LANDASAN TEORI
2.5. Kualitas Citra Digital
2.5.2. Structural Similiarity (SSIM) Index
Structural Similiarity (SSIM) Index adalah sebuah metode untuk mengukur kemiripan atau kesamaan dari 2 buah gambar. SSIM index mengolah matrix dari 2 gambar yang dibandingkan. Sebenarnya SSIM didesain sebagai metode baru yang lebih baik dari PSNR dan MSE. SSIM menggunakan informasi struktural dari degradasi gambar, dimana tiap-tiap
pixel gambar memiliki dependensi yang membawa informasi penting tentang struktural dari gambar secara visual.
Matriks SSIM didapat dari penghitungan 2 matriks gambar x,y yang memiliki ukuran n x n. Rumus dari SSIM adalah sebagai berikut:
� =
(� + � + �( � � + � ) ( � + � )) � + �13
� adalah rata-rata dari x � adalah varian dari y
� adalah rata-rata dari y � adalah covarian dari x dan y
� adalah varian dari x
� = , � = merupakan dua variabel untuk menstabilkan divisi yang memiliki denominator yang rendah.
adalah rentang pixel-values (biasanya adalah #� � � �− )
= . dan = . adalah nilai default
Hasil dari perhitungan SSIM adalah nilai desimal antara 0 sampai 1, dimana nilai desimal semakin mendekati 1 berarti 2 gambar yang dibandingkan semakin menyerupai atau dapat dikatakan sebagai gambar yang sama jika nilai desimal hasil SSIM adalah 1(Wang, Bovik, Sheikh dan Simoncelli, 2004: 600-612).
2.6. Watermarking
Saat ini banyak peralatan – peralatan digital yang dapat dengan mudah melakukan duplikasi dan modifikasi terhadap suatu data citra digital tanpa meninggalkan jejak terhadap perubahan yang dilakukan, sehingga kredibilitas data tersebut tidak dapat lagi dipertanggungjawabkan. Oleh sebab itu diperlukan suatu metode yang dapat mendeteksi adanya perubahan yang dilakukan terhadap data citra digital, metode yang dapat digunakan adalah metode watermarking.
14 2.6.1. Sejarah Watermarking
Sejarah watermarking sudah dimulai sejak 700 tahun yang lalu. Pada akhir abad 13, pabrik kertas di Fabriano Italia, membuat kertas yang diberi
watermark atau tanda-air dengan cara menekan bentuk cetakan gambar atau tulisan pada kertas yang baru setengah jadi. Ketika kertas dikeringkan, terbentuklah suatu kertas yang ber-watermark. Kertas ini biasanya digunakan oleh seniman dan sastrawan untuk menulis karya mereka. Kertas yang sudah dibubuhi watermark tersebut sekaligus dijadikan identifikasi bahwa karya seni di atasnya adalah milik mereka.
Perkembangan watermarking selanjutnya adalah watermarking pada media digital. Watermarking pada media digital ini mulai dikembangkan pada tahun 1990 di Jepang dan tahun 1993 di Swiss . Digital watermarking masih merupakan salah satu teknik baru di bidang proteksi data-data digital, hingga saat ini teknologi watermarking masih dalam tahap pengembangan karena masih belum ditemukan teknik yang ideal untuk implementasinya. Hal - hal yang terkait dengan ketahanan (robustness) dan ekstraksi masih menjadi permasalahan utama dalam pengimplementasian watermarking. Teknik
watermarking dapat diklasifikasi menjadi dua kategori yaitu, metode Domain Spasial dan metode Domain Transformasi. Metode Domain Spasial lebih mudah pemakaiannya karena tidak menggunkan transformasi, tetapi tidak tahan terhadap serangan (Hameed, Kamran, Mumtaz, and Gilani,2008).
15 2.6.2. Pengertian Watermarking
Watermarking adalah proses penyisipan sebuah data rahasia (watermark) ke sebuah gambar dimana citra yang sudah ber-watermark sulit atau bahkan tidak dapat dibedakan oleh pengelihatan visual (Al-khassaweneh and Selin 2008). Watermarking berkembang seiring perkembangan zaman dengan munculnya watermarking pada media digital atau disebut dengan digital watermarking. Digital watermarking dapat dijalankan pada berbagai media digital seperti citra digital, file suara dan video. Secara umum
watermarking adalah proses penyisipan citra digital dengan citra watermark.
Gambar 2.5 Skema watermarking
Watermarking pada citra digital sendiri memiliki beberapa jenis teknik yang memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing. Biasanya teknik
watermarking yang kuat (robust) susah dipecahkan oleh berbagai serangan tetapi memiliki kualitas gambar ber-watermark yang kurang memuaskan, demikian juga sebaliknya, teknik watermarking yang menghasilkan kualitas gambar yang memuaskan biasanya kurang kuat menghadapi serangan. Secara garis besar teknik watermarking dibedakan menjadi dua yaitu:
Citra watermark
Embedding Citra asli
16 1. Private Watermarking/ Non-BlindWatermarking
Teknik watermarking yang membutuhkan citra asli dan citra
ber-watermark untuk megekstraksi watermark. 2. Public Watermarking / Blind Watermarking
Teknik watermarking yang tidak membutuhkan citra asli atau
watermark yang disisipkan untuk melakukan ekstraksi.
