• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

C. Suasana Tradisi Ritual Jenang Syuro di Berbagai Tempat

Peneliti akan menjelaskan tentang kegiatan bulan Muharram di tempat lain selain di desa RANSI, agar terlihat perbedaan tradisi di bulan Muharram. Ini adalah gambaran umum kegiatan bulan Muharram, sedangkan penjelasan di desa RANSI akan dipaparkan peneliti di bab IV dan V pada tesis ini.

1. Kegiatan Suroan di Desa Brangkal Kecamatan Karanganom

Kabupaten Klaten-Jawa Tengah

Bulan Muharram bagi masyarakat Jawa sangat kental dengan hari yang disebut sakral, sehingga mereka tidak hanya menjadikan di dalam hari tersebut sebagai kegiatan ritual saja, melainkan terdapat kegiatan yang berbeda dalam memaknai 1 Syuro, mereka juga tidak mengadakan pesta sebagaimana orang lain menyambut bulan 1 Januari sebagai rasa untuk memeriahkan tahun baru Masehi dan memeriahkan berupa harapan dapat menempuh kehidupan baru. Berbeda dengan mereka yang merayakan kegiatan Suroan dengan ritual tradisi yang khas dari nenek moyang mereka. Dengan harapan dapat keberkahan hidup nantinya.

40Abu Ziyad, Keutamaan Bulan Muharram, (Riyadh: Maktab Dakwah dan Jaliyat Rabwah, 2007), hlm. 5-6.

Adapun untuk lebih jelasnya, perlu diuraikan tentang pelaksanaan kegiatan Suroan di Desa Brangkal Kecamatan Karanganom Kabupaten Klaten-Jawa Tengah sebagai berikut :

a. Suronan di tempat ini diadakan dengan membaca doa, baik secara bersama-sama ataupun berkelompok. Dengan harapan dapat menjadikan keberkahan bagi yang membaca secara khusu’, ikhlas ketika dilantunka n

ucapan doa, dan semoga dikabulkan hajat-hajat yang diinginkan tentunya dengan rasa percaya diri kepada sang Maha Pencipta yaitu Allah. b. Diadakan pertunjukan wayang kulit guna memberikan wawasan pendidikan

tentang moral dan tingkah laku yang baik.41

2. Kegiatan Suroan di Dusun Tutup Ngisor, Desa Sumber, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang

Suran bagi warga dusun Tutup Ngisor sebagai peringatan berdirinya padhepokan Tjipto Boedaya dan sebagai doa kepada maha kuasa serta diyakini dan dijadikan sebagai instrospeksi diri. Penyelenggraan upacara ritual Suran di dusun Tutup Ngisor sejak tahun 1937 hingga sekarang ini. Upacara ritual setiap bulan Suro di dusun Tutup Ngisor dengan nama Suran. Suran di dusun Tutup Ngisor diselenggarakan pada pertengahan bulan tepatnya tanggal 13-15 bulan Suro selama 3 hari tiga malam berturut-turut. Penyelenggraan ritual Suran dengan menyertakan kesenian.

Beberapa kesenian wajib dipergelarkan pada upacara ritual Suran ini. Kesenian yang ditampilkan pada Suran tersebut sebagai persyaratan wajib

41Djihan Nisa Arini Hidayah, “Persepsi Masyarakat terhadap Tradisi Malam Satu Suro”,

penyelenggaraan upacara ritual itu. Kesenian tersebut adalah uyon-uyon berupa konsert karawitan di makam romo Yoso Soedarmo kemudian tari Kembar Mayang dan Wayang wong lakon Tugu Lumbung Mas, dan kirap jathilan.

Selain itu setiap akhir dari upacara ritual Suran di dusun Tutup ngisor ini juga diselenggarakan pementasan wayang wong gabungan yang didukung oleh para pemain wayang wong tobong dari berbagai kota. Di akhir pementasan biasanya para pemain, penonton, dan semua yang terlibat saling berebut sesajen yang dipasang di atas dan sekitar panggung pementasan. Selain itu juga memfasilitas i pementasan kesenian milik masyarakat dusun sekitar.

