• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menurut Halim dan Supomo (2005:133), struktur pengendalian manajemen adalah “unsur-unsur yang menbentuk sistem pengendalian manajemen yang terdiri dari pusat pertanggungjawaban dan ukuran prestasi.” Dengan demikian, struktur pengendalian manajemen meliputi pusat pertanggungjawaban dan ukuran prestasi.

Menurut Halim dan Supomo (2005:134), pusat pertanggungjawaban adalah “bagian atau unit organisasi yang dipimpin oleh seorang manajer yang bertanggung jawab terhadap unit yang dipimpinnya.” Sementara Anthony dan Govindarajan (2005:171) mendefinisikan pusat tanggung jawab merupakan “organisasi yang dipimpin oleh seorang manajer yang bertanggungjawab terhadap aktivitas yang dilakukan.”

Dengan demikian, setiap pusat pertanggungjawaban mempunyai wewenang dan tanggung jawab sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh organisasi yang bersangkutan. Desentralisasi atau pendelegasian wewenang pimpinan kepada bawahannya, umumnya diberikan dalam suatu organisasi yang relatif besar. Desentralisasi berarti pula pembagian tugas dan tanggung jawab dalam suatu organisasi untuk melaksanakan kegiatan masing-masing bagian. Hasil kegiatan masing-masing bagian tersebut diarahkan dan dikendalikan untuk pencapaian tujuan organisasi secara keseluruhan. Desentralisasi dimaksudkan pula

untuk mempercepat proses pengambilan keputusan, yang dapat dilakukan oleh manajer yang peringkatnya lebih rendah sesuai dengan batas wewenang yang dimilikinya.

Pembagian organisasi ke dalam bagian-bagian dan pemisahan wewenang dan tanggung jawab dari setiap bagian organisasi, umumnya disusun dalam struktur organisasi. Dalam struktur organisasi, bagian organisasi yang mempunyai wewenang yang paling tinggi dan tanggung jawab yang paling berat, terletak pada jenjang paling atas. Bagian organisasi yang terletak pada jenjang dibawahnya, mempunyai wewenang yang paling rendah dan tanggung jawab yang lebih ringan. Demikian seterusnya, semakin ke bawah jenjang suatu bagian organisasi, semakin sedikit wewenang dan semakin ringan tanggung jawab yang dimiliki oleh bagian organisasi yang bersangkutan.

Menurut Anthony dan Govindarajan (2005:175), ada 3 jenis pusat tanggung jawab digolongkan menurut sifat input dan output moneter yang diukur untuk tujuan pengendalian yaitu:

1. Pusat pendapatan. 2. Pusat beban/biaya 3. Pusat laba

Menurut Halim dan Supomo (2005:139), pusat pendapatan merupakan “pusat pertanggungjawaban yang prestasi manajernya dinilai berdasarkan pendapatan pusat pertanggungjawaban yang dipimpinnya.”

Di pusat perdagangan, suatu output (yaitu pendapatan) diukur secara moneter. Akan tetapi tidak ada upaya formal yang dilakukan untuk mengaitkan

input (yaitu beban atau biaya) dengan output. Jika beban dikaitkan dengan

pendapatan, maka unit tersebut akan menjadi pusat laba. Pada umumnya, pusat perdagangan merupakan unit pemasaran/penjualan yang tidak memiliki wewenang untuk menetapkan harga jual dan tidak bertanggung jawab atas harga pokok penjualan dari barang-barang yang mereka pasarkan. Penjualan atau pesanan aktual diukur terhadap anggaran dan kuota dan manajer dianggap bertanggung jawab atas beban yang terjadi secara langsung di dalam unitnya, akan tetapi ukuran utamanya adalah pendapatan.

Menurut Halim dan Supomo (2005:137), pusat biaya merupakan “pusat pertanggungjawaban yang prestasi manajernya dinilai berdasarkan biaya pusat pertanggungjawaban yang dipimpinnya.” Pusat beban adalah pusat tanggung jawab yang inputnya diukur secara moneter, namun outputnya tidak.

