• Tidak ada hasil yang ditemukan

Struktur lapisan hambur balik akustik di Selat Ombai

3. DINAMIKA LAPISAN PELAGIS YANG MENJADI FORAGING

3.4.2. Struktur lapisan hambur balik akustik di Selat Ombai

Profil lapisan hambur balik akustik dan biomassa akustik di lapisan epipelagis perairan Selat Ombai ditunjukkan pada Gambar 3-3, berdasarkan intensitas gema (echo intensity- EI) maksimum yang diterima instrumen moored ADCP. Rata-rata hasil pengukuran dari 4 bim ADCP secara terpisah ditampilkan di Lampiran 8a, 8b, 8c, dan 8d. Terlihat adanya mikrostruktur yang merepresentasikan sebaran dan biomassa komunitas penghambur balik akustik (ca. zooplankton dan mikronekton) di kolom perairan tersebut. Skala intensitas gema (dalam satuan counts) ditampilkan berdasarkan pewarnaan yang mewakili biomassa akustik tinggi (merah) dan rendah (biru).

Gambar 3-3 menunjukkan bahwa intensitas biomassa akustik yang masif dan paling tinggi dijumpai pada waktu malam hari. Dari pencitraan biomassa akustik pada Gambar 3-3 dan pada tiap bim ADCP (Lampiran 8a s/d 8d), terlihat adanya struktur mikro yang terpisah-pisah (patchy microstructure) yang mengindikasikan bahwa komunitas zooplankton dan mikronekton di Selat Ombai banyak yang terperangkap di kolom perairan tertentu. Hal tersebut sangat mungkin terjadi akibat pengaruh internal wave yang memungkinkan adanya stratifikasi kolom perairan (Sangra et al. 2001) dan menghambat pergerakan zooplankton/mikronekton dari kolom perairan tempatnya terperangkap.

37 Gambar 3-3. Variabilitas harian EI-maksimum, hasil pengukuran moored ADCP di

perairan Selat Ombai

Resolusi vertikal terhadap kedalaman menunjukkan bahwa mikrostruktur biomassa akustik sangat jelas terlihat pada kedalaman di atas 250 m sampai ke dekat permukaan pada waktu menjelang malam (ca. 17:00 dan 5:00 waktu lokal). Dengan demikian, sangat mungkin mikrostruktur tersebut berasosiasi dengan fenomena migrasi vertikal harian oleh komunitas zooplankton dan mikronekton. Hasil pencitraan ADCP pada Gambar 3-3 tidak melalui proses filter data menggunakan software VmDas, sebagaimana dilakukan oleh Gustamila (2006) dan Kharisma (2009) karena set data yang diterima sudah melalui proses quality control oleh CSIRO.

Semua hasil pengukuran empat bim ADCP juga menunjukkan profil biomassa akustik yang tinggi pada malam hari di lapisan dekat permukaan, dengan biomassa akustik yang lebih tinggi dan masif di batas atas lapisan mesopelagis (Lampiran 8a s/d 8d). Komponen hayati yang diwakilkan oleh biomassa akustik tersebut umumnya adalah kopepoda, telur plankton, dan khaetognatha, yang umum dijumpai di lapisan dekat permukaan (Pena 2006, Wisudawati 2006). Di lapisan tengah biomassa akustik diwakilkan oleh amfipoda, euphasiid, dekapoda, dan jenis krustasea lainnya, sedangkan di lapisan dalam biasa dihuni oleh kopepoda berukuran besar, khaetognatha, sifonofor, ostrakoda, larva ikan, dan gastropoda (Pena 2006).,

38 3.5. Pembahasan

Pengaruh lapisan termoklin terhadap dinamika produktivitas primer dan implikasinya terhadap ketersediaan mangsa apex predator cetacea

