• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis

2.1.3 Struktur Kepemilikan Saham

Menurut Wahyudi dan Pawestri, 2006 (dalam pratama, 2013) Struktur kepemilikan merupakan jenis institusi atau perusahaan yang memegang saham terbesar dalam suatu perusahaan. Struktur kepemilikan

yang umum dijumpai adalah kepemilikan individual, kepemilikan oleh institusi tertentu baik itu pemerintah maupun institusi swasta, serta kepemilikan asing.

Jensen dan Meckling, (1976) menjelaskan bahwa struktur kepemilikan bisa dijadikan dasar penerapan CG (corporate governance)yang nantinya akan dapat meminimalisir masalah yang terjadi dalam hubungan keagenan. Ini dikarenakan struktur kepemilikan perusahaan akan memberikan pengaruh terhadap operasional perusahaan serta proses pengawasan yang dilakukan terhadap kegiatan manajemen perusahaan.

Struktur kepemilikan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap mekanisme CG(corporate governance)dan kinerja perusahaan (Schleifer dan Vishny, 1996).Claessens dan Fan (2002) mengungkapkan bahwa karakteristik struktur kepemilikan menentukan permasalah keagenan yang terjadi. Pada perusahaan di negara seperti Amerika Serikat dan Inggris yang memiliki struktur kepemilikan yang menyebar (diffused ownership), masalah keagenan terjadi antara outside investor dan agen, dimana agen bertindak sebagai profesional murni dan relatif tidak memiliki kepemilikan yang signifikan pada perusahaan. Sedangkan di Asia, yang sebagian besar perusahaan besarnya memiliki struktur kepemilikan yang terkonsentrasi (concentrated ownership), masalah keagenan bergeser dari permasalahan antara pemegang saham dan agen menjadi konflik antara pemegang saham

pengendali (controlling owner) dengan pemegang saham minoritas (minority owner).

Studi yang dilakukan terkait dengan tingkat konsentrasi kepemilikan pada perusahaan masih memiliki hasil yang beragam. Pemegang saham pengendali dapat memiliki komitmen yang kredibel untuk tidak melakukan ekspropriasi atas kepentingan minoritas Gomes, 2000 dalam Maharani (2012), karena adanya tingkat kepemilikan yang tinggi. Komitmen tersebut bersifat kredibel, karena ketika pemegang saham pengendali melakukan tindakan ekspropriasi kepentingan minoritas, maka hal tersebut akan menurunkan harga pasar saham secara signifikan sehingga berpengaruh negatif terhadap nilai investasi yang dimilikinya. Tingkat konsentrasi kepemilikan yang semakin tinggi akan membuat keselarasan kepentingan dan tujuan antara pemegang saham pengendali dan minoritas meningkat, sehingga dapat mereduksi tendensi dari pemegang saham pengendali untuk melakukan tindakan ekspropriasi

Menurut Pratama (2013), Strukturkepemilikan dapat dilihat dari besarnya kepemilikan saham seseorang ataulembaga dalam perusahaan. Struktur kepemilikan dipercaya mampumempengaruhi jalannya perusahaan melalui mekanisme pengendalian danpengawasan yang berpengaruh pada kinerja perusahaan dalam mencapai tujuanperusahaan. Struktur kepemilikan juga dapat digunakan untuk mengurangimasalah keagenan.

Menurut Helfin dan Shaw (2000) Pemegang saham dengan kepemilikan saham yang besar atau kepemilikan mayoritas cenderung mendapatkan akses ke informasi perusahaan yang sifatnya privat dan sangat penting. Di perusahaan dengan struktur kepemilikan yang terkonsentrasi, pemegang saham mayoritas dapat mempengaruhi manajemen perusahaan, terlebih lagi ketika pemegang saham tersebut ikut menjadi board members.

Selain itu pemilik saham yang memiliki kepemilikan mayoritas saham perusahaan tentunya bukanlah investor spekulan melainkan investor yang benar-benar ingin berinvestasi demi memajukan perusahaan tersebut. Pemilik tersebut tentunya lebih concern dengan nilai perusahaan dan cenderung lebih protektif terhadap harta kekayaannya yang berada pada perusahaan tersebut. Sehingga ini akan mendorong pemilik perusahaan untuk meminimalisir segala bentuk tindak kecurangan (fraud) yang dapat merugikannya. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan mendapatkan audit dengan kualitas yang tinggi. Dyas, 2012 (dalam Pratama, 2013).

