• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III HASIL TEMUAN DAN ANALISIS DATA

3.1 Struktur dan Makna Nama Serapan dari Bahasa Arab Pada Masyarakat di

3.1.1 Struktur Nama Berdasarkan Jenis Kelamin

3.1.1.1 Struktur Nama Pria

3.1.1.1.5 Struktur Nama Pria Tanpa Pola

Struktur nama ini tidak jelas ditinjau dari susunan Bahasa Arab. Hanya jejeran kosa kata berbahasa Arab yang secara makna baik dan indah. Yang dipentingkan adalah nama tersebut berasal dari Bahasa Arab dan maknanya baik dan indah, sedangkan susunannya tidak begitu dipentingkan.

Nama-nama ini sangat tren belakangan ini. Di lihat dari tabel yang ada, nama-nama ini mulai tren pada tahun 1990an sampai sekarang. Jika diperhatikan, maka semakin banyak nama-nama yang panjang yang diambilkan berbagai racikan nama yang membentuk struktur nama sesuai dengan masanya. Semakin panjang nama, menunjukkan semakin banyak harapan. Semakin banyak harapan menunjukkan semakin banyak keinginan. Mungkin demikianlah manusia modern yang semakin banyak keinginan atau harapan.

Di antara yang menjadi tren nama ini adalah penggunaan kata kerja (fi‟il) sebagai nama. Struktur nama menjadi berupa kalimat yang sempurna dan benar-benar sebuah doa dalam wujud kalimat. Maksud dari nama jelas sekali diwujudkan dalam kalimat nama tersebut.

Nama tokoh beberapa masih dipinjam sebagai nama diri, namun digabungkan dengan nama tokoh lain ataupun kata sifat bahkan kata kerja. Tokoh

yang dipakai tidak hanya tokoh sufi, ahli fiqh, ahli tafsir, dan ahli hadis, melainkan nama tokoh filsafat seperti Ibnu Sina. Untuk lebih jelasnya, lihatlah tabel berikut ini.

Tabel 10. Nama Pria Tanpa Pola

No. Nama Depan Nama Belakang Makna

1. Muhammad Najmuddin Azizi „Orang yang terpuji bintangnya agama yang mulia‟

2 Naufal Reiyan Aqeela „Semanggi segarnya orang pintar‟ 3. Muhammad Wildan Dliya‟ul

Chaq

„Orang yang terpuji anak yang membawa cahaya kebenaran‟ 4. Rochib Abdul Latif

Badawi

„Sambutan Hamba Allah yang lemah lembut yang nomaden‟ Nama-nama di atas jika ditinjau dari susunan Bahasa Arab sulit sekali diterka. Nama-nama di atas mementingkan makna dari tiap kosa kata dibandingkan dengan susunan, apakah itu sesuai dengan stuktur Bahasa Arab ataukah tidak. Untuk mengetahui makna kosa kata tersebut, maka harus dipisahkan mana yang murakkab idhāfi baru kemudian diartikan. Nama-nama sekarang ini yang diserap dari Bahasa Arab yang cenderung semakin panjang banyak yang tidak sesuai dengan stuktur Bahasa Arab. Untuk pemaknaan tiap kata tersebut adalah sebagai berikut.

Pertama, nama Muhammad Najmuddin Azizi terdiri dari kata Muhammad

bintangnya agama yang mulia‟. Maksud dari nama ini tentunya semoga empunya nama menjadi orang yang terpuji, menjadi bintangnya agama, dan menjadi orang yang mulia.

Budaya tabarruk dan tafā‟ul masih kental sampai saat ini dengan masih banyaknya penggunaan nama Muhammad sebagai nama diri. Kecenderungan pengagungan dan pengutamaan terhadap agama juga masih kental dengan masih digunakan akhiran al-Din, seperti dalam nama di atas. Tren semakin panjang sebuah nama menunjukkan semakin banyaknya keinginan yang diharapkan oleh pemberi nama terhadap yang diberikan nama tersebut.

