• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRATEGI TATA KELOLA SANITASI 2010 – 2025

Dalam dokumen SSK Volume 1 v1 final INA (Halaman 35-39)

6.1 Perkembangan tim sanitasi a. Peran tim sanitasi jangka panjang

Hingga saat ini, Tim Sanitasi telah berkembang untuk dapat berperan lebih besar dalam kegiatan pengembangan sanitasi di Kota Banda Aceh. Dalam lokakarya di Medan pada bulan Juni 2009 untuk penyusunan SSK, telah dihasilkan sepuluh refleksi atas peran Tim Sanitasi jangka panjang sebagai tanggapan atas masukan dari Sekda Banda Aceh sebagai Ketua Tim Pengarah Sanitasi. Kesepuluh refleksi itu adalah sebagai berikut:

1) Tim Sanitasi menjadi tim independen yang dapat memberi masukan (second opinion) bagi pemerintah kota dan juga dapat berperan sebagai pressure group untuk meningkatkan layanan sanitasi;

2) Keberadaan tim sanitasi dapat dirasakan oleh seluruh elemen Kota Banda Aceh; 3) Tim sanitasi dapat memberikan masukan untuk memperbaiki kinerja SKPK;

4) Tim sanitasi melaporkan secara rutin (setiap dua bulan) kepada Sekda Banda Aceh sebagai Ketua Tim Pengarah Sanitasi;

5) Mengaktifkan kembali rapat reguler dan pelaporan reguler;

6) Semakin kuatnya komitmen tim dan komitmen dari pimpinan SKPK untuk pengembangan sanitasi kota;

7) Pelaporan rutin dari masing-masing anggota Tim Sanitasi kepada kepala SKPK masing-masing. Laporan ini dapat dibuat dalam bentuk notulensi rapat yang disusun oleh salah satu anggota tim sanitasi yang dilakukan secara bergiliran. Copy dari laporan ini dapat dikirimkan ke Camat. Sebelumnya dilakukan sosialisasi terhadap para camat mengenai tim sanitasi;

8) Tim sanitasi menyusun program kerja;

9) Perlunnya kerjasama antara Tim Sanitasi dengan universitas/akademisi;

10) Tim sanitasi perlu dikenal di masyarakat agar dapat menangkap permasalahan sanitasi yang ada. Hal ini dapat dilakukan melalui: pembuatan stiker, pemanfaatan MIMS, media TV maupun radio dan baliho;

b. Strategi penguatan Tim Sanitasi

Berdasarkan refleksi tersebut maka peran yang diharapkan dari Tim Sanitasi menjadi lebih besar apabila dibandingkan dengan tugas dan tanggung jawab formal tim sebagaimana yang ada dalam Keputusan Walikota No. 304 Tahun 2008. Untuk dapat mencapai hal itu, maka perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut:

Sampai dengan tahun 2012, kelembagaan Tim Sanitasi akan tetap sebagai Tim Kerja yang beranggotakan perwakilan dari berbagai SKPK. Di masa datang, dimungkinkan adanya perubahan status kelembagaan Tim Sanitasi berdasarkan pertimbangan kebutuhan ruang lingkup, wilayah kerja serta keanggotaan yang akan dibutuhkan pada masa itu dalam rangka menjawab tantangan kesepuluh refleksi di atas. Salah satu bentuk kelembagaan yang dapat dipertimbangkan adalah Badan Sanitasi walaupun tidak menutup kemungkinan bentuk kelembagaan yang lain (Dewan, Komite maupun tetap sebagai Tim Kerja).

Hal ini diawali dengan menyusun tugas dan tanggung jawab detail Tim Sanitasi (Tupoksi Tim Sanitasi) untuk menghindari adanya tumpang tindih dalam pelaksanaan tugas pengembangan sanitasi dengan badan/dinas lainnya. Kegiatan ini dilakukan pada tahun 2009 – 2010.

Pengembangan sumber daya (baik SDM maupun keuangan) Tim Sanitasi yang dilakukan melalui:

- Mengadakan training mengenai proses fasilitasi dan koordinasi;

- Mengadakan training mengenai penganggaran kegiatan pengembangan sanitasi;

- Adanya on-the-job training yang dilakukan melalui kegiatan pendampingan teknis (technical assistance) dari tim ahli;

- Memperjelas alokasi anggaran Tim Sanitasi dari APBK;

- Melakukan kerjasama dengan universitas/akademisi dalam rangka kapasitas anggota Tim Sanitasi.

