• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Lama Praperlakuan Penyimpanan Antera Terhadap Kemampuan Induksi Kalus pada Jeruk Keprok Garut

HASIL DAN PEMBAHASAN

3. Studi Lama Praperlakuan Penyimpanan Antera Terhadap Kemampuan Induksi Kalus pada Jeruk Keprok Garut

Persentase keberhasilan induksi kalus haploid dari antera selain dipengaruhi oleh fase perkembangan inti mikrospora, juga dipengaruhi oleh praperlakuan terhadap antera sebelum kultur antera. Secara normal, mikrospora akan berkembang menjadi alat reproduksi jantan pada tumbuhan. Praperlakuan suhu dingin akan menghentikan proses tersebut sehingga mikrospora akan berkembang menjadi embrio atau kalus.

Untuk menginduksi terbentuknya kalus haploid atau embrio yang berasal dari mikrospora jeruk keprok Garut, kuncup bunga diberikan praperlakuan suhu dingin (10oC) selama 1, 3, 5, dan 7 hari dan ditanam pada media MT dengan penambahan 10 mg/l pikloram dan 500 mg/l ekstrak malt. Kuncup bunga diberi perlakuan lama penyimpanan pada suhu dingin dengan tujuan untuk mendapatkan lama praperlakuan terbaik dilihat dari respon antera yang membengkak dan mengkalus.

Tabel 3. Pengaruh praperlakuan lama penyimpanan pada suhu dingin (10oC) pada antera jeruk keprok Garut terhadap kemampuan induksi kalus

Umur Kultur (MST) Lama Praperlakuan (hari) Respon Antera membengkak berkalus ∑ % % 2 1 2,2b (22,0) (0,0) 3 3,8b (36,0) (0,0) 5 7,2a (72,0) (0,0) 7 3,0b (26,0) (0,0) 4 1 2,2b (22,0) (0,0) 3 3,8b (36,0) (0,0) 5 7,2a (72,0) (0,0) 7 3,0b (30,0) (0,0) 6 1 2,6b (26,0) (0,0) 3 4,0b (40,0) (0,0) 5 8,0a (80,0) (2,0) 7 3,4b (34,0) (0,0) 8 1 2,6b (28,0) (0,0) 3 4,0b (40,0) (0,0) 5 8,0a (84,0) (2,0) 7 3,4b (36,0) (0,0)

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada setiap umur yang diamat menunjukkan tidak berbeda nyata pada uju DMRT 5%. Media= Murashige and Tucker (MT) + 10mg/l Pic + 500mg/l ekstrak malt, (1), (3), (5), dan (7) hari

Berdasarkan hasil pengamatan pada Tabel 3, diketahui bahwa antera jeruk keprok Garut yang diberi praperlakuan suhu dingin (10oC) selama 5 hari memberikan respon yang paling baik dilihat dari respon antera yang membengkak dan yang mengkalus. Secara umum respon diawali dengan pembengkakan kemudian diikuti dengan pembentukan kalus (Gambar 10).

Praperlakuan dingin (10oC) memberikan pengaruh terhadap peubah antera yang membengkak. Hasil tertinggi pada peubah antera membengkak diperoleh pada praperlakuan 5 hari pada semua umur kultur. Antera membengkak karena terjadi pembelahan sel - sel pada mikrospora yang terdapat di dalam antera, kemudian sel sel mikrospora tersebut akan berkembang menjadi kalus. Kalus yang berada didalam antera akan memaksa dinding antera untuk pecah. Persentase terbentuknya kalus tertinggi (2%) terjadi pada praperlakuan dingin selama lima hari pada umur 6 minggu setelah tanam.

Gambar 10. Respon antera Keprok Garut: A. Membengkak, B. Mengkalus

Praperlakuan penyimpanan suhu dingin (10oC) selama 5 hari pada antera jeruk keprok Garut merupakan praperlakuan terbaik karena mampu membentuk kalus sebesar 2% pada umur 6 minggu setelah tanam, sedangkan praperlakuan penyimpanan 1, 3, dan 7 hari tidak terdapat antera yang mampu terbentuk menjadi kalus. Setelah 8 minggu antera cenderung menjadi coklat dan tidak mengalami perkembangan bahkan sebagian besar antera menjadi mati. Penelitian yang dilakukan oleh Savaskan et al. (1999) pada tanaman Hordeum vulgare L. menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara antera yang diberi praperlakuan dingin selama 21 hari dengan antera yang tidak diberi praperlakuan

dingin. Antera yang diberi praperlakuan dingin selama 21 hari mampu membentuk kalus berkisar 97,4%. Sedangkan antera yang tidak diberikan praperlakuan dingin hanya mampu membentuk kalus 40,2%.

