• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis ketimpangan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Gorontalo:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis ketimpangan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Gorontalo:"

Copied!
284
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Ketimpangan Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi

di Provinsi Gorontalo

Herwin Mopangga

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Ketimpangan Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Gorontalo adalah karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2010

(3)

HERWIN MOPANGGA. Analysis of Regional Development Disparity and Economic Growth in the Province of Gorontalo. Under direction of BAMBANG JUANDA and ERNAN RUSTIADI.

This study aims to analyze the change of economic structure; development imbalances resulting from the proportional imbalance in GDRP per capita, Human Development Index and Infrastructure Expenditure Ratio; form of relationship development and inequality of economic growth and to provide policy recommendations. The analysis is using Williamson Index, Gini Ratio, Shift-Share, Klassen Typhology and Regression of Unbalanced Panel. The results showed that although growth was lower than the non-agriculture but agriculture is still dominant in the economic structure. Potentially sector and the greatest economic growth occurs in regions of secondary and tertiary sector that have occurred indicate a shift in economic structure in the Province of Gorontalo during the period 2001-2008. Pohuwato and Boalemo Regency and Gorontalo Municipality has a competitive economic, including in Quadrant I on matrix typology Klassen (high growth and high income), while Gorontalo Regency and Bone Bolango in the Quadrant III (low growth and low income). Simultaneously and partial, the difference of all independent variable are significant as the main source of inequality.

(4)

RINGKASAN

HERWIN MOPANGGA. Analisis Ketimpangan Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Gorontalo. Dibawah bimbingan BAMBANG JUANDA dan ERNAN RUSTIADI.

Pembangunan yang dilaksanakan sejauh ini cukup mampu mendorong peningkatan laju pertumbuhan ekonomi, tetapi dalam banyak kasus relatif tidak bisa mengurangi ketimpangan (disparity). Secara umum ketimpangan yang terjadi meliputi ketimpangan pendapatan yang menimbulkan jurang perbedaan (gap) antara orang kaya dan miskin, ketimpangan spasial yang menyebabkan adanya wilayah maju (developed region) dan wilayah tertinggal (underdeveloped region) serta ketimpangan sektoral yang menciptakan sektor unggulan dan non unggulan. Persoalan ketimpangan juga mewarnai proses pembangunan di Indonesia melalui perbandingan kawasan (region) barat dan timur, Jawa dan luar Jawa serta antarwilayah provinsi dan kabupaten kota sebagai daerah otonom. Ketimpangan pembangunan terutama dialami oleh daerah-daerah yang baru mengalami pemekaran.

Beberapa faktor yang mempengaruhi ketimpangan terjadi di provinsi dan kabupaten kota yang baru diantaranya adalah kesenjangan struktural akibat aktivitas perekonomian yang terlalu bertumpu pada sektor-sektor tertentu (biasanya sektor primer; pertanian tradisional), keterbatasan sumber daya yang berimplikasi pada tingginya angka pengangguran dan kemiskinan, rendahnya akses masyarakat terhadap fasilitas kesehatan dan pendidikan yang berdampak pada indeks pembangunan manusia serta jumlah dan kualitas infrastruktur yang buruk karena tidak ditunjang oleh alokasi anggaran yang cukup untuk pembangunan dan pemeliharaan. Pembangunan secara umum dapat diupayakan melalui kenaikan laju pertumbuhan ekonomi atau dengan kata lain tingginya laju pertumbuhan ekonomi akan berdampak pada perbaikan kesejahteraan dan perekonomian secara keseluruhan.

(5)

pendapatan, spasial dan sektoral sampai saat ini masih jelas terlihat meskipun laju pertumbuhan ekonominya selama kurun waktu 2001 – 2008 sebesar dua persen diatas rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional. Laju pertumbuhan ekonomi ini juga lebih tinggi dibanding beberapa daerah di kawasan timur Indonesia. Dengan laju pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi tetapi diikuti dengan kondisi ketimpangan yang ada, maka dibutuhkan suatu kajian komprehensif dalam bentuk penelitian ilmiah untuk mengetahui permasalahan sesungguhnya sekaligus memberi solusi yang nantinya bisa digunakan sebagai alternatif kebijakan bagi pemerintah daerah.

Penelitian ini bertujuan menganalisis perubahan struktur ekonomi; besarnya ketimpangan pembangunan yang bersumber dari ketimpangan proporsional pada PDRB perkapita, Indeks Pembangunan Manusia dan Rasio Belanja Infrastruktur; bentuk hubungan ketimpangan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi serta memberi rekomendasi kebijakan. Menggunakan alat analisis Indeks Williamson, Indeks Gini, Shift-Share, Matriks Tipologi Klassen dan Regresi Unbalanced Panel.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun pertumbuhannya lebih rendah dibanding non-pertanian tetapi sektor pertanian masih dominan dalam struktur ekonomi. Sektor yang potensial dan pertumbuhan ekonomi terbesar antarwilayah terjadi di sektor sekunder dan tersier yang mengindikasikan telah terjadi pergeseran struktur ekonomi di Provinsi Gorontalo selama kurun waktu 2001-2008. Analisis Shift-Share menunjukkan sektor yang potensial dan pertumbuhan ekonomi terbesar pada masing-masing kabupaten kota di tahun 2007 dan 2008 rata-rata terjadi di sektor non-pertanian (sektor sekunder dan tersier) dibandingkan dengan kondisi di tahun 2001.

(6)

Pembangunan Manusia dan Rasio Belanja Infrastruktur signifikan sebagai sumber utama ketimpangan. Secara deskriptif, pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang positif dengan ketimpangan pembangunan (Indeks Gini). Artinya secara vertikal pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang positif dengan ketimpangan pembangunan. Pertumbuhan ekonomi yang berkualitas bisa dicapai dengan meningkatkan PDRB perkapita diikuti oleh meningkatnya kualitas sumber daya manusia dan kemudahan dalam mengakses infrastruktur.

(7)

Analisis Ketimpangan Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi

di Provinsi Gorontalo

Herwin Mopangga

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

© Hak cipta milik IPB, Tahun 2010 Hak cipta dilindungi Undang – undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(9)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Tesis : Analisis Ketimpangan Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Gorontalo

Nama : Herwin Mopangga

NRP : H152070051

Program Studi : Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD)

Menyetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, MS Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr

Ketua Anggota

Mengetahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan

Wilayah dan Perdesaan

Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, MS Prof. Dr. Khairil A.Notodiputro, MS

(10)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT atas limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga sebuah kristalisasi pemikiran dan perenungan intelektual penulis yang diwujudkan dalam bentuk tesis dapat diselesaikan. Karya ilmiah ini berjudul : “Analisis Ketimpangan Pembangunan dan Pertumbuhan

Ekonomi di Provinsi Gorontalo”. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan jenjang pendidikan S2 dan memperoleh gelar Magister Sains dari Program Studi Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan, Sekolah Pascarjana Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan yang indah ini penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, baik selama proses studi maupun dalam penelitian dan penyusunan tesis ini. Kepada Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing sekaligus Ketua Program Studi Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan dan Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M. Agr selaku Anggota Komisi Pembimbing, yang telah menyediakan waktu, memberi arahan dan bimbingan sejak proses penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian hingga penyusunan tesis ini.

