• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

H. Sistematika Penulisan

1. Struktur Organisasi Kepolisian di Indonesia

Polisi sebagai aparat Pemerintah, maka organisasinya berada dalam lingkup Pemerintah. Dengan kata lain organisasi Polisi adalah bagian dari Organisasi Pemerintah. Dari segi bahasa organ kepolisian adalah suatu alat atau badan yang melaksanakan tugas-tugas Kepolisian. Agar alat tersebut dapat terkoodinir, dan mencapai sasaran yang diinginkan maka diberikan pembagian pekerjaan dan ditampung dalam suatu wadah yang biasa disebut organisasi. Dengan demikian maka keberadaannya, tumbuh dan berkembangnya, bentuk dan strukturnya ditentukan oleh visi Pemerintah yang bersangkutan terhadap pelaksanaan tugas Polisinya. Diseluruh dunia Organisasi Polisi itu berbeda-beda. Ada yang membawah pada Departemen Dalam Negeri, ada yang membawah pada Departemen Kehakiman ada yang dibawah kendali Perdana Menteri, Wakil Presiden, dikendalikan oleh Presiden sendiri, bahkan ada yang merupakan Departemen yang berdiri sendiri.62

Kedudukan Organisasi Polisi dalam satu negarapun dapat berubah-ubah,

sesuai dengan perubahan visi suatu pemerintah periode tertentu pada Polisinya. Belanda misalnya, perubahan dari negara monarkhi merdeka, berubah sama sekali sewaktu dijajah Napoleon, berubah sebentar saat mereka merdeka, lalu ditindas oleh Jerman NAZI dengan GESTAPO-nya, lalu merdeka lagi setelah Perang Dunia ke II, bentuk, tugas, perilaku organisasi Polisinya berubah dan sangat berbeda.

Di Indonesia kedudukan organisasi polisi juga mengalami rangkaian perubahan setelah kemerdekaan. Pada tangal 1 Juli 1946 kepolisian menjadi jawatan tersendiri bernama “ Jawatan Kepolisian” dibawah pimpinan Perdana Menteri, pada tahun 1948 jawatan tersebut untuk sementara dipimpin Presiden dan wakil Presiden, Kemudian Keputusan Presiden R.I.S. Nomor 22 tahun 1950 menjadikan Kepolisian Negara disesuaikan dengan bentuk negara Republik Indonesia Serikat (RIS) menjadi jawatan Kepolisian Republik Indonesia Serikat dan dipimpin oleh Perdana Menteri dengan perantaraan Jaksa Agung, sedangkan dalam pimpinan harian dalam pengawasan administrative-organisatoris dipertanggung jawabkan kepada Menteri Dalam Negeri.

Pada tahun 1950 Berdasarkan Penetapan Perdana Menteri nomor : 3/PM/tahun 1950 Pimpinan Kepolisian Negara diserahkan kepada Menteri Pertahanan dengan maksud pimpinan Polisi dan Tentara dalam satu tangan untuk kemudahan mengatasi kekacauan situasi akibat gangguan pada saat itu dan hal ini hanya berlaku 9 bulan. Tahun 1950 juga dibentuk Komisi Kepolisian yang ditetapkan oleh Perdana Menteri Republik Indonesia nomor :154/1950, nomor : 1/pm/1950 dengan tugasnya yaitu menyusun dalam waktu singkat suatu rencana

Undang-undang Kepolisian. Namun komisi itu gagal dalam usahanya dan bubar dengan sendirinya setelah pembentukan negara kesatuan. Tahun 1959 merupakan tonggak baru karena telah mempunyai status sebagai Kementerian Kepolisian, Proses Integrasi Angkatan Kepolisian yang dimulai dengan Militerisasi Polisi Negara nomor: 112 tahun 1947, kemudian peraturan pemerintah nomor 10/1958, menjadi kenyataan dengan dicantumkannya persoalan tersebut dalam ketetapan Majelis permusyawaratan Rakyat Sementara nomor: 1 dan 2/MPR/1960 dan kemudian dalam Undang-undang Pokok Kepolisian Negara nomor : 13 tahun 1961, pasal 3 dinyatakan : “Kepolisian Negara adalah Angkatan Bersenjata”

Penyempurnaan organisasi dalam rangka integrasi ABRI ini diadakan lagi dengan dikeluarkannya Keputusan menteri / Hankam / Pangab No: Kep/A/385/VIII/1970 yang menetapkan tentang pokok-pokok Organisasi dan Prosedur Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan ditambah lagi Intruksi Menhankam/Pangab nomor : Ins/A/43/XI/1973, tentang penyusunan kembali Organisasi Angkatan dan Polri melalui keputusan Menhankam/Pangab nomor : Kep/15/IV/1976 tentang pokok-pokok Organisasi dan Prosedur kepolisian Negara Republik Indonesia.63

Rangkaian perubahan terus menyusul hingga kepolisian menjadi mandiri dan langsung dibawah Presiden berdasarkan Pasal 8 UU No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dalam proses negara yang semakin demokratis, menunjukkan arah Perilaku Organisasi Kepolisian yang semakin modern, semakin menghormati dan menegakkan HAM. Polri harus menyadari

bahwa dalam setiap kegiatannya tidak boleh sembarangan karena masyarakat melakukan kontrol.64 Modernisasi Kepolisian dan demokratisasi negara merupakan condition sine quanon, keduanya saling berpengaruh bahkan saling membutuhkan. Karenanya modernisasi kepolisian dan pemuliaan HAM serta demokratisasi dapat digambarkan sebagai tolok ukur kemajuan dan/atau keberhasilan pembangunan suatu negara/bangsa. Artinya perubahan perilaku organisasi Polisi yang semakin demokratis dan semakin berbudaya HAM merupakan gambaran semakin majunya peradaban dan keberhasilan pembangunannya.65

