• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sumber Ketimpangan Pembangunan di Provinsi Gorontalo

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.2. Ketimpangan Pembangunan dan Sumber Ketimpangan Pembangunan

5.2.2 Sumber Ketimpangan Pembangunan di Provinsi Gorontalo

Kabupaten Pohuwato tidak hanya memiliki laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Meskipun hanya sebagai penyumbang ketiga dalam pembentukan PDRB provinsi, dengan total kontribusi 19%, tetapi Kabupaten Pohuwato memiliki jumlah PDRB perkapita tertinggi dibanding daerah lainnya maupun rata-rata Provinsi Gorontalo. Kabupaten Gorontalo yang memiliki kontribusi PDRB sebesar 38% tetapi jumlah PDRB perkapita yang relatif lebih rendah. Hal ini disebabkan perbedaan konsentrasi penduduk pada setiap wilayah.

Dari aspek jumlah absolut PDRB perkapita ini nampak adanya ketimpangan pada kelima daerah. Antara daerah yang memiliki jumlah tertinggi dan terrendah memiliki celah (gap) yang cukup besar. Kabupaten Pohuwato sebagai daerah yang memiliki jumlah tertinggi, nilai PDRB perkapitanya 2 kali lipat dari Kabupaten Bone Bolango sebagai daerah dengan PDRB perkapita terendah.

Berbeda dengan trend jumlah pendapatan perkapita yang mengalami peningkatan selama tahun 2001-2008, dari aspek pertumbuhan, PDRB perkapita semua daerah sangat fluktuatif. Bahkan dalam beberapa kurun waktu terdapat daerah yang mengalami pertumbuhan negatif. Secara rata-rata, laju pertumbuhan PDRB perkapita tertinggi dimiliki Kabupaten Gorontalo dengan rata-rata 4,66%, lebih tinggi dibanding rata-rata provinsi (4,12%). Selanjutnya berturut-turut adalah Kabupaten Bone Bolango 4,01%; Kabupaten Pohuwato 3,90%; Kota Gorontalo 3,83% dan Kabupaten Boalemo 2,08%. Struktur dan laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Gorontalo yang diproksi dengan laju pertumbuhan PDRB perkapita menghasilkan struktur dan laju pertumbuhan ekonomi yang lebih baik

dibanding daerah lainnya. Hal ini disebabkan laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Gorontalo lebih fluktuatif dibanding laju pertumbuhan penduduknya.

Sumber: BPS, sudah diolah

Gambar 5.15

PDRB Perkapita dan Laju Pertumbuhan PDRB Perkapita Riil di Gorontalo

5.2.2.2. Indeks Pembangunan Manusia

Pembangunan manusia didefinisikan sebagai "suatu proses untuk perluasan pilihan yang lebih banyak kepada penduduk" melalui upaya-upaya pemberdayaan yang mengutamakan peningkatan kemampuan dasar manusia agar dapat sepenuhnya berpartisipasi di segala bidang pembangunan. Elemen-elemen pembangunan manusia secara tegas menggaris-bawahi sasaran yang ingin dicapai, yaitu hidup sehat dan panjang umur, berpendidikan dan dapat menikmati hidup layak. Ini berarti pembangunan manusia merupakan manifestasi dari aspirasi dan tujuan suatu bangsa yang dimaksudkan untuk melakukan perubahan secara struktural melalui upaya yang sistematis. Sasaran dasar pembangunan pada akhirnya adalah peningkatan derajat kesehatan (usia hidup panjang dan sehat), meningkatkan pendidikan (kemampuan baca tulis dan keterampilan) serta penguasaan atas sumber daya (pendapatan untuk hidup layak) untuk dapat berpartisipasi dalam pembangunan.

United Nations Development Programme (UNDP) dalam model pembangunannya, menempatkan manusia sebagai titik sentral dalam semua proses dan kegiatan pembangunan. Sejak tahun 1990, UNDP mengeluarkan laporan

tahunan perkembangan pembangunan manusia untuk negara-negara di dunia. Salah satu alat ukur untuk melihat aspek-aspek yang relevan dengan pembangunan manusian adalah melaui Human Development Index (HDI) yang dikenal dengan istilah Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

IPM ini dapat dimanfaatkan untuk beberapa hal sebagai berikut:

 Untuk mengalihkan fokus perhatian para pengambil keputusan, media, dan organisasi non pemerintah dari penggunaan statistik ekonomi biasa, agar lebih menekankan pada pencapaian manusia. IPM diciptakan untuk menegaskan bahwa manusia dan segenap kemampuannya seharusnya menjadi kriteria utama untuk menilai pembangunan sebuah negara, bukannya pertumbuhan ekonomi.