(11)

Citra Lesmana, S. Si, M. Sc, penulis berterima kasih atas bekal ilmu yang telah Anda berikan.

Ucapan terima kasih dan penghargaan juga penulis sampaikan kepada rekan-rekan mahasiswa dan alumni PWD atas segala bentuk solidaritas dan social capital yang telah dibangun selama ini. Kepada rekan-rekan seperjuangan di Asrama Mahasiswa Gorontalo yang telah menjadi keluarga, tempat berbagi suka dan duka selama penulis berada di Bogor.

Akhirnya rasa syukur dan kebanggaan yang tidak terhingga penulis persembahkan kepada kedua orang tua, Bapak Umar Mopangga dan Ibu Fatmah Aneta atas doa, pengorbanan dan cinta kasih. Kepada ketiga kakakku (Hery, Heny dan Hendra) yang memberi dukungan moril dan materil. Dengan kerendahan hati, penulis memohon saran dan kritik dari semua pihak demi perbaikan dan kemanfaatan karya ilmiah ini.

Bogor, Januari 2010

(12)

Penulis dilahirkan di Gorontalo pada tanggal 24 Maret 1978 dari pasangan Bapak. Umar Mopangga dan Ibu Fatmah Aneta. Penulis merupakan putra bungsu dari empat bersaudara.

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 10

1.3. Tujuan Penelitian ... 10

1.4. Manfaat Penelitian ... 10

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1. Struktur Perekonomian ... 12

2.2. PDRB, PDRB per kapita dan Pertumbuhan Ekonomi ... 15

2.3. Indikator Pembangunan ... 18

2.4. Ketimpangan Pembangunan Ekonomi Wilayah ... 19

2.5. Ketimpangan Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi ... 23

2.6. Penelitian Terdahulu ... 23

III. METODE PENELITIAN ... 25

3.1. Kerangka Pemikiran ... 25

3.2. Hipotesis ... 28

3.3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 29

3.4. Desain Penelitian ... 29

3.5. Definisi Operasional ... 30

3.6. Sumber Data ... 31

3.7. Metode Pengumpulan Data ... 31

3.8. Metode Analisis ... 32

(14)

IV. DESKRIPSI UMUM WILAYAH PENELITIAN ... 39

4.1. Kondisi Geografi ... 39

4.2. Kondisi Demografi ... 40

4.3. Aspek Pemerintahan dan Penanggulangan Kemiskinan ... 43

4.4. Sosial Kemasyarakatan di Provinsi Gorontalo ... 44

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 48

5.1. Struktur Perekonomian di Provinsi Gorontalo ... 48

5.1.1. Analisis Shift-Share ... 51

5.1.2. Tipologi Klassen ... 66

5.2. Ketimpangan Pembangunan dan Sumber Ketimpangan Pembangunan di Provinsi Gorontalo ... 73

5.2.1 Ketimpangan Pembangunan di Provinsi Gorontalo ... 73

5.2.2 Sumber Ketimpangan Pembangunan di Provinsi Gorontalo ... 78

5.2.3 Hasil Analisis Ekonometrika ... 88

5.2.4 Pembahasan ... 98

5.3. Hubungan Ketimpangan Pembangunan dengan Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Gorontalo ... 103

5.4. Rekomendasi Kebijakan ... 104

VI. PENUTUP ... 107

6.1 Simpulan ... 107

6.2 Saran ... 108

DAFTAR PUSTAKA ... 110

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman 1.1 1.2 2.1 2.2 3.1 3.2 3.3 4.1 4.2 5.1 5.2 5.3 5.4 5.5 5.6 5.7 5.8

Perbandingan Beberapa Indikator Ekonomi Gorontalo, Sulawesi

Utara dan Nasional tahun 2007 ...

Perbandingan Indikator Ekonomi Provinsi Gorontalo tahun 2001

dan 2008...

Matriks Tipologi Klassen ...

Indikator-Indikator Pembangunan ...

Operasionalisasi Variabel ...

Kinerja Arah Penelitian ...

Tipologi Daerah ...

Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Per-Km2 Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Gorontalo Tahun

2008 ...

Jumlah dan Persentase Pengangguran di Provinsi Gorontalo ...

Nilai Koefisen Analisis Shift-Share di Provinsi Gorontalo

rata-rata tahun 2001-2008 ...

Laju Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Gorontalo, 2001-2008 ...

PDRB Perkapita di Provinsi Gorontalo, 2001-2008 ...

Matriks Tipologi Klassen Provinsi Gorontalo, 2001-2008 ...

PDRB perkapita dan Indeks Ketimpangan di Provinsi Gorontalo ...

Perbandingan PDRB, IPM, Kemiskinan, DAU dan DAK

Kabupaten/ Kota tahun 2007 di Provinsi Gorontalo ...

Kondisi Jalan pada Kab/Kota di Provinsi Gorontalo ...

(16)

5.9

5.10

5.11

5.12

5.13

5.14

5.15

5.16

5.17

Kondisi Ruang Kelas di Provinsi Gorontalo Tahun 2007 ...

Jumlah Rumah Sakit di Provinsi Gorontalo & Provinsi

Se-Sulawesi, Tahun 2007 ...

Jumlah Puskemas di Provinsi Gorontalo dan Provinsi

Se-Sulawesi, Tahun 2007 ...

Ringkasan Hasil Penelitian dengan Indeks Williamson ...

Ringkasan Hasil Penelitian dengan Indeks Gini ...

Ikhtisar Uji Durbin Watson ...

Pengujian Overall ANAVA dengan Uji F-statistik ...

Ringkasan Pengujian Parsial dengan Uji t-statistik...

Ringkasan Nilai Koefisien Determinasi (R2) ... 85

86

87

89

90

92

93

97

(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1.1 1.2 2.1 2.2 3.1 3.2 3.3 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 5.1 5.2 5.3 5.4 5.5 5.6 5.7

Laju Pertumbuhan Ekonomi Rata-Rata Per Tahun Nasional,

Indonesia Timur, Sulawesi dan Gorontalo Tahun 1994-2005 ...