Nur'aeni (2010) menyatakan bahwa ada dua jenis ownership dalamperusahaan Indonesia yaitu kepemilikan yang menyebar (dispersed ownership)dan kepemilikan yang terkonsentrasi (closely held). Dalam tipe perusahaan yangkepemilikannya menyebar memberikan imbalan yang lebih besar kepada pihakmanajemen daripada perusahaan yang kepemilikannya lebih terkonsentrasi. Jeniskepemilikan perusahaan yang

kedua adalah perusahaan dengan kepemilikanterkonsentrasi. Dalam tipe perusahaan seperti ini, timbul dua kelompok pemegangsaham yaitu, kelompok pemegang saham pengendali (controling shareholder) dankelompok pemegang saham minoritas (minority shareholder). Pemegang sahampengendali atau pemegang saham mayoritas (controlling shareholder) dapat dapatmempengaruhi keputusan manajemen yang dapat merugikan pemilik minoritaskarena saham yang dimilikinya lebih besar bila dibandingkan dengan pemilikminoritas (minority shareholder).

2.1.3.1 Konsentrasi Kepemilikan

Kepemilikan dikatakan terkonsentrasi jika sebagian besar saham dimiliki oleh sebagian kecil individu atau kelompok sehingga pemegang saham tersebut memiliki jumlah saham yang relative dominan dibandingkan pemegang saham lainnya. Sedangkan kepemilikan dikatakan terdiversifikasi apabila saham perusahaan dimiliki oleh banyak pemegang saham dengan jumlah saham yang relative sama sehingga tidak ada pemegang saham yang dominan terhadap pemegang saham lainnya karena memiliki kontrol yang sama besar (Yustiana 2014).

Menurut Taman dan Nugroho (2012) dalam Sari (2013), konsentrasi kepemilikan menggambarkan bagaimana dan siapa saja yang memegang kendali atas keseluruhan atau sebagian besar atas kepemilikan perusahaan serta keseluruhan atau sebagian besar pemegang kendali atas aktivitas bisnis pada suatu

perusahaan.Kepemilikan saham bisa disebut terkonsentrasi jika jumlah saham yang dimiliki pemegang saham relatif dominan dibanding jumlah saham yang dimiliki pemegang saham yang lain. Pemegang saham mayoritas bisa mempengaruhi keputusan perusahaan (Yazid, et al., 2012). Pemegang saham mayoritas memegang kendali sebagian besar perusahaan sehingga bisa memberikan tekanan kepada manajemen untuk mengungkapkan informasi tentang risiko lebih luas. Dallas (2004) dalam Putri (2013) menyatakan bahwa kepemilikan saham dikatakan menyebar, jika kepemilikan saham secara relatif merata dimiliki publik, tidak ada yang memiliki saham dalam jumlah sangat besar dibandingkan dengan lainnya. Jika kepemilikan saham menyebar, maka kemampuan untuk mengendalikan perusahaan berkurang karena lemahnya pengawasan.

2.1.3.2 Kepemilikan Keluarga

Arifin, 2003 (Hidayanti, 2013) menyatakan Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang yang masih memiliki dominan kepemilikan saham oleh keluarga diperusahaan. Kepemilikan saham di negara berkembang sebagian besar dikontrol oleh kepemilikan keluarga, termasuk perusahaan di Indonesia.

Menurut Fama dan Jensen (1983) perusahaan dengan kepemilikan keluarga lebih efisien daripada perusahaan yang

dimiliki publik karena biaya pengawasan yang dikeluarkan atau monitoring cost nya lebih kecil. Sedangkan Maury (2006) berpendapat bahwa dengan adanya kepemilikan keluarga di suatu perusahaan maka perusahaan tersebut dapat meningkatkan profitabilitas di dalam perusahaan tersebut bila dibandingkan dengan perusahaan yang dikendalikan oleh pemilik non-keluarga.

Perusahaan keluarga memiliki karateristik yang membedakkankeputusan struktur modal mereka dari perusahaan-perusahaan yang bukankeluarga. Perusahaan keluarga memiliki keinginan yang lebih kuat untukmengontrol dan mnegurangi resiko kebangkrutan karena keinginan merekauntuk mentransfer bisnis ke anak cucunya, agar dapat memperkerjakansaudara-saudaranya, dan untuk meningkatkan nama keluarga. Kontrol keluarga juga sangat penting dilakukan untuk melindungi sumber daya perusahaan dari tindak pengambilalihan yang dilakukan pihak luar.

