• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II DASAR TEORI

B. Stres Akademik

Menurut Sarafino (1990) stres merupakan suatu kondisi yang disebabkan oleh interaksi antara individu dengan lingkungan, menimbulkan persepsi jarak antara tuntutan-tuntutan, berasal dari situasi yang bersumber pada sistem biologis, psikologis dan sosial individu tersebut. Stres juga merupakan suatu keadaan ketika seseorang berespon terhadap perubahan yang terjadi dari situasi normal dan stabil dalam hidupnya (Kozier, 2004). Folkman dan Lazarus (1985) mendefinisikan stres sebagai segala peristiwa/kejadian baik berupa tuntutan-tuntutan lingkungan maupun tuntutan-tuntutan internal (fisiologis/psikologis) yang menuntut, membebani atau melebihi kapasitas sumber daya adaptif individu.

Stres dapat berdampak positif maupun negatif bagi individu (Smith, 2002; Tweed et al., 2004; Stevenson & Harper, 2006; dalam Anggola & Ognori 2009). Hal ini tergantung pada derajat stres yang mereka alami sebagai bentuk penilaian kognitif mereka terhadap stressor (pemicu stres) yang mereka terima (Desmita, 2009; Sarafino, 1990). Stres yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan atau kondisi seseorang dalam menghadapi lingkungan. Hans Selye (dalam Desmita, 2009)

membagi stres menjadi tiga bentuk yakni, distres, eustres, dan neustres. Distres diasosiasikan sebagai respon terhadap stres yang bersifat tidak memuaskan dan merusak pada keseimbangan fungsi tubuh individu. Sedangkan eustres merupakan respons terhadap stres yang bersifat memuaskan yang dapat membangkitkan fungsi optimal tubuh, baik fungsi fisik maupun fungsi psikis individu. Adapun neustres mengacu pada respon stres individual yang bersifat netral, yang tidak memberi akibat negatif ataupun positif, namun menyebabkan tubuh berada pada fungsi internal yang mantap, tetap berada dalam keadaan homeostatis (Elmira, 1993; Sarafino, 1990; Brannon & Feist, 2000; dalam Desmita, 2009).

Berdasarkan uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa stres merupakan suatu kondisi hasil interaksi individu dengan lingkungan yang menjadi stressor bagi individu yang bersifat mengancam dan menganggu, yang melebihi kapasitas sumber daya adaptif individu dan dapat menimbulkan tiga bentuk stres yaitu distres, eustres, dan neustres serta dapat berdampak positif dan negatif bagi individu yang mengalami stres. 2. Definisi Stres Akademik

Stres akademik, diartikan sebagai suatu keadaan individu yang mengalami tekanan hasil persepsi dan penilaian tentang stressor akademik, yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan dan pendidikan di perguruan tinggi (Govaerst & Gregoire, 2004). Stres ini dapat didefinisikan sebagai stres yang berhubungan dengan pendidikan yang meliputi sekolah,

kurikulum, guru, metode ulangan dan penilaian (Nanwani, 2009). Stres akademik juga diidentifikasi sebagai stres yang diakibatkan oleh terlalu banyaknya tugas, persaingan dengan teman, kegagalan, kekurangan uang saku (Fairbrother & Warn, 2003), kurang baiknya hubungan dengan teman atau dosen, keluarga, atau masalah yang ada di rumah (Agolla & Ongori, 2009). Desmita, 2009 menambahkan definisi lain dari stres akademik atau school stress, yaitu suatu ketegangan emosional yang muncul dari peristiwa-peristiwa kehidupan di sekolah dan perasaan terancamnya keselamatan atau harga diri siswa, sehingga memunculkan reaksi-reaksi fisik, psikologis, dan tingkah laku yang berdampak pada penyesuaian psikologi dan prestasi akademik.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa stres akademik merupakan suatu keadaan hasil interaksi individu dengan lingkungan pendidikan yang menjadi stressor akademik bagi individu yang dapat berdampak pada penyesuaian psikologi dan prestasi akademik individu.

3. Pengukuran Stres Akademik

Pada penelitian mengenai stres akademik, terdapat beberapa peneliti yang merancang dan mengembangkan instrumen untuk mengukur stres akademik berdasarkan jenjang pendidikan. Di Negara-negara barat terdapat beberapa instrumen yang sering digunakan. Untuk mengukur mengukur stres akademik secara umum di kalangan mahasiswa perguruan

tinggi terdapat Academic Stress Scale (ASS; Kohn & Frazer, 1986), Student Stress Inventory (SSI; Zeidner, 1992), dan The Academic Stress Questionnaire (ASQ; Abouserie, 1994). Sementara untuk mengukur stres akademik dikalangan siswa SMP dan SMA terdapat School Stressors Inventory for Adolescent (SSIA; Fanshawe & Burnett, 1991) dan High School Stressors Scale (HSSS; Burnett & Fanshawe, 1997).