Laju Pertumbuhan PDRB Propinsi Gorontalo dan Propinsi di

Sulawesi ...

Kurva Hipotesis Neo-Klasik ...

Kurva Hipotesis Kuznet ...

Kerangka Pikir Penelitian ...

Kerangka Analisis ...

Peta Administrasi Provinsi Gorontalo ...

Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk di Provinsi Gorontalo ...

Laju Pertumbuhan Penduduk Kab/Kota di Provinsi Gorontalo ...

APK dan APM Kabupaten dan Kota di Provinsi Gorontalo...

Persentase Pengangguran di Sulawesi dan Nasional ...

Persentase Kemiskinan di Sulawesi dan Nasional ...

Proporsi dan Laju Pertumbuhan PDRB Sektoral Riil Provinsi

Gorontalo 2001-2008 ...

Nilai PDRB Riil dan Laju Pertumbuhan Ekonomi Riil Kabupaten

Kota di Provinsi Gorontalo tahun 2001-2008 ...

Nilai Regional Share Provinsi Gorontalo ...

Nilai Proportionality Shift Provinsi Gorontalo ...

Nilai Differential Shift Kabupaten Gorontalo ...

Nilai Differential Shift Kota Gorontalo ...

(18)

5.8 5.9 5.10a 5.10b 5.10c 5.10d 5.10e 5.10f 5.11 5.12 5.13 5.14 5.15 5.16 5.17 5.18 5.19 5.20

Nilai Differential Shift Kabupaten Pohuwato ...

Nilai Differential Shift Kabupaten Bone Bolango ...

Matriks Tipologi Klassen di Provinsi Gorontalo Tahun 2001 ...

Matriks Tipologi Klassen di Provinsi Gorontalo Tahun 2008 ...

Matriks Tipologi Klassen di Provinsi Gorontalo Rata-rata Tahun

2001-2008 ...

Matriks Tipologi Klassen di Provinsi Gorontalo Rata-rata Tahun

2001-2007 ...

Pergerakan Posisi Kabupaten/Kota dalam Matriks Tipologi

Klassen di Provinsi Gorontalo dari Tahun 2001 ke Tahun 2008 ...

Pergerakan Posisi Kabupaten/Kota dalam Matriks Tipologi

Klassen di Provinsi Gorontalo dari Tahun 2001 ke Tahun 2007 ...

Nilai Indeks Williamson Provinsi Gorontalo, 2001-2008 ...

Indeks Williamson, Persentase Pengangguran dan Persentase

Kemiskinan Provinsi Gorontalo ...

Nilai Indeks Gini Provinsi Gorontalo, 2001-2008 ...

Indeks Gini, Persentase Pengangguran dan Persentase

Kemiskinan Provinsi Gorontalo ...

PDRB Perkapita dan Laju Pertumbuhan PDRB Perkapita Riil di

Gorontalo ...

Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi Gorontalo,

2001-2008 ...

Nilai IPM Kecamatan di Provinsi Gorontalo Tahun 2006 ...

Kondisi Daerah Irigasi di Provinsi Gorontalo ...

Belanja Infrastruktur & PDRB Kab/Kota di Provinsi Gorontalo ...

(19)

DAFTAR

LAMPIRAN

Halaman

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

PDRB Riil Provinsi Gorontalo tahun 2001 – 2008 ...

Hasil Analisis Shift Share Provinsi Gorontalo , 2001-2008 ...

Perbandingan Struktur Ekonomi Provinsi Gorontalo ...

Matriks Tipologi Klassen Provinsi Gorontalo, 2001-2008

(Pohuwato dan Bone Bolango dihitung mulai tahun 2003) ...

Perbandingan PDRB, IPM, Kemiskinan, DAU & DAK Kab/Kota

di Provinsi Gorontalo ...

Print Out E-VIEWS dengan Indeks Williamson ...

Print Out E-VIEWS dengan Indeks Gini ...

Print Out E-VIEWS Indeks Williamson dengan Laju

Pertumbuhan PDRB Perkapita, RBI dan IPM ...

Print Out E-VIEWS Indeks Gini dengan Laju Pertumbuhan

PDRB Perkapita, RBI dan IPM ...

Print Out E-VIEWS Hubungan Ketimpangan Pembangunan

dengan Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Gorontalo………. ... 113

115

119

121

122

123

124

125

126

(20)

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan, yang dilakukan setiap negara ataupun wilayah-wilayah administrasi dibawahnya, sejatinya membutuhkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Keberhasilan pembangunan itu sendiri dapat dilihat dari berbagai perspektif yang multidimensional baik pada aspek sosial budaya, hukum, keamanan maupun ekonomi yang kemudian menjadi fokus analisa dalam penelitian ini. Aspek ekonomi menjadi fokus perhatian karena selain memiliki banyak indikator penilaian, ia juga sangat rentan dan berpengaruh pada seluruh aspek pembangunan.

Pertumbuhan ekonomi sampai saat ini masih menjadi indikator keberhasilan pembangunan yang umum dan familiar bagi masyarakat karena dapat dengan mudah diukur secara kuantitatif dan menstimulus aspek pembangunan lainnya. Pertumbuhan ekonomi berarti adanya kenaikan pendapatan (total maupun individu) sebagai akibat meningkatnya Produk Domestik Bruto / Produk Nasional Bruto tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk, atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak. Pertumbuhan harus berjalan secara berdampingan dan berencana, mengupayakan terciptanya pemerataan kesempatan kerja dan pembagian hasil-hasil pembangunan yang lebih merata. Jika hal ini berlangsung secara berkelanjutan, maka daerah-daerah terpacu untuk terus tumbuh dan berkembang. Daerah yang semula tidak produktif dan tertinggal akan memiliki peluang untuk maju dan memiliki produktivitas yang sama atau bahkan lebih baik dari daerah lainnya.

(21)

hingga 2005, Gorontalo mencapai pertumbuhan rata-rata 6,69% per tahun, sekitar 2% diatas rata nasional pada periode yang sama (pertumbuhan nasional rata-rata 4.73%). Jika dibandingkan dengan provinsi lainnya di Indonesia, Gorontalo termasuk dalam 3 provinsi yang mencapai pertumbuhan ekonomi rata-rata diatas 6% pada periode 2000- 2004.

