• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II: KAJIAN PUSTAKA

A. Subjective Well-being

3. Apa saja faktor yang mempengaruhi Subjective well-being anak dari keluarga Broken Home?

4. Bagaimana bentuk dinamika Subjective well-being anak dari keluarga Broken Home?

C. Tujuan Penelitian

1. Mendeskripsikan gambaran Subjective well-being anak dari keluarga Broken Home.

2. Memetakan problematika Subjective well-being anak dari keluarga Broken Home.

3. Menganalisa faktor yang mempengaruhi Subjective well-being anak dari keluarga Broken Home.

4. Menemukan bentuk dinamika Subjective well-being anak dari keluarga Broken Home.

D. Manfaat Penelitian 1. Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya ilmu dan pengetahuan di bidang psikologi, khususnya psikologi positif yang berkaitan dengan keluarga dan perkembangan anak khususnya anak dari orang tua yang bercerai (Broken home).

2. Praktis

a. Bagi subjek penelitian

Subjek mampu memahami keadaan dirinya dan mampu mengembangkan diri ke arah yang positif.

b. Bagi orang tua

Sebagai bahan masukan dan pengetahuan agar dapat memperhatikan dan mendampingi anak disetiap masa perkembangannya agar mendukung terciptanya kebahagiaan yang akan mendukung anak untuk tumbuh lebih optimal dan berhasil dikemudian hari.

14 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Subjective Well-being

1. Pengertian Subjective Well-being

Secara bahasa Subjective well-being berasal dari bahasa inggris yang artinya kesejahteraan subjektif. Definisi kesejahteraan subjektif ini sering digunakan sebagai istilah dari kebahagiaan (happiness) yang merujuk pada beberapa arti seperti perasaan senang, emosi positif, dan kepuasan hidup. Sedangkan secara istilah Subjective well-being diartikan sebagai penilaian individu secara kognitif dan afektif terhadap pengalaman hidupnya.

Menurut Diener (1984:543) Subjective well-being atau kesejahteraan subjektif adalah evaluasi individu mengenai kehidupannya. Subjective well-being melibatkan berbagai cara individu dalam mengevaluasi pengalaman-pengalaman dalam kehidupan mereka. Evaluasi ini menyangkut penilaian emosional terhadap berbagai pengalaman yang dialami sepanjang hidup dan penilaian kognitif terhadap kepuasaan hidupnya. Subjective well-being dapat didefinisikan dalam tiga kategori, yang pertama Subjective well-being bukan sekedar pernyataan yang sifatnya subjektif, tetapi merupakan keinginan-keinginan berkualitas yang ingin dimiliki setiap individu. Kedua, Subjective well-being merupakan penilaian individu terhadap berbagai macam kriteria

dalam kehidupannya secara menyeluruh. Ketiga, Subjective well-being jika digunakan dalam kehidupan sehari-hari diartikan sebagai emosi positif yang lebih banyak daripada emosi negatif yang dirasakan oleh individu (Diener, 2009:12).

Subjective well-being sering disama-artikan dengan istilah kebahagiaan dalam kehidupan sehari-hari. Sebenarnya, Subjective well-being tidak hanya menyangkut kebahagiaan atau emosi positif.

Namun, emosi positif merupakan salah satu bagian penting yang menciptakan Subjective well-being itu sendiri (Tov, 2013:1).

Menurut Compton (2005:43) Subjective well-being dapat dibagi menjadi dua variabel utama, yaitu kebahagiaan dan kepuasan hidup.

Kebahagian berkaitan dengan keadaan emosional individu dan bagaimana individu tersebut memaknai diri dan dunianya.

Sedangkan kepuasan hidup mencakup penilaian secara global individu mengenai kemampuan individu tersebut dalam menerima hidupnya.

Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa Subjective well-being adalah penilaian individu terhadap kehidupannya, berkaitan dengan kepuasan dalam kehidupan dan pemaknaan pengalaman-pengalaman hidup yang menyenangkan.

2. Teori-teori Subjective Well-being

Dalam pandangan historis dan filosofis, beberapa ahli menjelaskan teori yang membentuk Subjective Well-being, salah satunya Parfit

(1984) yang membagi teori kesejahteraan (Well-being) menjadi lima yaitu hedonistik (hedonistic), hasrat (desire), dan daftar objektif (objective list), kebahagiaan autentik (authentic happiness) dan teori eudaimonisme (nature-fulfilment).

a. Teori Hedonistik

Secara sederhana hedonisme mengartikan kesejahteraan (Well-being) sebagai kesenangan. Lebih tepatnya kesejahteraan tersusun atas kebahagiaan subjektif yang berfokus pada pengalaman yang menimbulkan kenikmatan. Pembahasan mengenai hedonisme well-being berfokus pada perbandingan antara pengalaman menyenangkan dan tidak menyenangkan yang diperoleh dari penilaian baik atau buruk yang ada dalam kehidupan individu.

Gagasan utama dari teori hedonisme yang terpenting dalam well-being adalah kualitas hedonis dari pengalaman individu itu sendiri.

Daya tarik utama dari pendekatan ini adalah paham bahwa yang terpenting dalam well-being adalah kesenangan dari pengalaman hidup individu.

b. Teori Keinginan

Teori ini mengidentifikasi well-being dengan kepuasan aktual dari keinginan individu. Teori keinginan memiliki banyak macam, salah satunya teori keinginan informasi yang membatasi keinginan sesuai dengan informasi yang kita dapatkan. Hal ini terjadi karena

kita jelas tidak memperoleh kepuasan dari keinginan yang didasarkan pada ketidaktahuan atau irasionalitas.

c. Teori Kebahagiaan Autentik

Teori ini mengidentifikasi well-being sebagai kebahagiaan yang autentik (asli). Menjadi bahagia, dimana kebahagiaan individu diinformasikan sebagai kondisi kehidupan dan otonominya yang mencerminkan nilai yang benar-benar dimiliki individu dan bukan hasil manipulasi atau pengkondisian sosial yang menindas.