Di negara-negara timur sendiri terdapat juga beberapa peneliti yang mengembangkan instrumen stres akademik. Ang dan Huan (2006) mengembangkan Academic Expectations Stress Inventory (AESI) yang berfokus kepada ekspektasi diri sendiri dan ekspektasi dari guru dan orang tua yang menjadi aspek utama stres akademik siswa SMP dan SMA di Asia. Kemudian terdapat Scale for Assessing Academic Stress (SAAS; Sinha, Sharma & Mahendra, 2001) yang dikembangkan untuk siswa SMA dan mahasiswa di Nepal. Selain itu terdapat juga skala inventori stres akademik yang digunakan untuk mengetahui stres akademik mahasiswa universitas teknologi Taiwan yang dikembangkan oleh Lin dan Chen (2009). Dalam menyusun skala ini Lin dan Chen melakukan wawancara terlebih dahulu terhadap mahasiswa di 10 universitas dan perguruan tinggi teknologi dengan teknik wawancara stratified random sampling untuk mendapatkan data yang mendalam. Data yang didapat kemudian diolah berdasarkan metode kualitatif. Berdasarkan hasil coding oleh peer encoders dan setelah kategorisasi dan generalisasi data, para dosen dan mahasiswa diminta untuk membantu dalam diskusi untuk menggubah data

coding menjadi item kuesioner pre-test. Kemudian lima ahli diminta untuk memeriksa validitas isi, sebelum skala diuji coba kepada 400 mahasiswa. Setelah melakukan uji coba, dilakukan pengujian data statistik menggunakan SPSS for windows untuk melakukan analisis faktor eksploratori. Total varians yang didapat oleh skala Lin dan Chen adalah 70,91 %. Sedangkan nilai reliabilitas alfa cronbach yang dimiliki sebesar 0.90 dengan korelasi item total antara 0.631-0.857. Ini menunjukkan 7 faktor stres akademik (stres pengajar, stres hasil, stres ujian, stres belajar dalam kelompok, stres teman sebaya, stres manajemen waktu dan stres yang diakibatkan diri sendiri) skala pre-test memiliki keandalan dan mencapai level standar estimasi (George & Mallery, 2003).

Berdasarkan beberapa penjelasan mengenai pengukuran stres akademik, peneliti memilih untuk menggunakan skala yang dikembangkan oleh Lin dan Chen (2009). Hal tersebut dikarenakan skala tersebut memiliki nilai reliabilitas yang tergolong memuaskan dan kesesuaian subjek dalam penelitian ini dengan skala yang dipilih oleh peneliti.

4. Dampak Stres

Beberapa peneliti mengindikasikan bahwa, meskipun berada pada tingkatan sedang kecemasan yang merupakan akibat dari stres, dapat meningkatkan kesadaran, kewaspadaan dan kinerja individu. Pada tingkat tinggi kecemasan dapat bersifat maladaptif dan dapat berkontribusi terhadap berbagai masalah psikososial pada pelajar di sekolahnya. Tingkat

yang terlalu tinggi dari kecemasan merupakan salah satu faktor penting munculnya tiga subtype gangguan kecemasan yaitu separation anxiety disorder, overanxious disorders, dan avoidant disorder (Kiselica, dalam Desmita 2009).

Selain itu, stres yang tinggi akan menunjukkan lebih banyak problem tingkah laku, tidak disukai oleh teman, konsep diri yang buruk, serta sikap terhadap sekolah dan prestasi akademis yang rendah (Kiselica, dalam Desmita 2009). Sejalan dengan hal tersebut, diperkirakan 10% hingga 30% pelajar yang mengalami stres akademik, mengalami penurunan prestasi belajarnya (Johnson, dalam Desmita 2009). Fiminian dan Cross (1987), juga menyatakan bahwa stres yang tinggi di sekolah lebih memungkinkan untuk menentang dan berbicara di belakang guru, membuat keributan dan kelucuan di dalam kelas, serta mengalami sakit kepala dan sakit perut.

Berdasarakan uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa, stres pada tingkatan yang terlalu tinggi dapat menyebabkan perilaku maladaptif dan kecenderungan akan gangguan kecemasan dalam diri individu. Selain itu stres juga dapat menyebabkan penurunan prestasi akademik dan munculnya problem tingkah laku pada siswa.

Dokumen terkait