• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1

B. Tinjauan Umum Fatwa Tentang Pencurian Energi Listrik

2. Sumber Hukum Fatwa MUI

27

merugikan masyarakat karena gangguan yang ditimbulkan dari pencurian listrik.

Kerugian yang dialami pihak PLN meningkat setiap tahunnya sehingga jajaran pimpinan PLN mengajukan permohonan kepada MUI untuk mengkaji masalah pencurian dan penyalahgunaan energi listrik sehingga kemudian mengeluarkan fatwa tentang keharaman pencurian energi listrik.17 Dari berbagai masalah pencurian listrik yang dikaji oleh MUI maka dipandang sangat perlu untuk mengeluarkan fatwa tentang pencurian energi listrik untuk digunakan sebagai pedoman bagi masyarakat.

2. Sumber Hukum Fatwa MUI

Fatwa MUI memuat berbagai sumber hukum yang dijadikan sebagai landasan penetapan pencurian energi listrik. Beberapa sumber yang dijadikan landasan tersebut ialah : Al-Quran, Hadis Rasulullah SAW, Qawaid Fiqhiyyah, Peraturan Perundangan dan beberapa pendapat ulama yang menghadiri rapat pleno pembuatan fatwa pencurian energi listrik ini. a. Al-Qur’an

Beberapa ayat Al-Qur’an dijadikan landasan MUI dalam menetapkan fatwa ini. Diantara ayat tersebut Salah satunya adalah surat Al-Maidah ayat 38 yang menegaskan larangan mencuri dengan menjelaskan hukumannya, antara lain:

17

28

ِللها َنِّم ًلااَكَن اَبَسَك اَِبِ ًءآَزَجاَمُهَ يِدْيَا آْوُعَطْقاَف ُةَقِراَّسلاَو ُقِراَّسلاَو

ۗ

ٌمْيِكَحٌزْ يِزَع ُللهاَو

)

٨٣

)

Artinya : “Adapun Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang

mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai)

pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha

Bijaksana.” (QS. Al Maidah ayat 38)18

Dari ayat diatas dapat diketahui bahwa Islam sangat melarang tegas perbuatan mencuri bahkan memberikan hukuman potong tangan bagi pelaku pencurian hal ini yang di jadikan acuan MUI dalam menetapkan keharaman pencurian energi listrik.

Kata pencurian dalam bahasa arab adalah al-sarīqah

(- َقَرَس

ُقِرْسَي

-اَقَرَس

) yang menurut etimologi berarti melakukan sesuatu tindakan

terdahap orang lain secara tersembunyi.19 Pencurian dalam kamus

hukum adalah mengambil milik orang lain tanpa izin atau dengan

tidak sah, biasanya dilakukan dengan sembunyi-sembunyi.20

Menurut Makhrus Munajat pencurian adalah mengambil barang secara sembunyi-sembunyi ditempat penyimpanan dengan maksud untuk memiliki yang biasanya dilakukan dengan sadar serta memenuhi syarat-syarat tertentu. Pencurian diartikan juga sebagai

18

Kementrian Agama RI, Al-Quran dan Tafsirnya jilid 11 Al-Maidah (5):38 (Jakarta:widya cahaya,2011), 73.

19

Abu Malik Kamal Bin Aṣ-Sayyidin ṣālim, Shahih Fiqh Sunnah, (Jakarta: Pustaka At-Tazkia, 2006),185.

20

29

tindakan mengambil barang secara sembunyi-sembunyi dengan niat

untuk memiliki barang tersebut.21

Berbeda dengan penjelasan Makhrus Munajat di atas, Muhammad Al-Khatib Al-Syarbini (Ulama mazhab Syafi’i) menjelaskan bahwa al-sarīqah secara bahasa berarti mengambil harta (orang lain) secara sembunyi-sembunyi, sedangkan secara syara’ adalah mengambil harta (orang lain) secara sembunyi-sembunyi dan dzalim, diambil dari tempat penyimpanan yang biasa digunakan untuk

menyimpan dengan berbagai syarat.22

Wahbah āz Zuhāili dalam kitab āl Fiqh āl Islām wā Adillātūhū juga mendefinisikan pencurian adalah mengambil harta orang lain dari

penyimpanan yang semestinya secara sembunyi-sembunyi.23 Selain

itu, Imam Al Jazairi memberikan definisi yang cukup luas tentang pencurian. Menurut beliau pencurian adalah :

“Mengambilnya seorang yang berakal dan baligh terhadap satu nisab (barang curian) yang tersimpan, milik orang lain, tidak ada hak milik bagi dia dan tidak ada syubhat kepemilikan secara sembunyi-sembunyi dan rahasia, mengangsur/kontan, dan sang pencuri dalam keadaan normal, tidak dipaksa, baik ia muslim,

zimmi, laki-laki, perempuan, merdeka maupun budak”.24

21

Makhrus Munajat, Hukum Pidana Islam di Indonesia, (Yogyakarta: Teras, 2009), 185.