6.2 Menguatkan kerangka hukum lokal untuk pengembangan sanitasi a. Penyusunan kebijakan layanan sanitasi

Kebijakan layanan sanitasi perlu disusun agar upaya pengembangan sanitasi dapat berhasil. Kebijakan ini akan berbentuk qanun sanitasi yang mengacu pada SPM yang sedang disiapkan oleh pemerintah serta target yang ada dalam Millenium Development Goals (MDGs). Selain itu,

prinsip-SSK Volume 1: Kerangka Kerja Pembangunan Sanitasi

Versi 1, November 2009

prinsip teknis yang secara resmi sudah dikeluarkan juga akan menjadi salah satu dasar bagi penyusunan qanun sanitasi ini (lihat Boks 5 dan 6).

Qanun sanitasi ini akan meliputi setidaknya:

- SPM layanan air bersih;

- SPM layanan air limbah;

- SPM layanan drainase, dan;

- SPM layanan persampahan.

b. Update berkala dokumen sanitasi

Kebijakan untuk melakukan update berkala dokumen sanitasi (Buku Putih dan SSK) perlu diperkuat. Hal ini dapat dilakukan dengan memasukkan kebijakan update tersebut dalam peraturan formal dan mungkin dapat menjadi salah satu masukan dalam qanun sanitasi di atas.

c. Penyusunan kebijakan sanitasi gampong

Selain penguatan kerangka hukum dalam bentuk qanun, adanya peraturan gampong tentang sanitasi juga diperlukan. Peraturan gampong ini akan menjadi aturan operasional bagi pengelolaan sanitasi di tingkat gampong.

d. Penguatan daya dukung pelaksanaan kebijakan sanitasi

Dalam jangka pendek, upaya pengintegrasian sarana sanitasi ke dalam persyaratan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) dilakukan. Hal ini bertujuan untuk memastikan bangunan baru yang akan didirikan benar-benar memiliki fasilitasi sanitasi yang layak dan sesuai dengan standar yang disyaratkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI).

Selain itu, dua rangkaian program berikut perlu untuk dilaksanakan dalam jangka pendek sampai menengah:

Program pengkondisian kebijakan sanitasi; dilakukan melalui advokasi serta sosialisasi kebijakan dan peraturan sanitasi baik di tingkat SKPK, DPRK maupun masyarakat, serta pemberlakuan masa uji coba implementasi baru terkait dengan sanitasi.

Program pemberdayaan lembaga sanitasi lokal; program ini penting untuk dijalankan agar layanan sanitasi tidak selalu bersifat government driven sehingga layanan ini dapat diakses seluas-luasnya oleh seluruh masyarakat. Program ini dijalankan melalui kegiatan sebagai berikut:

Pembentukan kader sanitasi dan santri pelopor sanitasi;

Kader sanitasi merupakan agen pemberdaya di tingkat masyarakat yang ditempatkan untuk mengembangkan kelompok-kelompok masyarakat yang sudah terbangun dan mulai berpartisipasi secara aktif dalam pembangunan sanitasi.

Pembentukan gampong sadar sanitasi;

Gampong sadar sanitasi dibentuk sebagai salah satu upaya menjadikan sanitasi mendapat perhatian utama dalam proses pembangunan gampong. Selain itu, program ini untuk mendorong terciptanya sistem pengelolaan yang baik atas infrastruktur sanitasi yang ada. Pembentukan Help Desk Sanitasi;

Help desk ini akan berfungsi untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat Kota Banda Aceh mengenai berbagai permasalahan sanitasi.

Kotak 5: Petunjuk dasar pengelolaan sanitasi yang berkelanjutan (sustainabel) untuk Rekonstruksi di Aceh dan Nias

1. Tidak memperbolehkan air limbah yang belum terolah dialirkan ke saluran drainase umum

2. Semua sistem sanitasi harus terdiri dari minimum dua langkah pengolahan yaitu pengolahan primer dan sekunder

3. Tangki septik harus bekerja dalam keadaan kedap air

4. Setiap proyek perumahan dan sanitasi harus memiliki komponen manajemen masyarakat untuk melibatkan masyarakat dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, pengoperasian dan pemeliharaan

SSK Volume 1: Kerangka Kerja Pembangunan Sanitasi

Versi 1, November 2009

6.3 Strategi pendanaan sanitasi

Percepatan pembangunan sanitasi memerlukan dukungan aspek pendanaan yang kuat (terutama untuk pembangunan infrastruktur). Agar mendapatkan dukungan tersebut strategi di bawah ini perlu dilakukan:

Melakukan advokasi kepada Pemerintah Kota dan Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK atau di kota lain dikenal sebagai DPRD Tingkat II) agar terjadi peningkatan alokasi pendanaan sanitasi hingga sebesar 7,5% dari ABPK pada tahun 2012.