Ada dua jenis umum dari pusat beban yaitu pusat beban teknik dan pusat beban kebijakan. Dua istilah ini berkaitan dengan dua jenis biaya. Biaya teknik adalah biaya-biaya yang jumlahnya secara tepat dan memadai dapat diestimasikan dengan keandalan yang wajar. Contoh biaya pabrik untuk tenaga kerja langsung, bahan baku langsung, komponen, perlengkapan dan keperluan-keperluan. Biaya kebijakan (juga disebut dengan biaya yang dikelola) adalah biaya yang tidak tersedia estimasi tekniknya. Di pusat beban kebijakannya, biaya-biaya yang dikeluarkan tergantung pada penilaian manajemen atas jumah yang memadai dalam kondisi tertentu.

Anthony dan Govindarajan (2005:175) menambahkan pusat beban teknik memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1. Input-inputnya dapat diukur secara moneter.

2. Input-inputnya dapat diukur secara fisik.

3. Jumlah dolar optimum dan input yang dibutuhkan untuk memproduksi satu unit output dapat ditentukan.

Pusat laba umumnya terdapat pada organisasi yang terbagi-bagi berdasarkan divisi-divisi penghasil laba (organisasi divisional), biaya pada pusat pertanggungjawaban yang dipimpinnya. Dengan demikian, pusat laba merupakan pusat pertanggungjawaban yang masukan dan keluarannya diukur dengan menghitung selisih antara pendapatan dengan biaya. Departemen pemasaran bukan merupakan pusat laba karena biaya yang dikeluarkan oleh departemen tersebut hanya merupakan sebagian biaya yang dapat dikurangi dengan pendapatan yang dihasilkannya. Biaya produksi, biaya administrasi dan umum, bukan menjadi tanggung jawab Departemen pemasaran.

Ketika kinerja finansial suatu pusat tanggung jawab diukur dalam ruang lingkup laba yaitu selisih antara pendapatan dan beban, maka pusat ini disebut sebagai pusat laba (profit center).

Dengan menjadikan unit organisasi sebagai pusat laba, maka kualitas keputusan dapat meningkat, karena keputusan tersebut dibuat oleh para manajer yang paling dekat dengan titik keputusan. Hal ini disebabkan manajer di kantor pusat bebas dari pengambilan keputusan harian, sehingga dapat berkonsentrasi pada hal-hal yang lebih luas. Selain itu, manajer lebih bebas untuk menggunakan imajinasi dan inisiatifnya untuk mengembangkan perusahaan dan kecepatan pengambilan keputusan operasional dapat meningkat, karena manajer tidak perlu

mendapat persetujuan terlebih dahulu dari kantor pusat. Karena pusat laba serupa dengan perusahaan yang indenpenden, maka pusat laba memberikan tempat pelatihan yang lebih baik bagi manajemen umum. Para manajer mendapatkan pengalaman dalam mengelola seluruh area fungsional dan manajemen yang lebih tinggi mendapatkan kesempatan untuk mengevaluasi potensi pekerjaan yang tingkatnya lebih tinggi. Oleh karena keluaran yang dihasilkan pusat laba telah siap pakai, maka pusat laba lebih responsif terhadap tekanan untuk meningkatkan kinerja kompetitifnya.

Selain itu, kesadaran laba dapat lebih ditingkatkan karena para manajer yang bertanggung jawab atas laba akan selalu mencari cara dan tindakan yang tepat untuk meningkatkan labanya. Hal ini seperti seorang manajer yang bertanggung jawab untuk kegiatan pemasaran cenderung untuk menyetujui pengeluaran promosi yang dapat meningkatkan penjualan. Begitu juga manajer yang bertanggung jawab atas laba akan termotivasi untuk membuat promosi yang akan meningkatkan laba. Pusat laba memberikan informasi yang siap pakai bagi manajemen puncak mengenai profitabilitas dari komponen-komponen individual perusahaan.

Selain keuntungan yang diperoleh manajemen dari pusat laba, pusat laba juga dapat menimbulkan beberapa kesulitan seperti pengambilan keputusan yang terdesentralisasi akan memaksa manajemen puncak untuk lebih mengandalkan laporan pengendalian manajemen dan bukan wawasan pribadinya atas suatu operasi, sehingga mengakibatkan hilangnya pengendalian. Akan tetapi, jika manajemen kantor pusat lebih mampu dan memiliki informasi yang lebih baik

daripada manajer pusat laba, maka kualitas keputusan yang diambil pada tingkat unit akan berkurang. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan perselisihan karena adanya argumen-argumen seperti mengenai harga transfer yang sesuai, pengalokasian biaya umum yang tepat dan kredit untuk pendapatan yang sebelumnya dihasilkan secara bersama-sama oleh dua atau lebih unit bisnis.

