• Tidak ada hasil yang ditemukan

Stress adalah reaksi seseorang secara psikologi, fisiologi, maupun perilaku bila seseorang mengalami ketidakseimbangan antara tuntutan yang dihadapi dengan kemampuannya untuk memenuhi tuntutan tersebut dalam jangka waktu tertentu. Selye mendefinisikan stress sebagai reaksi non spesifik tubuh terhadap beberapa tuntutan yang melebihi dari kemampuannya (Bambang Tarupolo, 2002:4).

Definisi stress menurut Agus M (1994:23) adalah tanggapan menyeluruh dari tubuh terhadap setiap tuntutan yang datang atasnya .

David Hager dan Linda C (1999:21) menyatakan stress sebagai suatu keadaan ketegangan fisik atau mental atau kondisi yang menyebabkan ketegangan.

Menurut David A (1990:240), stress adalah respon otomatis dari tubuh, termasuk pikiran sampai pada perubahan- perubahan, tantangan- tantangan, dan tuntutan lain yang kita temui dalam setiap bagian kehidupan sehari- hari.

Stress dapat juga berarti respon fisiologi, psikologi dan perilaku dari seseorang dalam upaya untuk menyesuaikan dari tekanan baik secara internal maupun eksternal (Laurentius Panggabean, 2003:2).

Terdapat beberapa pengertian tentang stress yang dapat dimaknai dari beberapa sudut pandang keilmuan. Levi (1991) mendefinisikan stress sebagai berikut :

1) Dalam bahasa teknik. Stress dapat diartikan sebagai kekuatan dari bagian-bagian tubuh.

2) Dalam bahasa biologi dan kedokteran. Stress dapat diartikan sebagai proses tubuh untuk beradaptasi terhadap pengaruh luar dan perubahan lingkungan terhadap tubuh.

3) Secara umum. Stress dapat diartikan sebagai tekanan psikologis yang dapat menimbulkan penyakit baik fisik maupun penyakit jiwa.

Menurut Manuaba (1998) stress adalah segala rangsangan atau aksi dari tubuh manusia baik yang berasal dari luar maupun dari dalam tubuh itu sendiri yang dapat menimbulkan bermacam-macam dampak yang merugikan mulai dari menurunnya kesehatan sampai kepada dideritanya suatu penyakit. Dalam kaitannya dengan pekerjaan, semua dampak dari stres tersebut akan

menjurus kepada menurunnya performansi, efisiensi dan produktivitas kerja yang bersangkutan.

Heerdjan (1990) menguraikan bahwa stress dapat digambarkan sebagai suatu kekuatan yang dihayati mendesak atau mencekam dan muncul dalam diri seseorang sebagai akibat ia mengalami kesulitan dan menyesuaikan diri.

Mendelson (1990) mendefinisikan stress akibat kerja secara lebih sederhana, dimana stress merupakan suatu ketidakmampuan pekerja untuk meghadapi tuntutan tugas dengan akibat suatu ketidaknyamanan dalam kerja.

Stress kerja adalah suatu perasaan yang menekan atau rasa tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaannya (Anwar Prabu, 1993: 93).

Beehr dan Franz (dikutip Bambang Tarupolo, 2002:17), mendefinisikan stress kerja sebagai suatu proses yang menyebabkan orang merasa sakit, tidak nyaman atau tegang karena pekerjaan, tempat kerja atau situasi kerja yang tertentu.

Menurut Pandji Anoraga (2001:108), stress kerja adalah suatu bentuk tanggapan seseorang, baik fisik maupun mental terhadap suatu perubahan di lingkunganya yang dirasakan mengganggu dan mengakibatkan dirinya terancam.

Gibson dkk (1996:339), menyatakan bahwa stress kerja adalah suatu tanggapan penyesuaian diperantarai oleh perbedaan- perbedaan individu dan atau proses psikologis yang merupakan suatu konsekuensi dari setiap tindakan

dari luar (lingkungan), situasi, atau peristiwa yang menetapkan permintaan psikologis dan atau fisik berlebihan kepada seseorang.

Setiap aspek di pekerjaan dapat menjadi pembangkit stress. Tenaga kerja yang menentukan sejauhmana situasi yang dihadapi merupakan situasi stres atau tidak. Tenaga kerja dalam interaksinya dipekerjaan, dipengaruhi pula oleh hasil interaksi di tempat lain, di rumah, di sekolah, di perkumpulan, dan sebagainya (Ashar Sunyoto, 2001: 380).