Adanya pementasan wayang wong gabungan dan kesenian dari berbagai dusun sekitar dusun Tutup Ngisor sebagai dampak lanjutan dari upacara ritual Suran ini. Dengan berebut sesajen yang terpasang di sekitar panggung pertunjukan itu para pemain wayang wong gabungan meyakini mendapatkan berkah dari upacara ritual Suran ini. Para pemain tetap menjadikan wayang wong menjadi bagian dari ideologinya sehingga wayang wong yang berada di kota seperti Yogyakarta, Surakarta, dan kota lainnya tetap bertahan hidup. Disamping itu, masyarakat dusun sekitar juga mempunyai keyakinan dengan menyertakan keseniaanya tampil pada upacara ritual Suran di dusun Tutup Ngisor itu akan menjadikan kesenian tersebut menjadi lebih berkembang. Adanya upacara ritual Suran di dusun Tutup Ngisor secara tidak langsung juga menghidupkan kesenian-kesenian dusun tersebut. Dalam konteks pedesaan, bahwa sisten gotong royong, saling tolong-menolong, saling membari tidak hanya berupa benda materil ataupun tenaga tetapi juga menyumbangkan pementasan kesenian juga manjadi bagian dari

sistem nilai di dusun itu. Bagaimana pun dusun lain juga berharap ketika nanti suatu waktu dusunnya mempunyai hajat tentu akan disumbang pementasan kesenian dari dusun-dusun sekitarnya juga.42

3. Kegiatan Warga Kampung Jawa Tondano-Maluku di Bulan Muharram

Tradisi yang ada di daerah ini yang masih dilestarikan adalah perayaan 10 Muharram yang biasa disebut oleh mereka dengan merayakan hari Asyuro. Jika diamati maka tidak ada perbedaan antara tradisi yang dilakukan oleh orang Syi’ah

dengan mereka warga kampung Jawa Tondano. Pada hari itu, mereka melaksanakan perayaan dengan harapan untuk mengenang kejadian yang menimpa cucu tercinta baginda Nabi Muhammad yang terjadi lebih dari 1400 tahun yang lalu. Kejadian tersebut menjadi fenomenal dari semenjak saat kejadian masa silam sampai sekarang dengan sebutan hari Karbala. Tidak hanya untuk mengenang saja dalam merayakan hari Asyuro ini, melainkan untuk melakukan tradisi yang dianggap telah diwariskan dari nenek moyang mereka terdahulu yang perlu dilestarikan dan dipertahankan sampai saat ini. Bukannya untuk sekedar melaksanakan tradisi tersebut, melainkan untuk mencapai harapan berupa keberkahan hidup jika melaksanakan perayaan Asyuro.

Tradisi yang dilakukan oleh masyarakat ini berbeda dengan masyarakat Jawa pada umumnya, kita sebut saja masyarakat Yogyakarta atau Solo-Jawa Tengah, mereka melakukan tradisi pada 10 Muharram tidak saja makan-makan,

42Joko Aswoyo, “Upacara Ritual Suran Sebagai Sarana Pelestarian Kesenian Di Dusun Tutup Ngisor, Desa Sumber, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang ”, Asintiya Jurnal Penelitian Seni

melainkan menggiring sapi yang dikeramatkan seakan manusia yang mempunya i jabatan di mata masyarakat di sana. Sedangkan tradisi di masyarakat Jawa Kampung Tondano ini ialah dengan cara mengajak sekitar 40 orang untuk pergi ke Masjid terdekat, lalu melaksanakan tradisi 10 Muharram dengan diawali sholat Tahiyatul Masjid, terkadang salah satu warga ada yang melanjutkan dengan sholat hajat agar dikabulkan hajat mereka. Setelah itu mereka mengucapkan doa yang dilantunkan bersama-sama dengan harapan agar tidak ditimpa kesialan selama bulan-bulan selanjutnya.43

Dokumen terkait