Selain kesulitan hilangnya pengendalian manajemen, unit-unit organisasi yang pernah bekerja sama sebagai unit fungsional akan saling berkompetisi satu sama lain, dimana hal ini menyebabkan peningkatan laba untuk satu manajer dan pengurangan laba bagi manajer yang lain. Dalam situasi ini, bisa terjadi seorang manajer gagal untuk memberikan potensi penjualan ke unit lain yang lebih tepat untuk merealisasikannya, menimbun pegawai atau peralatan yang lebih baik dari sudut pandang seluruh perusahaan, membuat keputusan yang memiliki konsekuensi biaya yang tidak diinginkan bagi unit lain dan lainnya. Para manajer umum yang kompeten mungkin saja tidak ada dalam organisasi fungsional karena tidak adanya kesempatan yang cukup bagi untuk mengembangkan kompetensi manajemen umum.

Selain itu, juga dapat mengakibatkan biaya tambahan, karena adanya tambahan manajemen, pegawai dan pembukuan yang dibutuhkan, dan mungkin mengakibatkan duplikat tugas di setiap pusat laba. Perusahaan perlu memikirkan pengelolaan suatu pusat laba dalam hal pengendalian atas keputusan produk (barang atau jasa apa saja yang harus dibuat atau dijual), keputusan pemasaran (bagaimana, dimana dan berapa jumlah barang atau jasa yang akan dijual ?) dan keputusan perolehan (bagaimana mendapatkan atau memproduksi barang atau

jasa). Jika seorang manajer unit bisnis mengendalikan aktivitas tersebut, biasanya tidak akan kesulitan dalam melaksanakan tanggung jawab laba dan mengukur kinerja.

Pada umumnya, semakin besar tingkat integrasi dalam suatu perusahaan, maka semakin sulit melaksanakan tanggung jawab pusat laba tunggal untuk ketiga aktivitas tersebut dalam lini produk yang ada, yaitu akan lebih sulit jika keputusan produksi, sourcing dan pemasaran untuk lini produk tunggal dipecah ke dalam dua unit bisnis atau lebih, sehingga memisahkan kontribusi tiap-tiap unit bisnis demi kesuksesan lini produk secara keseluruhan.

Setiap pusat pertanggungjawaban mengolah masukan (input) menjadi keluaran (output). Masukan yang diolah menjadi pusat pertanggungjawaban dapat berupa bahan baku, tenaga kerja dan berbagai macam jasa yang lain. Sedangkan keluaran yang dihasilkan oleh setiap pusat pertanggungjawaban dapat berupa produk atau jasa, yang akan ditransfer ke pusat pertanggungjawaban yang lain dan atau dijual ke pihak di luar perusahaan. Pengendalian manajemen merupakan suatu proses dimana manajemen menjamin bahwa organisasi telah melaksanakan strateginya dengan efektif dan efisien. Dalam hal ini, efektivitas diukur berdasarkan kaitan antara keluaran pusat pertanggungjawaban dengan tujuan atau target yang ditetapkan, sedangkan efisiensi adalah perbandingan antara keluaran dengan masukan pusat pertanggungjawaban.

Akuntansi pertanggungjawaban menyajikan informasi mengenai masukan yang diolah dan keluaran yang dihasilkan pusat pertanggungjawaban. Masukan diukur dalam satuan uang yang disebut dengan biaya, sedangkan keluaran diukur

dalam satuan uang yang disebut dengan pendapatan. Hal ini merupakan ukuran prestasi perusahaan.

Ukuran prestasi perusahaan dapat diukur melalui pusat biaya, pusat pendapatan dan pusat laba. Pusat biaya dapat juga merupakan pusat pertanggungjawaban yang mengolah masukan dan menghasilkan keluaran, tetapi keluaran yang dihasilkan tidak digunakan sebagai dasar ukuran prestasi manajernya.

