• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Temuan Umum

4. Struktur kabinet ISIS

ISIS sebagai negara memiliki pemimpin tertinggi bernama Ibrahim

Awwad al-Badri atau yang dikenal Abu Bakr al-Baghdadi. Menurut sumber Al-Arabiya, dia diketahui merupakan dosen Jurusan Studi Agama di Iraq. Al-Baghdadi yang kini berusia 43 tahun pernah ditangkap dan ditahan oleh tentara Amerika Serikat pada 2004, kemudian bergabung ke Al-Qaeda setelah dibebaskan.

Pembantu Amir Utama adalah Syaikh Abu Abdur Rahman al-Falahi, Menteri Perang adalah Abu Hamzah al-Muhajir, menteri Dewan Syariat, Syaikh Prof Abu Ustman at-Tamimi, menteri perhubungan Umum, Prof Abu Bakar Juburi, Menteri Keamanan Umum, Prof Abu Abdil Jabbar al-Janabi, Menteri Penerangan, Syaikh Abu Muhammad al-Masyahadani, Menteri Urusan Syuhada dan Tawanan Prof Abu Abdil Qodir Al Isyawi, Menteri Perminyakan, Ir. Abu Ahmad al Janabi, Meneteri Pertanian dan Perikanan, Prof Muthafa al-A’roji, dan Meneteri Kesehatan, dr Abu Abdillah al-Zaidi.147Sementara informasi lain menyebutkan bahwa Fadel al-Hiyali atau yang menyebut dirinya sebagai Abu Muslim al-Turki merupakan Wakil pemimpin teratas ISIS. Dia menjadi orang kedua di pucuk pimpinan ISIS setelah al-Baghdadi. Menurut hasil investigasi Al-Arabiya, Abu Muslim al-Turki merupakan mantan petinggi militer Iraq.

147

Muhammad Haidar Assad, ISIS Organisasi Teroris Paling Mengerikan Abad

Untuk jabatan Panglima Militer ISIS dipercayakan kepada Adnan Ismail Nejm atau Abu Abdurrahman al-Bilawi. Dia juga diketahui merupakan mantan petinggi militer Iraq.

Taha Sobhy Falaha atau yang dikenal dengan nama Abu Mohammad al-Adnani berperan sebagai Kepala Relasi Media ISIS atau juru bicara ISIS. Al-Adnani diketahui berasal dari Syriah. Dia lahir di Kota Binnish, Idlib, Suriah pada 1977. Amerika Serikat menetapkan pendiri Front pemberontak Al-Nusra sebagai teroris kelas kakap internasional

Baghdadi menunjuk seorang wakil sampai emir. Fadel Abdullah al-Hiyali, dijuluki Abu Muslim al-Turkmani, berfungsi sebagai wakil Baghdadi dan bertanggung jawab mengawasi provinsi di Iraq di bawah

ISIS, tulis dokumen itu.

Bagian ujung tombak dalam kabinet itu juga membentuk sebuah "kantor perang" untuk mengawasi infrastruktur dan para martir.Salah satu anggota departemen ini bertanggung jawab atas operasi menggunakan alat peledak improvisasi (IED) dan tali-temali bom," lapor koran the Telegraph.

Pemimpim ISIS juga telah memilih sekelompok menteri untuk berbagai tugas.Salah satu menteri ditugaskan menangani narapidana dan tahanan, sementara lainnya bertanggung jawab untuk mengelola masalah keuangan provinsi di Iraq di bawah ISIS.

Anggota kabinet Abdullah Ahmed al-Meshedani, juga disebut Abu Kassem, bertugas mengelola kedatangan para jihadis baik dari warga asing dan Arab, serta bertanggung jawab mengawasi rumah tamu bagi mereka.Tugas pertama mereka adalah memulihkan keamanan di tengah situasi perang. ISIS sangat berhasil menciptakan stabilitas yang merupakan kunci pertama ketundukan warga negara—baik akibat teror ataupun kesepakatan bersama. Seorang warga Raqqa, Bilal, sebagaimana dilaporakan The New York Times;“Anda bisa bepergian dari Raqqa ke

Mosul, dan tidak akan ada orang yang berani merampok meski Anda membawa satu juta dolar.