Keberhasilan Gorontalo sebagai provinsi baru dalam mencapai tingkat pertumbuhan juga dapat dilihat dalam pencapaian setiap tahunnya. Sesuai dengan publikasi Bank Dunia dalam Service Delivery and Financial Management in A New Province, Gorontalo Public Expenditure Analysis (GPEA) tahun 2008, meskipun porsinya relatif kecil dibanding dengan Sulawesi, Indonesia Timur ataupun nasional, tetapi laju pertumbuhan ekonomi Gorontalo setelah krisis berada diatas ketiganya. Demikian pula dengan data dari BPS selama 2003-2005 menunjukan prestasi pertumbuhan Provinsi Gorontalo dibandingkan dengan provinsi lain di Sulawesi, khususnya dengan daerah induknya Sulawesi Utara yang menempati posisi paling akhir di antara 6 provinsi di Sulawesi.

Sumber : Bank Dunia, 2008

Gambar 1.1

(22)

Sumber : BPS, 2006

Gambar 1.2

Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Gorontalo dan Provinsi di Sulawesi

Provinsi Gorontalo memiliki lima (5) kabupaten dan satu (1) kota dimana setiap kabupaten dan kota memiliki besaran pertumbuhan ekonomi yang berbeda-beda. Meskipun perekonomian nasional dan daerah sempat dilanda krisis dan mengingat Gorontalo merupakan provinsi baru yang dimekarkan dari Sulawesi Utara, tetapi pertumbuhan ekonomi provinsi, kabupaten dan kota didalamnya menunjukkan trend positif dan meningkat.

(23)

Dari sisi pengeluaran atau demand side, selama 2001-2005 kontribusi Sektor Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga rata-rata 74.70% per tahun, terbesar dari semua sektor, dengan rata-rata laju pertumbuhan 3.14% per tahun. Sektor Pengeluaran Pemerintah meskipun menduduki urutan kedua sebesar 32.22%, tetapi memiliki laju pertumbuhan yang tertinggi, yaitu 62.05% per tahun.

Pada kenyataannya pencapaian pertumbuhan ekonomi tinggi dan terus meningkat tidak otomatis menghilangkan ketimpangan dalam pembangunan (disparity). Ketimpangan pembangunan yang paling jelas terlihat adalah pada aspek pendapatan yang menimbulkan golongan kaya dan miskin, aspek spasial yang mengakibatkan adanya wilayah maju dan tertinggal serta aspek sektoral yang menyebabkan adanya sektor unggulan dan non unggulan. Ketimpangan pembangunan terjadi dalam skala lokal dan nasional. Bahkan dalam lingkup internasional, fenomena ketimpangan pembangunan ekonomi antarwilayah terlihat nyata. Ketimpangan pembangunan seringkali menjadi permasalahan serius dan apabila tidak mampu dieliminir secara hati-hati dapat menimbulkan krisis yang lebih kompleks seperti masalah kependudukan, ekonomi, sosial, politik dan lingkungan serta dalam konteks makro sangat merugikan proses dan hasil pembangunan yang ingin dicapai suatu wilayah.

(24)

hubungan antarwilayah telah membentuk suatu interaksi yang saling memperlemah. Wilayah-wilayah hinterland menjadi lemah karena eksploitasi sumberdaya yang berlebihan. Oleh sebab itu diperlukan pemahaman mengenai faktor-faktor penyebab terjadinya ketimpangan pembangunan antarwilayah.

Buku-buku referensi utama dan hasil-hasil penelitian empiris mengemukakan bahwa faktor-faktor penyebab terjadinya ketimpangan meliputi faktor biofisik/karakteristik wilayah (sumberdaya alam), sumberdaya buatan (ketersediaan sarana dan prasarana sosial-ekonomi), sumberdaya manusia, sumberdaya sosial, karakteristik struktur ekonomi wilayah dan kebijakan pemerintah daerah (Anwar 2005; Sjafrizal 2008; Rustiadi et al. 2009), aspek kelembagaan menyangkut aturan dan organisasi yang ada di masyarakat, dinamika sosial dan politik yakni dengan adanya pemekaran wilayah dan pembentukan daerah otonomi baru, serta persoalan aliran masuk dan keluar modal (investasi pemerintah maupun swasta) yang secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi kondisi pembangunan. Dengan mengetahui faktor-faktor penyebab ketimpangan tersebut diharapkan dapat dikembangkan kebijakan dan strategi dalam mengurangi tingkat ketimpangan yang terjadi.

Ketimpangan pada dasarnya disebabkan adanya perbedaan kandungan sumber daya alam dan perbedaaan kondisi demografi yang terdapat pada masing-masing wilayah. Akibat dari perbedaan ini kemampuan pada suatu daerah dalam mendorong proses pembangunan juga menjadi berbeda. Karena itu tidaklah mengherankan bilamana pada suatu daerah biasanya terdapat wilayah maju (Developed Region) dan wilayah terbelakang (Underdeveloped Region). Ketimpangan pembangunan juga dapat dilihat secara vertikal yakni perbedaan pada distribusi pendapatan serta secara horizontal yakni perbedaan antara daerah maju dan terbelakang (Sjafrizal, 2008).

(25)

perkapita yang lebih tinggi, angka kemiskinan dan penggangguran yang lebih rendah, kualitas SDM yang baik menyebabkan indeks pembangunan manusia yang lebih tinggi serta akses terhadap infrastruktur yang lebih mudah dijangkau.

Ini berbeda dengan yang dialami oleh wilayah-wilayah kabupaten. Kabupaten Gorontalo misalnya, sebagai kabupaten tertua memiliki kekayaan SDA yang berlimpah dalam menggenjot pembangunannya. Namun perkembangan yang terjadi dengan adanya pemekaran wilayah menjadikan wilayah Kabupaten Gorontalo mendapat saingan dari daerah mekarannya. Dengan fisik wilayah yang lebih luas, penduduk dan ketersediaan infrastruktur lebih menyebar dan tidak merata. Saat ini Kabupaten Pohuwato sebagai kabupaten termuda memiliki potensi SDA yang sangat berlimpah. Sebagian besar para perencana pembangunan di daerah dan nasional memprediksi wilayah baru ini akan berkembang melebihi Kabupaten Boalemo dan Kabupaten Gorontalo sebagai daerah induknya. Hal ini terutama lebih besar akan digenjot oleh potensi SDA yang ada.

Ketimpangan pada jumlah penduduk, besarnya PDRB dan PDRB perkapita juga menggambarkan ketimpangan pembangunan di Provinsi Gorontalo. Kabupaten Gorontalo misalnya, selama tahun 2003 – 2007, memiliki PDRB perkapita rata-rata 1,76 juta rupiah dengan share 37% terhadap total PDRB provinsi. Bandingkan dengan Kabupaten Pohuwato dengan PDRB perkapita 3,44 juta rupiah namun dengan share hanya 18,6% dari total PDRB provinsi. Hal ini disebabkan oleh konsentrasi penduduk di Provinsi Gorontalo berada di Kabupaten Gorontalo yang sebagian besar adalah masyarakat miskin. Selain itu, kemiskinan, pengangguran dan pendidikan juga kontras dengan pertumbuhan yang diraih. Ditengah pertumbuhan ekonomi tinggi, Gorontalo memiliki jumlah penduduk miskin yang besar. Sekitar 28,87 % pada tahun 2004 penduduk Gorontalo hidup dalam keadaan miskin dan menempati urutan termiskin ke-3 di Indonesia (setelah Papua dan Maluku).

