• Tidak ada hasil yang ditemukan

SUMBER DAYA

Dalam dokumen Perda Nomor 7 Tahun 2106 (Halaman 29-39)

Bagian Kesatu Umum Pasal 40

Sumber daya penyelenggaraan kesejahteraan sosial, meliputi: a. sumber daya manusia;

b. sarana dan prasarana; dan c. sumber pendanaan.

Bagian Kedua Sumber Daya Manusia

Pasal 41

(1) Sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf a terdiri atas:

a. tenaga kesejahteraan sosial, paling kurang memiliki kualifikasi pelatihan keterampilan di bidang kesejahteraan sosial dan pengalaman melaksanakan pelayanan sosial;

b. pekerja sosial profesional, paling kurang memiliki kualifikasi: 1. pendidikan di bidang pekerjaan sosial/kesejahteraan

sosial;

2. pelatihan dan keterampilan pelayanan sosial; dan 3. pengalaman melaksanakan pelayanan sosial;

c. relawan sosial, paling kurang memiliki pengalaman melaksanakan pelayanan kesejahteraan sosial; dan

d. penyuluh sosial, paling kurang memiliki kualifikasi pelatihan bidang penyuluhan kesejahteraan sosial.

(2) Tenaga kesejahteraan sosial, pekerja sosial profesional, relawan sosial dan penyuluh sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memperoleh: a. pendidikan, b. pelatihan; c. promosi; d. tunjangan; dan/atau e. penghargaan.

(3) Pembinaan sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan dengan ketentuan:

a. pembinaan umum untuk tenaga kesejahteraan sosial, pekerja sosial profesional, relawan sosial dan penyuluh sosial dari unsur Pemerintah Daerah dan masyarakat, menjadi kewenangan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial; dan

b. pembinaan teknis bagi tenaga kesejahteraan sosial, pekerja sosial profesional, relawan sosial dan penyuluh sosial dari unsur Pemerintah Daerah dan masyarakat menjadi kewenangan Bupati.

Bagian Ketiga Sarana dan Prasarana

Pasal 42

(1) Sarana dan prasarana penyelenggaraan pelayanan kesejahteraan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf b, antara lain:

a. balai kesejahteraan sosial; b. panti sosial;

c. pusat rehabilitasi sosial;

d. pusat pendidikan dan pelatihan; e. pusat kesejahteraan sosial; f. rumah singgah;

g. rumah perlindungan anak; h. rumah perlindungan sosial; dan i. loka bina karya.

(2) Penyediaan sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan skala prioritas kebutuhan dalam penanganan PMKS.

(3) Sarana dan prasarana penyelenggaraan pelayanan kesejahteraan sosial milik dan/ atau dikuasai oleh Pemerintah Daerah tidak boleh dialihfungsikan untuk selain penyelenggaraan kesejahteraan sosial.

Bagian Keempat Sumber Pendanaan

Pasal 43

(1) Pendanaan penyelenggaraan kesejahteraan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf c menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, Pemerintah Daerah, Pemerintahan Desa, dunia usaha dan masyarakat.

(2) Sumber pendanaan untuk penyelenggaraan pelayanan kesejahteraan sosial di Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi :

a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;

b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Jawa Barat;

c. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; d. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa;

e. sumbangan masyarakat dan/atau pelaku usaha;

f. dana yang disisihkan dari badan usaha sebagai pemenuhan kewajiban dan tanggung jawab sosial dan lingkungan;

g. bantuan asing sesuai dengan kebijakan pemerintah dan peraturan perundang-undangan; dan

h. sumber pendanaan yang sah dan tidak mengikat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Usaha pengumpulan dan penggunaan sumber pendanaan yang berasal dari sumbangan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e diatur dalam Peraturan Bupati.

BAB VIII

PENDAFTARAN DAN PERIZINAN Bagian Kesatu

Pendaftaran Pasal 44

(1) Setiap lembaga yang menyelenggarakan kesejahteraan sosial di Daerah wajib mendaftarkan kepada Dinas.

(2) Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan cepat, mudah dan tanpa biaya.

(3) Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh pengurus lembaga yang bersangkutan dengan mengajukan permohonan kepada Bupati, dengan melampirkan:

a. anggaran dasar dan anggaran rumah tangga;

b. akta pendirian bagi lembaga yang berbadan hukum; c. surat keterangan domisili; dan

d. Nomor Pokok Wajib Pajak.

