• Tidak ada hasil yang ditemukan

Subjek dalam desain industri adalah pendisain dan pihak lain yang menerima Hak Desain tersebut dari pendisain. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Desain Industri menyebutkan bahwa pendesain adalah seorang atau beberapa orang yang menghasilkan Desain Industri.

Tentu saja desain yang dihasilkan adalah desain yang memiliki ciri khas dan bermanfaat dalam kegiatan produksi dalam perindustria yang dapat diberikan hak untuk memperoleh hak atas desain adalah:

1. Pendesain atau yang menerima hak tersebut dari pendesain

2. Dalam hal pendesain terdiri atas beberapa orang secara bersama, hak desain industri diberikan kepada mereka bersama, kecuali jika diprjanjikan lain.

3. Jika suatu desain industri dibuat dalam hubungan dinas dengan pihak lain dalam lingkungan pekerjaan, pemegang hak desain industri adalah pihak yang untuk dan/atau dalam dinasnya desain industri itu dikerjakan, kecuali ada perjanjian lain antara kedua belah pihak dengan tidak mengurangi hak pendesain apabila penggunaan desain industri itu sampai diperluas ke luar hubungan dinas.

pula bagi desain industri yang dibuat orang lain berdasarkan pesanan yang berlaku dalam hubungan dinas.

5. Jika suatu desain industri dibuat dalam hubungan kerja atau berdasarkan perasaan, orang yang membuat desain industri tersebut itu dianggap sebagai pendesain dan pemgang hak desain industri, kecuali jika diperjanjiakan lain antara kedua pihak.

Sedangkan yang menjadi objek/lingkup Desain Industri adalah hasil karya intelektual berupa kreasi tentang bentuk, berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi, mempunyai nilai estetis, dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi dan mampu menghasilkan produk atau komoditas industri atau kerajinan tangan.

Dalam Undang – Undang Desain Industri tidak ditemukan definisi dan ruanglingkup dari bentuk nilai yang estetis, bagaiman yang disebut dengan estetis, sehingga terjadi kerancuan karena batas nilai estetis tersebut tidak tegas. Selain itu juga terdapat kekaburan antara apa saja yang dianggap baru dan bilamana suatu desain industri dianggap bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Subyek dan obyek Merek.

Hak atas merek adalah hak eklusif yang diberikan oleh Negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri Merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya. Berdasarkan rumusan pasal 3 Undang-Undang N0 15 Tahun 2001 tersebut dapat dipahami bahwa subyek dari hak merek adalah ;

a. Orang/badan yang namanya tercantum didalam sertifikat Merek. b. Pihak lain yang memperoleh hak dari pemilik Merek berdasarkan

menurut cara-cara yang dibenarkan oleh perundang-undangan.

Perolehan hak merek pihak lain dapat terjadi karena hak merek dapat beralih atau dialihkan sebagaimana diatur menurut pasal 40 Undang-Undang N0 15 Tahun 2015 tentang Merek yaitu :

a. Pewarisan b. Wasiat c. Hibah

d. Perjanjian atau

e. Sebab-sebab lain yang dibenrkan oleh peraturan perundang-undangan.

Sedangkan yang menjadi obyek hak Merek adalah Merek Jasa dan merek dagang dan Merek Kolektif. Merek Jasa adalah yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya. Merek dagang adalah Merek yang digunakan pada barangyang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya. Sedangkan Merek kolektif adalah Merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya.

BAB III

APLIKASI DESAIN INDUSTRI PADA PRODUK YANG SAMA DENGAN MEREK BERBEDA

3.1.Kasus Dan Analisa Aplikasi Desain Industri Pada Produk Yang Sama Dengan Merek Berbeda.