(26)

(85,44%) dan Dana Perimbangan terhadap Total Penerimaan (93,12%). Kota Gorontalo tertinggi pada kontribusi Pendapatan Asli Daerah terhadap Total Penerimaan (8,87%). Proporsi penduduk yang terbesar ada di Kabupaten Gorontalo sebesar 39,09%.

Dana Alokasi Umum (DAU) memberi kontribusi cukup besar yakni diatas 70% bagi pendanaan pembangunan di Kabupaten/Kota maupun Provinsi Gorontalo. DAU juga berkontribusi rata-rata diatas 80% terhadap Dana Perimbangan. Sedangkan Dana Perimbangan berkontribusi rata-rata 90% terhadap total penerimaan daerah. Ini berarti bahwa proses pembangunan di Gorontalo memiliki ketergantungan yang tinggi pada kucuran dana dari pemerintah pusat. Jika ini dikaitkan dengan pembentukan PDRB, seharusnya peningkatan DAU akan menstimulus pembentukan PDRB jika DAU atau Dana Perimbangan secara umum ditingkatkan. Tetapi di Gorontalo yang terjadi justru sebaliknya. Fakta menunjukkan bahwa tingginya DAU, DAK dan Dana Perimbangan tidak seketika menaikkan PDRB dan pertumbuhan ekonomi.

Dari sisi perkembangan besaran absolut DAU, DAK dan Dana Perimbangan menunjukkan bagi daerah yang memiliki PDRB kecil tidak ada perlakuan khusus yakni dengan pemberian DAU dan DAK yang lebih besar. Daerah dengan PDRB terendah (Kab. Bone Bolango) menerima DAU dan DAK yang paling kecil dibanding daerah lain. Penurunan DAU dan DAK disebabkan oleh adanya pemekaran wilayah bukan karena pencapaian PDRB yang tinggi. Dari sisi pertumbuhan, umumnya peningkatan DAU dibarengi dengan penurunan pertumbuhan ekonomi. Hal ini ditunjukkan oleh Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Boalemo dan Kota Gorontalo yang DAU-nya meningkat tapi pertumbuhan ekonominya menurun.

(27)

2005 umumnya berada di bawah nasional dan dibawah dua provinsi terdekatnya, Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah (World Bank, 2008).

Tabel 1.1

Perbandingan Beberapa Indikator Ekonomi Gorontalo, Sulawesi Utara dan Nasional tahun 2007

Wilayah

PDRB Perkapita

Berlaku (Rp. Ribu)

Purchasing Power Parity (Rp. Ribu)

Angka Harapan

Hidup (tahun)

Angka Melek Huruf (persen)

Rata-rata Lama Sekolah (tahun)

Kemiskinan (persen)

IPM & Peringkat

Nasional

Gorontalo 4.957,33 615,94 65,90 95,75 6,91 27,35 68,83 (24)

Sulut 11.100,20 619,39 72,00 99,30 8,80 11,42 74,68 (2)

Nasional 17.581,38 624,37 68,70 91,87 7,47 16,58 70,59 Sumber : BPS 2008

(28)

Tabel 1.2

Perbandingan Indikator Ekonomi Provinsi Gorontalo tahun 2001 dan 2008

Uraian Kondisi Awal Provinsi

(2001)

Kondisi Terakhir (2008)

Pertumbuhan Ekonomi (%) 6,16 7,29

Penduduk (jiwa) 850.798 972.208

Pengangguran (%) 3,70 5,65

Kemiskinan (%) 32,12 24,88

Inflasi (% pertahun) 12 7

PDRB Riil (juta rupiah) 1.556.068 2.368.538

PDRB perkapita Riil (juta rupiah) 1,83 2,44

Pengeluaran perkapita Riil yang

disesuaikan* (rupiah) 573.000 615.940

Nilai Ekspor (US$) 3.226.221 24.253.005

Rasio Belanja Infrastruktur 0,04 0,09

Angka Harapan Hidup (tahun) 64,2 65,9

Angka Melek Huruf (persen) 95,2 95,75

Rata-rata Lama Sekolah (tahun) 6,5 6,9

IPM*

& ranking nasional 64,1 (24) 68,83 (24)

Sumber: Paper Refleksi Sewindu Pembangunan Gorontalo, Wakil Gubernur Gorontalo, 2008. Ket: *Rincian untuk elemen IPM tersedia hanya sampai 2007

Secara umum indikator ekonomi Gorontalo kurun waktu tahun 2001 hingga 2008 positif dan terus bertumbuh. Laju pertumbuhan ekonomi tinggi, 2% diatas rata-rata nasional. Angka pengangguran sedikit meningkat tetapi kemiskinan menurun. Pendapatan masyarakat secara total maupun perkapita juga meningkat. Ditunjang dengan laju inflasi yang menurun menyebabkan daya beli masyarakat juga ikut meningkat. Nilai ekspor meningkat seiring bertambahnya rasio belanja pada infrastruktur. Komponen pembentuk Indeks Pembangunan Manusia juga meningkat walaupun IPM Gorontalo secara nasional tetap berada di peringkat 24. Hal ini menjadi sebuah catatan yang baik bagi daerah yang baru mengalami pemekaran menjadi sebuah provinsi.

(29)

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang hendak diteliti dan dikaji sebagai berikut :

1) Bagaimana perubahan struktur ekonomi di Provinsi Gorontalo?

2) Berapa besar ketimpangan pembangunan yang bersumber dari ketimpangan proporsional pada PDRB perkapita, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Rasio Belanja Infrastruktur?

3) Bagaimana hubungan ketimpangan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Gorontalo?

4) Kebijakan apa yang dapat direkomendasikan kepada pemerintah berkaitan dengan ketimpangan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Gorontalo?

1.3. Tujuan Penelitian

1) Mendeskripsikan perubahan struktur ekonomi di Provinsi Gorontalo 2) Menganalisis ketimpangan proporsional pada PDRB perkapita, Indeks

Pembangunan Manusia dan Rasio Belanja Infrastruktur sebagai sumber ketimpangan pembangunan di Provinsi Gorontalo.

3) Menganalisis hubungan ketimpangan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Gorontalo.