 Untuk mempertanyakan pilihan-pilihan kebijakan suatu negara: bagaimana dua negara yang tingkat pendapatan perkapitanya sama dapat memiliki IPM yang berbeda. Contohnya, tingkat pendapatan perkapita antara Pakistan dan Vietnam hampir sama, namun harapan hidup dan angka melek huruf antara keduanya sangat berbedaa, sehingga Vietnam memperoleh nilai IPM yang jauh lebih tinggi daripada Pakistan. Perbedaan yang kontras ini memicu perdebatan mengenai kebijakan pemerintah dalam hal pendidikan dan kesehatan, dan mempertanyakan mengapa yang dicapai oleh satu negara tidak dapat dikejar oleh negara lainnya.

 Untuk memperlihatkan perbedaan di antara negara-negara, di antara provinsi- provinsi (atau negara bagian), di antara gender, kesukuan dan kelompok sosial-ekonomi lainnya. Dengan memperlihatkan disparitas atau kesenjangan di antara kelompok-kelompok tersebut, maka akan lahir berbagai debat dan diskusi di berbagai negara untuk mencari sumber masalah dan solusinya.

IPM merupakan indeks komposit yang terdiri dari tiga komponen utama, yaitu kesehatan, pendidikan dan pendapatan yang diracik menjadi satu secara proporsional. Berdasarkan ketiga indikator tersebut, ditetapkan tiga kelompok negara/wilayah, yaitu:

1. Negara/wilayah dengan tingkat pembangunan manusia yang rendah bila IPM- nya berkisar antara 0 sampai 50. Negara yang masuk kategori ini sama sekali atau kurang memperhatikan pembangunan manusia.

2. Negara/wilayah dengan tingkat pembangunan manusia sedang jika IPM-nya berkisar antara 51 sampai 79. Negara yang masuk dalam kategori ini mulai memperhatikan pembangunan sumber daya manusianya.

3. Negara/wilayah dengan tingkat pembangunan manusia tinggi jika IPM-nya berkisar antara 80 sampai 100. Negara yang masuk dalam kategori ini sangat memperhatikan pembangunan sumber daya manusianya.

Dari indikator tersebut, selama tahun 2001-2008, Provinsi Gorontalo maupun kabupaten dan kota di dalamnya termasuk pada level sedang dalam pembangunan manusia. Artinya daerah Gorontalo mulai memperhatikan pembangunan sumber daya manusianya. Daerah dengan nilai indeks tertinggi adalah Kota Gorontalo. Hal ini sangat wajar terjadi karena sebagai pusat pemerintahan, Kota Gorontalo memiliki peluang untuk mencapai kualitas kesehatan, pendidikan dan pendapatan yang lebih baik dibanding daerah lainnya. Capaian IPM di Gorontalo disajikan dalam gambar berikut:

Sumber: Bappeda Provinsi Gorontalo & Kab/Kota, 2009 Gambar 5.16

Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi Gorontalo, 2001-2008

Jarak antara line Kota Gorontalo sebagai daerah dengan nilai indeks tertinggi dengan daerah lainnya termasuk nilai indeks provinsi menunjukan ketimpangan pembangunan sumber daya manusia di Provinsi Gorontalo. semakin lebar jaraknya, maka semakin menunjukan adanya ketimpangan dalam pembangunan.

Sumber: BPS & Bappeda Provinsi Gorontalo, 2009

Gambar 5.17

Nilai IPM Kecamatan di Provinsi Gorontalo Tahun 2006

Catatan : Terdapat 17 Kecamatan di Kabupaten Gorontalo, 5 di Kota Gorontalo, 7 di Boalemo, 7 di Pohuwato dan 4 di Bone Bolango. Sehingga semuanya berjumlah 40 Kecamatan di Provinsi Gorontalo berikut angka IPMnya pada tahun 2006. Kecamatan Lemito ke bawah berada di dibawah rata-rata IPM Nasional.

Pada tahun 2006, pemerintah Provinsi Gorontalo melakukan perhitungan IPM sampai dengan tingkat kecamatan, seperti dalam gambar 5.17. Dari perhitungan tersebut diperoleh indeks terrendah sebesar 58,03 yang dimiliki Kecamatan Patilanggio Kabupaten Pohuwato dan indeks tertinggi dicapai oleh Kecamatan Kota Utara Kota Gorontalo dengan nilai 73,02. Nilai ini lebih tinggi dibanding capaian nasional sebesar 68,19. Kecamatan Patilanggio adalah satu-

satunya daerah yang memiliki IPM dalam interval terendah (58–63) di Provinsi Gorontalo. Seluruh wilayah di Kota Gorontalo (5 kecamatan) termasuk dalam interval tertinggi (68.1-73.02). Selain itu 7 dari 17 kecamatan di Kabupaten Gorontalo, 3 dari 7 kecamatan di Kabupaten Pohuwato, 2 dari 7 kecamatan di Kabupaten Boalemo dan 1 dari 4 kecamatan di Kabupaten Bone Bolango termasuk dalam interval tertinggi. Selebihnya termasuk dalam interval menengah dengan kisaran indeks 63.1–68. Jadi, dari 40 kecamatan di tahun 2006, 54% (22 kecamatan) masih memiliki IPM dibawah nilai nasional.