Disamping itu, upaya advokasi kepada Pemerintah Provinsi Aceh akan dilakukan untuk memperoleh dukungan pendanaan dari provinsi.

Pendanaan pembangunan sanitasi melalui hutang (loan) dapat dilakukan setelah melalui kajian yang matang dari berbagi aspek.

Disamping ketiga alternatif pendanaan tersebut di atas, pendanaan untuk kegiatan operasional dan pemeliharaan juga bertumpu pada efektivitas penarikan retribusi. Penarikan retribusi serta struktur retribusi untuk layanan sanitasi akan ditingkatkan hingga setidaknya dapat menutupi 75% dari biaya operasi dan pemeliharaan yang ada. Akan tetapi, dalam jangka panjang perhitungan retribusi yang ada akan berdasarkan pada prinsip Full Cost Recovery. Sebagai langkah awal, saat ini dibentuk wilayah percontohan untuk peningkatan efektivitas penarikan retribusi bagi layanan pengelolaan persampahan.

6.4 Persiapan proyek dan proses penganggaran

Agar kegiatan pengembangan sanitasi dapat berjalan secara terarah dan berkesinambungan maka persiapan pelaksanaan proyek perlu dilakukan sebaik mungkin. Untuk itu perlu dilakukan:

Penyusunan studi kelayakan dan masterplan per-sektor. Saat ini master plan persampahan telah tersedia dan disetujui oleh DPRK demikian juga untuk masterplan drainase. Masterplan air bersih dan air limbah akan disiapkan dan menjadi prioritas kegiatan dalam jangka pendek.

Selanjutnya studi mendetail akan dilakukan dalam kegiatan Detailed Engineering Design (DED). Kegiatan ini menghasilkan perkiraan anggaran biaya yang menjadi masukan dalam penyusunan anggaran serta penyusunan RKPK di tiap dinas sesuai dengan alur perencanaan dan penganggaran yang berlaku (lihat gambar 2.2).

Kotak 6: Kode Bangunan (Building Code) Provinsi Nangroe Aceh Darussalam mengenai air limbah Persyaratan

1. Semua air limbah harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang saluran air limbah kota dan dibawa ke instalasi pengolahan limbah apabila tersedia;

2. Pembuangan harus dilengkapi dengan perangkap bau;

3. Pengolahan dilakukan dengan tangki septik kedap air dan dilengkapi dengan sumur resapan 4. Air limbah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun serta elemen radioaktif harus

ditangani berdasarkan peraturan yang berlaku di Indonesia. Detail

Tangki septik mengacu pada SNI 03-6379-2000 Kecuali kota memiliki saluran air limbah;

Jarak antara tangki septik dan sumur resapan terhadap sumur air bersih minimal adalah 10 m; Lokasi dari tangki septik dapat berada di depan maupun belakang rumah, tergantung dari

kemudahannya untuk menyalurkan air limbah dari kamar mandi/kakus dengan mempertimbangkan jarak minimum dengan sumur air bersih dai lingkungan sekitarnya;

Prosedur perencanaan tangki septik dan sumur resapan mengacu ke SNI 03-6379-2000;

Untuk wilayah dengan muka air tanah yang tinggi (kurang dari 1 m), tangki septik dibuat lebih tinggi dan resapan dibuat agar mengalir secara horizontal.

SSK Volume 1: Kerangka Kerja Pembangunan Sanitasi

Versi 1, November 2009

Lampiran: Naskah deklarasi bersama sanitasi Halaman 1:

SSK Volume 1: Kerangka Kerja Pembangunan Sanitasi

Versi 1, November 2009

Dalam dokumen SSK Volume 1 v1 final INA (Halaman 35-39)

Dokumen terkait