(4) Persyaratan dan tata cara pendaftaran lembaga yang menyelenggarakan kesejahteraan sosial sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

(5) Bagi lembaga yang menyelenggarakan kesejahteraan sosial yang telah terdaftar wajib mengurus perizinan kepada pejabat yang berwenang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Kedua Perizinan

Pasal 45

(1) Setiap orang yang akan menyelenggarakan pengumpulan sumbangan dalam bentuk uang dan/atau barang di Daerah, wajib memiliki izin terlebih dahulu dari Bupati dan melaporkan kegiatannya kepada Bupati sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Izin pengumpulan sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk kegiatan ibadah dan kegiatan sosial kemasyarakatan dalam lingkup Rukun Tetangga/Rukun Warga setempat.

(3) Izin pengumpulan sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati.

(4) Badan/lembaga dan dunia usaha yang akan menyelenggarakan undian gratis berhadiah wajib memiliki izin terlebih dahulu dari pejabat berwenang berdasarkan rekomendasi dari Bupati.

BAB IX

SERTIFIKASI DAN AKREDITASI Bagian Kesatu

Sertifikasi Pasal 46

(1) Setiap pekerja sosial profesional dan tenaga kesejahteraan sosial yang melakukan pelayanan sosial di Daerah, wajib memiliki sertifikasi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk menentukan kualifikasi dan kompetensi di bidang praktek pekerjaan sosial dan/atau pelayanan kesejahteraan sosial sesuai standar kompetensi.

Bagian Kedua Akreditasi

Pasal 47

(1) Setiap lembaga di bidang kesejahteraan sosial milik Pemerintah Daerah dan masyarakat yang melakukan pelayanan kesejahteraan sosial, wajib memiliki akreditasi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk menjamin dan meningkatkan mutu penyelenggaraan pelayanan kesejahteraan sosial.

BAB X

KERJASAMA DAN KEMITRAAN Bagian Kesatu

Kerjasama Pasal 48

(1) Pemerintah Daerah mengembangkan pola kerjasama dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesejahteraan sosial sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan :

a. Pemerintah;

b. Pemerintah Provinsi Jawa Barat; c. pemerintah daerah lain;

d. pihak luar negeri; dan e. pihak lain.

(3) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam Perjanjian Kerjasama sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Bentuk kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berupa : a. pendanaan;

b. tenaga ahli;

c. sarana dan prasarana; d. pendidikan dan pelatihan; e. penelitian dan pengembangan; f. pemulangan dan pembinaan lanjut; g. penyuluhan sosial; dan

h. kerjasama lain sesuai kesepakatan.

Bagian Kedua Kemitraan

Pasal 49

(1) Pemerintah Daerah dapat membentuk kemitraan dengan dunia usaha, perguruan tinggi, organisasi sosial dan/atau lembaga lain dalam rangka penyelenggaraan kesejahteraan sosial sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui: a. penyediaan dana kesejahteraan sosial;

b. pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; c. penelitian dan pengembangan;

d. peningkatan kapasitas sumber daya manusia dan lembaga kesejahteraan sosial;

e. sarana dan prasarana; dan

f. kegiatan lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 50

(1) Pemerintah Daerah mengkoordinasikan kegiatan penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang didanai dunia usaha melalui tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan.

(2) Penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang didanai dunia usaha melalui tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diarahkan pada program yang telah ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah.

BAB XI

PERAN MASYARAKAT Pasal 51

(1) Masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk berperan dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial.

(2) Peran masyarakat dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial, dapat dilakukan oleh:

a. perseorangan; b. keluarga;

c. organisasi keagamaan;

d. organisasi kemasyarakatan; e. lembaga swadaya masyarakat; f. organisasi profesi;

g. badan usaha/pelaku usaha;

h. lembaga kesejahteraan sosial; dan i. lembaga kesejahteraan sosial asing.