5.2.2.3. Rasio Belanja Infrastruktur

Pembangunan infrastruktur adalah bagian integral dari pembangunan daerah. Infrastruktur merupakan roda penggerak pertumbuhan ekonomi, sosial dan politik, yang dalam penelitian ini adalah prasarana/sarana yang mempermudah akses masyarakat dalam pelayanan kesehatan, pendidikan, sarana air bersih.

Infrastruktur jalan provinsi di Provinsi Gorontalo mengalami penurunan dari 468,26 Km di tahun 2001 menjadi 436,63 Km di tahun 2007 (turun 6,75%). Perawatan jalan provinsi relatif terbengkalai yang ditunjukkan oleh proporsi kondisi jalan dalam kategori baik hanya 26%, sisanya 51% rusak berat dan 23% rusak ringan. Kondisi jalan yang sebagian besar dalam keadaan rusak dapat memicu ketimpangan antardaerah / antarwilayah.

Untuk jalan nasional meningkat dari 553,61 Km di tahun 2001 menjadi 616,24 Km di tahun 2008 (naik 11,31%). Perawatannya lebih baik dibanding dengan jalan provinsi. yang masuk kategori baik sebesar 79%, dan sisanya 14% rusak berat serta 8% rusak ringan.

Tabel 5.7

Kondisi Jalan pada Kab/Kota di Provinsi Gorontalo

Tahun

Kondisi Jalan Provinsi Kondisi Jalan Nasional Baik Rusak

Berat

Rusak

Ringan Total Baik

Rusak Berat Rusak Ringan Total 2001 157.38 212.73 98.15 468.26 324.66 85.43 143.52 553.61 2002 157.38 212.73 98.15 468.26 32.18 80.43 149.72 262.33 2003 136.46 222.95 108.85 468.26 273.35 57.25 221.31 551.91 2004 107.28 323.95 37.03 468.26 402.63 66.05 83.24 551.92 2005 111.45 207.95 88.86 408.26 442.51 54.55 119.18 616.24 2006 119.25 198.11 90.90 408.26 537.85 53.25 25.14 616.24 2007 114.32 223.19 99.12 436.63 485.17 84.43 46.64 616.24 Sumber: Dinas PU Kimpraswil Prov Gorontalo, 2009

Untuk irigasi, juga terdapat peningkatan yang signifikan selang tahun 2002- 2007. Peningkatan ini diharapkan dapat menunjang laju pertumbuhan sektor pertanian yang hingga tahun 2008 paling kecil dibandingkan dengan laju pertumbuhan sektor lainnya padahal memiliki kontribusi terbesar (lebih dari 30%/tahun) bagi pembentukan PDRB.

Sumber : Sewindu Gorontalo (PU Kimpraswil) 2009

Gambar 5.18

Kondisi Daerah Irigasi di Provinsi Gorontalo

Untuk sarana pendidikan, dapat dilihat dari jumlah sekolah dan kondisi ruang kelas pada setiap tingkatan sekolah. Selain untuk tingkat SMP yang berada

di atas Provinsi Sulawesi Barat, umumnya gedung untuk semua tingkat sekolah berada dibawah provinsi lainnya di Sulawesi.

Tabel 5.8

Jumlah Gedung Sekolah di Provinsi Gorontalo Tahun 2007

Daerah SD / MI SMP / MTs SMA/ MA Kab.Gorontalo 422 139 30 Kota Gorontalo 121 28 21 Boalemo 130 43 13 Pohuwato 106 39 12 Bone Bolango 131 35 15 Prov. Gorontalo 910 284 91 Sulawesi Utara 2212 592 268 Sulawesi Tengah 2832 483 224 Sulawesi Selatan 6720 1449 806 Sulawesi Tenggara 2088 342 175 Sulawesi Barat 1138 141 96

Sumber : Sewindu Gorontalo (Diknas Prov.Gorontalo) 2009

Selain jumlah gedung sekolah yang relatif sedikit, ruang kelas itu sendiri khususnya untuk SD hanya 62% berada dalam kondisi baik. Hal ini disebabkan keberadaan SD yang terpencar sampai dipelosok sehingga kondisi bangunannya banyak yang tidak terawat dengan baik. Ruang kelas untuk SMP lebih baik dibandingkan SD, dengan kondisi ruangan yang baik sebesar 75%. Dengan kondisi lebih dari 85% ruang kelas SMA dan SMK yang berada dalam kondisi baik menunjukkan prasarana untuk tingkatan ini relatif lebih reperesentatif untuk kegiatan belajar mengajar.