Lebih jauh lagi, watermark bisa juga berupa kode yang membawa informasi mengenai pemilik hak cipta, pencipta atau pembeli yang sah dan segala sesuatu yang diperlukan untuk menangani hak kepemilikan media digital. Watermark sengaja ditanamkan secara permanen pada data digital sedemikian hingga pengguna yang berwenang dapat dengan mudah membacanya, disisi lain watermark tersebut haruslah tidak mengubah isi media kecuali sedikit atau perubahan tersebut tidaklah tampak atau kurang begitu tampak bagi indera manusia. Hal ini disebabkan karena pengubahan dari citra digital asal ke citra ber-watermark hanya berpengaruh sedikit terhadap perubahan warna dari citra digital, sehingga sistem penglihatan manusia (Human Visual System) tidak dapat mempersepsi perubahan tersebut. Mutu dari teknik watermarking meliputi beberapa parameter utama berikut ini :
a. Fidelity : Perubahan yang disebabkan oleh tanda (mark) semestinya tidak mempengaruhi nilai isi, idealnya tanda harusnya tidak dapat dilihat, sehingga tidak dapat dibedakan antara data yang ber-watermark
17
watermarking yang sangat kelihatan adalah antara robustness dengan
fidelity. Dalam beberapa literatur, fidelity kadang disebut dengan
invisibility untuk jenis data citra dan video. Yang dimaksud dengan
fidelity disini adalah derajat degradasi host data sesudah diberi
watermark dibandingkan dengan sebelum diberi watermark. Biasanya bila robustness dari watermark tinggi maka memiliki fidelity yang rendah, sebaliknya robustness yang rendah dapat membuat fidelity yang tinggi. Jadi sebaiknya dipilih trade-off yang sesuai, sehingga keduanya dapat tercapai sesuai dengan tujuan aplikasi. Untuk host data yang berkualitas tinggi maka fidelity dituntut setinggi mungkin sehingga tidak merusak data aslinya, sedangkan host data yang memiliki noise (kualitas kurang) maka fidelity-nya bisa rendah.
b. Robustness : watermark di dalam host data harus tahan terhadap beberapa operasi pemrosesan digital atau manipulasi data (malicious attack). Manipulasi data yang umum (standard malicious attack) digunakan seperti: blurring, cropping, scaling, rotating, adding noise, change contrast. Pada robustwatermark, data disisipkan dengan sangat kuat, sehingga jika ada yang berusaha menghapusnya maka gambar atau suara yang disisipi akan ikut rusak dan tidak punya nilai komersial lagi.
c. Security : Watermarking harus tahan terhadap usaha segaja memindahkan / mencopy watermark dari satu multimedia data ke multimedia data lainnya.
18 Pada ketiga kriteria diatas, fidelity merupakan kriteria paling tinggi (Sirait, 2008). Proses watermarking (embed) perlu didukung dengan proses ekstrasi watermark (extract) dari citra ber-watermark. Proses ekstraksi (extract) ini bertujuan untuk mengetahui watermark yang disisipkan dalam citra digital yang ber-watermark tersebut. Umumnya proses ekstraksi (extract) melibatkan proses pembandingan citra digital asal dengan citra ber-watermark
untuk mendapatkan watermark yang disisipkan.
Watermarking dengan Discrete Wavelet Transform (DWT) ini dipilih sebagai metode penyisipan watermarking karena beberapa alasan yaitu :
1. DWT merupakan yang paling dekat terhadap HVS (Human Visual System) (Terzija, 2006).
2. Distorsi yang disebabkan oleh wavelet domain dalam perbandingan kompresi tinggi tidak terlalu mengganggu dibandingkan domain lain dalam bit rate yang sama (Terzija, 2006).
3. Bit-error rate yang rendah. Bit-error rate merupakan perbandingan antara bit yang salah diekstraksi dengan total bit yang disisipkan (Kutter, dan Fabien 1999).
19 2.6.3. Manfaat Watermarking
1. Proteksi Hak Cipta
Tujuan watermarking dalam perlindungan hak cipta adalah sebagai bukti otentik atas hak kepemilikan pencipta atas ckonten yang dibuat atau diproduksinya. Watermarking sangat ideal untuk pembuatan label hak cipta, karena bukan hanya tak terlihat tetapi juga tidak dapat dipisahkan dari data yang disisipi. Hal ini merupakan alasan utama sehingga proteksi menggunakan label hak cipta menjadi aplikasi yang sangat terkemuka saat ini (Lu, 2005).
2. Penanda (fingerprinting)
Fungsi watermarking pada fingerprinting mirip dengan serial number
(S/N.). Tujuan watermarking adalah mengidentifikasi setiap penggunaan dan distribusi suatu content.
3. Proteksi terhadap penggandaan (copyprotection)
Watermarking berfungsi melindungi konten dari duplikasi dan pembajakan.
4. Autentikasi citra
Watermarking berfungsi dalam proses autentikasi, sehingga modifikasi dari suatu citra dapat terdeteksi