Bentuk organisasi yang diwujudkan dengan ketentuan-ketentuan tentang struktur organisasi dan prosedurnya, selalu dimaksudkan sebagai arah dan aturan permainan (rules of the game) dari upaya-upaya untuk mencapai tujuan organisasi. Demikian juga organisasi POLRI yang terus dan selalu mengalami perubahan. Perubahan-perubahan itu memang bertujuan untuk mencapai efektifitas dan efisiensi optimal dalam melandasi pelaksanaan tugas POLRI.

Organisasi sendiri sebenarnya hanyalah merupakan sarana atau wahana kegiatan untuk mencapai tujuan. Karenanya eksistensi organisasi sangat dipengaruhi bahkan ditentukan oleh kondisi lingkungan, baik yang berlingkup ruang, waktu, tantangan dan situasi. Organisasi yang baik berarti harus memenuhi persyaratan, serasi dan sesuai dengan kondisi lingkungannya. Berubahnya pola pikir masyarakat tradisional menjadi pola pikir masyarakat industri, akan mendorong dan mengharuskan perubahan organisasi.

64 Kunarto, Op. Cit, hal 82

Tetapi perubahan itu memang harus dikaji dengan seksama teliti dan sungguh-sungguh, sehingga perubahannya memang benar-benar pas dengan tuntutan lingkungan. Karena perubahan lingkungan itu dalam keadaan normal bersifat evolutif, maka periodesasinya akan relatif lama. Dengan demikian perubahan organisasipun dalam keadaan normal akan mendorong dan mengharuskan perubahan organisasinya.

Berikut ini adalah Struktur Organisasi Kepolisian Negara Republik Indonesia :66

Dengan pendekatan dari segi kedudukan organisasi, sejarah, pelaksanaan tugas dan keberhasilannya, maka pengorganisasian POLRI itu memang lalu harus ditegakkan atas dasar prinsip yang khas Polisi Indonesia yang antara lain seperti dibahas dibawah ini.

a. Refungsionalisasi Menonjolkan kekhasan berarti harus melakukan refungsionalisasi yang berciri khas mitra Kamtibmas. Sedang fungsi-fungsi yang bersifat politis dan strategis dipusatkan disatu tangan ditingkat Presiden. Fungsi-fungsi yang bersifat umum diatur dan dibina dengan sistem pembinaan terpusat oleh Kapolri. Sedang fungsi khas angkatan diserahkan sepenuhnya kepada masing-masing kesatuan.

b. Asas Organisasi

Pengorganisasian harus didasari prinsip-prinsip :

(1) sederhana dalam arti berkemampuan cukup untuk mencapai tujuan. (2) Lebih efektif sehingga dapat dicapai keseimbangan antara tugas dan

kemampuan anggaran

(3) Lebih efisien dalam arti pencapaian tujuan dan sasaran dengan biaya yang sama dapat terlaksana secara lebih cepat dan lebih baik. Dengan cara ini maka perubahan-perubahan yang sangat mendasar dan dapat menjadi tidak sederhana, tidak efektif apalagi efisien. Untuk itu kalau tidak ada hal yang memaksa, tidak dilakukan perubahan dan cukup dengan penyesuaian-penyesuaian yang bertujuan peningkatan efektifitas dan efisiensi.

c. Bentuk Organisasi Type Staf.

Prinsip-prinsip yang digunakan dalam penentuan organisasi dipakai prinsip-prinsip :

1)Bentuk organisasi digunakan ; Line and Staff 2)Type staf yang dipakai adalah staf umum 3) Penyusun satuan besar dibagi 2 tingkat;

a) Tingkat Mabes POLRI b) Tingkat Kotama

4) Garis besar pengelompokan badan-badan dibedakan dengan eselon a) Eselon Pimpinan

b) Eselon staf

c) Eselon pembinaan d) Eselon pelaksana pusat d. Penyempurnaan Organisasi

Penyempurnaan organisasi dan prosedur kerja dapat dilakukan dengan didasarkan pada tuntutan yang obyektif dan diperlukan, dan harus tidak dipengaruhi atau terlepas dari rasa senang atau tidak senang. Ketentuan ini sebenarnya menggaris bawahi bahwa penyempurnaan itu hanya bisa dilakukan karena tuntutan obyektif yang urgent dan tidak oleh sebab-sebab yang lain. Dahulu pengorganisasian ini juga menentukan jumlah PATI (Jenderal), sehingga digunakan juga sebagai sarana pengendalian Jendela yang hanya terdiri dari orang-orang yang benar-benar terpilih. Dengan berubah-ubahnya struktur organisasi biasanya lalu timbul berbagai kegelisahan dan

keragu-raguan di kalangan Pejabat yang apabila tidak cepat diatasi akan dapat menjadi penghalang yang serius. Di lingkungan POLRI, selama ini kegelisahan semacam itu relatif cepat diatasi. Mereka cepat menyesuaikan diri dan cepat bekerja biasa seperti selayaknya. Mungkin karena telah sering mengalami reorganisasi, mungkin juga karena dinamika organisasi yang berkembang sebenarnya relatif tidak berubah.67

Dokumen terkait