Kondisi kolom perairan Selat Ombai dikaji berdasarkan profil lapisan termoklin (Gambar 3-2) dan lapisan hambur balik akustik (Gambar 3-3; Lampiran 8a s/d 8d), yang menunjukkan adanya variasi temporal sebaran suhu dan sebaran densitas

zooplankton/mikronekton secara melintang terhadap kedalaman. Batas bawah lapisan termoklin bervariasi tiap bulannya, dengan bulan Februari 2004 dan Juli-Agustus 2004 yang memiliki batas bawah lapisan termoklin paling dangkal dibandingkan bulan lainnya dan Mei 2004 sebagai periode dengan batas bawah lapisan termoklin paling dalam (Gambar 3-2). Bila dikaitkan dengan dinamika produktivitas primer bulanan yang ditunjukkan oleh Gambar 2-6, maka pada bulan Februari, Juli, dan Agustus 2004 terlihat adanya fitur upwelling dan kandungan klorofil-a permukaan yang tinggi di perairan tersebut (Gambar 2-6 dan Lampiran 4). Mann and Lazier (2006) menjelaskan bahwa lapisan termoklin yang dangkal lebih potensial memacu peningkatan

produktivitas primer perairan, karena difusi zat hara dari dasar perairan menjadi lebih efektif dimanfaatkan oleh fitoplankton yang berada di lapisan dekat permukaan.

Atmadipoera et al. (2009) menekankan adanya kondisi spesifik di lapisan termoklin Selat Ombai sehingga fenomena percampuran vertikal yang intensif bisa berlangsung, yaitu pengaruh massa air tawar dari Laut Jawa mencapai batas bawah lapisan termoklin. Percampuran vertikal tersebut berlangsung sepanjang tahun sehingga, ditambah pengaruh lapisan termoklin yang dangkal, fenomena internal wave, dan pergerakan Arlindo, menyokong kondisi persistent upwelling, terbentuknya eddies dan

thermalfront, serta terdeteksinya fitur biological hot spots oleh sensor SeaWiFS. Kondisi yang demikian, potensial menjadikan perairan Selat Ombai sebagai foraging site komunitas cetacea apex predator, terutama Stenella longirostris,Pseudorca crassidens, dan Orcinus orca yang memangsa nekton epipelagis. Populasi Stenella longirostris di Hawaii juga kerap terdeteksi di wilayah biological hot spots dan memangsa komunitas perbatasan mesopelagis (Benoit-Bird and Au 2003).

39

Profil lapisan hambur balik akustik dan implikasinya terhadap produktivitas primer perairan dan ketersediaan mangsa apex predator cetacea

Penggunaan instrumen ADCP dalam penelitian oseanografi biologi, terutama zooplankton, masih tergolong hal yang baru (Greene and Wiebe 1990), namun sejumlah aplikasi terhadap pemanfaatan data ADCP untuk mengkaji dinamika komunitas hayati telah banyak dilakukan (ca. Gustamila 2006, Kaltenberg 2004). Trevorrow (2005) memberikan sejumlah kelebihan dalam penggunaan teknologi bioakustik ini, terutama dalam kemampuannya mengetahui struktur habitat pelagis secara vertikal yang tidak bisa diketahui hanya dengan menggunakan jaring plankton biasa. Selain itu, kelebihan dalam menampilkan data bersinambung dan kemampuan sinoptiknya melingkupi ruang dan periode tertentu di suatu sistem perairan (Trevorrow 2005, Greene and Wiebe 1990) menjadikan teknologi ini semakin marak diaplikasikan.

Dari Gambar 3-3 dapat dilihat bahwa lapisan HBA di perairan Selat Ombai berada pada kedalaman ca. 250 m, yang merupakan batas bawah lapisan termoklin. Dari sini dapat diduga bahwa level kedalaman tersebut merupakan domain interaksi pemangsaan yang utama antara komunitas fitoplankton dan zooplankton. Biomassa akustik di lapisan pelagis menunjukkan adanya variasi sebaran vertikal pada periode tertentu dalam kurun waktu 24 jam. Pada petang hari, ca. 17:00 waktu lokal, terlihat jelas adanya

mikrostruktur yang berkorespondensi dengan tingkah laku migrasi vertikal harian karena sebarannya mencapai ke lapisan dekat permukaan.

Gambar 3-3 juga menunjukkan kecenderungan adanya sinyal EI yang bias di batas bawah lapisan termoklin (ca. 250 m). Hal ini sangat mungkin dipengaruhi oleh sebaran partikel tersuspensi selain komunitas zooplankton/mikronekton, seperti bahan organik atau sedimen, yang juga dapat mempengaruhi sinyal EI yang diterima ADCP. Trevorrow (2005) dan Berman et al. (2002) menjelaskan pentingnya pemahaman

mengenai (1) kondisi lapisan pelagis, terutama terkait fitur upwelling, lapisan termoklin, dan topografi, (2) laju migrasi vertikal tiap jenis zooplankton/mikronekton, karena masing-masing dapat mempengaruhi karakteristik gema.