Kestabilan itu terbentuk dari lembaga pengadilan, polisi syariah, dan polisi biasa yang mempunyai kantor tetap dengan personil yang berbeda satu sama lain (setidaknya di Raqqa). Hal ini mengindikasikan bahwa ISIS telah menginvestasikan sumber daya yang besar bagi urusan sipil di daerah yang mereka kuasai. Meski sering mempertontonkan kekejaman di depan umum—dengan melempar pelaku homoseksual dari gedung, memotong tangan pencuri, dan melempari kepala pezina dengan batu—warga lokal setidaknya masih mengormati pengadilan ISIS. Sebagian di antara mereka menilai hakim ISIS lebih bersih dibanding hakim dari masa sebelumnya.

Kemampuan manajerial ISIS yang lain adalah pencatatan sipil yang bisa disimpulkan dari berita penangkapan 60 buronan organisasi tersebut baru-baru ini. Para buron itu lari dari pusat kekuasaan ISIS di Aleppo ke kota Al-Qaryatayn yang jaraknya hampir membelah Syriah. Tapi di tengah suasana perang, ISIS masih berhasil menangkap mereka dengan berbekal catatan. Daftar nama-nama buron itu juga nampak bisa diakses oleh satuan-satuan yang berbeda mengingat unit ISIS di Al-Qaryatayn tidak sama dengan di Aleppo.

ISIS sendiri sadar bahwa teror tidaklah cukup untuk menandaskan

kepatuhan warga. Sebagai negara, mereka juga harus mendapatkan legitimasi dengan mendirikan layanan dasar publik seperti listrik, air, dan distribusi makanan. Dalam persoalan layanan publik inilah ISIS menampakkan sisi pragmatis yang membuat mereka tidak lagi terlihat sebagai sekumpulan orang-orang fanatik berpikiran sempit yang hanya tahu cara memenggal kepala. Di Syriah misalnya, mereka menguasai tiga bendungan dan dua pengilangan gas yang berfungsi untuk membangkitkan listrik. Sadar tidak bisa mengoperasikannya, ISIS kemudian bekerja sama dengan rezim pemerintah di Damaskus. ISIS menjaga pengilangan itu dan

membiarkan pegawai pemerintah datang untuk bekerja. ISIS mendapatkan gas untuk keperluan rumah tangga, sementara rezim mendapat jatah gas untuk keperluan listrik, yang juga akan dikirim ke daerah kekuasaan ISIS. Lebih dari itu, rezim Damaskus juga tetap membayar gaji para pegawai pengilangan dan mengimpor suku cadang untuk perbaikan mesin.

ISIS secara terbuka mengkafirkan Alawite yang merupakan

kepercayaan rezim Presiden Bashar al Assad dan membiarkan personil mereka baku tembak dengan pasukan pemerintah, namun di balik meja para elit kedua pihak saling tukar kepentingan. ISIS juga menunjukkan pragmatisme yang sama dalam hal minyak. Kelompok itu hingga kini tidak bisa memasarkan minyak dari 10 ladang yang mereka kuasai di Syriah ke pasar internasional akibat larangan Dewan Keamanan PBB.Lalu di mana mereka menjualnya? Sejumlah analis menjawab pertanyaan itu dengan satu kata, “Kurdi.” Ya, Kurdi yang juga mereka perangi dengan gagah berani di Kobane itu.

Pakar energi, Bilal Wahab menjelaskan bahwa satu-satunya pengilangan minyak yang bisa menerima produk ISIS berada di wilayah otonom Kurdi di Iraq . Tempat itu tumbuh menjadi pasar gelap minyak sejak tahun 1990an saat dunia memberi sanksi pada rezim Saddam Hussein.“Ada kemungkinan ISIS menjual minyak mentah mereka ke pengilangan ini (Kurdi). Harus diakui ini memang hal buruk dan ilegal. Namun inilah cara yang dapat mendorong roda perekonomian.

Di daerah dengan suprastruktur layanan publik yang tidak memadai, pragmatisme ISIS menunjukkan wajah yang berbeda. Di Mosul misalnya, dua orang perempuan yang hendak melahirkan meninggal hanya karena

ISIS tidak memperbolehkan dokter laki-laki memberi suntikan anestesi

kepada ibu-ibu malang itu. Tapi, inkompetensi ISIS di Mosul diimbangi dengan politik sektarian (dalam bahasa Belandanya devide et impera) yang

mereka di bawah kepemimpinan rezim Syiah, boneka Amerika Serikat, di Baghdad.

Basher Aziz, seorang pemuda sarjana dalam suratnya kepada The Guardianmenyebutkan bahwa sebagian besar orang tidak mau politisi korup ataupun milisi Syiah kembali ke sini. ISIS, dengan segala kebrutalannya, adalah kelompok yang lebih jujur dibanding pemerintah Syiah di Baghdad dan semua milisinya.

Dokumen terkait