• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II DASAR TEORI

D. Strategi Pembelajaran Kooperatif

1. Pengertian

Menurut Megawangi dkk (2004 : 66) pembelajaran kooperatif adalah sebuah metode yang spesifik dari collaborative learning, yaitu siswa bekerja bersama – sama, berhadapan muka dalam kelompok kecil dan melakukan tugas yang sudah terstruktur. Pendekatan kooperatif (cooperative learning) merupakan model pembelajaran di mana siswa dibiarkan belajar dalam kelompok, saling menguatkan, mendalami dan bekerja sama untuk semakin menguasai bahan (Suparno, 2007: 134).

Dengan metode belajar kelompok ini diharapkan pembelajar semakin terlibat dalam memperoleh dan mempelajari berbagai konsep atau teori, pengetahuan, dan keterampilan dengan bekerjasama dengan pembelajar lainnya. Mereka akan saling membutuhkan dalam setiap kegiatan belajar karena tiap anggota mempunyai peranan penting untuk menyelesaikan tugas – tugas atau latihan. Menurut Megawangi dkk (hal 69), ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar metode belajar kelompok ini dapat berhasil dan mencapai tujuan yang diharapkan, yaitu sebagai berikut:

a. Seluruh siswa harus terlibat.

Dalam kelompok dimana ada seorang anak yang dominan, akan membuat anak – anak lain yang lebih pemalu untuk berdiam diri. Untuk menghindari hal ini, maka guru perlu memberikan tugas dalam kelompok untuk setiap anak. Misalnya ada yang berperan sebagai ketua/moderator yang memberikan petunjuk atau mengarahkan tahapan – tahapan yang harus dikerjakan, ada yang sebagai penulis yang melaporkan berjalannya diskusi, ada yang sebagai penanya, yaitu yang menanyakan kepada kawan – kawannya yang belum terlibat, ada yang sebagai juru bicara yang melaporkan hasil kerja kelompoknya dan sebagainya, sehingga setiap anak merasa mendapatkan tugasnya. Hal ini dapat memberikan peluang bagi setiap anak untuk memainkan berbagai peran untuk menjadi pemimpin. b. Siswa duduk saling berhadapan.

Ruang kelas diatur agar setiap kelompok dapat duduk melingkar atau saling berhadapan. Dengan cara berhadapan ini, setiap anak dapat berinteraksi dengan menatap wajah kawannya sehingga jalannya diskusi atau kerja kelompok menjadi lebih efektif. Cara ini juga akan mencegah keributan di dalam kelas, karena setiap anak dapat berbicara perlahan – lahan kalau berhadapan dengan kawan kelompoknya.

c. Berikan kesempatan siswa untuk mempresentasikan hasilnya di depan kelas.

Hal ini dapat dilakukan dengan cara bergiliran, sehingga setiap anak nantinya terbiasa untuk berani tampil di depan umum.

2. Tujuan Belajar Bersama

Belajar bersama mempunyai tujuan, yaitu sebagai berikut (Kindsvatter dkk, 1990 : 308 dalam Suparno, 2007 : 135):

a. Meningkatkan hasil belajar lewat kerjasama kelompok yang

memungkinkan siswa belajar satu sama lain. Kemajuan hasil belajar menjadi tujuan utama, sehingga masing – masing siswa mendapatkan hasil positif.

b. Merupakan alternatif terhadap belajar kompetitif yang sering membuat siswa lemah menjadi minder. Dengan belajar kompetitif, siswa yang lemah akan sulit maju dan merasa kecil dibandingkan yang pandai. Sedangkan dengan belajar bersama ini justru yang lemah dibantu untuk maju.

c. Memajukan kerja sama kelompok antar manusia. Dengan belajar bersama

hubungan antar siswa makin akrab dan kerja sama antara mereka akan semakin lebih baik.

d. Bagi siswa – siswa yang mempunyai intelegensi interpersonal tinggi, cara belajar ini sangat cocok dan memajukan. Mereka lebih mudah mengkonstruksi pengetahuan lewat bekerja sama dengan teman, belajar bersama dengan teman, daripada sendirian.