22

Nurul Irvan dan Masyarofah, Fiqh Jinayah, (Jakarta: Amzah, 2013), 100.

23 Wahbah az Zuhaili, āl Fiqh āl Islām wā Adillātūhū, (Suriah: Dar al Fikr, 1989), cet.ke 3, juz 7, 359.

24

Abd ar Rahman al Jazri, Kitab āl Fiqh „āl- Mādzāhib al Arba‟ah, (Beirut: Dar al Fikr, 2002), juz 4, 116.

30

Dari definisi-definisi yang ada, secara garis besar pencurian adalah mengambil suatu benda yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, dengan maksud dimiliki secara melawan hukum. Sedangkan yang dimaksud pencuri adalah orang yang mengambil benda dan/atau barang milik orang lain secara diam-diam.25 Benda adalah tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak, yang dapat dikuasai oleh hak milik.26

Selain larangan mencuri Allah juga melarang hambanya untuk berkhianat sebagaimana dalam surat Al-Imron Ayat 161 yang berbunyi :

ْنَمَو َّلُغَ ي ْنَأ ِِّبَِنِل َناَكاَمَو

ْتَبَسَك اَم ٍسْفَ ن ُّلُك َّفََّوُ ت َُّثُ ِةَماَيِقْلا َمْوَ ي َّلَغ اَِبِ ِتْأَي ْلُلْغَ ي

َنْوُمَلْظُي َلا ْمُىَو

)

۱

۱٤

(

Artinya : “Dan tidak mungkin bagi seorang nabi berkhianat dan siapa-siapa yang berkhianat maka pada hari kiamat akan membawa apa yang ia khianati, kemudian tiaptiap orang akan dibalas apa-apa yang ia kerjakan dengan balasan yang setimpal. Dan mereka tidak

dicurangkan.” (QS: Ali Imran ayat: 161).27

Kedua Ayat ini menerangkan syarat-syarat tertentu mengenai hukum mencuri, yang menurut kebiasaanya pencuri itu mengambil harta atau milik seseorang secara diam-diam. Biasanya, pencuri melaksanakan aksinya dengan menggunakan tangannya. Karena itu tangan tersebut berkhianat terhadap harta milik masyarakat, maka ia

25 Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), 62.

26

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: Pustaka Buana, 2015), 183.

27

Kementrian Agama RI, Al-Quran dan Tafsirnya jilid 11 Al-Imran (3):161 (Jakarta:Widya cahaya,2011), 104.

31

tidak ada nilainya. Oleh sebab itulah Allah Swt dalam ayat ini menjelaskan barangsiapa yang mencuri, baik laki-laki maupun perempuan, maka tangan keduanya harus dipotong. Balasan ini adalah hasil dari perbuatannya sendiri, dan bukan kezaliman Allah. Karena Allah Swt telah menentukan balasan semacam ini, guna menjaga keamanan masyarakat.

Ajaran Islam menyuruh manusia untuk memakan makanan yang halal dan baik. Yang dimaksud dengan makanan halal adalah makanan yang diperbolehkan secara agama dari segi hukumnya baik halal dari segi zatnya maupun hakikatnya sebagaimana surat Al-Baqarah ayat 168 yang berbunyi :

ْمُكَل ُوَّنِإ ِن اَطْيَّشلا ِتاَوُطُخ ْاوُعِبَّتَ ت َلاَو اًبِّيَط ًلاَلاَح ِضْرَلأا ِْفِ اَِّمِ ْاوُلُك ُساَّنلا اَهُّ يَأ اَي

ٌْيِبُّمٌّوُدَع

Artinya: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan karena sesungguhnya syaitan itu

adalah musuh yang nyata bagimu.”28

Selain anjuran untuk memakan makanan yang halal dan baik, Islam melarang umatnya untuk memakan harta orang lain secara bathil (tanpa hak) dan larangan ini termasuk juga memanfaatkannya secara ilegal. Sesuai dengan surat Al-Nisa’ ayat 29 :

اَِبِ َنْوُكَت ْنَأ لاإ ِلِطاَبْلِب ْمُكَنْ يَ ب ْمُكَلاَوْمَأ اوُلُك ْأَت لا اوُنَمآ َنْيِذَّلا اَهُّ يَأاَي

ًةَر

اًميِحَر ْمُكِب َن اَك وَّللا َّنإ ْمُكَسُفْ نَأ اوُلُ تْقَ ت لاَو ْمُكْنِم ٍض اَرَ ت ْنَع

28

Kementrian Agama RI, Al-Quran dan Tafsirnya jilid 11 Al-Baqarah (2):168 (Jakarta:widya cahaya,2011), 41.

