• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sumber Daya (Resources)

Dalam dokumen BAB I PENDAHULUAN - BAB I & II (Halaman 53-56)

Syarat berjalannya suatu organisasi adalah kepemilikan terhadap sumberdaya (resouces), Implementasi kebijakan akan tidak efektif apabila para implementator kekurangan sumber daya yang penting untuk melaksanakan kebijakan. Pentingnya sumber daya mendapat perhatian penuh dari Edwards III (1980:53) yang menyatakan bahwa : “Implementation orders may be accurately transmitted clear, and consistent, but if implementers lack resources necessary to carry out policies, implementation is likely to be ineffectiffve.”

Seorang ahli dalam bidang sumber daya, Schermerchorn, Jr. (1994:14) mengelompokan sumberdaya ke dalam beberapa aspek yaitu: “ information, Material, Equipment, Facilities, Money, People”. Sementara Hodge (1996:14) mengelompokan sumberdaya kedalam: “Human recources, Material resources, Financial resources and information resources”. Pengelompokan ini diturunkan pada pengkategorian yang lebih spesifik yaitu sumberdaya manusia kedalam : “ Human resources can be classified in a variety of ways: labors, engineers, accountants, faculty, nurses, etc”. Sumberdaya material dikategorikan kedalam : Material resources-equipment, building, facilities, material, office, supplies, etc. Sumberdaya finansial digolongkan menjadi: “financial resources-cash on

hand,debt financing, owner’s infestment, sale revenue, etc”. Serta sumber daya informasi dibagi menjadi: “Data resources –historical, projective, cost, revenue, menpower data etc”.

Edwards III (1980:11) mengkategorikan sumber daya organisasi terdiri dari: “ staff information, outhority: facilities: building, equipment, land and suplies “. Masing-masing unsur yang masuk dalam variabel sumber daya organisasi itu memiliki keterkaitan satu sama lainnya dalam mengoptimalkan peranan sumber daya dalam proses implementasi. Jika salah satu unsur sumber daya itu tidak berjalan dengan baik, maka akan berakibat pada lemahnya kinerja unsur sumber daya yang ada. Misalnya sumber daya keuangan dalam bentuk anggaran yang disediakan sangat besar peranannya dalam mempengaruhi unsur sumber daya berupa staf atau pelaksana kebijakan dalam melaksanakan apa yang menjadi tanggung jawabnya. Boleh jadi staf yang ada tersedia dalam jumlah cukup banyak dan didukung oleh kewenangan yang besar serta peralatan berupa bangunan dan gedung yang memadai, tetapi jika tidak didukung oleh sumber daya yang memadai secara kuantitas dan kualitas anggaran dalam bentuk alokasi yang tepat, maka keberadaan sumber daya organisasi menjadi terhambat karenanya.

Dalam kaitan ini Edwards III lebih lanjut mengemukakan bahwa sumberdaya tersebut dapat diukur dari aspek kecukupannya yang di dalamnya tersirat kesesuaian dan kejelasan;”Inssufficient resources will mean that laws will not be enforced , services will not be provided and reasonable regulation will not be developed” (1980:11). Dalam konteks yang lebih luas Tachjan (2006:135) menjelaskan bahwa:

Sumber daya diposisikan sebagai input dalam organisasi sebagai suatu sistem yang mempunyai implikasi yang bersifat ekonomis dan teknologis. Secara ekonomis, sumber daya bertalian dengan biaya atau pengorbanan langsung yang dikeluarkan oleh organisasi yang merefleksikan nilai atau kegunaan potensial dalam transformasinya kedalam output, sedang secara teknologis, sumberdaya bertalian dengan kemampuan transformasi dari organisasi.