Perlakuan cekaman suhu dingin (4-9oC) pada mikrospora tanaman kedelai varietas Wilis juga dilakukan oleh Budiana (2010) dengan memperoleh hasil bahwa mikrospora yang diberi perlakuan suhu dingin (4-9oC) selama satu minggu menunjukkan pengaruh lebih baik dibandingkan dengan pemberian cekaman suhu ruangan (25-28oC) dan pemberian suhu panas (30 – 33oC).

Rendahnya persentase terbentuknya kalus pada jeruk keprok Garut kemungkinan disebabkan lamanya waktu simpan (7 hari) dalam lemari pendingin sehingga menyebabkan kondisi bunga menjadi rusak (coklat), dan karena komposisi media yang kurang tepat untuk menginduksi kalus jeruk keprok Garut. Pemberian pikloram yang berlebihan pada media dapat menyebabkan kerusakan sistem pertumbuhan jaringan karena pikloram merupakan herbisida yang bersifat toksik (Karjadi & Buchory 2007). Marlina (2009) menyatakan Pemberian pikloram 2 mg/l mampu menginduksi kalus dengan struktur remah pada eksplan umbi.

4. Induksi Kalus pada Antera Keprok Batu 55, Jeruk Siam dan Jeruk

Pamelo

4.1Induksi Kalus pada Antera Jeruk Keprok Batu 55

Antera jeruk keprok Batu 55 yang telah diberi praperlakuan suhu dingin (10oC) selama lima hari dikulturkan pada media padat, media cair, dan media padat + cair dengan komposisi media MT + 3 mg/l BAP + 500 mg/l ekstrak malt memberikan respon yang berbeda - beda untuk setiap perlakuan. Zat pengatur tumbuh ditambahkan untuk mendapatkan respon yang diinginkan berkaitan dengan interaksi zat pengatur tumbuh yang digunakan dengan zat-zat endogen yang terdapat dalam jaringan tumbuhan (Novak et al. 1986). Antera yang dikulturkan pada media padat menunjukkan respon yang paling baik dilihat dari respon antera yang membengkak dan mengkalus (Tabel 4).

Tabel 4. Pengaruh jenis media terhadap respon antera jeruk Keprok Batu 55 Umur kultur

(MST)

Jenis media Respon Antera membengkak berkalus ∑ % %

2

Padat 5,1a (68,75) 9,9 Padat + Cair 5,2a (50,89) 3,4 Cair 3,9b (38,39) 2,7 4 Padat 5,9a (79,46) 13,8 Padat + Cair 5,3b (57,14) 4,5 Cair 5,1b (52,67) 3,6 6 Padat 6,2a (82,14) 14,5 Padat + Cair 5,9b (58,92) 4,5 Cair 4,9c (60,71) 3,6 8 Padat 6,2a (82,14) 14,5 Padat + Cair 5,9b (58,92) 4,5 Cair 4,9b (60,71) 3,6

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada setiap umur yang diamati menunjukkan tidak berbeda nyata pada uju DMRT 5%. Media: MT + 3 mg/l BAP + 500mg/l em.

Berdasarkan Tabel 4 diketahui, media padat mampu memberikan respon berkalus yang paling baik dibanding perlakuan media dua lapis (padat+cair) dan perlakuan media cair. Hal tersebut dapat dilihat dari persentase jumlah antera yang membengkak dan persentase antera yang mengkalus. Sebelum antera terinduksi menjadi kalus, maka terlebih dahulu diikuti oleh pertambahan volume sel yang dapat dilihat dari kondisi antera yang membengkak (Gambar 11).

Pemberian 3 mg/l BAP pada media padat mampu menginduksi kalus sebesar 14,5% pada pengamatan 6 minggu setelah tanam, sedangkan pemberian 3mg/l BAP pada media dua lapis (padat+cair) dan media cair hanya mampu membentuk kalus 4,5% dan 3,6%. Hal tersebut kemungkinan disebabkan komposisi hara dan ZPT pada media yang terlalu banyak (terdapat pada media padat, juga media cair). Budiana (2010) menyatakan bahwa antera tanaman kedelai yang ditanam pada media padat memberikan respon yang lebih baik dibandingkan antera yang ditanam pada media sistem dua lapis.