Prasetyo (2009) menemukan bahwa perusahaan publik di Indonesia, perusahaan yang dikendalikan keluarga, perusahaan negara, atau perusahaan yang dikendalikan institusional, memiliki masalah agensi yang lebih kecil daripada perusahaan yang dikendalikan publik atau perusahaan tanpa pemegang saham pengendali. Perusahaan yang dikendalikan keluarga memiliki masalah agensi yang lebih sedikit karena terdapat konflik yang lebih sedikit antara prinsipal dan agen, tetapi terdapat masalah

agensi lain yaitu antara pemegang saham mayoritas dengan pemegang saham minoritas.

Menurut Jensen dan Meckling (1976) Kepemilikan keluarga merupakan kepemilikan terkonsentrasi karena persentase jumlah saham yang dimiliki pihak keluarga lebih besar. Perusahaan dengan kepemilikan keluarga berfokus pada 1) efek terhadap kinerja perusahaan, dan 2) efek pengungkapan perusahaan. Jika kepemilikan keluarga mampu mengurangi permasalahan tata kelola maka hal ini akan mengurangi agency conflict type 1 dan ini mampu meningkatkan kinerja perusahaan.

Arifin (2003) dalam Teguh Dkk (2012) mengatakan bahwa perusahaan yang dikendalikan oleh keluarga, negara, atau institusi keuangan pengurangan masalah agensinya akan lebih baik dibandingkan dengan tanpa pengendali utama.

2.1.3.3 Kepemilikan Manajerial

Struktur kepemilikan manajerial dapat didefinisikan sebagai kepemilikan saham yang dimiliki oleh direksi, manajer, karyawan, dan perangkat internal perusahaan lainnya. Kepemilikan manajerial dapat meminimalisir perilaku oportunistik yang dilakukan oleh manajemen (Putri, 2011).

Rustiarini (2011) menyatakan kepemilikan manajerial adalah kondisi yang menunjukkan bahwa manajermemiliki saham dalam perusahaan atau manajer tersebut sekaligus

sebagaipemegang saham perusahaan. Pihak tersebut adalah mereka yangduduk di dewan komisaris dan dewan direksi perusahaan. Keberadaan manajemenperusahaan mempunyai latar belakang yang berbeda-beda, yaitu : Pertama, merekamewakili pemegang saham institusi. Kedua, mereka adalah tenaga-tenagaprofesional yang diangkat oleh pemegang saham dalam Rapat Umum PemegangSaham. Ketiga, keagenan, hubungan antara manajemen dengan pemegang saham,rawan untuk terjadinya masalah keagenan. Teori keagenan menyatakan bahwa salahsatu mekanisme untuk memperkecil mereka duduk di jajaran manajemenperusahaan karena turut memiliki saham (Karima, 2013)

Menurut Permanasari (2010) kepemilikan manajerial adalah proporsipemegang saham dari pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilankeputusan perusahaan (direktur dan komisaris). Semakin besar proporsikepemilikan manajerial dalam suatu perusahaan maka manajemen akan berupayalebih giat untuk memenuhi kepentingan pemegang saham yang juga adalahdirinya sendiri. Sehingga masalah keagenan akan berkurang jika manajer adalahsekaligus pemilik dan pada akhirnya akan dapat meningkatkan kinerja perusahaansecara keseluruhan jika manajemen memenuhi kepentingan pemegang sahamyang juga adalah dirinya sendiri (Jensen dan Meckling, 1976). Zureigat

(2011)berpendapat bahwa perubahan dalam persentase kepemilikan manajerialberhubungan dengan kebutuhan terhadap audit untuk mengurangi konflikkeagenan.

Struktur kepemilikan manajerial adalah tingkat kepemilikan saham oleh pihak manajemen yang secara aktif terlibat di dalam pengambilan keputusan. Pengukurannya dilihat dari besarnya proporsi saham yang dimiliki manajemen pada akhir tahun yang disajikan dalam bentuk persentase (Yadnyana dan Wati, 2011).

Antari (2013) menjelaskan Semakin bertambahnya sahamyang dimiliki manajer melalui kepemilikan manajerial akan memotivasi kinerjamanajemen karena mereka merasa memiliki andil dalam perusahaan baik itu dalampengambilan keputusan dan bertanggungjawab terhadap keputusan yang diambilkarena ikut sebagai pemegang saham perusahaan sehingga kinerja manajemensemakin baik dan berpengaruh pada peningkatan nilai perusahaan.

