Terjadinya Infark miokard akut biasanya dikarenakan aterosklerosis pembuluh darah koroner. Nekrosis miokard akut terjadi akibat penyumbatan total arteri koronaria oleh trombus yang terbentuk pada plak aterosklerosis yang tidak stabil. Ini semua juga sering mengikuti ruptur plak pada arteri koroner dengan stenosis ringan. Penurunan aliran darah koroner dapat juga disebabkan oleh syok dan hemoragic. Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen miokard merupakan dasar dari terjadinya proses iskemik tersebut. Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas congenital, spasme koroner, dan berbagai penyakit inflamasi sistemik. Epidemiologi STEMI
Infark miokard akut merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di negara maju. Laju mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah 30% dengan lebih dari separuh kematian terjadi sebelum pasien mencapai rumah sakit. Angka kejadian NSTEMI lebih sering di bandingkan dengan STEMI Diagnosis Banding DD Infark Miokard Akut Angina Pektoris Stabil Angina Pektoris non stabil Diseksi Aorta Perikarditis akut Prolaps Katup Mitral Emboli pulmonal >45 tahun, Laki laki + + + + - - + Nyeri dada berat menyebar + + + - - - -Akut + - + + + - +
Merokok + - + + - - + Pucat + + +/- - - + + Kulit dingin dan berkeringat + + +/- - - + + Nadi Lemah + +/- +/- + - + + Patofisiologi
Sebagian besar SKA adalah manifestasi akut dari plak ateroma pembuluh darah koroner
yang koyak atau pecah. Hal ini berkaitan dengan perubahan komposisi plak dan penipisan tudung fibrus yang menutupi plak tersebut. Kejadian ini akan diikuti oleh proses agregasi trombosit dan aktivasi jalur koagulasi. Terbentuklah trombus yang kaya trombosit (white thrombus).
Trombus ini akan menyumbat liang pembuluh darah koroner, baik secara total maupun parsial; atau menjadi mikroemboli yang menyumbat pembuluh koroner yang lebih distal. Selain itu terjadi pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan vasokonstriksi sehingga
memperberat gangguan aliran darah koroner. Berkurangnya aliran darah koroner menyebabkan iskemia miokardium. Pasokan oksigen yang berhenti selama kurang-lebih 20 menit menyebabkan miokardium mengalami nekrosis (infark miokard). Infark miokard tidak selalu disebabkan oleh oklusi total pembuluh darah koroner. Obstruksi subtotal yang disertai vasokonstriksi yang dinamis dapat menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan otot jantung (miokard). Akibat dari iskemia, selain nekrosis, adalah gangguan kontraktilitas miokardium karena proses hibernating dan stunning (setelah iskemia hilang), distritmia dan remodeling ventrikel (perubahan bentuk, ukuran dan fungsi ventrikel). Sebagian pasien SKA tidak mengalami koyak plak seperti diterangkan di atas. Mereka mengalami SKA karena obstruksi dinamis akibat spasme lokal dari arteri koronaria epikardial (Angina Prinzmetal). Penyempitan arteri koronaria, tanpa spasme maupun trombus, dapat diakibatkan oleh progresi plak atau restenosis setelah Intervensi Koroner Perkutan (IKP).
Beberapa faktor ekstrinsik, seperti demam, anemia, tirotoksikosis, hipotensi, takikardia, dapat menjadi pencetus terjadinya SKA pada pasien yang telah mempunyai plak aterosklerosis.
Aterotrombosis terdiri dari aterosklerosis dan trombosis. Aterosklerosis merupakan proses pembentukan plak (plak aterosklerotik) akibat akumulasi beberapa bahan seperti
lipid-filled macrophages (foam cells), massive extracellular lipid dan plak fibrous yang
mengandung sel otot polos dan kolagen.
Perkembangan terkini menjelaskan aterosklerosis adalah suatu proses inflamasi/infeksi, dimana awalnya ditandai dengan adanya kelainan dini pada lapisan endotel, pembentukan sel busa dan fatty streks, pembentukan fibrous cups dan lesi lebih lanjut, dan proses pecahnya plak aterosklerotik yang tidak stabil.