Kalus yang dihasilkan oleh media padat berwarna putih dan remah, sedangkan perlakuan media padat + cair dan perlakuan media cair cenderung

menghasilkan kalus berwarna coklat dan kurang memberikan respon yang baik terhadap perkembangan antera jeruk keprok Batu 55. Hal tersebut juga didukung Septiani (2008) yang menyatakan bahwa mikrospora kelapa sawit yang dikulturkan pada media dua lapis dapat berkembang melalui proses gametofitik hanya sampai pada tahap biselular, karena sel mikrospora pada tahap selanjutnya mengalami kematian.

Gambar11. Respon antera jeruk Keprok Batu 55: A. Membengkak, B. Mengkalus

4.2Induksi Kalus pada Antera Jeruk Siam

Pembelahan sporofitik pada mikrospora juga dipengaruhi oleh media yang diberikan pada antera. Pembelahan sporofitik terjadi apabila sel – sel mikrospora mampu membelah secara simetri dengan dua inti vegetatif atau lebih. Pemberian 2,4-D dengan konsentrasi yang berbeda memberikan respon yang berbeda pada antera jeruk Siam. Antera yang dikulturkan pada media MT dengan perlakuan 3 mg/l 2,4-D memberikan respon yang paling baik untuk menginduksi terbentuknya kalus (Tabel 5).

B A

Tabel 5. Pengaruh 2,4-D terhadap respon Antera Jeruk Siam

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada setiap umur yang diamati menunjukkan tidak berbeda nyata pada uju DMRT 5%.. Media: MT + 2,4-D + 500 mg/l em

Berdasarkan hasil pengamatan pada Tabel 5, terlihat bahwa konsentrasi media 2,4-D memberikan pengaruh terhadap peubah antera membengkak. Hasil tertinggi pada semua umur kultur pada peubah antera membengkak dihasilkan oleh media 3 mg/l 2,4-D. Setelah antera membengkak, kemudian dinding antera pecah dan kalus akan berproliferasi (Gambar 12).

Respon antera jeruk Siam sudah terlihat pada minggu ke-2 setelah tanam, hal tersebut ditandai dengan terdapatnya antera yang membengkak berkisar 45,7% pada media 3 mg/l 2,4-D, akan tetapi kalus mulai terbentuk setelah empat minggu setelah tanam. Persentase kalus tertinggi berada pada media pemberian 3 mg/l 2,4-D dengan persentase kalus sebesar 1,6% sedangkan pemberian 2,4-D sebanyak 5 mg/l dan 7 mg/l hanya mampu menginduksi kalus sebesar 0,8%. Perlakuan 2,4-D sebanyak 3 mg/l memperlihatkan respon antera yang paling baik kemungkinan konsentrasi 2,4-D sebanyak 3 mg/l merupakan konsentrasi paling tepat untuk menginduksi kalus jeruk Siam, sedangkan pemberian 2,4-D pada konsentrasi 5 mg/l dan 7 mg/l kurang efektif untuk menginduksi kalus Siam. Umur Kultur Media 2,4-D

(mg/l) (MST) Respon Antera membengkak Berkalus ∑ (%) (%) 2 MST 3 3,2a (45,7) 0 5 1,5b (14,3) 0 7 1,3b ( 9,5) 0 4 MST 3 3,2a (49,5) 1,6 5 1,5b (21,9) 0,8 7 1,3b (21,9) 0,8 6 MST 3 3,2a (62,8) 1,6 5 1,5b (30,5) 0,8 7 1,3b (25,7) 0,8 8 MST 3 4,8a (69,5) 1,6 5 2,6b (35,2) 0,8 7 2,0b (26,7) 0,8

Percobaan induksi kalus pada antera jeruk Siam dengan menggunakan zat pengatur tumbuh 2,4-D memperlihatkan respon yang lebih lambat dibanding dengan antera jeruk Keprok Batu 55. Pada antera jeruk Siam kalus terbentuk mulai minggu ke empat setelah tanam berkisar 1,6% pada media 3 mg/l 2,4-D, sedangkan pada antera jeruk Keprok Batu 55 kalus sudah terbentuk pada minggu kedua setelah tanam berkisar 9,9% dengan formulasi media MT + 3mg/l BAP + 500 mg/l ekstrak malt (padat).