Pasal 52

Peran masyarakat dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial dapat berupa pemikiran, prakarsa, keahlian, dukungan, kegiatan, tenaga, dana, barang, jasa, dan/atau fasilitas untuk penyelenggaraan kesejahteraan sosial, yang dilakukan melalui kegiatan:

a. pemberian saran dan pertimbangan dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial;

b. pelestarian nilai-nilai luhur budaya bangsa, kesetiakawanan sosial, dan kearifan lokal yang mendukung penyelenggaraan kesejahteraan sosial;

c. penyediaan sumber daya manusia dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial;

d. penyediaan dana, jasa, sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial;

e. pemberian pelayanan kepada PMKS; dan/atau f. peningkatan kemampuan PSKS.

Pasal 53

(1) Masyarakat berprestasi yang sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan penyelenggaraan kesejahteraan sosial, diberikan penghargaan dan dukungan dari Pemerintah Daerah.

(2) Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk piagam, plakat, medali, bintang, satyalencana, dan/atau bentuk lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa akses informasi peluang pasar hasil usaha, fasilitasi dan bimbingan penyelenggaraan kesejahteraan sosial, pemberian stimulan, pengembangan dan penguatan kelembagaan, serta pemberian pelatihan dan penyediaan tenaga ahli.

Pasal 54

(1) Untuk melaksanakan peran masyarakat dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial di Daerah dapat dilakukan koordinasi antar lembaga/organisasi sosial.

(2) Pelaksanaan koordinasi peyelenggaraan kesejahteraan sosial oleh masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwujudkan dengan membentuk suatu lembaga koordinasi kesejahteraan sosial nonpemerintah dan bersifat terbuka, independen, serta mandiri.

(3) Lembaga koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat otonom dan bukan merupakan lembaga yang mempunyai hubungan hierarki.

Pasal 55

Lembaga koordinasi kesejahteraan sosial mempunyai tugas: a. mengkoordinasikan organisasi/lembaga sosial;

b. membina organisasi/lembaga sosial;

c. mengembangkan model pelayanan kesejahteraan sosial;

d. menyelenggarakan forum komunikasi dan konsultasi penyelenggaraan kesejahteraan sosial; dan

e. melakukan advokasi sosial dan advokasi anggaran terhadap lembaga/organisasi sosial.

Pasal 56

Pembentukan lembaga koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (2) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB XII LARANGAN

Pasal 57 Setiap orang dilarang:

a. menjadi anak jalanan, gelandangan, pengemis, pengamen, pengelap mobil, penari jalanan, pengatur lalulintas ilegal dan topeng monyet jalanan, atau kegiatan sejenis, baik dilakukan sendiri-sendiri atau bersama-sama di jalan, angkutan umum atau tempat umum lainnya; b. memberikan sejumlah uang dan/atau barang kepada anak jalanan,

gelandangan, pengemis, pengamen, pedagang asongan, pengelap mobil, penari jalanan, pengatur lalulintas ilegal dan topeng monyet jalanan, atau kegiatan sejenis di jalanan atau tempat-tempat yang mengganggu ketertiban umum;

c. menghimpun dan menyuruh orang lain untuk menjadi anak jalanan, gelandangan, pengemis, pengamen, pedagang asongan, pengelap mobil, penari jalanan, pengatur lalulintas ilegal dan topeng monyet jalanan, atau kegiatan sejenis untuk dimanfaatkan dan ditarik penghasilannya.

Pasal 58

Setiap orang dilarang berkumpul atau bertingkah laku di jalan, jalur hijau, taman dan tempat-tempat umum yang patut diduga kemudian berbuat asusila.

Pasal 59

(1) Setiap orang dilarang menggunakan atau menyediakan rumah sebagai tempat untuk berbuat asusila.

(2) Setiap orang dilarang memberi kesempatan untuk berbuat asusila, menyuruh, memfasilitasi, membujuk, memaksa orang lain untuk menjadi tuna susila dan memakai jasa tuna susila.

Pasal 60

Setiap orang dilarang menyediakan tempat dan menyelenggarakan segala bentuk undian dengan memberikan hadiah dalam bentuk apapun kecuali memiliki izin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 61

Setiap orang dilarang menyelenggarakan pengumpulan sumbangan dalam bentuk uang dan/atau barang tanpa izin dari Bupati.

Pasal 62

Setiap lembaga yang menyelenggarakan kesejahteraan sosial dilarang melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan tujuan penyelenggaraan kesejahteraan sosial.

BAB XIII

SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 63

(1) Setiap lembaga kesejahteraan sosial yang melanggar ketentuan Pasal 44 ayat (1) dikenakan sanksi administratif berupa:

a. peringatan tertulis;

b. penghentian sementara dari kegiatan; dan c. penghentian kegiatan.

