• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III : STRUKTUR TEMA DALAM SURAT AD-DHUHA

B. Struktur Tema Surat Ad-Dhuha

Tema utama surat ini adalah sanggahan terhadap dugaan yang menyatakan bahwa Allah telah meninggalkan Rasul saw. akibat tidak hadirnya wahyu yang selama ini sudah diterima oleh Nabi saw. dan beliau pun dihibur oleh Allah dengan memperoleh anugerah yang membuat beliau merasa puas.

Al-Baqa’i berpendapat tujuan utama turun surat ini adalah menguraikan apa yang disebut pada akhir surat lalu—surat al-Lail—bahwa yang paling bertakwa diantara orang yang bertakwa adalah dia yang mutlak paling bertakwa dalam pandangan Allah, yakni Nabi Muhammad saw. Surat ini terdiri dari 11 ayat. Dan surat ini merupakan surat yang ke-11 yang diturunkan Allah kepada Nabi saw. dengan merujuk kepada penelitian sejumlah pakar al-Qur’an dan para Orientalis seperti Noldeke.6

Surat ad-Dhuha dimulai dengan Qas{am (sumpah) dengan huruf

wawu. Pendapat ulama-ulama terdahulu mengatakan bahwa sumpah dalam

surat ini mengandung makna pengagungan terhadap muqs{am bi>h (objek yang digunakan untuk bersumpah). Ibn Al-Qayyim Al-Jauziyyah

4

Al Wahidi menuliskannya dalam Asbab An Nuzul hal.338, dan As Suyuthi dalam Lubab

Nuqul h.482- 483. Al Hafizh Ibnu Hajar berkata : kisah penundaan Jibril dalam menyampaikan

wahyu disebabkan oleh bangkai anak anjing sering didengar, akan tetapi menjadikan kisah tersebut sebagai sebab turunnya ayat masih gharib bahkan ganjil dan tertolak dikarenakan ada riwayat lain yang shahih menceritakan sebab turunnya ayat. Syaikh Imam Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, Penerjemah; Dudi Rosyadi dan Faturrahman, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), h. 483

5M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, op. cit., h. 325 6

mengatakan bahwa sumpah Allah dengan sebagian mahluk-Nya membuktikan bahwa ia termasuk tanda-tanda kekuasaan-Nya yang besar.7

Dalam sebuah riwayat menyebutkan bahwa pada masa turunnya surat ad-Dhuha ini, Jibril mendekat kepada Nabi, bergelantungan turun menuju beliau saat berada di Abthah,





“Lalu disampaikan wahyu kepada hamba-Nya (Muhammad) apa yang telah diwahyukan Allah”. (QS. An-Najm:10)8

Jibril menyampaikan surat ini yakni, ”Demi waktu Dhuha (ketika

matahari naik sepenggalah). Dan demi malam apabila telah sunyi.” Pada

saat al-Qur’an diturunkan kepada Rasulullah Saw, maka Jibril tidak menemui beliau dalam beberapa hari, hingga beliau berubah dengan sebab itu. Lantas orang-orang musyrik berkata, “Tuhannya telah meninggalkan dia dan membencinya.” Maka allah menurunkan, “Tuhanmu tidak

meninggalkan engkau (Muhammad) dan tidak (pula) membencimu.” (QS.

Ad-Dhuha :3). Ini adalah sumpah langsung dari Allah Ta’ala dengan waktu dhuha dan dengan suasana tenang gelap gulita.9

Sebagian mufassir lain menafsirkan adh-dhuhâ sebagai an-nahâr

kulluhâ (waktu siang secara keseluruhan). Di antara yang berpendapat

demikian adalah Ibnu Jarir ath-Thabari, Qurthubi, asy-Syaukani, al-Baghawi, dan lain-lain.10 Kesimpulan ini didasarkan pada ayat sesudahnya: Wa al-layli idzâ sajâ. Karena dalam ayat sesudahnya disebutkan al-lail (malam), maka kebalikannya adalah an-nahâr (siang).

Dari beberapa penjelasan tersebut dapat kita lihat bahwa salah satu makna yang terkandung dalam surat ad-Dhuha adalah bahwa Allah tidak meninggalkan Nabi Muhammad dan umatnya apalagi membencinya. Hal tersebut juga mengisyaratkan bahwa kasih sayang Allah Swt tidak ada

7‘Aisyah ‘Abdurrahman Bintusy Syathi’, Tafsir Bintusy-Syathi’, op. cit., h.49 8

Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir, Alquran dan Terjemahnya, Departemen Agama 1971, h. 871

9Syaikh Ahmad Syakir, Mukhtasar Tafsir Ibnu Katsir, op. cit., h. 1009 10

Syaikh Imam Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, Penerjemah Dudi Rosyadi dan Fathurrahman, (Jakarta: Pustaka Azzam, ,2009), h. 478

hentinya entah pada siang ataupun malam hari. sebagaimana yang telah difirmankan oleh Allah Swt dalam surat dd-Dhuha ayat 5 – 8:





























Artinya : “Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya

kepadamu , lalu (hati) kamu menjadi puas. Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan.”