Kedua, nama Naufal Reiyan Aqeela. Secara leksikal berarti „semanggi segarnya orang pintar‟. Maksud nama ini adalah semoga empunya nama menjadi seorang pemuda yang tampan, terhormat, dan bisa menjadi pemimpin. Nama ini menunjukkan tren belakangan berupa modifikasi penulisan nama. Royyan ditulis dengan Reiyan dan Aqilah ditulis dengan Aqeela. Huruf i ditulis dengan ee, sedangkan h tidak ditulis. Ada kecenderungan modifikasi penulisan nama dari Bahasa Arab ke tren kekinian. Nama diserap dari Bahasa Arab, tetapi ditulis sesuai dengan variasi penulisan tren kekinian. Kalangan santri Rembang yang suka nama diserap dari Bahasa Arab karena terasa lebih Islami bagi mereka. Namun di sisi lain, ingin tampil tetap keren sesuai dengan tren kekinian. Pemakaian nama Arab dengan variasi penulisan kekinian dimulai dari kalangan elit keagamaan yang secara ekonomi kelas menengah ke atas. Pendidikan mereka juga tinggi. Oleh sebab itu, pemilihan nama kelihatan mentereng dengan tetap tidak meninggalkan nuansa Islami dilakukan.

Ketiga, nama Muhammad Wildan Dliya‟ul Chaq. Secara leksikal berarti „orang yang terpuji anak yang membawa cahaya kebenaran‟. Maksud pemberian nama ini agar empunya nama menjadi orang yang terpuji seperti Nabi Muhammad, menjadi anak yang membawa cahaya kebenaran. Al-ḥaqq atau kebenaran dianggap sebagai cahaya di kalangan masyarakat santri. Di Kabupaten Rembang, setiap anak sekolah hendak pula dari sekolah selalu berdoa Allāhumma arināl-ḥaqqa ḥaqqa war-zuqnāt-tibā‟ah (ya Allah, tunjukkanlah kami bahwa yang benar adalah benar dan berikan anugerah kepada kami untuk bisa mengikutinya). Oleh sebab itu, selalu di jalan kebenaran menjadi harapan setiap orang. Untuk menapaki jalan kebenaran dibutuhkan cahaya kebenaran. Itulah sebabnya cahaya kebenaran diwujudkan dalam doa yang termanifestasi dalam nama.

Keempat, nama Rochib Abdul Lathif Badawi. Secara leksikal berarti „sambutan Hamba Allah yang lemah lembut yang nomaden‟. Susunan kata-kata ini tidak bisa diukur dengan gramatika Arab, sebab salah. Pemilihan nama sekedar melihat baiknya makna kata per kata. Nama ini menyimpan harapan empunya nama bisa menjadi sambutan, menjadi hamba yang penuh kelembutan, dan menjadi seperti Ahmad Badawi, seorang tokoh tarekat Badawiyah.

Di kalangan pesantren, mengenal al-asmā‟ al-ḥusnā atau nama-nama Allah yang baik yang berjumlah sembilan puluh sembilan nama. Di kalangan santri mempercayai ada satu nama yang dipercaya sebagai nama Allah yang paling agung, yang mereka sebut dengan ismullāh al-a‟ẓam, yaitu al-Laṭīf. Oleh sebab itu, banyak santri, kiai, maupun masyarakat umum yang menjadikan Laṭīf sebagai wirid harian mereka. Ada yang mereka baca 129 kali ataupun

kelipatannya. Karena dianggap nama Allah yang agung, maka menjadi hamba Allah yang lemah lembut (al-Laṭīf) menjadi harapan.

Dalam tawassul di kalangan santri di Kabupaten Rembang, nama Ahmad Badawi dalam empat wali ternama (al-awliyā‟ al-arba‟ah), selain Syekh Abdul Qadir al-Jailani, Syekh Bahauddin an-Naqsabandi, dan Syekh Abu Hasan asy-Syadzili. Keempat nama tersebut seringkali disebut dalam tawassul sebelum Tahlil ataupun Tawajjuhan. Nama Badawi menunjukkan kentalnya masyarakat Rembang dengan dunia tasawuf atau dalam praktisnya tarekat.