Hal lain yang mempengaruhi karakteristik gema yang dipantulkan zooplankton terkait dengan adaptasi fisiologis, karena EI tidak hanya dipengaruhi oleh kelimpahan tetapi juga morfologi dan kandungan lipid tubuhnya. Dagg et al. (2006) mendapati dua kelompok populasi Neocalanus spp. di dua tipe habitat di sekitar front Gulf of Alaska,

40 yang masing-masing memiliki variasi morfologi dan kandungan lipid. Variasi tersebut selanjutnya mempengaruhi dinamika pemangsaan fitoplankton dan karakteristik EI. Zooplankton yang terperangkap di wilayah transisi front, memiliki kandungan lipid lebih banyak dan menghasilkan nilai EI yang lebih tinggi dibandingkan zooplankton di luar zona front, walaupun merupakan spesies yang sama. Pemangsaan fitoplankton di zona front juga berlangsung lebih agresif, sehingga tak jarang sel fitoplankton tidak utuh dicerna oleh zooplankton. Keberadaan sel fitoplankton hidup yang didukung oleh mekanisme mixing/stirring, yang umum terdapat di zona front, dan radiasi matahari yang cukup di lapisan kedalaman tersebut, selanjutnya menyokong proses reproduksi populasi fitoplankton untuk kembali melimpah. Kesinambungan proses bioenergetika di wilayah front memungkinkan eskalasi produksi dan pemangsaan antar komunitas jenjang trofik yang berbeda, baik di tingkat dasar (fitoplankton) maupun di tingkat perantara (zooplankton). Pada akhirnya, kondisi tersebut memacu kehadiran nekton pelagis yang merupakan mangsa apex predator cetacea.

3.6. Simpulan

Pencitraan lapisan perairan pelagis diperoleh menggunakan set data mooring oseanografi Ombai yang menghasilkan profil lapisan termoklin dan profil lapisan hambur balik akustik (lapisan HBA). Lapisan termoklin memiliki variabilitas yang selaras dengan pencitraan sebaran klorofil-a bulanan, serta mendukung kondisi

persistent upwelling di perairan tersebut. Profil lapisan HBA pada siang hari terdeteksi di kedalaman ca. 250 m, yang merupakan batas bawah lapisan termoklin serta

merupakan domain interaksi pemangsaan yang utama antara komunitas produsen dan

grazers. Terlihat juga adanya mikrostruktur biomassa akustik yang merupakan fitur khas yang umum dijumpai di perairan yang mengalami internal wave, front, eddies, dan memiliki topografi rumit, seperti di Selat Ombai. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa perairan Selat Ombai memiliki sub-sistem produksi fitoplankton dan zooplankton/mikronekton yang optimal, dengan laju produksi dan daya dukung yang mampu berlangsung selaras dengan rekrutmen mangsa komunitas cetacea.

41 Daftar Pustaka

Atmadipoera AS, R Molcard, G Mardec, S Wijffels, J Sprintall, A Koch-Larrouy, I Jaya, and A Supangat. 2009. Characteristics and variability of the Indonesian throughflow water at the outflow straits. Deep-Sea esearch I 56(2009)1942–1954. doi:10.1016/j.dsr.2009.06.004

Ballance LT, RL Pitman, and PC Fiedler. 2006. Oceanographic influences on seabirds and cetaceans of the eastern tropical Pacific: A review. Progress in Oceanography 69 (2006) 360–390. doi:10.1016/j.pocean.2006.03.013

Benoit-Bird KJ and WWL Au. 2003. Prey dynamics affect foraging by a pelagic

predator (Stenella longirostris) over a range of spatial and temporal scales. Behav Ecol Sociobiol (2003) 53:364–373. DOI 10.1007/s00265-003-0585-4

Berman MS, JR Green, DV Holliday and CF Greenlaw. 2002. Acoustic determination of the fine-scale distribution of zooplankton on Georges Bank. Mar. Ecol. Prog. Ser. 220:59-72

