• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Beberapa Komoditas Perkebunan di Indonesia

Walaupun penelitian tentang komoditas perkebunan telah banyak dilakukan, akan tetapi penelitian tentang aspek ekonomi produksi yang menggunakan pendekatan fungsi keuntungan, khususnya untuk tanaman kelapa, relatif masih sangat terbatas. Berikut ini akan dikemukakan beberapa hasil penelitian di bidang perkebunan yang menggunakan pendekatan fungsi keuntungan, baik dengan model fungsi keuntungan Cobb Douglas, translog, model lain dengan pendekatan multi output multi input, maupun model ekonometrika yang menggunakan persamaan simultan.

Saragih (1980), menggunakan fungsi keuntungan Cobb Douglass untuk menganalisis penawaran output dan permintaan input variabel pada perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara. Disamping itu, dianalisis juga uji keuntungan jangka pendek dan uji skala usaha serta uji effisiensi ekonomi relatif antara kelompok perusahaan swasta dengan perusahaan pemerintah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap peningkatan upah tenaga kerja dan harga input lainnya akan menurunkan keuntungan kelapa sawit. Perubahan upah tenaga kerja harian dan harga pupuk mempunyai pengaruh paling besar terhadap

keuntungan kelapa sawit. Sedangkan perubahan input tetap yang paling berpengaruh terhadap keuntungan adalah luas areal, umur rata-rata tanaman dan kapasitas pabrik. Secara keseluruhan perusahaan kelapa sawit gagal memaksimalkan keuntungan jangka pendek, sementara kondisi skala usaha berada pada fase increasing return to scale. Sedangkan perusahaan kelapa sawit yang dikelola oleh perusahaan swasta lebih efisien dibanding perusahaan milik pemerintah. Penawaran output tidak respon terhadap perubahan harga sendiri, harga input variabel dan input tetap. Permintaan input variabel terhadap perubahan harga output dan terhadap harga sendiri bersifat elastis, sementara elastisitas silang permintaan input variabel bernilai negatif atau bersifat komplementer.

Masih menggunakan fungsi keuntungan Cobb Douglas, Santoso (1987) menganalisis keuntungan usahatani kopi rakyat di daerah Lampung. Hasilnya menunjukkan bahwa luas kebun kopi, jumlah pohon kopi produktif dan umur rata- rata pohon kopi sangat berpengaruh terhadap keuntungan usahatani kopi rakyat. Sementara penawaran output kopi respon terhadap perubahan harga kopi itu sendiri tetapi tidak respon terhadap perubahan harga input.

Nurung (1997) juga melakukan penelitian tentang kopi rakyat dengan menggunakan fungsi keuntungan. Harga pupuk, jumlah pohon kopi produktif, luas kebun kopi dan pengalaman usahatani petani berpengaruh positif terhadap keuntungan usahatani kopi rakyat di daerah Bengkulu. Sedangkan input variabel berupa upah tenaga kerja pemeliharaan, upah tenaga kerja panen dan umur tanaman kopi berpengaruh negatif terhadap keuntungan usahatani kopi. Usahatani kopi lebih menguntungkan bila diusahakan pada lahan luas dan lahan datar dibanding pada lahan sempit dan lahan miring. Sementara skala usaha kopi rakyat berada pada fase menurun atau decreasing return to scale.

Wally (2001) juga meneliti keuntungan dan efisiensi alokatif usahatani kopi di daerah Jaya Wijaya, Irian Jaya, menggunakan fungsi keuntungan Cobb Douglas. Hasilnya menunjukkan bahwa upah tenaga kerja pengolahan, luas lahan produktif, umur tanaman kopi dan pengalaman usahatani petani berpengaruh nyata terhadap keuntungan usahatani kopi rakyat di daerah tersebut. Sementara petani yang mengusahakan kopi pada lahan datar dan dekat daerah kota memiliki keuntungan lebih tinggi dibanding petani yang mengusahakan pada lahan miring dan lokasi yang jauh dari kota. Skala usaha kopi rakyat di daerah ini berada pada fase increasing return to scale. Penawaran output respon terhadap perubahan harga kopi itu sendiri, upah tenaga kerja pengolahan, luas kebun kopi produktif, umur tanaman kopi dan lama pengalaman usahatani, tetapi tidak respon terhadap perubahan upah tenaga kerja pemeliharaan dan tenaga kerja pemasaran. Sedangkan permintaan input respon terhadap perubahan harga masing-masing input.

Siagian (1999), menggunakan pendekatan multi input multi output untuk melihat effisiensi biaya produksi gula di Indonesia. Dengan menggunakan fungsi biaya translog pada kurun waktu 1990 – 1997, ditunjukkan bahwa pabrik gula swasta memiliki efisiensi yang lebih baik dibanding pabrik gula milik pemerintah. Biaya variabel rata-rata meningkat dengan proporsi yang lebih besar dibanding kenaikan output, sehingga skala usaha ekonomi pabrik gula di Indonesia secara umum berada pada fase decreasing return to scale.