4) Memberi rekomendasi kebijakan kepada pemerintah berkaitan dengan ketimpangan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Gorontalo.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :

(30)

2) Memberi rekomendasi kebijakan kepada pemerintah kabupaten/kota dan Provinsi Gorontalo untuk mencapai petumbuhan ekonomi tinggi disertai pengurangan ketimpangan pembangunan.

3) Menjadi informasi bagi penelitian lanjutan yang berkaitan dengan struktur dan pertumbuhan ekonomi serta ketimpangan pembangunan baik dalam skala nasional maupun lokal.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

1) Penelitian dilakukan terhadap empat kabupaten yakni Kabupaten Gorontalo, Boalemo, Pohuwato dan Bone Bolango serta satu kota yaitu Kota Gorontalo yang menjadi unit analisis sedangkan Provinsi Gorontalo menjadi wilayah referensi.

(31)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Struktur Perekonomian

Meminjam istilah Kuznets, perubahan struktur ekonomi umum disebut transformasi struktural dan dapat didefinisikan sebagai suatu rangkaian perubahan yang saling terkait satu dengan lainnya dalam komposisi permintaan agregat, perdagangan luar negeri (ekspor dan impor), penawaran agregat (produksi dan penggunaan faktor produksi seperti tenaga kerja dan modal) yang diperlukan guna mendukung proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan (Todaro, 2000).

Sedangkan menurut Djodjohadikusumo (1994) pembangunan ekonomi merupakan suatu proses transformasi yang dalam perjalanan waktu ditandai oleh perubahan struktur perekonomian, yaitu perubahan pada landasan kegiatan ekonomi maupun pada kerangka susunan ekonomi masyarakat yang bersangkutan. Dengan demikian antara perubahan struktur dan pertumbuhan memiliki keterkaitan yang sangat erat.

Menurut Tarigan (2007) untuk melihat struktur ekonomi secara lebih tajam digunakan analisis Shift-share. Analisis ini menggunakan metode pengisolasian berbagai faktor yang menyebabkan perubahan struktur industri suatu daerah dalam pertumbuhannya dari satu kurun waktu ke kurun waktu berikutnya. Hal ini meliputi penguraian faktor penyebab pertumbuhan berbagai sektor di suatu daerah dalam kaitannya dengan ekonomi nasional. Formulasi Shift Share Analysis seperti yang dikemukakan Blair (1991) sebagai berikut:

                            i(t0) i(t1) ij (t0) ij (t1) ij (t0) (t0) (t1) i(t0) i(t1) ij (t0) (t0) (t1) ij (t0) i X X -X X X X.. X.. -X X X 1 -X.. X.. X X (2.1)

(32)

Dimana :

a : komponen Regional Share b : komponen proportionality shift c : komponen differential shift

ΔXi : perubahan nilai aktifititas sektor tertentu X.. : Nilai total aktivitas dalam total wilayah

Xi : Nilai total aktivitas tertentu dalam total wilayah.

Xij : nilai aktivitas sektor tertentu dalam sub wilayah tertentu. t1 : titik tahun akhir

t0 : titik tahun awal

Dari persamaan di atas menunjukan bahwa peningkatan nilai tambah suatu sektor di tingkat daerah dapat diuraikan (decompose) atas 3 bagian, yaitu:

1. Regional Share :        1 -X.. X.. X (t0) (t1)

ij (t0) merupakan komponen pertumbuhan

ekonomi daerah yang disebabkan oleh faktor luar, yaitu peningkatan kegiatan ekonomi daerah akibat kebijaksanaan nasional yang berlaku pada seluruh daerah.

2. Proportionality Shift (Mixed Shift) :

X.. X.. -X X X (t0) (t1) i(t0) i(t1)

ij (t0) 

      adalah

komponen pertumbuhan ekonomi daerah yang disebabkan oleh struktur ekonomi daerah yang baik, yaitu berspesialisasi pada sektor yang pertumbuhannya cepat seperti sektor industri.

3. Differential Shift (Competitive Shift) :        i(t0) i(t1) ij (t0) ij (t1) ij (t0) X X -X X X adalah

komponen pertumbuhan ekonomi daerah karena kondisi spesifik daerah yang bersifat kompetitif. Unsur pertumbuhan inilah yang merupakan keuntungan kompetitif daerah yang dapat mendorong pertumbuhan ekspor daerah.

(33)

Menurut Sjafrizal (2008) dengan menggunakan analisis Shift-Share maka akan dapat diketahui komponen atau unsur pertumbuhan mana yang telah mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Dengan menggunakan data tahun 2000-2005, Sjafrizal melakukan analisis terhadap pertumbuhan ekonomi regional di Sumatera Barat. Salah satu yang jadi bagian bahasannya adalah perekonomian nasional, struktur dan kekhususan ekonomi daerah. Untuk melihat ketiga variabel ini, Sjafrizal menggunakan analisis Shift-Share. Hasilnya, kontribusi regional share terhadap perekonomian daerah Sumatera Barat sebesar 10,8%. Fakta ini cukup menarik karena dugaan banyak kalangan adalah bahwa kontribusi perekonomian nasional tersebut akan jauh lebih besar dari itu. Alasannya adalah karena sumber daya yang terdapat pada daerah Sumatera Barat sebenarnya tidaklah terlalu banyak bila dibandingkan dengan daerah lainnya.

Struktur ekonomi suatu wilayah juga dapat dijelaskan dengan menggunakan analisis tipologi daerah. Menurut Hill dalam Mudrajad Kuncoro (2004), analisis tipologi daerah digunakan untuk mengetahui gambaran mengenai pola dan struktur pertumbuhan ekonomi masing-masing daerah. Tipologi daerah pada dasarnya membagi daerah menjadi 2 indikator utama, yaitu pertumbuhan ekonomi daerah dan pendapatan per kapita (PDRB per kapita). Dengan menentukan rata-rata pertumbuhan ekonomi sebagai sumbu vertikal dan rata-rata-rata-rata pendapatan perkapita (PDRB per kapita) sebagai sumbu horizontal, daerah yang diamati dapat dibagi menjadi empat klasifikasi, yaitu:

1) High growth and high income (daerah cepat maju dan cepat tumbuh) 2) High growth but low income (daerah berkembang cepat)

(34)

Tabel 2.1

Matriks Tipologi Klassen PDRB per Kapita (y)

Laju Pertum.(r) (yi < y) (yi > y)

(ri > r) Pendapatan pertumbuhan tinggi rendah dan Pendapatan pertumbuhan tinggi tinggi dan

(ri < r)

Pendapatan rendah dan pertumbuhan rendah

Pendapatan tinggi dan pertumbuhan rendah

Keterangan : r : Rata-rata pertumbuhan ekonomi provinsi. y : Rata-rata PDRB per kapita provinsi.

ri : Pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota yang diamati.

yi : PDRB per kapita kabupaten/kota yang diamati

Penggunaan Tipologi Klassen ini seperti yang dilakukan oleh Hairul Aswandi dan Mudrajad Kuncoro (2002). Mereka memfokuskan pada penetapan kawasan andalan dengan studi empiris di Kalimantan Selatan tahun 1993-1999. Hasil analisis pengklasifikasian daerah menunjukkan bahwa pengklasifikasian daerah di Provinsi Kalimantan Selatan lebih baik dengan menggunakan empat klasifikasi menurut Tipologi Klassen daripada hanya berdasarkan klasifikasi kawasan andalan dan kawasan bukan andalan. Empat klasifikasi daerah tersebut yaitu daerah cepat-maju dan cepat-tumbuh, daerah maju tapi tertekan, daerah berkembang cepat dan daerah relatif tertinggal.