32

Artinya :“Hai orang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara

kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu;

sesungguhnya Allah adalah maha penyayang kepadamu.”29

Selanjutnya pada surat Al-Baqarah ayat 188 juga dijelaskan bahwa :

Artinya : “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.”

Pencurian energi listrik menimbulkan banyak akibat yang merugikan beberapa pihak. MUI dalam fatwanya mengancam hukuman haram bagi pelaku pencurian energi listrik karena menimbulkan banyak kerugian dari beberapa pihak. Rujukan MUI tersebut sesuai dengan surat Al-Syu’ara ayat 183 :

َخْبَ تلاَو

َأ َساَّنلا اْوُس

ِْفِاْوَ ثْعَ تلاَو ْمُىَءاَيْش

َنيِدِسْفُم ِضْرلأا

Artinya: “Dan janganlah kamu merugikan menusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan”

Selain itu praktik pencurian energi listrik merupakan tindakan yang merugikan dan hal tersebut menganiaya pihak yang dirugikan. Sesuai firman Allah pada surat Al-Baqarah ayat 279 manusia dilarang melakukan tindakan yang mengakibatkan aniaya bagi orang lain.

“..Kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya”

29

Kementrian Agama RI, Al-Quran dan Tafsirnya jilid 11 An-Nisa’ (4):29 (Jakarta:widya cahaya,2011), 122.

33

Fatwanya MUI juga menjelaskan tentang kewajiban untuk mematuhi peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah. Dalam kasusu pencurian energi listrik peraturan tersebut adalah segala peraturan yang mengatur tentang pencurian listrik. Mematuhi aturan tersebut sesuai

dengan firman Allah pada surat Al-Nisa’ ayat 59 :30

َش ِفِ ْمُتْعَزاَنَ ت ْنإَف ْمُكْنِم ِرْملأا ِليوُأَو َلوُسَّرلا اوُعْ يِطَأَو َللها اوُعْ يِطَأ اوُنَمآ َنْيِذَّلا اَهُّ يَأ اَي

ي

ِوَّلل اِب َنوُنِم ْؤُ ت ْمُتْنُك ْنإ ِلوُسَّرلاَو ِللها َلَإ ُهوُّدُرَ ف ٍء

ْأَت ُنَسْحَأَو ٌرْ يَخ َكِلَذ ِرِخ لآا ِمْوَ يْلاَو

لآيِو

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya dan Ulil Amri diantara kamu. Kemudian jika

kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka

kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (Sunnah-Nya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah, dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”

b. Hadits Rasulullah SAW

Selain Al-Qur’an yang dijadikan rujukan utama dalam fatwa MUI tentang pencurian energi listrik, beberapa hadis juga dijadikan rujukan dalam penetapan fatwa pencurian energi listrik. Salah satunya adalah hadis yang diriwayatkan oleh bukhari muslim :

للها نعل : ملس و ويلع للها يلص للها لوسر لاق : لاق ةريرى بيأنع

,ةضيبلا قرسي ,قر اسلا

هدي عطقتف لبلحا قرسيو ,هدي عطقتف

“Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw bersabda : Allah melaknat seseorang pencuri yang mencuri sebutir telur, maka dipotong tangannya dan yang mencuri tali, maka dipotong pula tangannya.”

30

Kementrian Agama RI, Al-Quran dan Tafsirnya jilid 11 An-Nisa’ (4):59 (Jakarta:widya cahaya,2011), 128.