2.1.3.4 Kepemilikan Asing

Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 pasal 1 ayat ke 6 tentangPenanaman Modal, penanam modal asing diartikan sebagai perseorangan warganegara asing, badan usaha asing, dan pemerintah asing yang melakukanpenanaman modal di wilayah negara Republik Indonesia.

Maulida (2013) menyatakanPenanaman Modal Asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupunyang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri. Denganadanya penanaman modal asing tersebut maka akan timbul kepemilikan asing. Kepemilikan asingadalah jumlah saham yang dimiliki oleh pihak asing (luar negeri) baik oleh individu maupun lembaga terhadap saham perusahaan di indonesia. Selama ini kepemilikan asing merupakan pihak yang dianggap peduli terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.

Kebutuhan investor asing mengenai proteksi terhadap pengelolaan sahamdan pengungkapan laporan keuangan mengharuskan investor asing mendorongmanajemen perusahaan untuk lebih transparan dalam mengungkapkan laporankeuangan perusahaan. Mekanisme corporate governance diharapkan bisaberfungsi sebagai alat untuk memberikan keyakinan kepada para investor bahwamanajer akan memberikan keuntungan bagi mereka, yakin bahwa manajer tidakakan mencuri/menggelapkan atau menginvestasikan ke dalam proyek-proyek yangtidak menguntungkan berkaitan dengan dana/kapital yang telah ditanamkan olehinvestor, dan berkaitan dengan bagaimana para investor mengkontrol paramanajer (Shleifer dan Vishny, 1997).

Selain menerapkan mekanisme corporategovernance yang digunakan untuk meningkatkan kepercayaan mereka, investorasing juga dapat menggunakan pendapat auditor berkualitas untuk menilaikeandalan laporan keuangan yang diungkapkan oleh manajemen perusahaan.

2.1.3.5 Kepemilikan Institusional

Menurut Permanasari (2010)kepemilikan institusional adalahkepemilikan saham perusahaan yang dimiliki oleh institusi atau lembaga yangdidirikan di Indonesia seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi dankepemilikan institusi lain. Pemegang saham institusional yang memilikikepemilikan saham besar memiliki intensif untuk memantau pengambilankeputusan perusahaan serta dapat mempengaruhi kinerja perusahaan. Sehinggadengan adanya kepemilikan saham yang besar oleh investor institusional akanmendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerjamanajemen serta dalam pengambilan keputusan perusahaan.

Investor institusional dapat meminta manajemenperusahaan untuk mengungkapkan informasi sosial dalam laporan tahunannyauntuk transparansi kepada stakeholders untuk memperoleh legitimasi danmenaikkan nilai perusahaan melalui mekanisme pasar modal sehinggamempengaruhi harga saham perusahaan. Pertumbuhan yang dominan dari kepemilikan

institusional di pasar modalmencerminkan konsentrasi dan kenaikkan kekayaan oleh investor institusional, Sehingga keputusan investor institusional dalam pasar modal berdampak padanilai saham perusahaan (Anggraini, 2011).

Menurut Zureigat (2011), proporsi kepemilikan saham yang dimiliki olehinvestor institusional dengan jumlah besar membuat investor tersebut dapat secaralangsung mempengaruhi keputusan manajerial. Zureigat juga berpendapat bahwakepemilikan institusional akan meningkatkan permintaan atas jasa audit dengankualitas tinggi yang dilakukan oleh auditor berkualitas.

Andhi (2013) mengatakan keberadaan strukturkepemilikan institusional dapat mengurangi adanya agency problem.

Agencyproblem menurun karena adanya penerapan sistem

monitoring yang dilakukanoleh para investornya seperti: dana pensiun, perusahaan asuransi dan perseroanterbatas maupun institusi independen yang memiliki otoritas untuk memberikanpenilaian kinerja kepada manajemen.

Dengan adanya monitoring tersebut maka pemegang saham akan semakinterjamin kemakmurannya, pengaruh kepemilikan institusional yang berperansebagai agen pengawas ditekan oleh investasi mereka yang cukup besar dalampasar modal (Permanasari, 2010).

Beberapa kelebihan dari struktur kepemilikan institusional disebutkanoleh Permanasari (2010) sebagai berikut :

1. Profesionalisme dalam analisis informasi yang berdampak pada keterandalan informasi,

2. Motivasi yang kuat untuk melakukan pengawasan lebih ketat atas aktivitasperusahaan.

Dokumen terkait