2.2 PDRB, PDRB per kapita dan Pertumbuhan Ekonomi

Produk domestik regional bruto (PDRB) adalah total nilai tambah bruto yang dihasilkan oleh seluruh sektor ekonomi suatu wilayah dalam periode tertentu (biasanya satu tahun) tanpa memperhatikan kepemilikan faktor produksi (BPS, 2000). Nilai tambah bruto adalah selisih dari nilai output dan biaya antara dalam proses produksi. Output adalah nilai dari seluruh produk yang dihasilkan oleh sektor-sektor produksi dengan memanfaatkan faktor produksi yang tersedia di suatu wilayah.

(35)

pertengahan tahun. PDRB per kapita dapat dipakai sebagai indikator produktivitas rata-rata penduduk suatu daerah.

PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku setiap tahun, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa tersebut dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai tahun dasar. Besarnya PDRB atas dasar harga konstan tahun ini (t) dikurangi tahun sebelumnya (t-1) dikalikan seratus persen menunjukkan persentase pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada tahun ini (t). Untuk memudahkan teori-teori pertumbuhan dan ketimpangan pembangunan maka uraian ini dikaitkan dengan teori-teori akumulasi modal, kondisi mapan (steady state) dan konvergensi.

Teori pertumbuhan Solow merupakan representasi dari teori pertumbuhan Neo-Klasik. Dengan kata lain, proses pertumbuhan maupun determinan pertumbuhan yang dikemukakan Solow berikut ini juga merepresentasikan konsep dari aliran Noe-Klasik. Determinan pertumbuhan menurut Solow:

1) Akumulasi Modal

Menurut Solow dalam Mankiw (2007) modal adalah determinan output perekonomian yang penting karena persediaan modal bisa berubah sepanjang waktu, dan perubahan itu bisa mengarah ke pertumbuhan ekonomi. Biasanya terdapat dua kekuatan yang mempengaruhi persediaan modal, yaitu investasi dan depresiasi. Investasi mengacu pada pengeluaran untuk perluasan usaha dan peralatan baru, dan hal itu menyebabkan persediaan modal bertambah. Depresiasi (depreciation) mengacu pada penggunaan modal, dan hal itu menyebabkan persediaan modal berkurang.

2) Tabungan

(36)

modal yang dibentuk oleh tabungan. Meski menurut Solow tabungan yang lebih tinggi mengarah ke pertumbuhan yang lebih cepat, tetapi itu hanya bersifat sementara. Kenaikan tingkat tabungan hanya akan meningkatkan pertumbuhan sampai perekonomian mencapai kondisi mapan yang baru. Jika perekonomian mempertahankan tingkat tabungan yang tinggi, maka hal itu akan mempertahankan persediaan modal yang besar dan tingkat output yang tinggi tetapi tidak mempertahankan tingkat pertumbuhan yang tinggi selamanya.

3) Pertumbuhan Populasi

Menurut Mankiw (2007), pertumbuhan populasi membedakan model Solow dalam tiga cara. Pertama, pertumbuhan populasi kian mempermudah kita dalam menjelaskan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Dalam kondisi mapan dengan pertumbuhan populasi, modal per pekerja dan output per pekerja adalah konstan. Namun demikian, karena jumlah pekerja bertambah pada tingkat n, modal total dan output total juga harus bertambah pada tingkat n. Dengan demikian, meskipun tidak dapat menjelaskan pertumbuhan berkelanjutan dalam standar kehidupan (karena output per pekerja adalah konstan dalam kondisi mapan), pertumbuhan populasi akan membantu menjelaskan pertumbuhan output total yang berkelanjutan.

Kedua, pertumbuhan populasi memberi kita penjelasan lain mengapa sebagian negara adalah kaya dan sebagian lain miskin. Jadi, model Solow memprediksi bahwa negara-negara dengan pertumbuhan populasi yang lebih tinggi akan memiliki tingkat GDP per orang yang lebih rendah. Akhirnya, pertumbuhan populasi mempengaruhi kriteria untuk menentukan tingkat modal Kaidah Emas (memaksimalkan konsumsi).

(37)

2.3 Indikator Pembangunan

Menurut Rustiadi (2009), persoalan pembangunan di negara sedang berkembang tidak hanya menyangkut perlunya investasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi tetapi juga harus memperhatikan aspek distribusi dan pemerataan hasil pembangunan. Dengan demikian hasil pembangunan dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat secara adil dan proporsional. Para pakar pembangunan di tahun 1970-an mulai mengkaji ulang indikator tingkat pencapaian pembangunan dari tujuan yang telah ditetapkan dari suatu wilayah sebagaimana disajikan pada tabel berikut:

Tabel 2.2

Indikator-Indikator Pembangunan

Basis/pendekatan Kelompok Indikator-indikator

Tujuan Pembangunan

Pertumbuhan, Produktivitas & Efisiensi (Growth)

a. Pendapatan wilayah; PDRB, PDRB per kapita, Pertumbuhan PDRB b. Kelayakan finansial & ekonomi;

NPV, BC Ratio, IRR, BEP

c. Spesialisasi, Keunggulan komparatif & kompetitif; LQ & Shift-Share

a. Produksi-produksi utama; migas Pemerataan, Keberimbangan &

Keadilan (Equity)

a. Distribusi pendapatan; Gini ratio b. Ketenagakerjaan; pengangguran

terbuka, terselubung, setengah pengangguran

c. Kemiskinan; good service ratio, %konsumsi makanan, garis kemiskinan (pendapatan setara beras, dll)

d. Regional balance; spatial balance, sentral balance, capital balance, sectoral balance

Keberlanjutan (Sustainability) Dimensi lingkungan, dimensi ekonomi dan dimensi sosial