Biktashev VN and J Brindley. 2003. Phytoplankton blooms and fish recruitment rate: Effects of spatial distribution. Pre-print version submitted to Elsevier Science. Bost CA, C Cotte, F Bailleul, Y Cherel, JB Charrassin, C Guinet, DG Ainley, and H

Weimerskirch. 2009. The importance of oceanographic fronts to marine birds and mammals. Journal of Marine Systems 78 (2009): 363-376.

doi:10.1016/j.jmarsys.2008.11.022

Burchard H, K Bolding, TP Rippeth, A Stips, JH Simpson, and J Sundermann. 2002. Microstructure of turbulence in the northern North Sea: a comparative study of observations and model simulations. Journal of Sea Research 47 (2002): 223-238 Burtenshaw JC, EM Oleson, JA Hildebrand, MA McDonald, RK Andrew, BM Howe,

and JA Mercer. 2004. Acoustic and satellite remote sensing of blue whale seasonality and habitat in the Northeast Pacific. Deep-Sea Research II 51 (2004) 967–986. doi:10.1016/j.dsr2.2004.06.020

Clark CW and DA Levy. 1988. Diel vertical migrations by juvenile sockeye salmon and the antipredation window. American Naturalists 161 (2):271-290.

Dagg MJ, H Liu, and AC Thomas. 2006 Effects of mesoscale phytoplankton variability on the copepods Neocalanus flemingeri and N. plumchrus in the coastal Gulf of Alaska. Deep-Sea Research I 53 (2006) 321–332. doi:10.1016/j.dsr.2005.09.013 Doniol-Valcroze T, D Berteaux, P Larouche, and R Sears. 2007. Influence of thermal

fronts on habitat selection by four rorqual whale species in the Gulf of St. Lawrence. Mar Ecol Prog Ser Vol 335: 207-216.

Embling CB, PG Hernandes, PS Hammond, E Armstrong, and J Gordon. 2005

Investigations into the relationship between pelagic fish and dolphin distributions off the west coast of Scotland. ICES CM2005; 15 pp.

Genin A. 2004. Bio-physical coupling in the formation of zooplankton and fish aggregations over abrupt topographies. Journal of Marine Systems 50: 3-20. doi:10.1016/j.jmarsys.2003.10.008

Greene CH and PH Wiebe. 1990. Bioacoustical Oceanography: New Tools for

42 Gustamila M. 2006. Variasi harian, bulanan, dan musiman acoustic volume

backscattering strength (SV) di Selat Lombok. Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan. Institut Pertanian Bogor. [Skripsi, tidak dipublikasikan]

Hastie GD, B Wilson, LJ Wilson, KM Parsons, and PM Thompson. 2004. Functional mechanisms underlying cetacean distribution patterns: hotspots for bottlenose dolphins are linked to foraging. Marine Biology (2004) 144: 397–403. DOI 10.1007/s00227-003-1195-4

Hays GC. 2003. A review of the adaptive significance and ecosystem consequences of zooplankton diel vertical migrations. Hydrobiologia 503: 163-170.

Holliday DV, CF Greenlaw, and PL Donaghay. 2010. Acoustic scattering in the coastal ocean at Monterey Bay, CA, USA: Fine-scale vertical structures. Continental Shelf Research 30 (2010): 81–103. doi:10.1016/j.csr.2009.08.019

Kaltenberg AM. 2004. 38-kHZ ADCP Investigation of Deep Scattering Layers in Sperm Whale Habitat in the Northern Gulf of Mexico. Texas A&M University. Kharisma RE. 2009. Perbandingan pola migrasi deep scattering layer di Selat Makassar

dan Selat Lombok menggunakan nilai acoustic volume backscattering strength hasil pengukuran ADCP. Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan. Institut Pertanian Bogor. [Skripsi, tidak dipublikasikan]

Lalli C and TR Parsons. 2000. Biological oceanography - an introduction. 2nd edition. Butterworth-Heinemann: 314 pp.

Lennert-Cody CE and PJS Franks. 1999. Plankton patchiness in high-frequency internal waves. Mar Ecol Prog Ser. 186: 59-66

Mann KH and JRN Lazier. 2006. Dynamics of marine ecosystems: biological-physical interactions in the oceans. 3rd

Miller CB. 2004. Biological oceanography. Blackwell publishing. ix+402 pp. edition. Blackwell Publishing: 496 pp.