3. Prinsip – prinsip Pembelajaran Kooperatif

Ada lima prinsip yang harus dikembangkan dalam pembelajaran kooperatif yaitu: saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka komunikasi antar anggota dan keberagaman pengelompokan (Kagan, 1992:8-15; Tan. 1999; Lie, 2002: 29 – 36, dalam Purnomo, 2007: 37 - 41) :

a. Saling ketergantungan positif

Saling ketergantungan positif terjadi apabila pencapaian suatu tujuan individual dihubungkan dengan pencapaian tujuan pembelajar lain sehingga terjalin kerjasama yang harmonis antar pembelajar. Kerjasama dan usaha anggota – anggota kelompok akan menentukan keberhasilan kelompok. Untuk mencapai kondisi kerjasama, guru perlu menyusun tugas – tugas atau latihan - latihan sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain dapat mencapai tujuan mereka.

b. Tanggung jawab perseorangan

Tanggung jawab perseorangan merupakan prinsip yang mempunyai keterkaitan erat dengan prinsip saling ketergantungan positif. Tanggung jawab perseorangan dapat terwujud bila prinsip yang pertama sudah terwujud. Pembelajar harus mempunyai komitmen yang kuat untuk mengerjakan tugas yang diberikan kepadanya karena dia harus

mempertanggung jawabkan aktivitasnya sehingga tidak menggangu kinerja tim.

Tanggung jawab perseorangan ini dapat tercipta dalam kelas apabila guru dapat membagi tugas yang bobot dan tingkat kesulitannya sama untuk setiap pembelajar dalam kelompok. Dengan demikian, mereka merasa mempunyai tanggung jawab yang sama dengan teman – teman lainnya dan dapat bersama – sama menyelesaikan tugas kelompoknya.

c. Tatap muka

Setiap kelompok hendaknya diberi kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberi kesempatan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota kelompok. Sinergi antar anggota ini akan meningkatkan sikap menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masing –masing.

Tatap muka ini merupakan bentuk keterampilan sosial yang memungkinkan pembelajar berinteraksi dengan masing –masing anggota kelompok untuk mencapai tujuan. Pembelajar perlu diberi kesempatan untuk saling mengenal dan menerima satu dengan yang lainnya dalam kegiatan tatap muka dan interaksi pribadi.

d. Komunikasi antar anggota

Prinsip ini menuntut pembelajar untuk terampil berkomunikasi. Keterampilan ini membutuhkan kesediaan para anggota kelompok untuk

saling mendengarkan dan mengutarakan pendapat mereka. Ada kalanya pembelajar perlu diberitahu secara eksplisit mengenai cara – cara komunikasi secara efektif seperti bagaimana caranya menyanggah pendapat temannya tanpa menyinggung perasaannya.

Keterampilan berkomunikasi dalam kelompok tidak bisa dibentuk dalam waktu yang singkat. Untuk itu, guru hendaknya membiasakan memberikan tugas dan latihan, serta kesempatan kepada pembelajar sehingga mereka selalu terlibat dalam komunikasi. Apabila situasi yang penuh dengan komunikasi ini terwujud, pengalaman belajar terwujud, pengalaman belajar dan pembinaan perkembangan mental dan emosional pembelajar akan dapat ditingkatkan dengan baik.

e. Keberagaman pengelompokan

Pembelajar bekerja dalam kelompok yang anggotanya sangat beragam dari segi kemampuan, ketertarikan, etnis, maupun jenis kelamin dan status sosial mereka. Mereka akan terlibat secara intensif dalam suatu proses belajar yang didalamnya terdapat beberapa orang yang berbeda. Keberagaman ini akan semakin menumbuhkan semangat untuk saling belajar dari anggota yang lain.

Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerjasama mereka. Dari evaluasi ini mereka akan melanjutkan kerjasamanya dengan lebih efektif.

4. Teknik – Teknik Pembelajaran Kooperatif

Teknik – teknik pembelajaran dibawah ini merupakan penerapan praktis dari metode diskusi kelompok (Purnomo, 2007: 40 – 41).

a. Teknik Mencari Pasangan

Teknik ini digunakan untuk memahami suatu konsep atau informasi tertentu yang harus diungkapkan oleh pembelajar. Salah satu keunggulan teknik ini adalah pembelajar mencari pasangan sambil belajar suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Teknik ini dapat diterapkan untuk semua tingkatan dengan menyesuaikan hasil belajar yang akan dicapai. Sebagai contoh, guru dapat menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep penting; tiap pembelajar mendapat satu kartu dan harus mencari pasangan yang mempunyai kartu yang berisi lanjutan informasi dari informasi yang ada di kartunya. Pembelajar dapat bergabung dengan dua atau tiga teman lainnya untuk melengkapi informasi yang sesuai dengan informasi di kartu mereka masing –masing. b. Teknik Bertukar Pasangan