(2) Setiap lembaga kesejahteraan sosial yang melanggar ketentuan Pasal 44 ayat (5) dikenakan sanksi administratif berupa:

a. peringatan tertulis;

b. penghentian sementara dari kegiatan; c. penghentian kegiatan; dan

d. pembekuan surat tanda terdaftar.

(3) Setiap lembaga kesejahteraan sosial yang melanggar ketentuan Pasal 62 dikenakan sanksi administratif berupa:

a. peringatan tertulis;

b. penghentian sementara dari kegiatan; c. penghentian kegiatan; dan/atau d. pembekuan surat tanda terdaftar.

(4) Setiap orang yang menyelenggarakan pengumpulan sumbangan dalam bentuk uang dan/atau barang di Daerah tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) dikenakan sanksi administratif berupa:

a. peringatan tertulis;

b. penghentian sementara dari kegiatan; dan c. penghentian kegiatan.

(5) Setiap orang yang memiliki izin untuk menyelenggarakan pengumpulan sumbangan dalam bentuk uang dan/atau barang di Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) yang melanggar ketentuan izin yang dimilikinya dikenakan sanksi administratif berupa:

a. peringatan tertulis;

b. penghentian sementara dari kegiatan; dan c. pencabutan izin.

(6) Setiap orang yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 57, Pasal 58, Pasal 59, Pasal 60 dan Pasal 61 dikenakan sanksi administratif dan/atau tindakan penertiban sesuai Peraturan Daerah tentang Ketertiban Umum dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

BAB XIV PENYIDIKAN

Pasal 64

(1) Pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melaksanakan penyidikan atas pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Peraturan Daerah ini.

(2) Dalam melaksanakan penyidikan, penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berwenang:

a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan dari seseorang berkenaan dengan adanya tindak pidana;

b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana;

c. melakukan tindakan pertama pada saat ditempat kejadian dan melakukan pemeriksaan;

d. meminta keterangan dari perusahaan perorangan dan badan hukum sehubungan dengan tindak pidana;

e. melakukan penggeledahan untuk mendapat bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen serta melakukan penyitaan terhadap barang bukti tersebut;

f. meminta bantuan tenaga ahli dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;

g. menyuruh berhenti, melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan/atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud dalam huruf e;

h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana.

i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

j. menghentikan penyidikan setelah mendapat petunjuk dari Penyidik Kepolisian Republik Indonesia, bahwa tidak terdapat cukup bukti, atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum, tersangka, atau keluarganya; dan/atau

k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (2), memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikan kepada penuntut umum melalui Penyidik Kepolisian Republik Indonesia dan Koordinator Pengawas Penyidik Pegawai Negeri Sipil, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

BAB XV

KETENTUAN PIDANA Pasal 65

(1) Setiap orang yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 huruf a, diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah).

(2) Setiap orang yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 huruf b, diancam pidana denda paling banyak Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah).

(3) Setiap orang yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 huruf c, diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).

(4) Setiap orang yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, Pasal 60, Pasal 61 dan Pasal 62 diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).

(5) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) adalah pelanggaran.

(6) Dalam hal pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh undang-undang dinyatakan sebagai pelanggaran atau kejahatan, maka dipidana sesuai ketentuan undang-undang yang bersangkutan.

BAB XVI

KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 66

Nomenklatur SKPD yang tugas dan tanggung jawabnya meliputi penyelenggaraan kesejahteraan sosial disesuaikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB XVII

KETENTUAN PENUTUP Pasal 67

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Bogor.

Ditetapkan di Cibinong

pada tanggal 30 Juni 201630 Juni 2016

BUPATI BOGOR,

NURHAYANTI

Diundangkan di Cibinong

pada tanggal 30 Juni 201630 Juni 2016 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BOGOR

ADANG SUPTANDAR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR TAHUN 2016 NOMOR 7

NOMOR REGISTER PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR PROVINSI JAWA BARAT : (6/101/2016)

ttd

ttd

Salinan sesuai dengan aslinya KEPALA BAGIAN

PERUNDANG-UNDANGAN, ttd

Dalam dokumen Perda Nomor 7 Tahun 2106 (Halaman 29-39)

Dokumen terkait