34

Dan juga Sebagaimana dalam hadis yang diriwayatkan Abu Daud yang artinya :31

“Dari Amr bin Syuaib dari bapaknya dari kakeknya yaitu Amr bin al-Ash; Dari Rasulullah saw, sesungguhnya Rasulullah saw. Ditanya tentang buah yang tergantung diatas pohon, lalu beliau bersabda; barangsiapa yang mengambil barang orang lain karena terpaksa untuk menghilangkan lapar dan tidak terus menerus, maka tidak dijatuhkan hukuman kepadanya. Dan barangsiapa mengambil sesuatu barang, sedang ia tidak membutuhkannya dan tidak untuk menghilangkan lapar, maka wajib atasnya mengganti barang tersebut dengan yang serupa dan diberikan hukuman tā‟zīr. Dan barangsiapa mengambil sesuatu barang sedangkan ia tidak dalam keadaan membutuhkan,

dengan sembunyi-sembunyi setelah di letaknya di tempat

penyimpanan atau dijaga oleh penjaga, kemudian nilainya seharga perisai maka wajib atasnya maka wajib atasnya dihukum potong tangan”.

Seseorang dapat dikatakan sebagai pencuri apabila telah dinyatakan terbukti melakukan unsur pencurian. Adapun unsur-unsur pencurian ialah sebagai berikut :

a.) Pengambilan secara diam-diam

Pengambilan secara diam-diam terjadi apabila pemilik barang tidak mengetahui terjadinya pengambilan barang tersebut, dan tanpa kerelakannya. Pengambilan harta harus dilakukan dengan sempurna. Jadi, sebuah perbuatan tidak dianggap sebagai tindak pidana apabila tangan pelaku hanya menyentuh barang tersebut. Sedangkan

pengambilan harta harus memenuhi tiga syarat yang diantaranya:32

1) Pencuri mengeluarkan barang yang dicuri dari tempat

simpanannya.

31

Hadis dalam Fatwa MUI Tentang Pencurian Energi Listrik

32

35

2) Barang yang dicuri dikeluarkan dari kekuasaan pemilik. 3) Barang yang dicuri dimasukkan ke dalam kekuasaan pencuri. b.) Barang yang diambil berupa harta

Salah satu unsur penting untuk dapat dikenakannya hukuman potong tangan bagi pencuri adalah barang yang dicuri harus berupa barang yang bernilai māl (harta). Sedangkan barang yang dicuri memiliki syarat-syarat untuk bisa dikenakan hukuman potong tangan, diantaranya ialah:

1) Barang yang dicuri harus berupa māl mutaqawwim

Pencurian dapat dikenakan hukuman had, apabila barang yang dicuri itu barang yang mutaqawwim, yaitu barang yang dianggap bernilai menurut syara’. Sesuatu yang dimaksud dengan memiliki nilai adalah sesuatu yang harus ditanggung untuk ganti rugi apabila

ada kerusakan/pelanggaran terhadap barang tersebut.33 Sedangkan

barang yang tidak bernilai menurut pandangan syara’ tidak termasuk māl mutaqawwim dan pelakunya tidak dikenai hukuman. 2) Barang tersebut harus barang yang bergerak

Dalam menjatuhkan hukuman had bagi pencurian, maka disyaratkan bahwa barang yang dicuri harus berupa barang atau benda bergerak. Hal ini karena pencurian itu memang menghendaki dipindahkannya sesuatu dan mengeluarkannya dari tempat simpanannya, dan ini tidak akan terjadi kecuali pada benda

33

Wahbah az Zuhaili, āl Fiqh āl Islām wā Adillātūhū, (Suriah: Dar al Fikr, 1989), cet.ke 3, juz 7, 380.

36

yang bergerak. Dengan ini, suatu benda dianggap sebagai benda bergerak apabila benda tersebut dapat dipindahkan dari satu tempat

ke tempat yang lainnya.34

3) Barang tersebut adalah barang yang tersimpan

Jumhur fuqaha berpendapat bahwa salah satu syarat untuk dikenakannya hukuman had bagi pencuri adalah bahwa barang yang dicuri harus tersimpan ditempat simpanannya. Sedangkan Zhahiriyah dan sekelompok ahli hadis tetap memberlakukan hukuman had, walaupun pencurian bukan dari tempat simpanannya apabila barang yang dicuri mencapai nisab pencurian. Namun, mengenai tempat penyimpanan ada dua macam, yaitu sebagai berikut:

a) Hīrz bīl atau hīrz bīnāfsīh, yang artinya setiap tempat yang disiapkan untuk penyimpanan barang, dimana orang lain tidak boleh masuk kecuali dengan seizin pemiliknya.

b) Hīzr bīl hāfīzh atau hīzr bīghāīrīh, artinya setiap tempat yang tidak disiapkan untuk penyimpanan barang, dimana setiap

orang boleh masuk tanpa izin pemiliknya.35

4) Barang tersebut mencapai nisab pencurian

Untuk dapat dikenakan hukuman had, maka barang yang dicuri harus mencapai satu nisab. Jadi, satu niab dijadikan sebagai standart minimal untuk menegakkan hukuman had, dan barang

34

Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana...,84.