Kronologi kasus dapat digambarkan sebagai berikut:

(Akibat Hukum)

Kesepakatan penggunaan Desain yang sama antara pihak PT. Toyota

Pabrik Produksi Area Industri Sunter, Jakarta

Stamping – Casting – Engine- Painting - Assembly

PT. Astra Internasional Tbk (ASTRA)

Marger Join Venture

PT. Toyota Astra Motor (TAM)

PT. Astra Daihatsu Motor (ADM)

Astra Motor (TOYOTA) dan PT. Astra Daihatsu Motor (DAIHATSU) terjadi karena para pihak memiliki beberapa misi dan misi yang sama dalam menghadapi persaingan bisnis khususnya dalam bidang industri otomotif untuk kedepannya. Iklim dan ritme kolaboratif membutuhkan karakter kerja individu yang selalu siap berpartisipasi dalam kolaborasi, dan mengharapkan orang lain untuk berpartisipasi.

PT. Astra Internasional Tbk adalah salah satu entitas bisnis yang terdiri dari 6 lini usaha, yaitu: Otomotif, Jasa Keuangan, Alat Berat & Pertambangan, Agribisnis, Infrastruktur & Logistik dan Teknologi Informasi dengan lebih dari 1000 jaringan outlet yang tersebar luas di seluruh Indonesia dan telah melayani lebih dari 10 juta pelanggan, selalu ikut serta mengambil bagian dalam perkembangan ekonomi dan sosial di negeri ini. Di bidang otomotif, Astra memiliki pengalaman dalam distribusi kendaraan yang meliputi pelayanan pembelian, perawatan, penggantian suku cadang dan pelayanan purnajual. Untuk menunjang kelangsungan dan kelancaran bisnisnya PT. Astra Internasional Tbk melakukan JoinVenture dengan PT. Toyota Astra Motor dan PT. Astra Daihatsu Motor.

Pada masa krisis, Astra yang tadinya memiliki saham 75% di ADM, direstrukturisasi menjadi 50%. Jumlah direksi seluruhnya ada 8 orang, yakni 4 orang dari pihak Astra dan 4 dari pihak Jepang. Saham Daihatsu di Jepang, 50%-nya dimiliki oleh Toyota sejak 1957-an. Pada saat itu sudah terjadi kolaborasi produk antara Toyota dan Daihatsu di Jepang. Ketika itu, Daihatsu memikirkan bahwa pasca-krisis harga mobil melonjak tajam. Kijang semula harganya Rp

30 juta – Rp 40 juta, pasca krisis menjadi Rp 150 juta. Pada kondisi ini, yang dibutuhkan adalah kendaraan untuk keluarga yang minimal bisa menampung 7 orang. Pihak daihatsu sudah lakukan survei mengenai ini, dan model mobilnya disukai adalah yang ada moncong di bagian depannya. Pihak daihatsu dan teman-teman di DMC sudah memikirkan ke arah sana, namun dengan kisaran harga yang dapat dijangkau masyarakat luas.

Pihak Daihatsu tahu produk Kijang Toyota akan beralih menjadi Innova yang full model change dan harga yang tinggi. Nah, pihak Daihatsu menawarkan ke Toyota untuk berkolaborasi memproduksi kendaraan yang spesifikasinya seperti yang dijelaskan tadi dan Toyota ikut menjual produk ini, sama dengan yang terjadi di Jepang. Toyota pun melihat hal yang sama. Akhirnya terjadilah proyek kolaborasi Xenia-Avanza. Setelah jadi, dipisah menjadi 2, yang Daihatsu bernama Xenia dan Toyota bernama Avanza.