Manurung (1993), membangun model ekonometrika industri kelapa sawit Indonesia melalui analisis simulasi kebijakan dengan menggunakan data tahun 1967-1990. Model yang dibentuk berupa persamaan simultan yang dianalisis menggunakan metode Lineair Three Stage Least Square (LTSLS). Hasilnya memperlihatkan bahwa berdasarkan indikator kesejahteraan ekonomi, kebijakan yang transparan bagi konsumen, produsen, spekulator komoditas kelapa sawit

dan pemerintah adalah kebijakan deregulasi perdagangan minyak kelapa sawit, kebijakan penurunan suku bunga, dan kebijakan pajak ekspor. Kebijakan deregulasi perdagangan minyak kelapa sawit akan meningkatkan surplus devisa yang cukup besar sehingga posisi neraca perdagangan akan semakin baik. Kebijakan penurunan suku bunga tertinggi akan meningkatkan surplus semua pelaku ekonomi kelapa sawit sehingga neraca perdagangan akan semakin baik. Sedangkan kebijakan pajak ekspor akan menurunkan surplus devisa tetapi akan meningkatkan surplus produsen dan konsumen.

Suharyono (1996) juga membangun model ekonometrika industri kelapa sawit Indonesia. Analisis yang dilakukan melihat dampak kebijakan ekonomi terhadap komoditas minyak kelapa sawit dan produk industri yang menggunakan bahan baku minyak kelapa sawit di Indonesia. Data yang digunakan adalah data deret waktu dari tahun 1969 - 1993. Kebijakan ekonomi yang paling ideal adalah penurunan suku bunga, peningkatan harga output rata-rata dan peningkatan pendapatan nasional. Kebijakan - kebijakan tersebut mampu meningkatkan total surplus produsen domestik, surplus konsumen domestik dan surplus devisa negara.

Analisis ekonometrika dengan menggunakan teknik simulasi dikembangkan juga pada sistem perdagangan internasional karet alam TSR dan RSS. Teknik ini digunakan oleh Hendratno (1989) dengan menggunakan model

Almost Ideal Demand System (AIDS) untuk menduga koefisien regresi dan elastisitas pangsa permintaan karet alam. Elastisitas pangsa permintaan dihitung dengan menggunakan rumus elastisitas dari sistim permintaan yang dikembangkan oleh Armington. Hasil penelitiannya memperlihatkan bahwa kebijakan pemerintah yang berpengaruh positif terhadap pasar karet alam Indonesia adalah kebijakan devaluasi dan penurunan pajak ekspor. Kebijakan pengembangan pasar ke negara lain memiliki dampak positif dan negatif sebagai

kompensasi alokasi. Sedangkan kebijakan peningkatan harga input akan membawa dampak negatif terhadap pasar karet alam Indonesia.

Djaimi (2001), melakukan penelitian tentang dampak kebijakan harga output dan input terhadap penawaran output dan permintaan input pada komoditas karet dan kelapa sawit, menggunakan fungsi keuntungan translog. Data yang digunakan bersumber dari laporan manajemen dan keuangan beberapa unit kebun di lingkungan PTPN - V dari tahun 1990 -1999. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa penawaran karet alam (Ribbed Smoked Sheet dan Standard Indonesian Rubber) tidak respon terhadap perubahan harganya sendiri, harga output lainnya dan harga input, tetapi respon terhadap perubahan harga pupuk urea, rock phosfat, dan bahan penunjang. Sedangkan penawaran output kelapa sawit tidak respon terhadap perubahan harga sendiri dan harga input. Kenaikan harga output karet dan kelapa sawit dengan proporsi yang lebih besar dari kenaikan harga input berdampak positif terhadap jumlah output yang ditawarkan dan input yang diminta.

Berdasarkan pada masih terbatasnya penelitian ekonomi produksi untuk komoditas kelapa, maka untuk menambah kajian pada komoditas kelapa yang dikelola dalam bentuk perkebunan rakyat, penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan model fungsi keuntungan dengan titik berat kajian pada keuntungan, skala usaha dan efisiensi relatif antara kelapa yang diusahakan pada lahan pasang surut dan pada lahan kering.

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Proses produksi di bidang pertanian secara umum merupakan kegiatan dalam menciptakan dan menambah utilitas barang atau jasa dengan memanfaatkan lahan, tenaga kerja, sarana produksi (bibit, pupuk, dan pestisida), modal dan keterampilan sebagai input (Coelli, et al., 1998, Debertin, 1986; Doll dan Orazem, 1984). Usaha di bidang perkebunan pada umumnya adalah usaha jangka panjang, sehingga membutuhkan keputusan yang tepat untuk menjamin kelangsungan usaha dan meminimalkan resiko yang dihadapi. Keputusan tersebut tidak saja menyangkut komoditas apa yang akan diusahakan, tetapi juga terkait dengan alokasi penggunaan faktor produksi atau input, baik input variabel maupun input tetap dalam proses produksinya.

Alokasi penggunaan faktor produksi atau input dapat diukur dengan menggunakan pendekatan fungsi produksi (”production function approach”) atau metoda perencanaan linier (”lineair programming approach”). Akan tetapi, secara statistik kedua pendekatan ini mempunyai kelemahan yang tidak dapat dihindarkan. Pendekatan menggunakan fungsi produksi akan menghasilkan parameter dugaan yang tidak konsisten karena adanya ”simultaneus equation bias” sedangkan pendekatan perencanaan linier tidak memberikan keyakinan ketelitian terhadap peubah yang diduga (Zellner, 1962; Zellner, Kmenta dan Drezer, 1966, Lau dan Yotopoulus, 1972).

Uraian berikut ini akan menjelaskan tentang fungsi produksi, pendekatan fungsi keuntungan, fungsi keuntungan UOP atau ”Unit Output Price Profit Function” Cobb Douglas, skala usaha, efisiensi, permintaan input dan penawaran output, serta kelemahan-kelemahan fungsi keuntungan Cobb Douglas dalam menduga elastisitas permintaan input dan penawaran output yang akan mendasari kerangka pemikiran dari penelitian ini.

Dokumen terkait