Banyak sekali penelitian yang membuktikan bahwa inflamasi memegang peranan penting dalam proses terjadinya aterosklerosis. Pada penyakit jantung koroner inflamasi dimulai dari pembentukan awal plak hingga terjadinya ketidakstabilan plak yang akhirnya mengakibatkan terjadinya ruptur plak dan trombosis pada SKA.
Perjalanan proses aterosklerosis
(initiation,
progression dan
complication pada plak aterosklerotik), secara bertahap berjalan dari sejak usia muda bahkan dikatakan juga sejak usia anak-anak sudah terbentuk bercak-bercak garis lemak (fatty streaks) pada permukaan lapis dalam pembuluh darah, dan lambat-laun pada usia tua dapat berkembang menjadi bercak sklerosis (plak atau kerak pada pembuluh darah) sehingga terjadinya penyempitan dan/atau penyumbatan pembuluh darah. Kalau plak tadi pecah, robek atau terjadi perdarahan subendotel, mulailah proses trombogenik, yang menyumbat sebagian atau keseluruhan suatu pembuluh koroner. Pada saat inilah
muncul berbagai presentasi klinik seperti angina atau infark miokard. Proses aterosklerosis ini dapat stabil, tetapi dapat juga tidak stabil atau progresif. Konsekuensi yang dapat menyebabkan kematian adalah proses aterosklerosis yang bersifat tidak stabil /progresif yang dikenal juga dengan SKA.
Sedangkan trombosis merupakan proses pembentukan atau adanya darah beku yang terdapat di dalam pembuluh darah atau kavitas jantung. Ada dua macam trombosis, yaitu trombosis arterial (trombus putih) yang ditemukan pada arteri, dimana pada trombus tersebut ditemukan lebih banyak platelet, dan trombosis vena (trombus merah) yang ditemukan pada pembuluh darah vena dan mengandung lebih banyak sel darah merah dan lebih sedikit platelet. Komponen-komponen yang berperan dalam proses trombosis adalah dinding pembuluh darah, aliran darah dan darah sendiri yang mencakup platelet, sistem koagulasi, sistem fibrinolitik, dan antikoagulan alamiah.
Patogenesis terkini SKA menjelaskan, SKA disebabkan oleh obstruksi dan oklusi trombotik pembuluh darah koroner, yang disebabkan oleh plak aterosklerosis yang vulnerable mengalami erosi, fisur, atau ruptur. Penyebab utama SKA yang dipicu oleh erosi, fisur, atau
rupturnya plak aterosklerotik adalah karena terdapatnya kondisi plak aterosklerotik yang tidak stabil (vulnerable atherosclerotic plaques) dengan karakteristik; lipid core besar,
fibrous cups tipis, dan bahu plak (shoulder region of the plague) penuh dengan
aktivitas sel-sel inflamasi seperti sel limfosit T dan lain-lain.
Tebalnya plak yang dapat dilihat dengan persentase penyempitan pembuluh koroner pada pemeriksaan angiografi koroner tidak berarti apa-apa selama plak tersebut dalam keadaan stabil. Dengan kata lain, risiko terjadinya ruptur pada plak aterosklerosis bukan ditentukan oleh besarnya plak (derajat penyempitan) tetapi oleh kerentanan (vulnerability) plak.
Erosi, fisur, atau ruptur plak aterosklerosis (yang sudah ada dalam dinding arteri koronaria) mengeluarkan zat vasoaktif (kolagen, inti lipid, makrofag dan tissue factor) ke dalam aliran darah, merangsang agregasi dan adhesi trombosit serta pembentukan fibrin, membentuk trombus atau proses trombosis. Trombus yang terbentuk dapat menyebabkan oklusi koroner total atau subtotal. Oklusi koroner berat yang terjadi akibat erosi atau ruptur pada plak aterosklerosis yang relatif kecil akan menyebabkan angina pektoris tidak stabil dan tidak sampai menimbulkan kematian jaringan. Trombus biasanya transien/labil dan menyebabkan oklusi sementara yang berlangsung antara 10–20 menit.