Molcard R, M Fieux, and F Syamsudin. 2001. The throughflow within Ombai Strait. Deep-Sea Research I 48: 1237-1253

Moore TS and J Marra. 2002. Satellite observations of bloom events in the Strait of Ombai: Relationships to monsoons and ENSO. Geochem Geophys Geosyst 3 (2). doi: 10.1029/2001GC00174.

Moore SE, WA Watkins, MA Daher, JR Davies, and ME Dalheim. 2000. Blue whale habitat associations in the northwest Pacific: analyses of remotely-sensed data using Geographic Information System. Oceanography 15 (3), 20-25.

Nonti A. 1993. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. 368 hal.

Pena WPR. 2006. Characterizing zooplankton and micronekton diel vertical migration at the Western Puerto Rican shelf/slope break.MSc Thesis. University of Puerto Rico.

Pershing AJ, PH Wiebe, JP Manning, NJ Copley. 2001. Evidence for vertical circulation cells in the well-mixed area of Georges Bank and their biological implications. Deep-Sea Research II 48 (2001) 283-310.

Purba M, INMN Natih, dan AS Atmadipoera. 1994. Keterkaitan sifat-sifat oseanografi dengan sifat-sifat biologis sebagai akibat proses upwelling di perairan selatan Jawa Barat. Laporan penelitian. Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor.

43 Record NR and B de Young. 2006. Patterns of diel vertical migration of zooplankton

acoustic Doppler velocity and backscatter data on the Newfoundland Shelf. Can. J. Fish Aquat. Sci.: 63: 2708-2721.

Robertson R and A Ffield. 2005. M2 Baroclinic tides in the Indonesian Seas. Oceanography Vol. 18, No. 4, Dec. 2005.

Robertson R and A Ffield. 2008. Baroclinic tides in the Indonesian Seas. Part 2: Interactions between tidal constituents, energy fluxes, and tidal mixing with a focus on Ombai Strait, doi:10.1029/2007JC004677.

Robertson R. pers. comm. 2008. Tidal effects on circulation and mixing in the Ombai Strait. [article in press sent 20 November 2008]

Sangra P, G Basterretxea, JL Pelegri, and J Aristegui. 2001. Chlorophyll increase due to internal waves on the shelf break of Gran Canaria (Canary Islands). Sci. Mar. (Suppl. 1): 89-97

Sprintall J. pers. comm. 2007. Instant Workshop: Bogor, 5 Nopember 2007

Steele JH. 1989. The ocean ‘landscape’. Landscape Ecology Vol. 3, No. 3, 185-192 pp. Tont SA. 1975. Deep scattering layers: patterns in the pacific. Reports volume XVIII, 1

Juli 1973 to 30 June 1975. California Cooperative Oceanic Fisheries Investigations

Trevorrow M. 2005. The use of moored inverted echo sounders for monitoring

mesozooplankton and fish near the ocean surface. Canadian Journal of Fisheries and Aquatic Sciences. 62: 1004-1018

Tynan CT, DG Ainley, JA Barth, TJ Cowles, SD Pierce, and LB Spear. 2005. Cetacean distribution relative to ocean processes in the northern California Current System. Deep-Sea Research II: 145-167.

van Haren H. 2009. Using high sampling-rate ADCP for observing vigorous processes above sloping [deep] ocean bottoms. Journal of Marine Systems 77 (2009) 418– 427. doi:10.1016/j.jmarsys.2008.10.012

Wisudawati D. 2006. Deteksi sebaran kopepoda dengan ADCP (Acoustic Doppler Current Profiler) di Selat Ombai, Timor. Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan. Institut Pertanian Bogor. [Skripsi, tidak dipublikasikan]

Worm B, HK Lotze, and RA Myers. 2003. Predator diversity hotspots in the blue ocean. PNAS 2003;100;9884-9888. doi:10.1073/pnas.1333941100

Wyrtki K. 1962. The upwelling in the region between Java and Australia during the south east monsoon. Australian Journal of Marine and Freshwater Research 13 (3): 217-225.

Zhou M, ME Huntley, and TM Powell. 1997. Measuring the influence of animals on turbulence in the sea. Final Report.

44

Dokumen terkait