Phillip L (dikutip Jacinta, 2002), menyatakan bahwa seseorang dapat dikategorikan mengalami stress kerja jika:

1) Urusan stress yang dialami melibatkan juga pihak organisasi atau perusahaan tempat individu bekerja. Namun penyebabnya tidak hanya di dalam perusahaan, karena masalah rumah tangga yang terbawa ke pekerjaan dan masalah pekerjaan yang terbawa ke rumah dapat juga menjadi penyebab stress kerja.

2) Mengakibatkan dampak negatif bagi perusahaan dan juga individu.

3) Oleh karenanya diperlukan kerjasama antara kedua belah pihak untuk menyelesaikan persoalan stres tersebut.

Sebenarnya stress kerja tidak selalu membuahkan hasil yang buruk dalam kehidupan manusia. Selye membedakan stres menjadi 2 yaitu distress yang destruktif dan eustress yang merupakan kekuatan positif. Stress diperlukan untuk menghasilkan prestasi yang tinggi. Semakin tinggi dorongan untuk berprestasi, makin tinggi juga produktivitas dan efisiensinya. Demikian pula sebaliknya stres kerja dapat menimbulkan efek yang negatif. Stress dapat

berkembang menjadikan tenaga kerja sakit, baik fisik maupun mental sehingga tidak dapat bekerja lagi secara optimal (Ashar Sunyoto, 2001: 371,374).

Faktor Penyebab Terjadinya Stress Kerja

Menurut Patton (1998) faktor-faktor yang mempengaruhi stres kerja adalah:

1) Kondisi individu seperti umur, jenis kelamin, temperamental, genetic, intelegensia, pendidikan, kebudayaan, dan lain-lain.

2) Ciri kepribadian seperti introvert atau ekstrovert, tingkat emosional, kepasrahan, kepercayaan diri, dan lain-lain.

3) Sosial-kognitif seperti dukungan sosial, hubungan sosial dengan lingkungan sekitarnya.

4) Strategi untuk menghadapi setiap stress yang muncul.

Clark (1995) dan Wantoro (1999) mengelompokkan penyebab stress di tempat kerja menjadi tiga kategori yaitu fisik, psikofisik dan psikologis. Selanjutnya Cartwright et, al (1995) mencoba memilah-milah penyebab stress akibat kerja menjadi 6 kelompok penyebab, yaitu:

1) Faktor intrinsik pekerjaan

Faktor tersebut meliputi keadaan fisik lingkungan kerja yang tidak nyaman, stasiun kerja yang tidak ergonomis, kerja shift, jam kerja yang panjang, pekerjaan beresiko tinggi dan berbahaya, pembebanan berlebih, dan lain-lain.

2) Faktor peran individu dalam organisasi kerja.

Beban tugas yang bersifat mental dan tanggung jawab dari suatu pekerjaan lebih memberiakan stres yang tinggi dibanding dengan beban kerja fisik. Karasek et al (1998) dalam suatu penelitian tentang stress akibat kerja menemukan bahwa karyawan yang mempunyai beban psikologis lebih tinggi dan ditambah dengan keterbatasan wewenang untuk mengambil keputusan yang mempunyai resiko terkena penyakit jantung koroner dan tekanan darah yang tinggi.

3) Faktor hubungan kerja

Hubungan baik antara karyawan di temapat kerja adalah faktor yang potensial sebagai penyebab terjadinya stress. Kecurigaaan antara pekerja, kurangnya komonikasi, ketidaknyamanan dalam melakukan pekerjaaan merupakan tanda-tanda adanya stress akibat kerja (Cooper dan Payne, 1988)

4) Faktor pengembangan karier

Menurut Wantoro (1999) faktor pengembangan karier yang dapat memicu stress adalah ketidakpastian pekerjaan seperti adanya reorganisasi perusahaan dan mutasi kerja, promosi berlebihan atau kurang, promosi yang terlalu cepat atau tidak sesuai dengan kemampuan individu.

5) Faktor struktur organisasi dan suasana kerja

Penyebab stress yang berhubungan dengan struktur organisasi dan model manajemen yang dipergunakan. Selain itu seringkali pemilihan dan

penempatan karyawan pada posisi yang tidak tepat juga dapat menyebabkan stress.