Bila oklusi menyebabkan kematian jaringan tetapi dapat diatasi oleh kolateral atau lisis trombus yang cepat (spontan atau oleh tindakan trombolisis) maka akan timbul NSTEMI (tidak merusak seluruh lapisan miokard). Trombus yang terjadi lebih persisten dan berlangsung sampai lebih dari 1 jam. Bila oklusi menetap dan tidak dikompesasi oleh kolateral maka keseluruhan lapisan miokard mengalami nekrosis (Q-wave infarction), atau dikenal juga dengan STEMI. Trombus yang terbentuk bersifat fixed dan persisten yang menyebabkan perfusi miokard terhenti secara tiba-tiba yang berlangsung lebih dari 1 jam dan menyebabkan nekrosis miokard transmural.
Sekarang semakin diyakini dan lebih jelas bahwa trombosis adalah sebagai dasar mekanisme terjadinya SKA, trombosis pada pembuluh koroner terutama disebabkan oleh pecahnya vulnerable plak aterosklerotik akibat fibrous cupsyang tadinya bersifat protektif menjadi tipis, retak dan pecah. Fibrous cups bukan merupakan lapisan yang statik, tetapi selalu mengalami remodeling akibat aktivitas-aktivitas metabolik, disfungsi endotel, peran sel-sel inflamasi, gangguan matriks ekstraselular atau extra-cellular matrix (ECM) akibat aktivitas matrix metalloproteinases (MMPs) yang menghambat pembentukan kolagen dan aktivitas inflammatory cytokines.
EKG adalah suatu grafik yang menggambarkan rekaman listrik jantung . Kegiatan listrik jantung dalam tubuh dapat dicatat dan direkam melalui elektroda-elektroda yang dipasang pada permukaan tubuh. Kelainan tata listrik jantung akan menimbulkan kelainan gambar EKG. Sejak Einthoven pada tahun 1903 berhasil mencatat potensial listrik yang terjadi pada waktu jantung berkontraksi, pemeriksaan EKG menjadi pemeriksaan diagnostik yang penting. Saat ini pemeriksaan jantung tanpa pemeriksaan EKG dianggap kurang lengkap. Beberapa kelainan jantung sering hanya diketahui berdasarkan EKG saja. Tetapi sebaliknya juga, jangan memberikan penilaian yang berlebihan pada hasil pemeriksaan EKG dan mengabaikan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Penentuan kecepatan denyut jantung (Heart Rate)
Berdasarkan kecepatan EKG 25 mm/dtk , 1 menit = 60 x 25 mm = 1500 mm. Satu kotak besar (kB) = 5 kotak kecil (kK) = 5 mm = 0,20 dtk. Jadi 1 menit = 300 kK.
Bila jarak R – R 3,8 kB maka HR = 300/3,8 = 80/mnt
1. Sandapan – sandapan pada EKG.
Untuk memperoleh rekaman EKG, pada tubuh dilekatkan elektroda-elektroda yang dapat meneruskan potensial listrik dari tubuh ke sebuah alat pencatat potensial yang disebut elektrokardiograf. Pada rekaman EKG yang konvensional dipakai 10 buah elektroda, yaitu 4 buah elektroda Extremitas dan 6 buah elektroda Prekordial. Elektrodaelektroda ekstremitas masing-masing dilekatkan pada lengan kanan, lengan kiri, tungkai kanan dan tungkai kiri. Elektroda tungkai kanan selalu dihubungkan dengan bumi untuk menjamin pontensial nol yang stabil (Gambar 17.).