Pada saat itulah kolaborasi generasi pertama terjadi dengan mengeluarkan produk Xenia Avanza. Kolaborasi ini merupakan tonggak penting dalam sejarah industri otomotif di Indonesia, inilah produk otomotif pertama yang desainnya dibuat oleh putra bangsa, dipilih secara global mengalahkan desainer dari Itali, Perancis dan Jepang. Dalam kolaborasi ini, DAIHATSU yang selama ini dikenal sebagai spesialis pembuat mobil compact, berperan mulai dari perencanaan, pengembangan dan produksi. Sementara TOYOTA sebagai pemain otomotif global yang sudah puluhan tahun merebut hati masyarakat di Indonesia, dikenal dengan produk dan layanan yang berkualitas tinggi, sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia, tangguh dan

terbaik di kelasnya. Salah satu produk Toyota yang lekat di hati masyarakat ialah Toyota Kijang, yang lebih dari 30 tahun telah menjadi bagian dari keluarga Indonesia.Tetapi, masalah selanjutnya adalah pabrik yang memproduksi kendaraan ini. Setelah krisis, kapasitas pabrik ADM sebesar 78.000 per tahun. Sementara, saat itu ADM hanya jualan Daihatsu Taruna dan Zebra yang volume produksi setahun hanya 18.000, atau paling banyak 20.000 unit. Jadi, hanya 25% dari kapasitas produksi. Pada waktu itu utang yang dimiliki oleh pihak Daihatsu cukup besar. Maka saat itu CEO Daihatsu pergi ke Jepang dan mengusulkan untuk buat produk di Indonesia, yaitu MPV Xenia-Avanza ini. Kami menginginkan produksi proyek kolaborasi ini dibuat di pabrik ADM agar kapasitas produksinya bisa terisi. Akan tetapi, Toyota melihat tingkat kualitas pabrik ADM jauh di bawah Toyota. Akhirnya saya membuat tim production

strategy committee yang bertugas menaikkan QCD level ADM agar sama dengan

pabrik Jepang. Kami waktu itu harus kerja keras. Ketika pengecekan kedua, akhirnya baru disetujui karena ADM sudah mampu, secara QCD level, untuk membuat produk Toyota. Akhirnya, produksi Toyota diserahkan ke ADM.8

8 Edisi Tanpa Aktu, http://swa.co.id/ceo-interview/sudirman-mr-belajar-belajar-belajar, Diakses pada 1 September 2015.

3.2.Analisa kasus.

Akibat yang timbul dari kolaborasi produk antara pihak Toyota dengan pihak Daihatsu yang mana pihak PT Daihatsu adalah Pendesain sehingga PT. Astra Daihatsu Motor (ADM) berhak mendapat royallty fee , sehingga pihak PT. Toyota Astra Motor (TAM) juga berhak menggunakan bersama desain tersebut. Berdasarkan Pasal 1 angka 5 Undang-Undang N0 31 Tahun 2000 menyatakan; “Hak Desain Industri adalah hak eklusif yang diberikan oleh negara Republik Indonesia kepada Pendesain atas hasil kreasinya untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri, atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakan hak tersebut.

Dari rumusan tentang hak desain seperti yang diurakan didalam pasal 1 angka 5 tersebut diatas trsirat bahwa hak Desain Industri tidak lahir dengan sendirinya setalah ide pendesain telah diekpresikan kedalam sebuah karya nyata. Tetapi hanya diberikan oleh Negara Republik Indonesia. Sudah tentu dilakukan dengan telah dipenuhi persyratan-persyaratan yang telah ditentukan, seperti persyaratan Desain Industri harus didaftarkan ke Dirjen KI sampai pada akhirnya memperoleh sertifikat Desain Industri. Didalam sertifikat tersebut dapat diketahui siapa pemilik desain tersebut dan selakigus memberikan hak kepada pendesain untuk melaksanakan sendiri desainnya atau memberikan ijin kepada piuhak lain untuk melaksanakannya. Oleh karena itu suatu Desain Industri dapat juga dilaksanakan oleh pihak lain asalnya pihak yang berhak atas Desain tersebut telan mengizinkannya atau dengan kata lain bilamana pihak yang berhak telah mengalihkanyan hak Desain Industrinya.