Menurut Halim dan Supomo (2005:135), dilihat dari hubungan antara masukan dan keluarannya, pusat biaya dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:

1. Pusat biaya enjiner (engineered expense center).

2. Pusat biaya diskresionari (discretionary expense center).

Pusat biaya enjiner adalah pusat biaya yang sebagian besar masukannya mempunyai hubungan yang jelas dengan keluarannya. Hubungan masukan secara fisik dapat diamati dengan jelas dan umumnya keluarannya berupa produk atau jasa yang dapat dikuantitatifkan. Contoh pusat biaya enjiner adalah Departemen Produksi, yang mengolah masukan berupa bahan baku dan tenaga kerja yang mempunyai hubungan yang jelas secara fisik dengan produk atau jasa yang dihasilkannya.

Pusat biaya diskresionari adalah pusat biaya yang sebagian besar masukannya tidak mempunyai hubungan yang jelas dengan keluarannya. Keluaran Pusat Biaya Diskresionari umumnya sulit dikuantitatifkan. Misalnya Departemen Keuangan, Departemen Akuntansi, Departemen Personalia,

Departemen Riset dan Pengembangan, Departemen Hubungan Masyarakat dan Departemen Hukum. Departemen-departemen tersebut menghasilkan keluaran yang sulit diukur dengan satuan uang dan tidak mempunyai hubungan secara fisik yang jelas dengan masukanya.

Penilaian prestasi terhadap pusat biaya enjiner dinilai berdasarkan perbandingan anatra masukan dan keluaran pusat pertanggungjawaban tersebut. Kriteria efisiensi dalam hal ini adalah dengan masukan yang sama dihasilkan keluaran yang besar dan dengan masukan yang lebih kecil dihasilkan keluaran yang sama. Pengukuran efisiensi pusat biaya enjiner umumnya dilakukan dengan cara membandingkan antara biaya standar dengan biaya sesungguhnya pada pusat biaya enjiner tersebut. Selisih yang timbul dianalisis dan jika biaya sesungguhnya lebih kecil daripada biaya standar maka pusat biaya enjiner dinilai efisien.

Sebaliknya pusat biaya enjiner dinilai tidak efisien jika biaya sesungguhnya lebih besar daripada biaya standar. Efektivitas pusat biaya enjiner dinilai berdasarkan kemampuan pusat biaya enjiner untuk menghasilkan keluaran sesuai dengan kuantitas dan kualitas yang ditargetkan. Pusat biaya enjiner dinilai efektif jika mampu menghasilkan produk atau jasa dalam kuantitas dan kualitas yang sama atau melebihi dari yang ditargetkan. Pusat biaya diskresionari tidak dapat dinilai efisiensinya, karena keluaran yang dihasilkan sulit diukur dan tidak dapat dibandingkan dengan masukannya. Sedangkan efektivitas Pusat biaya diskresionari dinilai berdasarkan kaitan antara keluaran yang dihasilkan dengan target yang telah ditetapkan.

Pusat pendapatan juga merupakan pusat biaya, tetapi ukurannya prestasinya yang paling penting adalah pendapatan yang dihasilkannya. Departemen pemasaran umumnya merupakan contoh pusat pendapatan dan sekaligus merupakan pusat biaya. Prestasi Departemen Pemasaran diukur berdasarkan pendapatan yang dihasilkannya dari penjualan produk atau jasa. Sebagai pusat biaya diskresionari, Departemen Pemasaran dapat pula diukur berdasarkan biaya yang dikeluarkannya, tetapi biaya tersebut tidak dapat dikaitkan dengan pendapatan yang dihasilkan oleh departemen tersebut.

Pusat pendapatan merupakan pusat pertanggungjawaban yang prestasi manajernya dinilai berdasarkan keluaran yang dinilai dengan satuan uang berupa pendapatan. Meskipun pusat pendapatan mengolah masukan, tetapi dalam hal ini keluaran merupakan faktor penting dalam penilaian prestasi pusat pendapatan.