35

37

tersebut merupakan barang yang berharga dimana manusia sangat membutuhkannya. Akan tetapi untuk para ulama berbeda pendapat mengenai ukuran satu nisab tersebut.

Jumhur ulama disini berpendapat bahwa hukuman potong tangan tidak dapat dijatuhkan kecuali pada pencurian seperempat dinar dari emas, tiga dirham dari perak, atau barang yang sebanding dengan harga seperempat dinar dari emas atau tiga dirham dari perak tersebut. Jadi, dengan ketentuan ini maka yang menjadi ukuran satu nisab adalah jumlah harta yang mencapai nilai

seperempat dinar dari emas atau tiga dirham dari perak.36

c.) Harta tersebut milik orang lain

Untuk terwujudnya tindak pidana pencurian yang pelakunya dapat dikenai hukuman had, disyaratkan barang yang dicuri itu merupakan hak milik orang lain. Apabila barang yang diambil dari orang lain itu hak milik pencuri yang dititipkan kepadanya, maka perbuatan tersebut tidak dianggap sebagai pencurian, walaupun pengambilan tersebut dilakukan secara diam-diam. Dengan demikian, orang yang mencuri tidak dapat dikenai hukuman had apabila terdapat syubhat (ketidakjelasan) dalam barang yang dicuri, dan dalam hal ini pelaku

hanya dikenakan hukuman takzir.37

d.) Adanya niat yang melawan hukum

36

Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, (Moh. Nabhan Husein), Jilid IV, (Bandung, PT. Al-Ma’arif, 1993), 212.

37

38

Unsur ini terpenuhi apabila pelaku pencurian mengambil suatu barang padahal ia tahu bahwa barang tersebut bukan miliknya, dan karenanya haram untuk diambil. Dengan demikian, apabila ia mengambil barang tersebut dengan keyakinan bahwa barang tersebut adalah barang yang mubah, maka ia tidak dikenai hukuman, karena dalam hal ini tidak ada maksud melawan hukum. Di samping itu, untuk terpenuhinya unsur ini disyaratkan dalam pengambilan barang tersebut dilakukan dengan maksud untuk memiliki barang yang dicuri. Apabila tidak ada maksud untuk memiliki maka dengan sendirinya tidak ada maksud melawan hukum, oleh karena itu ia tidak dianggap sebagai pencuri.

Hukum Islam mengancam keras pencurian karena hal tersebut termasuk perbuatan yang merugikan orang. Sehingga dalam hukum islam pencurian dibagi menjadi dua bentuk yaitu :

1. Pencurian yang diancam dengan hukuman had 2. Pencurian yang diancam dengan hukuman ta‟zīr

Pencurian yang diancam dengan hukuman hadd dibagi menjadi dua macam yaitu pencurian ringan dan pencurian berat. Pencurian ringan menurut rumusan yang dikemukakan oleh Abdul Qadir Auda adalah sebagai berikut :

رسلا امأف

يفخ يغلا لام ذخأ ىهف ىرغصلا وق

ة

ءافختسلإ ليبس ىلع ىا

39

“ Pencurian ringan adalah mengambil harta orang lain dengan cara

diam-diam, yaitu dengan jalan sembunyi - sembunyi”.38

Sedangkan pengertian pencurian berat adalah sebagai berikut:

ىهف ىبركلا وقرسلا امأ

بلاغلما ليبس ىلع يغلا لام ذخأ

ة

“Pencurian berat adalah mengambil harta orang lain dengan cara kekerasan.”

Pencurian yang harus dikenai hukuman ta‟zīr adalah pencurian yang syarat-syarat penjatuhan hukuman haddnya tidak lengkap. Jadi, karena syarat-syarat penjatuhan hadnya belum lengkap, maka pencurian itu tidak dikenai had, tetapi dikenai hukuman ta‟zīr.39

Selain larangan mencuri pada hadis diatas, hadis dilarang berbuat dzalim juga dipakai MUI sebagai landasan menetapkan fatwa pencurian energi listrik. Hadis tersebut yang artinya :

“Hai para hamba-Ku! Sungguh aku telah haramkan kezaliman atas diri-Ku dan aku jadikan kezaliman itu sebagai hal yang diharamkan di antaramu maka, janganlah kamu saling menzalimi..”