Lokasi penetapan elektroda sangat penting diperhatikan , karena penetapan yang salah akan menghasilkan pencatatan yang berbeda. Elektroda-elektroda prekordial diberi nama V1-V6 dengan lokalisasi sebagai berikut : (Gambar 18.):
a. V1 : Garis Parasental kanan, pada interkostal IV b. V2 : Garis pada Parasternal kiri, pada Interkostal IV c. V3 : Titik tengah antara V2 dan V4
e. V5 : Garis aksila depan, sama tinggi dengan V4
f. V6 : Garis aksila tengah , sama tinggi dengan V4 dan V5
Kadang-kadang diperlukan elektroda-elektroda prekordial sebelah kanan, yang disebut V3R, V4R, VSR dan V6R yang letaknya berseberangan dengan V3,V4,V5 dan V6.
2. Sandapan-sandapan Ekstremitas
Dari elektroda-elektroda ekstremitas didapatkan tiga sandapan, dengan rekaman potensial bipolar, yaitu :
a. Sandapan I = Merekam beda potensial antara tangan kanan (RA) dengan tangan kiri (LA), Dimana tangan kanan bermuatan negatif ( - ) dan tangan kiri bermuatan positif ( + )
b. Sandapan II = Merekam beda potensial antara tangan kanan (RA) dengan Kaki kiri (LF) dimana tangan bermuatan negatif ( - ) dan kaki kiri bermuatan positif ( + ).
c. Sandapan III = Merekanm beda potensial antara tagan kiri ( LA) dengan Kaki kiri (LF ), dimana tangan kanan bermuatan negatif ( - ) dan tangan kiri bermuatan positif ( + ).
Ketiga sandapan ini dapat digambarkan sebagai sebuah segita sama sisi, yang lazim disebut segitiga EINTHOVEN. Untuk mendapatkan sandapan unipolar, gabungan dari sandapan I,II,III disebut terminal sentral dan anggap berpontensial nol. Bila potensial dari suatu elektroda dibandingakan dengan terminal sentral , maka didapatkan potensial mutlak elektroda tersebut dan sandapan yang diperoleh disebut sandapan unipolar. 3. Sandapan Unipolar Ekstrimitas
a. Sand apan aVR =
Merekam potensial listrik pada tangan kanan ( RA), dimana tangan kanan bermuatan positif ( +), tangan kiri dan kaki kiri membentuk elektroda Indiferen ( potensial nol ). b. Sandapan aVL = Merekam potensial listrik pada tangan kiri (LA), dimana tangan kiri bermuatan positif ( + ) ,tangan kanan dan kaki kiri membentuk elektroda Indiferen ( potensial nol ).
c. Sandapan aVF = Merekam potensial listrik pada kaki kiri (LF), dimana kaki kiri bermuatan positif ( + ) ,tangan kanan dan tangan kiri membentuk elektroda Indiferen ( potensial nol ).
4. Sandapan Unipolar Prekordial yaitu
Merekam besar potensial listrik jantung dengan bantuan elektroda yang ditempatkan dibeberapa tempat dinding dada. Elektroda Indiferen diperoleh dengan menggabungkan ketiga elektroda ekstrimitas. Sesuai dengan nama elektrodanya, sandapan-sandapan prekordial disebut V1, V2, V3, V4, V5 dan V6.
Kertas EKG
Kertas EKG merupakan kertas grafik yang terdiri dari garis horizontal dan vertical dengan jarak 1 mm (sering disebut sebagai kotak kecil). Garis yang lebih tebal terdapat pada setiap 5 mm (disebut kotak besar).
Garis horizontal menggambarkan waktu, dimana 1 mm = 0.04detik, sedangkan 5 mm = 0.20 detik. - Garis vertical menggambarkan voltase, dimana 1 mm = 0,1 milliVolt, sedangkan setiap 10 mm = 1 milliVolt. Pada praktek sehari-hari perekaman dibuat dengan kecepatan 25 mm/detik. Pada awal rekaman kita harus membuat kalibrasi 1 milliVolt yaitu sebuah atau lebih yang menimbulkan defleksi 10 mm. Pada keadaan tertentu kalibrasi dapat diperbesar yang akan menimbulkan defleksi 20 mm atau diperkecil yang akan menimbulkan
defleksi 5 mm. Hal ini harus dicatat pada saat perekaman EKG sehingga tidak menimbulkan interpretasi yang salah bagi pembacanya. Garis rekaman mendatar tanpa ada potensi listrik disebut garis iso-elektrik. Defleksi yang arahnya keatas disebut defleksi positif, yang kebawah disebut defleksi negative.