Kebahagiaan yang dimaksud disini adalah sesuatu seperti kesejahteraan subjektif (Subjective Well-being), yang melibatkan sikap global kepuasan hidup dan afek positif. Gagasan dasar dalam teori ini adalah kebahagiaan individu harus mencerminkan respon diri sendiri terhadap kehidupan yang ia miliki. Berbeda dengan teori hasrat yang bermasalah dengan bagaimana hasrat yang tidak relevan atau pemenuhan yang tidak mempengaruhi pengalaman individu dapat mempengaruhi kesejahteraan individu tersebut, teori kebahagiaan autentik memandang bahwa hanya apa yang mempengaruhi kebahagiaan individu yang dapat memberi manfaat bagi individu tersebut.

d. Teori Eudaimonisme

Eudaimonisme (etis) cenderung merujuk pada teori-teori kuno yang mendasari etika dalam konsep eudaimonia — gagasan bahwa eudaimonia adalah tujuan yang disepakati bersama yang dengan

tepat menyusun pertimbangan kita tentang cara hidup.

Kesejahteraan terdiri dari pemenuhan alam. Eudaimonik berpendapat bahwa well-being bukan sekedar pencapaian kesenangan, tetapi juga merupakan realisasi potensi diri individu dalam mencapai tujuannya dengan memenuhi dan mengidentifikasi diri individu yang sebenarnya.

e. Teori Daftar Kesejahteraan

Daftar teori kesejahteraan yang mengidentifikasi kesejahteraan dengan beberapa daftar hal, seperti pengetahuan, persahabatan, pencapaian, kesenangan, dll. Keunggulan teori ini berasal dari kenyataan bahwa pendekatan lain tampaknya tidak mampu mencakup seluruh intuisi kita tentang kesejahteraan. Unsur-unsur pada daftar yang paling diusulkan memang dianggap bermanfaat bagi banyak orang. Ketika menilai teori kesejahteraan, penting untuk membedakan kesejahteraan dari gagasan yang lebih luas tentang kehidupan yang baik. Meskipun kadang-kadang kita menggunakan "kehidupan yang baik" hanya sebagai sinonim untuk

"kesejahteraan," tampaknya kita biasanya mengartikan kehidupan yang diinginkan atau dipilih: tidak hanya baik secara moral, atau baik untuk individu yang memimpinnya.

3. Komponen Subjective Well-being

Menurut Diener (1984:543) ada dua komponen umum dalam Subjective well-being, yaitu:

a. Komponen kognitif

Komponen kognitif merupakan evaluasi atau penilaian individu mengenai kehidupannya secara menyeluruh. Komponen kognitif dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu:

1) Evaluasi mengenai kehidupan secara general. Evaluasi ini dapat dikatakan sebagai bagaimana individu memandang atau menilai kehidupannya secara umum atau keseluruhan.

2) Evaluasi mengenai domain spesifik dalam kehidupan. Evaluasi ini dapat berbeda-beda pada setiap individu, bergantung pada peristiwa-peristiwa yang ia alami dalam kehidupannya. Diener (1984) menjelaskan beberapa domain yang dapat digunakan untuk mengetahui Subjective well-being seseorang, seperti pekerjaan, kehidupan keluarga, kesehatan, dan hubungan sosial.

Penilaian mengenai dua poin di atas saling berkaitan satu sama lain, karena penilaian kepuasan hidup secara menyeluruh juga berkaitan dengan penilaian kepuasan pada domain yang ada dalam kehidupan individu secara garis besar.

b. Komponen afektif

Komponen afektif berkaitan dengan bagaimana cara individu memaknai peristiwa-peristiwa dalam hidupnya. Dengan melihat berbagai bentuk dari reaksi afektif individu kita dapat memahami bagaimana cara mereka mengevaluasi atau membuat penilaian

terhadap kehidupannya. Komponen afeksi dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

1) Afek positif (positive affect)

Afek positif merupakan emosi dan suasana hati yang menyenangkan. Emosi positif mencerminkan reaksi individu terhadap peristiwa-peristiwa yang menunjukkan bahwa kehidupan yang ia jalani sesuai dengan apa yang ia inginkan.

Afek positif dapat digambarkan oleh emosi-emosi positif seperti gembira (excited), bangga (proud), semangat (spirit), ketertarikan (interest), kuat (strong), penuh perhatian (attentive) dan kesiap-siagaan (alert).

2) Afek negatif (negative affect)

Afek negatif adalah emosi dan suasana hati tidak menyenangkan yang ditunjukkan oleh individu. Afek negatif ini merupakan respon negatif individu terhadap peristiwa yang ia alami dalam hidupnya. Afek negatif tercermin dari emosi-emosi spesifik seperti sedih (sad), marah (angry), kecewa (disappointed), takut (scared), malu (shame), bersalah (guilty), benci (hated) dan bermusuhan (hostile).

Dalam penelitian mengenai Subjective well-being komponen afek positif dan afek negatif harus sama-sama diukur karena keduanya merupakan komponen penting yang menciptakan kesejahteraan atau Subjective well-being bagi individu.

Dapat disimpulkan bahwa Subjective well-being terdiri dari dua komponen, yaitu komponen kognitif dan komponen afektif. Komponen kognitif yang merupakan refleksi dari persepsi terhadap hal-hal yang dialami individu dalam hidup. Sedangkan komponen afektif merupakan cerminan dari perasaan individu berkaitan dengan pengalaman-pengalaman hidup yang ia alami.

Dokumen terkait