Menurut Edwards III (1980:53), sumberdaya merupakan hal penting agar implementasi kebijakan dapat berjalan secra efektif. Indikator-indikator yang digunakan untuk melihat sejauhmana mempengaruhi implementasi kebijakan terdiri dari :

a. Staf. Indikator yang mungkin paling penting dalam mengimplementasikan suatu kebijakan adalah staf. Staf mencakup jumlah yang mencukupi dan keahlian (skill) yang memadai untuk melaksanakan tugas-tugas. Sumber daya utama dalam implementasi kebijakan adalah staf atau pegawai (street-level bureaucrat). Kegagalan yang sering terjadi dalam implemntasi kebijakan, salah satunya disebabkan oleh staf/ pegawai yang tidak cukup memadai, mencukupi ataupun tidak kompeten dalam bidangnya. Penambahan jumlah staf dan implementator saja tidak cukup menyelesaikan persoalan implementasi kebijakan, tetapi diperlukan sebuah kecukupan staf dengan keahlian dan kemampuan yang diperlukan (kompeten dan kapabel) dalam mengimplementasikan kebijakan (Edwards III, 1980,54-55).

b. Informasi. Merupakan sumber daya kedua paling essensial dalam implementasi kebijakan. Dalam implementasi kebijakan, informasi mempunyai dua bentuk yaitu : pertama, informasi yang berhubungan dengan cara melaksanakan kebijakan. Kedua, informasi mengenai data kepatuhan dari para pelaksana terhadap peraturan dan regulasi pemerintah yang telah ditetapkan (Edwards III, 1980:63). Kedua bentuk informasi tersebut memiliki keterkaitan sangat erat satu sama lainnya dan karenanya harus dilakukan secara simultan. Tidak bisa hanya salah satu bentuk informasi yang mendapat titik tekan dalam proses komunikasi tetapi harus dua-duanya sekaligus karena ujung sebuah kebijakan adalah munculnya sebuah kepatuhan dari pelaksana kebijakan dan juga masyarakat yang menjadi sasaran kebijakan.

c. Wewenang. Pada umumnya kewenangan harus bersifat formal agar perintah dapat dilaksanakan secara efektif. Kewenangan merupakan otoritas atau legitimasi bagi para

pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang ditetapkan secara politik. Ketika wewenang tidak ada, maka kekuatan para implementator di mata publik tidak dilegimitasi, sehingga dapat menggagalkan implementasi kebijakan publik. Tetapi dalam konteks yang lain, ketika wewenang formal tersedia, maka sering terjadi kesalahan dalam melihat efektifitas kewenangan. Disatu pihak, efektifitas kemenangan diperlukan dalam implementasi kebijakan; tetapi di sisi lain, efektifitas akan menyurut manakala wewenang diselewengkan oleh para pelaksana demi kepentingannya sendiri atau kelompoknya. Wewenang ini akan berbeda-beda dari satu program ke program yang lain serta memiliki bentuk yang berbeda-beda, seperti misalnya : Hak untuk mengeluarkan surat panggilan, mengeluarkan perintah kepada pejabat lain, menarik dana dari suatu program, menyediakan dana, staf dan bantuan teknis kepada pemerintahan di tingkat lebih rendah, membeli barang dan jasa, dan memungut pajak (Edwards III, 1980:66-67).

d. Fasilitas. Fasilitas fisik mungkin juga merupakan faktor penting dalam implementasi kebijakan, implementator mungkin mempunyai staf yang mencukupi, kapabel dan kompeten, dan mungkin saja memahami apa yang harus dilakukannya, tetapi tanpa adanya fasilitas pendukung ( sarana dan prasarana) maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan berhasil. Fasilitas-fasilitas fisik dalam hal ini meliputi bangunan-bangunan (building). Perlengkapan (equipment), dan perbekalan (supplies) dan ruang terbuka (green spaces). Artinya keberadaan fasilitas fisik itu mempunyai dimensi yang sangat luas dan bukan hanya terfokus pada jumlah staf yang dimiliki, tetapi juga fasilitas dalam lingkup yang lebih luas, termasuk lokasi dimana fasilitas fisik dan juga non fisik itu berada. Keberadaan fasilitas fisik berupa bangunan yang mencukupi menjadi sesuatu yang sangat penting, begitu juga sarana dan prasarana fisik lainnya.

Dalam dokumen BAB I PENDAHULUAN - BAB I & II (Halaman 53-56)

Dokumen terkait