Sesuai hadis di atas zalim merupakan perbuatan yang diharamkan oleh agama. Pencurian merupakan suatu tindakan zalim dan hal tersebut haram hukumnya untuk dilakukan. Selain itu, dalam pelaksanaan hukuman puncurian, seorang penguasa harus adil. Jangan hanya melaksanakan

38

Ibid, 81.

40

hukuman kepada orang-orang yang miskin tapi tidak melaksanakan hukuman yang pantas bagi orang-orang yang kaya, hal tersebut sesuai hadis :40

“Dari Aisyah ra, Sesungguhnya Usamah meminta pengampunan kepada Rasulullah saw tentang seseorang yang mencuri, lalu Rasulullah bersabda; bahwasanya binasa orang-orang sebelum kamu disebabkan karena mereka melaksanakan hukuman hanya kepada orang-orang yang hina dan mereka tidak melaksanakannya kepada orang-orang bangsawan. Demi yang jiwaku dalam kuasa-Nya, jika seandainya Fatimah yang melakukannya, pasti aku potong tangannya”. c. Qawaid Fiqhiyyah

Ada 4 kaidah yang digunakan oleh MUI dalam fatwa pencurian listrik. Kaidah yang pertama, “Dhārār (bahaya) harus dihilangkan”. Kaidah ini menjelaskan bahwa perbuatan pencurian listrik adalah perbuatan yang Dhārār (bahaya) dan perbuatan tersebut harus dihilangkan, maksud dihilangkan adalah ditindak lanjuti apabila seseorang terbukti melakukan pencurian listrik.

Kaidah kedua, “ menghindarkan mafsadah didahulukan atas

mendatangkan maslahat”.41

Kaidah ini menjelaskan bahwa lebih baik mencegah terjadinya tindak pidana (mafsadah) dari pada harus menindak lanjuti suatu tindak pidana karena proses penindak lanjutan tersebut memakan banyak dana dan waktu yang dikeluarkan. Sehingga menurut kaidah kedua tersebut lebih baik memberi tindakan pencegahan pencurian listrik sebelum pencurian listrik itu terjadi.

40

Hadis dalam Fatwa MUI Tentang Pencurian Energi Listrik.

41

41

Kaidah ketiga, “kebijakan imam (perintah) terhadap rakyatnya didasarkan kepada kemaslahatan”. Kaidah ketiga ini menjelaskan jika suatu peraturan yang dibuat oleh pemerintah tersebut berdasarkan pertimbangan dan kebaikan masyarakat. Supaya masyarakat tidak terkena dampak dari kasus pencurian listrik yang marak terjadi.

Kaidah keempat, “sesuatu yang haram mengambilnya haram pula memberikannya”. Dari kaidah ini dapat diketahui bahwa sesuatu barang yang cara penggambilannya secara haram maka haram pula apabila barang tersebut di berikan kepada orang lain. Kaidah ini merujuk pada pengambilan listrik secara ilegal. Pengambilan yang dilakukan secara ilegal tersebut merupakan tindakan mengambil listrik secara haram maka memberikan aliran listrik secara ilegal tersebut juga memiliki hukum yang haram.

d. Pandangan Ulama

Beberapa ulama yang dikutip MUI memberikan penjelasan tentang pengertian dan hukuman bagi seorang pencuri. Definisi pencurian dalam kitab Asnā āl-Māthālīb adalah pencurian secara bahasa mengambil harta secara tersembunyi dan secara syara’ mengambil harta secara sembunyi dari tempat yang tersimpan dengan syarat tertentu.

Pandangan lain dalam kitab Mūgnī āl-Mūhtāj tentang syarat pencurian yang terkena hukuman. Hukuman bagi pencuri dan hal-hal

42

yang dihukumi potong karena tindak pencuriannya. Syarat bagi pencuri yaitu mukalaf dalam kondisi Ikhtia mengetahui keharaman pencurian sebagaimana diriwayatkan oleh Al Fariqi. Dengan demikian tidak dikenakan hukuman potong tangan bagi anak kecil, orang gila, orang yang dipaksa karena hilangnya pembebanan hukum bagi mereka demikian juga kafir hārbī. Demikian orang asing yang memerintahkan pencurian sedang dia meyakini kebolehannya atau tidak tahu keharamannya karena barunya mauk Islam atau karena jauhnya daru Ulama atau karena ada uzur. Orang yang masbuk jika melakukan pencurian juga dipotong tangan karena ada hubungan hukum dengan sebabnya.42

42

Dokumen terkait