• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Menanggulangi Kerugian Akibat Risiko Pembiayaan 1 Risiko Operasional

Dalam dokumen Oleh RINDA SIAGA PANGESTUTI H (Halaman 75-79)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2. Strategi Menanggulangi Kerugian Akibat Risiko Pembiayaan 1 Risiko Operasional

Risiko operasional adalah risiko akibat ketidakcukupan dan/atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, dan/atau adanya kejadian eksternal yang mempengaruhi operasional bank. Dalam hal ini, risiko operasinal yang muncul di BMI Cabang Bogor disebabkan oleh minimnya jumlah Account Manager (AM) dan luasnya coverage pembiayaan yang harus ditangani oleh AM Cabang Bogor. AM Cabang Bogor periode 2009–2011 jumlahnya hanya sekitar 7 orang, namun harus mengangani proses pengajuan pembiayaan dari beberapa kantor cabang pembantu seperti cabang pembantu Tajur dan Cibinong. Bahkan, meski coverage area penanganan pembiayaan yang seharusnya hanya berada di Bogor dan sekitarnya, kenyataannya AM juga mendapatkan pengajuan pembiayaan dari daerah Jakarta dan sekitarnya. Oleh karena itu, saat ini BMI sedang berupaya untuk merekrut tenaga kerja baru melalui Muamalat Officer Development Program agar dapat memenuhi kebutuhan Sumber Daya Insani (SDI).

Ketika AM harus memproses pembiayaan yang berasal dari calon peminjam yang lokasi Kopkar dan usahanya jauh dari BMI Cabang Bogor, AM akan mengalami kendala operasional seperti alat transportasi, menghabiskan banyak waktu untuk melakukan trade checking, dan meningkatnya biaya operasional. Akan tetapi, pihak BMI sudah menyediakan alat transportasi berupa mobil yang dapat digunakan secara bersamaan oleh para AM. Meski memiliki tujuan yang berbeda, namun para AM ini dapat menggunakan mobil tersebut dan berhenti di titik yang terdekat dengan lokasi Kopkar yang dituju. Tentu saja, semakin jauh lokasi Kopkar mengajukan pembiayaan maka semakin lama pula waktu yang diperlukan untuk melakukan trade checking. Hal ini membuat AM sering kembali ke kantor ketika jam kantor sudah akan selesai. Sehingga waktu untuk melakukan analisis Usulan Pembiayaan (UP) menjadi terbatas, padahal UP sangat penting dalam mempertimbangkan pemberian pinjaman dan forecasting lancar/tidaknya proses pembayaran di masa mendatang. Terkait dengan peningkatan biaya operasional akibat jauhnya lokasi trade checking, BMI memberi uang pengganti transportasi.

4.2.2 Risiko Hukum

Risiko hukum muncul akibat adanya cessie sebagai jaminan atas pengalihan piutang dari anggota koperasi kepada koperasi karyawan. Jaminan cessie ini ternyata lemah dimata hukum karena tidak bersifat kebendaan dan disclousure. Untuk mengatasi risiko hukum atas adanya jaminan cessie ini, pihak BMI bekerja sama dengan notaris setempat untuk melakukan penguatan jaminan dimata hukum yakni dengan membuat back-up atas jaminan cessie ini dengan jaminan fiducia yang didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fiducia (KPF). Notaris juga berfungsi untuk membantu menyempurnakan proses pengikatan agar berlangsung dengan sempurna. Pengikatan harus dilakukan dengan sempurna karena akan sangat memengaruhi perjanjian dalam proses pelunasan pinjaman di masa mendatang.

4.2.3 Risiko Strategik

Risiko strategik muncul akibat adanya ketentuan executing dalam pembiayaan anggota koperasi. Executing adalah pemisahan hubungan secara langsung antara pihak BMI dengan anggota koperasi. Dalam hal ini pihak Kopkar yang menjadi jembatan penghubung antara BMI dengan para anggota koperasi yang mengajukan pembiayaan. Kopkar berperan sebagai executing agent yang bertanggungjawab penuh atas proses pengajuan pembiayaan hingga pelunasan pembiayaan. Hal ini tentu saja lebih berisiko bagi BMI, karena yang diindikasikan dapat melakukan wanprestasi ada dua, yakni Kopkar dan anggota koperasi. Untuk anggota koperasi, kemungkinan mereka tidak membayar angsuran adalah sangat minim karena angsuran dipotong langsung dari gaji karyawan. Jika anggota koperasi ini tidak membayar angsuran maka yang bertanggungjawab penuh untuk membayar adalah Kopkar. Pada beberapa kasus dalam penelitian ini, ternyata justru berpotensi melakukan wanprestasi adalah Kopkar. Dana yang telah terkumpul dari para anggota koperasi ternyata ada yang digunakan untuk keperluan lain, seperti pembiayaan proyek instansi atau penyelewengan dana angsuran oleh oknum pengelola Kopkar.