Teknik ini memungkinkan siswa untuk dapat bekerjasama dengan pembelajar lain dalam memberi atau menerima informasi. Guru memberi tugas tertentu kepada siswa secara berpasangan. Setelah selesai, mereka harus bergabung dengan satu pasangan lain. Kedua pasangan tersebut bertukar pasangan. Tiap –tiap pasangan yang baru saling menanyakan dan

mengukuhkan jawaban mereka. Hasil diskusi ini kemudian dibagikan kepada pasangan semula.

c. Teknik jigsaw

Jigsaw merupakan teknik pembelajaran yang berusaha menyatukan berbagai informasi atau konsep yang tersebar secara acak sehingga menjadi satu kesatuan informasi atau konsep yang dapat dipahami secara utuh. Teknik ini dapat digunakan untuk meningkatkan keterampilan membaca, menulis, menyimak, berbicara dengan menggabungkan berbagai informasi lintas ilmu. Teknik ini dapat diterapkan di semua tingkatan kelas. Teknik ini dapat dilakukan dengan memberikan kartu yang berisi potongan informasi atau konsep tertentu kepada salah satu orang anggota kelompok. Anggota kelompok lainnya menerima kartu yang potongan informasi yang lain. Mereka harus dapat menangkap inti informasi disetiap kartu yang mereka dapatkan. Setelah itu, mereka harus berkumpul untuk mendiskusikan, merangkaikan, dan menganalisis informasi di tiap –tiap kartu yang ada untuk selanjutnya mengambil kesimpulan atas seluruh informasi tersebut.

5. Pengelolaan Pembelajaran Kooperatif

Ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan kelas yang menerapkan pendekatan pembelajaran kooperatif, (Lie, 2002: 29, dalam Purnomo, 2007: 40) yaitu: (1) pengelompokan heterogen, (2) penumbuhan semangat/motivasi untuk kerjasama, dan (3) penataan ruang kelas.

Pengelompokan dilakukan dengan memperhatikan keanekaragaman latar belakang sosial, kemampuan akademik, dan jenis kelamin. Dengan demikian, pembelajar dapat saling memberi dan menerima dalam suasana keberagaman. Dalam hal kemampuan akademis, kelompok biasanya terdiri atas satu orang berkemampuan akademis tinggi, dua orang dengan kemampuan sedang, dan orang – orang berkemampuan kurang. Dengan komposisi ini, semangat saling membantu dan belajar dari yang lainnya dapat terus ditumbuhkan. Ada tiga keuntungan pengelompokan heterogen. Pertama, pengelompokan heterogen akan memberi kesempatan pada pembelajar untuk saling mengajar dan saling mendukung. Kedua, kelompok yang beragam akan semakin meningkatkan interaksi antar ras, gender, dan tingkatan lainnya. Ketiga, guru dimudahkan dengan bantuan dari pembelajar yang mempunyai kemampuan lebih baik dari pembelajar lain.

Penumbuhan semangat/motivasi untuk saling kerjasama perlu dilakukan agar setiap pembelajar mau memikirkan pembelajar lainnya. Dengan semangat ini, pembelajar akan mudah menjalin relasi dengan pembelajar lain. Semangat kerjasama ini dapat ditingkatkan dengan membangun kesadaran pembelajar bahwa kelompok akan merasa bersatu jika mereka menyadari kesamaan yang mereka punyai sekaligus memahami keunikan tiap pribadi. Beberapa kegiatan dapat dilakukan untuk memberi kesempatan para siswa agar saling mengenal satu sama lain dengan lebih akrab. Merasa diri dikenal

dan saling diterima oleh kelompoknya merupakan hal yang sangat penting bagi terlaksananya kerjasama dalam kelompok.

Penataan ruang kelas sangat dipengaruhi oleh pendekatan dan metode pembelajaran yang diterapkan dalam kelas. Kelas yang ideal untuk pembelajaran kooperatif adalah kelas yang dapat ditata dengan mudah untuk jalannya diskusi. Meja dan kursi disuatu ruang harus dapat diubah dengan cepat untuk memudahkan jalannya proses belajar yang melibatkan beberapa pembelajar dalam kelompok – kelompok. Meja dan kursi perlu ditata sedemikian rupa sehingga semua pembelajar dapat melihat guru dan papan tulis dengan jelas, dapat melihat rekan – rekan kelompoknya dengan baik, dan berada dalam jangkauan kelompoknya.