Gambar 12. Respon antera jeruk Siam: A. Membengkak, B. Mengkalus

4.3Induksi Kalus pada Antera Jeruk Pamelo

Antera jeruk Pamelo mempunyai ukuran yang lebih panjang dibandingkan dengan ukuran antera jeruk keprok Batu 55 dan jeruk Siam. Antera jeruk Pamelo yang telah diberikan zat pengatur tumbuh berupa kombinasi BAP dan NAA akan memberikan respon yang berbeda dengan antera jeruk keprok Batu 55 dan jeruk Siam yang telah diberikan BAP dan 2.4-D. Benzyl Adenine (BA) merupakan zat pengatur tumbuh jenis sitokinin yang sudah banyak digunakan dalam kultur jaringan. Mariska et al. (1987) menyatakan BAP merupakan zat pengatur tumbuh sintetik yang mempunyai daya rangsang yang lebih lama dan tidak mudah dirombak oleh sistem enzim dalam tanaman.

B A

Tabel 6. Induksi Kalus pada Antera Jeruk Pamelo Umur Kultur Media 3mg/l BAP

(MST) dan NAA (mg/l) Respon Antera membengkak berkalus ∑ (%) (%) 2 MST 1 1.7 (30,6) 0 2 1,3 (17,3) 0 3 1,5 (21,3) 0 4 MST 1 2,4a (44,0) 0 2 1,4b (26,7) 0 3 1,7b (32,0) 0 6 MST 1 3,0a (53,3) 0 2 1,7b (34,7) 0 3 1,6b (32,0) 0 8 MST 1 3,4a (58,7) 2,6 2 2,2b (42,7) 0 3 2,1b (40,0) 0

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada setiap umur yang diamati menunjukkan tidak berbeda nyata pada uju DMRT 5%. MST: Minggu Setelah Tanam Berdasarkan hasil pengamatan (Tabel 6) terlihat bahwa pemberian kombinasi 3 mg/l BAP dan NAA tidak memberikan pengaruh pada peubah respon antera membengkak pada pengamatan minggu ke 2 setelah tanam. Pengaruh baru terlihat pada pengamatan 4, 6, dan 8 minggu setelah tanam. Tingginya respon antera yang membengkak pada penambahan 1 mg/l NAA disebabkan karena pemberian 1mg/l NAA dan 3 mg/l BAP merupakan kombinasi zat pengatur tumbuh yang diinginkan oleh antera jeruk pamelo dalam perkembangannya. Hal tersebut dapat dilihat dari tingginya respon antera jeruk Pamelo yang membengkak sebanyak 57,7%, kemudian antera berkembang menjadi kalus 2,6% (Gambar 13). Berbeda dengan perlakuan kombinasi 3 mg/l BAP dengan (2 dan 3) mg/l NAA yang dianggap bukan merupakan konsentrasi zat pengatur tumbuh yang diinginkan oleh antera pamelo dalam perkembangannya.

Asam naftalena asetat (NAA) merupakan senyawa dari golongan auksin yang mampu menginduksi terjadinya pembengkakan sel dan elongasi pada jaringan. Kalus mulai terbentuk pada minggu ke 8 pada media kombinasi 3 mg/l BAP dengan 1 mg/l NAA. Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk membentuk kalus diduga karena jeruk pamelo mempunyai dinding antera yang lebih tebal

mengakibatkan susahnya mikrospora untuk menyebabkan pecahnya dinding antera.

Penambahan BAP dan NAA secara kombinasi pada dasarnya telah berhasil dilakukan terhadap induksi kalus pada beberapa spesies tanaman. Wulandari et al. (2004) menyatakan bahwa kombinasi 10 mg/l NAA dan 10 mg/l BAP mampu menginduksi kalus dengan bobot basah tertinggi 0,25 gram pada tanaman jeruk manis sedangkan perlakuan kontrol tidak mampu menginduksi kalus. Hal tersebut berbeda dengan hasil penelitian pada antera jeruk Pamelo. Antera jeruk Pamelo yang telah diberikan kombinasi 3 mg/l BAP dan 1 mg/l NAA memberikan respon paling baik dilihat dari jumlah antera yang membengkak dan mengkalus. Namun kombinasi media tersebut tidak mampu menginduksi terbentuknya embrio secara langsung pada antera jeruk Pamelo. Savaskan (1999) mengatakan bahwa media terbaik untuk menginduksi terbentuknya embrio tanaman Barley pada kultur antera terdiri dari kombinasi 2 mg/l NAA dan 1 mg/l BAP. Pemberian 1 mg/l NAA merupakan media terbaik untuk menginduksi kalus embriogeni pada kultur antera jeruk Trovita (Hidaka 1984).

Gambar 13. Respon antera pamelo: A. Mengkalus, B. Perbesaran dengan mikroskop

B A

Dokumen terkait