Pemasangan lead hanya dengan satu elektroda yang aktif, dinamakan unipolar lead. Dibedakan 6 macam lead prekordial, yaitu:
1. V1 = elektroda positif pada spatium intercostale (s.i.c) IV lateral linea sternalis kanan 2. V2 = elektroda positif pada s.i.c. IV lateral linea sternalis kanan
3. V3 = antara V2 dan V4
4. V4 = elektroda positif pada s.i.c V pada linea medio klavikularis kiri 5. V5 = elektroda positif pada s.i.c V pada linea aksilaris anterior kiri 6. V6 = elektroda positif pada s.i.c V pada linea aksilaris medialis kiri
Kurva EKG menggambarkan proses listrik yang terjadi pada atrium dan ventrikel. Proses listrik ini terdiri dari :
1. Depolarisasi Atrium 2. Repolarisasi Atrium 3. Depolarisasi Ventrikel 4. Repolarisasi Ventrikel
Sesuai dengan proses listrik jantung, setiap hantaran pada EKG normal memperlihatkan 3 proses listrik yaitu depolarisasi atrium, depolarisasi ventrikel dan repolarisasi ventrikel. Repolarisasi atrium umumnya tidak terlihat pada EKG, karena disamping intensitasnya kecil juga repolarisasi atrium waktunya bersamaan dengan depolarisasi ventrikel yang mempunyai intensitas yang jauh lebih besar. EKG normal terdiri dari gelombang P, Q, R, S dan T serta kadang terlihat gelombang U. Selain itu juga ada beberapa interval dan segmen EKG:
1. Gelombang P merupakan gambaran proses depolarisasi atrium dari pemacu jantung fisiologi nodus SA atau dari atrium. Gelombang P bisa positif, negatif, atau bifasik, atau bentuk lain yang khas. Gelombang P yang normal :
a. Lebar kurang dari 0.12 detik b. Tinggi kurang dari 0.3 milliVolt c. Selalu positif di lead II
2. Gelombang QRS
Merupakan gambaran proses depolarisasi ventrikel, terdiri dari gelombang Q, gelombang R dan gelombang S. Gelombang QRS yang normal :
a. Lebar 0.06 – 0.12 detik b. Tinggi tergantung lead
3. Gelombang Q adalah defleksi negatif pertama pada gelombang QRS. Gelombang Q yang normal :
a. Lebar kurang dari 0.04 detik
b. Tinggi / dalamnya kurang dari 1/3 tinggi R
4. Gelombang R adalah defleksi positif pertama gelombang QRS. Geombang R umumnya positif di lead II, V5 dan V6. Di lead aVR , V1 dan V2 biasanya hanya kecil atau tidak ada sama sekali. Gelombang S adalah defleksi negatif sesudah gelombang R. Di lead aVR dan V1 gelombang S terlihat dalam dan di V2 ke V6 akan terlihat makin lama makin menghilang atau berkurang dalamnya.
5. Gelombang T
Merupakan gambaran proses repolarisasi ventrikel. Umumnya gelombang T positif di lead I, II, V3 – V6 dan terbalik di aVR.
Gelombang U adalah gelombang yang timbul setelah gelombang T dan sebelum gelombang P berikutnya. Penyebab timbulnya gelombang U masih belum diketahui, namun diduga akibat repolarisasi lembat sistem konduksi interventrikel.
Gelombang T, U dan QT Interval PR. Interval PR diukur dari permulaan gelombang P sampai permulaan gelombang QRS. Nilai normal berkisar antara 0.12 – 0.20 detik. Ini merupakan waktu yang dibutuhkan untuk depolarisasi atrium dan jalannya impuls melalui berkas His sampai permulaan depolarisasi ventrikel. Segmen ST. Segmen ST diukur dari akhir gelombang S sampai awal gelombang T. Segmen ini normalnya isoelektris, tetapi pada lead prekordial dapat bervariasi dari -0.05 sampai +2 mm. Segmen ST yang naik disebut ST
elevasi dan yang turun disebut ST depresi.