Berdasarkan uraian tersebut diatas maka dapatlah dikatakan bahwa aplikasi Desain Industri PT ADM (Astra Daihatsu Motor ) dapat dilakukan oleh pihak PT Astra

Motor pada produk yang sejenis walaupun produk tersebut diberikan Merek yang berbeda yaitu Toyota Kijang Avansa. Hal tersebut dimungkinkan karena aplikasi tersebut didasari oleh adanya kesepakatan kolaborasi produsi. Kesepakatan tersebut dengan mudah dapat dicapai oleh kedua prusahaan tersebut karena dilihat dari komposisi kepemilikan saham dari PT Astra Motor terhadap PT Astra Daihatsu Motor sangat memungkinknya .

Pada dasarnya pengalihan dan perelihan terhadap Kekayaan Intelektuan khususnya hak Desain Industri hanya dapat dilakukan sesuai denagan pasal 31 Undang-Undang N0 31 Tahun 2000 yang menyatakan ;

1) Hak Desain Industri dapat beralih atau dialihkan dengan; a) Pewarisan

b) Hibah c) Wasiat

d) Perjanjian tertulis atau

e) Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan 2. Pengalihan Hak Desain Industri sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 disertai

dengan dokumen tentang pengalihan hak.

3. Segala bentuk pengalihan Hak Desain Industri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib didaftar dalam Daftar Umum Desain Industri pada Direktorat Jendral dengan membayar biaya sebagaimana diatus dalam Undang-Undang ini

4. Pengalihan Hak Desain Industri yang tidak dicatatkan dalam Daftar Umum Desain Industri tidak berakibat kepada pihak ketiga.

diumumkan dalam Berita Resmi Desain Industri

Aplikasi Desain Industri yang terjadi antara PT Astra Motor Dengan PT Daihatsu Motor dalam produk mobil dengan Merek Toyota Avanza dan Xenia hanya dilakukan berdasarkan kesepakata kolaborasi. Pengalihan pelaksanaan Hak Desain Industri seperti tersebut memang dibenarkan karena telah didasari dengan adanya kesepakatan tetapi kesepakatan tersebut belum mempunyai daya mengikat terhadap pihak ketiga.

BAB IV PENUTUP

1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana diuraikan diatas maka dapat ditari kesimpulan sebagai berikut :

1. Aplikasi Desain Industri PT Astra Daihatsu Motor pada produk PT Astra Motor yang sama dapat dilakukan walaupun produk tersebut diberi Merek yang berbeda karena aplikasi tersebut didasarkan kesepakatan kolaborasi dalam bidang produksi.

2. Prosedur aplikasi Desain Industri kedalam produk yang sejenis dengan Merek yang berbeda dapat terjadi dengan kesefakatan antara pihak pemilik Desain Industri dengan pengguna Desain Industri.

2. Saran

1. Dalam rangka menjamin perlindungan penggunaan Hak Desain Industri pihak lain hendaknya dilakukan denagan lisensi.

2. Untuk menjamin kepastian hukum dalam hak menggunakan Desain Indusatri pihak lain hendaknya tidak cukup dilakukan dengan berdasarkan kesepakatan saja, karena kesepatan dalam penggunaan Desain Industri sebaiknya dilakukan dengan kesefakatan secara tertulis dan diftarkan di Dirjen KI.

DAFTAR PUSTAKA

I. BUKU-BUKU

A Zen Umar Purba, 22 Mei 2000, Penegakan Hukum di Bidang HKI, Kompas, Jakarta.

H.OK. Saidin, 2013, Aspek Hukum Hak Kekayaan Internasional (Intellectual Property Right), PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Hadi Setia Tunggal, 2012, Hukum Kekayaan Intelektual (HKI/HaKI), Harvarindo, Jakarta.

Peter Mahmud Marzuki, 2011, Penelitian Hukum, Cetakan 7, Kencana Prenada Media Group, Jakarta.

Satijipto Raharjo,2000, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

II. ARTIKEL :

Edisi Tanpa Aktu, http://swa.co.id/ceo-interview/sudirman-mr-belajar-belajar-belajar, Diakses pada 1 September 2015.

III. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN :

Negara Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri.

Negara Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer).

Dokumen terkait