

Dokumen terkait