Lokasi infark miokard berdasarkan perubahan gambaran EKG No Lokasi Gambaran EKG
1 Anterior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V4/V5 2 Anteroseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V3
3 Anterolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V6 dan I dan aVL 4 Lateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V5-V6 dan inversi
gelombang T/elevasi ST/gelombang Q di I dan aVL
5 Inferolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, aVF, dan V5-V6 (kadang-kadang I dan aVL).
6 Inferior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, dan aVF 7 Inferoseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, aVF, V1-V3
8 True posterior Gelombang R tinggi di V1-V2 dengan segmen ST depresi di V1-V3. Gelombang T tegak di V1-V2
9 RV Infraction Elevasi segmen ST di precordial lead (V3R-V4R). Biasanya ditemukan konjungsi pada infark inferior.
Keadaan ini hanya tampak dalam beberapa jam pertama infark. Patofisiologi Elevasi Segmen ST
1. Perubahan arus listrik pada fase diastolik
Segmen ST normal adalah isoelektris, dimana selama fase repolarisasi dini membawa potensial membran yang sama dan berhubungan dengan fase plateau dari potensial aksi. Perubahan pada segmen ST akibat iskemik miokardial disebabkan oleh aliran arus listrik yang abnormal antara perbatasan zona normal dan iskemik. Selama fase diastolik, listrik otot miokard akan terdepolarisasi sebagian atau komplit yang menyebabkan terbawanya suatu ekstraselulet yang relatif negatif terhadap otot terepolarisasi. Oleh karena itu, selama fase diastolik ini akan terjadi aliran listrik antara miokardial iskemik yang terdepolarisasi sebagian atau lengkap, dan biasanya repolarisasi tidak merusak otot miokard.
Vektor arus listrik yang mengalami iskemik menjauh dari area iskemik yang relatif lebih negatif dan menuju ke arah potensial aksi positif pada otot miokard normal. Hal ini menyebabkan sadapan dari area yang sangat iskemik akan merekam defleksi negatif selama fase diastol yang meghasilkan depresi segmen TQ (mulai dari akhir gelombang T sampai awal gelombang Q). Segmen TQ yang mengalami depresi ini akan menghasilkan bentuk gelombang yang mengalami elevasi pada segmen ST. Hal ini dikarenakan alat EKG dalam penggunaan klinik memakai arus listrik AC negatif dan bergandengan dengan pengganda (amplifier) yang secara otomatis mengkompensasi terhadap perubahan negatif pada segmen TQ dengan membawa alat pencatat kembali ke garis dasar (isoelektrik). Proses ini akan menyebabkan segmen ST akan naik ke atas dan mengalami elevasi ST.
2. Perubahan arus listrik pada fase sistolik
Perubahan arus listrik akibat iskemik akut pada sistolik ini didasari pada asumsi bahwa otot miokardium yang mengalami iskemik merupakan area yang tidak mampu terdepolarisasi secara penuh selama fase sistolik (electrical systole). Otot yang membawa muatan positif pada
membrannya relatif menyebabkan proses depolarisasi otot secara normal (area non-iskemik). Perbedaan potensi listrik ini akan menghasilkan aliran arus listrik (systolic current of injury) di antara otot yang tidak mengalami iskemik dan yang relatif iskemik akan lebih positif, sehingga penempatan elektroda pada area yang iskemik ini akan menghasilkan rekaman arus listrik yang deflesi positif pada EKG (upward).