Tabel 5.9

Kondisi Ruang Kelas di Provinsi Gorontalo Tahun 2007

Ruang Kelas Jumlah Kondisi

Baik Rusak Ringan Rusak Berat

SD / MI 5,773 3,584 1,239 950 SLTP / MTs 1,639 1,224 155 260 SLTA / MA 570 490 67 13

SMK 201 201 - -

Sumber : Sewindu Gorontalo (Diknas Prov. Gorontalo), 2009

Keadaan sarana dan prasarana kesehatan juga masih sangat minim. Hanya ada satu rumah sakit umum pemerintah di setiap daerah kabupaten/kota dan satu rumah sakit swasta di Kota Gorontalo. Jumlah yang belum layak jika

dibandingkan dengan kondisi geografis dan banyaknya penduduk yang harus dilayani. Demikian halnya dengan jumlah Puskemas, Puskesmas Pembantu dan Puskesmas Keliling yang paling sedikit bila dibandingkan provinsi lain di Sulawesi. Sebagai penyokong atas minimnya pelayanan rumah sakit bagi masyarakat pelosok, Gorontalo hanya memiliki 57 Puskesmas, 252 Pustu, dan 58 Pusling.

Tabel 5.10

Jumlah Rumah Sakit di Provinsi Gorontalo & Provinsi Se-Sulawesi, Tahun 2007

Kab/Kota/Provinsi

Jenis Rumah Sakit RS Umum RS Khusus RS Swasta RS ABRI RS Lainnya Jumlah (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 01. Kab. Boalemo 1 - - - - 1 02. Kab. Gorontalo 1 - - - - 1 03. Kab. Pohuwato 1 - - - - 1

04. Kab. Bone Bolango 1 1 - - - 2

05. Kab. Gorontalo Utara - - - -

71. Kota Gorontalo 1 - 1 - - 2 Provinsi Gorontalo 5 1 1 0 1 7 Sulawesi Utara 10 - 14 5 29 29 Sulawesi Tengah 13 1 6 3 8 31 Sulawesi Selatan - - - - Sulawesi Tenggara 12 2 5 2 21 21 Sulawesi Barat 5 - 1 1 7 7

Sumber : Indikator Sosial Budaya (Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo ), 2009 Keterangan: - data tidak tersedia

Untuk penyediaan infrastruktur diatas, dibutuhkan pengeluaran rutin pemerintah dalam jumlah besar pada setiap APBD-nya. Perkembangan belanja infrastruktur yang sangat besar terjadi di Kabupaten Gorontalo pada tahun 2006- 2008. Belanja infrastruktur dalam 3 tahun terakhir meningkat lebih tinggi dibanding peningkatan PDRB, dengan peningkatan rata-rata lebih dari 300%.

Tabel 5.11

Jumlah Puskemas di Provinsi Gorontalo dan Provinsi Se-Sulawesi, Tahun 2007

Kab/Kota/Provinsi Puskesmas (PKM) Puskemas Pembantu (Pustu) Puskesmas

Keliling (Pusling) Puskesmas Lainnya Darat Laut (1) (2) (3) (4) (5) (6) 01. Kab. Boalemo 8 33 9 3 0 02. Kab. Gorontalo 16 88 16 0 0 03. Kab. Pohuwato 9 30 9 1 0

04. Kab. Bone Bolango 11 40 11 0 0

05. Kab. Gorontalo Utara 6 28 6 0 0

71. Kota Gorontalo 7 33 7 0 0 Prov. Gorontalo 57 252 58 4 0 Sulawesi Utara 148 530 66 9 0 Sulawesi Tengah 161 715 165 18 0 Sulawesi Selatan - - - - - Sulawesi Tenggara 124 512 0 0 48 Sulawesi Barat 73 273 0 0 0

Sumber : Indikator Sosial Budaya (Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo ), 2009 Keterangan: - data tidak tersedia

Sumber : BPS & Badan Keuangan Prov.Gorontalo, 2009 Gambar 5.19

Belanja Infrastruktur & PDRB Kab/Kota di Provinsi Gorontalo Peningkatan belanja infrastruktur di atas peningkatan PDRB dalam kurun waktu 3 tahun terakhir pada daerah selain Kota Gorontalo menyebabkan rasio belanja infrastruktur dalam waktu tersebut mengalami peningkatan. Semakin

besar rasio belanja infrastruktur menunjukan jumlah pertambahan belanja infrastruktur juga semakin besar melebihi pertambahan jumlah PDRB.

Sumber : Hasil Perhitungan

Gambar 5.20

Rasio Belanja Infrastruktur di Provinsi Gorontalo

Dokumen terkait