6) Faktor di luar pekerjaan

Faktor kepribadian seseorang juga dapat menyebabkan stress. Perselisihan antar anggota keluarga, lingkungan tetangga dan komunitas juga merupakan faktor penyebab timbulnya stress yang kemungkinan besar masih akan terbawa dalam lingkungan kerja.

Pengaruh stress

Menurut Mathews(1989) pengaruh stress akibat kerja yaitu: 1) Pengaruh psikologis

Stress biasanya merupakan perasaan subyektif sebagai bentuk kelelahan, kegelisahan dan depresi. Reaksi psikologis kepada stress dapat dievaluasi dalam bentuk beban mental, kelelahan dan perilaku.

2) Pengaruh sosial

Setelah lama mengalami stress di tempat kerja, kegelisahan, depresi, maka pengaruhnya akan dibawa ke dalam lingkungan sosial.

3) Pengaruh kesehatan atau fisiologis

Bila tubuh mengalami stress, maka akan terjadi perubahan fisiologis sebagai jawaban atas terjadinya stress. Adapun sistem di dalam tubuh yang mengadakan respon adalah diperantarai oleh saraf otonom, hypothalamic-pituitari axis dan pengeluaran katekolamin yang akan mempengaruhi fungsi-fungsi organ seperti sistem kardiovaskuler, sistem gastro intestinal dan gangguan penyakit lain (Wantoro, 1999)

4) Pengaruh individu

Individu dengan kepribadian introvert akan bereaksi lebih negatif dan menderita ketegangan lebih besar dibandingkan dengan mereka yang berkepribadian ekstrovert. Begitu juga dengan orang dengan berkepribadian luwes akan mengalami ketegangan yang lebih besar daripada yang berkepribadian rigrid.

Sedangkan menurut Cartwright et al (1995) dikutip dari Cooper dan Marrshall (1978) dan Levi (1991) pengaruh stress ada dua yaitu:

1) Pengaruhnya terhadap individu seseorang

a. Reaksi emosi. Tanda-tandanya adalah mudah marah, emosi tidak terkontrol, mudah curiga, dll (Mendelson, 1990).

b. Reaksi perubahan kebiasaan. Mudah merokok, minum-minuman keras, penggunaan obat terlarang.

c. Perubahan fisiologis. Mudah sakit kepala, insomnia, hipertensi, serangan jantung, dll.

2) Pengaruhnya terhadap organisasi

Akibat stress pada organisasi kerja akan memberikan pengaruh yang kurang baik. Pengaruhnya dapat berupa tingginya angka tidak masuk kerja, turnover, hubungan kerja jadi tegang dan rendahnya kualitas kerja. Pencegahan dan pengendalian stress akibat kerja

Sauter, et a.l (1990) dikutip dari National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) memberikan rekomendasi tentang bagaimana cara untuk mengurangi atau meminimalisasi stress akibat kerja sebagai berikut :

1) Beban kerja baik fisik maupun mental harus disesuaikan dengan kemampuan atau kapasitas kerja pekerja yang bersangkutan dengan menghindari adanyan beban berlebih maupun beban yang terlalu ringan. 2) Jam kerja harus disesuaikan baik terhadap tuntutan tugas maupun

tanggung jawab di luar pekerja.

3) Setiap pekerja harus diberikan kesempatan untuk mengembangkan karier, mendapatkan promosi dan pengembangan kemampuan keahlian.

4) Membentuk lingkungan sosial yang sehat, hubungan antara tenaga kerja yang satu dengan yang lain, tenaga kerja-supervisor yang baik dan sehat dalam organisasi akan membuat situasi yang nyaman.

5) Tugas-tugas pekerjaan harus didesain untuk dapat menyediakan stimulasi dan kesempatan agar pekerja dapat menggunakan keterampilannya. Rotasi tugas dapat dilakukan untuk meningkatkan karier dan pengembangan usaha.

Cartwright (1995) dikutip dari Elkin dan Rosch (1990), cara untuk mengurangi stress akibat kerja secara lebih spesifik yaitu :

a. Redesain tugas-tugas pekerjaan. b. Redesain lingkungan kerja.

c. Menetapkan waktu kerja yang fleksibel. d. Menetapkan manajemen partisipatoris.

e. Melibatkan karyawan dalam pengembangan karier.

f. Menganalisis peraturan kerja dan menetapkan tujuan (goals). g. Mendukung aktifitas sosial.

h. Membangun tim kerja yang kompak.

i. Menetapkan kebijakan tenaga kerja yang adil.

Dokumen terkait