6. Contoh Belajar Bersama

Berikut ini merupakan contoh pembelajaran kooperatif untuk pokok bahasan radiasi (Suparno, 2007 : 138):

Model belajar bersama dari awal:

a. Siswa dalam kelompok kecil mempelajari bahan tentang radiasi dan dampaknya dalam kehidupan.

b. Tujuan belajar: siswa memahami apa itu radiasi, macam – macamnya, kegunaan radiasi dalam kehudupan manusia, dan dampak negatif dari radiasi.

c. Setelah selesai belajar kelompok, kelompok mempresentasikan yang didapatkan.

Model belajar bersama setelah masing-masing belajar:

a. Masing-masing anak mempelajari bab tentang radiasi dengan panduan pertanyaan dari guru seperti: apa itu radiasi, macam-macamnya, kegunaan radiasi, dan dampak negatif dari radiasi.

b. Setelah itu siswa masuk kelompok, lalu membahas bersama persoalan itu.

c. Akhirnya kelompok menyimpulkan hasilnya dan mempresentasikan di

depan kelas.

Model pembelajaran kooperatif yang digunakan dalam penelitian ini hampir mirip dengan contoh model pembelajaran yang dicontohkan oleh Suparno. Jadi siswa disuruh untuk belajar terlebih dahulu dalam kelompok kemudian membahas soal secara bersama-sama. Terakhir kelompok menyimpulkan hasilnya dan mempresentasikan di depan kelas.

7. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif

Menurut Megawangi dkk (hal 68), strategi pembelajaran ini memiliki beberapa kelebihan, yaitu sebagai berikut :

a. Segala perbedaan dihargai : Para siswa belajar untuk bekerja dengan berbagai tipe kepribadian. Ketika berinteraksi di dalam kelompok, setiap anak akan mempunyai kesempatan untuk mengekspresikan pikirannya, dan ini sangat mempengaruhi oleh latar belakng sosial-budaya di mana masing – masing siswa dibesarkan. Oleh karenanya, para siswa dapat

belajar mengenai perbedaan pandangan dari setiap siswa yang mempunyai latar belakang berbeda – beda.

b. Belajar melihat perspektif yang lebih lengkap : Ketika sebuah pertanyaan diajukan dalam diskusi kelompok, setiap siswa akan memberikan respon yang berbeda, sehingga akan ada berbagai alternatif atau perpekstif jawaban. Dengan demikian, setiap siswa akan mendapat gambaran yang lebih komprehensif dan utuh tentang sebuah fenomena yang sedang dipelajarinya.

c. Pengembangan kemampuan interpersonal : Siswa belajar untuk bekerja sama dengan kawannya seperti halnya mereka sedang bekerja dalam sebuah kelompok perusahaan. Hal ini akan menolong para siswa yang mempunyai kesulitan dalam berinteraksi sosial dengan kawannya.

d. Membawa anak dalam kegiatan yang mengasyikkan : Setiap anak merasa

mempunyai kontribusi penting dalam kelompok, sehingga mereka akan lebih percaya diri dan berpikir kreatif agar kontribusinya dalam kelompok meningkat

e. Memberikan kesempatan untuk mendapatkan umpan balik : Adanya

diskusi dalam kelompok memberikan peluang pada setiap anak untuk mendapatkan umpan balik atau respon dari kawannya mengenai peran atau kontribusi yang telah diberikannya. Respon yang personal ini sulit didapat anak dalam kelompok yang besar, apalagi dalam sebuah kelas.

a. Memungkinkan timbulnya rasa permusuhan antarkelompok atau menganggap kelompoknya sendiri lebih pandai dan serba tahu daripada kelompok lain atau menganggap kelompok lain sebagai saingan, lebih rendah, remeh atau lebih bodoh.

b. Apabila guru tidak membagi tugas pada setiap anggota kelompok, maka saat presentasi hanya siswa yang terlibat saja yang akan selalu berbicara dan mengungkapkan pendapatnya.

c. Apabila guru tidak cermat dalam mengawasi kinerja siswa, maka akan ada free rider, siswa yang kurang mampu terlalu mengandalkan siswa yang pandai.

Dokumen terkait