Ayat tersebut menyebutkan bahwa dalam keadaan apapun Allah akan selalu menyayangi mahluk-Nya. Di dalam ayat yang ke -5 Allah akan memberikan kamu karunia yang baik di dunia maupun di akhirat sampai kamu merasa puas. Jumhur ulama pun memaknai hal ini dengan karunia akhirat dalam bentuk Maqaman mahmudan sebagai puncaknya. Ridha (kepuasan) adalah puncak dari maqaman mahmudan tersebut. Sebanyak apapun kamu memperoleh kenikmatan yang diberikan oleh Allah SWT, jika tanpa ada rasa puas di dalam hati kamu maka akan selalu merasa kurang. Ridha sendiri adalah pondasi dari ketenangan. Allah akan senantiasa memberikan petunjuk pada orang-orang yang sedang merasa kebingungan dan akan selalu memberi rezeki untuk orang-orang yang mengalami kesulitan.

Selain kasih sayang dari Allah kepada makhluknya yang tiada hentinya, dalam surat ad-Dhuha ini juga mengisyaratkan beberapa hal yang penting yang harus dipahami oleh manusia lebih khususnya kaum muslim. Tiga hal utama yang harus diketahui oleh kaum muslim dalam surat ad-Dhuha ini adalah :

Hal ini digambarkan dalam surat ad-Dhuha ayat 9 :









Artinya : “Sebab itu, terhadap anak yatim janganlah kamu berlaku

sewenang-wenang.”

Sebagaimana dahulu dirimu (wahai Muhammad) seorang yatim yang tidak memiliki ayah, lalu Allah melindungimu dengan penjagaanNya, maka janganlah kamu berlaku sewenang-wenang atau menzhalimi anak yatim. Jangan pula kamu merasa sempit dadamu dengan kehadirannya. Dan jangan pula kamu menghardik atau membentaknya. Bahkan sudah seharusnya kamu memuliakannya. Berilah sesuatu yang mudah untuk kamu berikan kepadanya. Dan bermu’amalahlah kepadanya dengan sebaik-baiknya, sebagaimana kamu bermu’amalah dengan anak-anakmu. penjelasan ini merupakan maksud dari surat ad-Dhuha ayat 9. hal ini berarti bahwa sudah menjadi kewajiban bagi umat manusia untuk saling mengasihi terlebih lagi kepada anak yatim. Tidak berlaku sewenang-wenang kepada anak yatim berarti jangan sampai memperlakukan mereka seenaknya sendiri dengan menganggap bahwa tidak ada seorang pun yang peduli kepadanya.

2. Bersikap welas asih terhadap orang peminta-minta hal ini digambarkan dalam surat ad-Dhuha ayat 10 :









Artinya : “Dan terhadap orang yang minta-minta, janganlah kamu

menghardiknya.”

Orang yang meminta-minta berarti meminta apa saja. Termasuk meminta sebuah jawaban atas pertanyaannya ataupun meminta-minta dalam hal materi. Tidak pernah menyembunyikan apa yang dimiliki dan selalu berbagi dengan sesama.

3. Bersyukur kepada Allah atas segala karunia yang telah diberikan-Nya.









Artinya : “Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu siarkan

(nyatakan).”

Maka hendaklah kamu siarkan berarti hendaknya menyebutkan nikmat apa saja yang telah diberikan oleh Allah kepada orang lain dengan niat tidak ingin dipuji namun lebih untuk menunjukan seberapa besar kasih sayang Allah terhadap hamba-Nya.

Dalam penafsirannya, ‘Aisyah ‘Abdurrahman Bint as-Syathi’ menyebutkan bahwa nikmat yang dimaksud dalam ayat 11 ini bukan nikmat dalam hal materi, namun lebih pada apa yang berhubungan dengan Nabi Muhammad Saw pada masa itu yakni tentang tugas Rasul untuk menyampaikan risalah Tuhan kepada seluruh umat. Dari sinilah Tafsir Bintusy-Syathi’ mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan nikmat adalah risalah, nikmat terbesar yang diperuntukan bagi seorang Nabi utusan Allah Swt.11

Itulah beberapa struktur tema yang yang terkandung dalam surat Ad-Dhuha. Inti dari penjelasan struktur tema tersebut adalah agar kita selalu mengingat akan nikmat Allah dan kasih sayang-Nya yang tidak akan terhenti. Dan untuk mensyukuri nikmat tersebut kita diwajibkan untuk saling mengasihi terhadap sesama.

Dokumen terkait