Percepatan repolarisasi dari miokardial yang mengalami infark secara akut secara relatif merupakan suatu fenomena antara (transient). Waktu repolarisasi iskemik yang relatif lama, secara karakteristik akan meningkat pada daerah infark. Proses potensial aksi yang memanjang ini akan terlihat selama fase kronik atau subakut dari injury otot miokardial, yang berhubungan dengan munculnya gelombang T terbalik. Proses repolarisasi dini dari sel-sel yang mengalami iskemik secara akut ini akan menyebabkan perbedaan listrik antara sel normal dan infark selama fase akhir dari electrical systole. Hal ini menyebabkan vektor arus listrik injury akan diarahkan menuju yang relatif positif, zona iskemik terepolarisasi secara dini pada waktu segmen ST dan gelombang T digores. Perpindahan vektor ST-T ini menuju zona iskemik membantu menerangkan munculnya morfologi elevasi ST yang upsloping dan tinggi, gelombang T hiperakut selama fase paling awal dari infark. Kontribusi relatif dari arus listrik injury diastolik dan sistolik terhadap elevasi segmen ST tidak pasti.
3. Elevasi pada segmen ST
Pada keadaan istirahat, sel-sel miokardial mempunyai potensial transmembran sekitar -90 mV, dengan bagian dalam sel relatif negatif dari luar sel. Potensial transmembran istirahat yang negatif ini merupakan akibat langsung dari gradien konsentrasi dari potasium (rasio intraseluler dan ekstraseluler adalah 30 : 1) dan adanya gradien konsentrasi dari sodium (rasio intaseluler dan ekstraseluler adalah 1:10). Proses depolarisasi terjadi akibat konsentrasi potasium ekstraseluler meningkat atau konsentrasi intraseluler sodium meningkat. Hal ini telah diobservasi secara eksperimental dimana perfusi dari otot jantung dengan larutan yang cenderung membran menjadi hipopolarisasi (larutan potasium tinggi atau rendah sodium), mengakibatkan elevasi segmen ST. Sebaliknya kalau perfusi miokardial dengan larutan yang meningkatkan potensial membran istirahat (larutan-larutan hiperpolarisasi) dihubungkan dengan depresi segmen ST.
Besarnya elevasi segmen ST (amplitudo) yang direkam pada berbagai sadapan elektrokardiografi merupakan fungsi dari dua variabel primer yaitu sudut pandang (solid angle) antara elektoda yang merekam dengan batas dari zona iskemik serta gradien voltase antara regio normal dan infark. Berdasarkan teori ini, hubungan geometri antara elektroda yang terekam dan area iskemik adalah determinan mayor dari derajat elevasi ST. Jika sudut padang (solid angle) yang terbentuk lebih besar maka akan lebih besar juga amplitudo pada elevasi segmen ST.
Berdasarkan perbedaan gradient voltase, elevasi segmen ST merupakan hasil dari pembentukan arus listrik injury oleh gradien voltase antara area iskemik dan normal selama fase diastolik dan sistolik. Makin besar perbedaan potensial membran ini maka akan lebih besar pula elevasi segmen ST yang terekam pada elektrokardiografi. Oleh karena beberapa faktor yang meningkatkan gradien
voltase antara zona normal dan iskemik akan meningkatkan jumlah elevasi ST. Karena kompleksnya determinan tersebut, maka besarnya elevasi absolut segmen ST tidak boleh dipakai sebagai indikator yang dapat dipercaya dari ukuran infark. Elevasi segmen ST yang khas pada fase akut infark miokard dapat disimpulkan sebagai hasil kombinasi efek dari pergeseran TQ primer, yang berkorelasi dengan penurunan primer dari potensial membran istirahat, dan perpindahan positif primer dari segmen ST, sebagai akibat percepatan paradoksal atau repolarisasi dini dari miokardial yang mengalami iskemik akut.
VII. Kerangka Konsep
Dislipidemia Sedentary Life Style Hipertensi Hiperurisemia
Disfungsi Endotel Merokok Atherosclerosis Ruptur Inflamasi Oklusi a. koronaria STEMI EKG Cardiac
VII.
KesimpulanMr. Ade 68 tahun mengalami STEMI inferior killip II, hypertension stage II dengan hypertension heart disease , hiperurisemia, hipokalemia, dislipidemia