Pembiayaan macet yang disebabkan oleh penyalahgunaan dana untuk keperluan proyek perusahaan dan ternyata rugi sehingga menyebabkan proses pembayaran angsuran pembiayaan menjadi macet, dapat diatasi dengan melakukan rescheduling, reconditioning, dan restructuring. Rescheduling atau penjadwalan kemblii dilakukan dengan merubah jadwal pembayaran dan memperpanjang jangka waktu pembayaran angsuran. Reconditioning atau persyaratan kembali dilakukan dengan merubah beberapa persyaratan lain sepanjang tidak merubah maksimum saldo kredit. Persyaratan ini misalnya durasi penyelesaian kredit yang bisa diperpanjang akibat adanya tunggakan dan perjanjian bahwa dana yang angsuran anggota koperasi harus langsung disetorkan ke BMI. Selain itu, membuat perjanjian ulang atas nominal dana angsuran yang harus disetor (jadwal angsur) karena terjadi perubahan durasi dan jumlah angsuran pasca tunggakan. Restrukturisasi biasanya dilakukan dengan menurunkan nisbah bagi hasil pembiayaan dengan cara melakukan perhitungan ulang atas pokok pinjaman yang belum lunas disesuaikan dengan durasi pinjaman.

4.2.4 Risiko Kredit

Risiko pembiayaan yang muncul pada penyaluran pinjaman anggota koperasi ini terkait dengan peningkatan plafond pembiayaan tanpa jaminan fix asset. Tercatat per tahun 2011 plafond pembiayaan anggota koperasi tanpa jaminan fix asset mencapai Rp 100 juta. Hal ini tentu saja sangat menghawatirkan mengingat tidak ada jaminan yang diserahkan kepada BMI. Juga persyaratan yang diberikan kepada calon peminjam tidak jauh berbeda dengan tahun–tahun sebelumnya. Akan tetapi, per Juni 2012 ini BMI telah menambahkan satu syarat yng sangat signifikan yakni Kopkar yang ingin mengajukan pembiayaan ke BMI harus sudah berbadan syariah. Hal ini tentu saja membuat banyak Kopkar yang mundur. Mengetahui kondisi ini, pihak BMI bersedia membantu Kopkar yang belum berstatus sebagai koperasi syariah untuk menjadi koperasi syariah agar bisa mendapat pinjaman di BMI. Meski proses ini dibantu oleh notaris, namun tentu saja semakin memperpanjang proses pembiayaan yang ditangani oleh AM.

4.2.5 Risiko Likuiditas

Risiko likuiditas muncul akibat adanya kemacetan pembayaran angsuran yang terjadi pada mudharib yang sama yang mengajukan beberapa kali pinjaman dan semuanya macet. Hal ini tentu saja membuat dana likuit di BMI menjadi berkurang. Pada kasus pembiayaan yang macet di BMI, mudharib yang mengajukan beberapa kali pembiayaan dan semuanya macet ternyata mendapat fasilitas pembiayaan secara berturut–turut di bulan yang berbeda. Misalnya, mudharib A (sebelum pembayaran angsurannya macet) pada bulan Januari telah mengajukan pinjaman dan di-approve, kemudian bulan Februari mengajukan pinjaman dan di-approve, dan demikian dengan bulan Maret. Pada awalnya, angsuran mudharib ini tidak mengalami kemacetan. Tapi, setelah bulan Maret, pembayaran angsuran mulai mengalami masalah, yakni pinjaman yang diajukan pada bulan Januari sudah mulai menunggak, kemudian pinjaman yang cair pada bulan Februari dan Maret secara bergantian juga mengalami tunggakan. Fenomena seperti ini tentunya harus mendapat perhatian khusus dari pihak BMI. Karena jika tidak, akan sangat merugikan apalagi yang mengajukan pembiayaan adalah mudharib yang sama.

Terbukti, kemacetan pembiayan yang terjadi pada tahun 2009–2011 disebabkan oleh kasus yang sama. Pada tahun 2009, kemacetan pembiayan disebabkan oleh mudharib yang sama yang melakukan beberapa kali pinjaman dan semuanya macet. Demikian juga dengan tahun 2010 dan 2011 yang kemacetan pembiayaannya disebabkan oleh mudharib yang sama dengan beberapa account pembiayaan. Kesamaan dari kedua mudharib ini (selain sama–sama mengajukan beberapa pinjaman dan semuanya macet) adalah sama–sama mengggunakan dana angsuran anggota untuk keperluan proyek perusahaan/instansi dan ternyata merugi. Untuk mengatasinya, BMI dapat mengeluarkan kebijakan untuk membatasi jumlah account pinjaman pada mudharib yang sama. Kalaupun harus meminjamkan lagi, BMI harus menunggu beberapa bulan untuk mengetahui stabilitas dan kedisiplinan pembayaran angsuran atas pinjaman yang pertama pada mudharib yang sama.

4.3. Expected Loss dan Unexpected Loss

Dalam dokumen Oleh RINDA SIAGA PANGESTUTI H (Halaman 75-79)

Dokumen terkait