Penilaian prestasi pusat pendapatan dilakukan dengan cara membandingkan anggaran pendapatan dengan realisasinya. Pusat pendapatan dinilai efektif, jika jumlah reasisasi pendapatan lebih besar daripada jumlah pendapatan yang dianggarkan. Selisih antara anggaran pendapatan dengan realisasi pendapatan selanjutnya dianalisis kedalam selisih harga jual dan selisih kuantitas penjualan. Selisih harga jual timbul karena harga jual sesungguhnya per unit lebih tinggi atau lebih rendah daripada harga jual per unit yang dianggarkan. Sedangkan selisih kuantitas penjualan timbul karena kuantitas produk yang sesungguhnya dijual lebih besar atau lebih kecil daripada anggaran kuantitas produk yang dijual.

Selisih kuantitas penjualan dapat dianalisis ke dalam selisih komposisi penjualan dan selisih kuantitas penjualan final. Analisis selisih tersebut timbul pada perusahaan yang menjual lebih dari satu macam produk atau jasa. Selanjutnya selisih kuantitas penjualan final dianalisis ke dalam selisih pasar industri dan selisih pangsa pasar.

Prestasi pusat laba dinilai berdasarkan perbandingan antara realisasi laba dengan anggaran laba yang telah ditetapkan untuk pusat laba yang bersangkutan. Umumnya masalah yang dijumpai dalam penilaian prestasi pusat laba adalah masalah yang berkaitan dengan pengukuran laba divisi. Perusahaan yang menghasilkan lebih dari satu macam produk atau jasa, organisasinya di bagi ke dalam divisi-divisi penghasil laba, setiap divisi mungkin saja tidak hanya mengadakan transaksi dengan pihak luar perusahaan, tetapi juga melakukan pertukaran produk atau jasa dengan divisi penghasil laba yang lain di dalam perusahaan.

Pusat laba akan menimbulkan beberapa masalah bagi perusahaan jika tidak ditangani dengan baik, seperti dalam hal pendapatan bersama, biaya bersama, penentuan harga transfer dan konsep laba divisi. Masalah pendapatan bersama dapat terjadi jika departemen pemasaran suatu divisi berhasil mendapatkan pembeli, tetapi pembeli tersebut melakukan transaksi pembelian dengan divisi lain di dalam perusahaan. Hal ini akan menyebabkan antar divisi menjadi saling berebutan pendapatan. Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan suatu manajemen penjualan yang tepat antar divisi.

Masalah biaya bersama dapat terjadi jika lebih dari satu divisi menggunakan fasilitas perusahaan secara bersamaan. Untuk mengatasi masalah tersebut, biaya yang timbul atas penggunaan fasilitas tersebut harus dialokasikan kepada setiap divisi sesuai dengan proporsi manfaat yang dinikmatinya.

Masalah harga transfer dapat terjadi jika terdapat transaksi pertukaran produk atau jasa antara dua divisi atau lebih di dalam perusahaan. Hal ini menyebabkan terjadinya masalah dalam penentuan antar divisi di dalam perusahaan. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka di satu pihak harga transfer merupakan pendapatan bagi divisi penjual dan di pihak lain merupakan biaya bagi divisi pembeli.

Masalah konsep laba divisi dapat terjadi karena terdapat beberapa konsep yang dapat digunakan untuk mengukur laba suatu divisi seperti laba kontribusi divisi, yang dihitung dari pendapatan divisi dikurangi biaya variabel terkendali divisi dan biaya variabel tak terkendali divisi, laba terkendali divisi, yang dihitung dari pendapatan divisi dikurangi dengan semua biaya terkendali divisi (biaya tetap terkendali dan biaya variabel terkendali), laba langsung divisi, yang dihitung dari pendapatan divisi dikurangi biaya langsung divisi (biaya total terkendali dan biaya total tidak terkendali), laba bersih sebelum pajak divisi, yang dihitung dari pendapatan divisi dikurangi biaya langsung divisi, alokasi biaya dari kantor pusat, sebelum diperhitungkan pajak penghasilan divisi dan laba bersih setelah pajak divisi, yang dihitung dari pendapatan divisi dikurangi biaya langsung divisi, alokasi biaya dari kantor pusat dan pajak penghasilan divisi. Untuk mengatasi hal

tersebut, diperlukan pemilihana konsep yang tepat untuk mengukur laba suatu divisi, dimana hal ini tergantung pada kebijakan perusahaan itu sendiri.

Dokumen terkait