Sumber daya 1. Sumberdaya Manusia

2. Sumberdaya Alam 3. Sumberdaya buatan/sarana

& pra-sarana 4. Sumberdaya Sosial

Pengetahuan, skill, etos kerja, kompetensi, pendapatan, kesehatan & IPM

Degradasi

Skalogram, aksesibilitas terhadap fasilitas

Organisasi sosial, aturan adat/budaya Proses Pembangunan Input, Implementasi, Output,

Outcome, Benefit, Impact

Input dasar (SDM, SDA, Infrastruktur, SDS), input antara

Sumber : Rustiadi (2009)

(38)

rendah, bertumbuhnya perekonomian harus mengorbankan pemerataan (terjadi trade-off antara pertumbuhan dan pemerataan). Hal inilah yang memberi legitimasi pemerintah untuk memusatkan pengalokasian sumber daya pada sektor atau wilayah yang berpotensi besar dalam menyumbang pertumbuhan ekonomi. Kasus di Indonesia strategi ini telah membuat ketimpangan pembangunan wilayah yang lebih besar dan tidak adanya keterpaduan pembangunan wilayah (Hadi, 2001).

Paradigma baru pembangunan diarahkan kepada terjadinya pemerataan, pertumbuhan dan keberlanjutan dalam pembangunan ekonomi. Paradigma baru ini dapat mengacu kepada apa yang disebut dalil kedua fundamental ekonomi kesejahteraan bahwa sebenarnya pemerintah dapat memilih target pemerataan ekonomi yang diinginkan melalui transfer, perpajakan dan subsidi (Rustiadi, 2009).

2.4 Ketimpangan Pembangunan Ekonomi Wilayah

Isu utama masalah pembangunan regional dewasa ini adalah ketimpangan (disparity) yang meliputi 1) disparitas antarwilayah, 2) disparitas antarsektor ekonomi dan 3) disparitas antargolongan masyarakat/individu. Permasalahan ini disebabkan antara lain oleh perencanaan pembangunan yang bersifat sentralistik, top down dan seragam. Konsep pembangunan ekonomi lebih menekankan pertumbuhan dibandingkan redistribusi pendapatan yang adil, sesuai dengan keadaan budaya penguasa (rezim) yang telah menyisakan ketimpangan. Disparitas antarwilayah berarti terdapat perbedaan tingkat pertumbuhan antarwilayah yang terjadi pada perkembangan sektor pertanian, industri, perbankan, asuransi, transportasi, komunikasi, infrastruktur, pendidikan, pelayanan kesehatan, fasilitas perumahan dan sebagainya.

(39)

Pada permulaan proses pembangunan menurut Hipotesa Neo-Klasik, ketimpangan pembangunan antarwilayah cenderung meningkat sampai ketimpangan tersebut mencapai titik puncak (Divergence). Bila pembangunan terus berlanjut, maka setelah itu secara berangsur-angsur ketimpangan pembangunan antarwilayah tersebut akan menurun/berkurang (Convergence). Dengan kata lain, berdasarkan hipotesa ini kurva ketimpangan pembangunan antarwilayah atau ketimpangan regional adalah berbentuk huruf U terbalik (Reverse U-shape Curve).

Sumber: Sjafrizal, 2008

Gambar 2.1

Kurva Hipotesa Neo-Klasik

Beberapa teori pembangunan dan pertumbuhan telah membuktikan bahwa ketimpangan pembangunan dan ketidakseimbangan melekat dalam setiap tahap pembangunan. Gunnar Myrdal (dalam Jhingan, 2003) mengemukakan bahwa pembangunan ekonomi menghasilkan suatu proses sebab akibat sirkuler yang membuat si kaya mendapat keuntungan lebih banyak dan mereka yang tertinggal dibelakang menjadi semakin terhambat. Dampak balik (backwash effect) cenderung membesar dan dampak sebar (spread effect) cenderung mengecil yang semakin memperburuk ketimpangan internasional dan regional di negara-negara yang sedang berkembang.

Hal ini sejalan dengan Hipotesis Kuznet mengenai relasi antara ketimpangan pendapatan dan tingkat pendapatan perkapita yang dikenal dengan kurva U terbalik (inverted U). Simon Kuznet menemukan adanya suatu relasi antara kesenjangan pendapatan dan tingkat pendapatan perkapita yang berbentuk U

Ketimpangan Regional

Kurva Ketimpangan Regional

(40)

terbalik (Kuncoro, 2004). Hasil ini diinterpretasikan sebagai evolusi dari distribusi pendapatan dalam proses transisi dari suatu ekonomi pedesaan ke ekonomi perkotaan atau dari ekonomi pertanian (tradisional) ke ekonomi industri (modern). Pada awal proses pembangunan ketimpangan pendapatan bertambah besar sebagai akibat dari proses urbanisasi dan industrialisasi. Namun setelah itu pada tingkat pembangunan yang lebih tinggi atau akhir dari proses pembangunan, ketimpangan menurun yakni pada saat sektor industri sudah dapat menyerap sebagian tenaga kerja yang datang dari pedesaan (sektor pertanian) atau pada saat pangsa pertanian lebih kecil di dalam produksi dan penciptaan pendapatan. Kurva “U Terbalik” dari Kuznet ini adalah penjabaran dari kurva hipotesa Neo-Klasik. Sumbu horizontal berupa “tingkat pembangunan nasional” diproksi dengan besarnya pendapatan perkapita dan sumbu vertikal berupa variabel “ketimpangan regional” diproksi dengan kesenjangan pendapatan melalui Indeks Gini (Gini Ratio).

Sumber: Van den Berg, 2001 Gambar 2.2 Kurva Hipotesis Kuznet

Ketimpangan pembangunan memiliki perbedaan dengan ketimpangan pendapatan. Ketimpangan pendapatan yang diukur dengan distribusi pendapatan digunakan melihat ketimpangan antarkelompok masyarakat, sementara ketimpangan pembangunan bukan hanya melihat ketimpangan antarkelompok masyarakat tetapi juga berorientasi untuk melihat perbedaan antarwilayah. Jadi yang dipersoalkan bukan hanya antarkelompok kaya dan miskin melainkan perbedaan antara daerah maju dan terbelakang.

Ketimpangan pembangunan dapat diukur dengan berbagai cara, diantaranya: Per capita income

0

(41)

1. Indeks Williamson

Indeks ini digunakan untuk mengukur penyebaran (dispersi) tingkat pendapatan per kapita daerah relatif terhadap rata-rata nasional, merupakan ukuran ketimpangan pembangunan yang pertama kali ditemukan oleh Jeffrey G. Williamson dalam studinya pada tahun 1966. Berbeda dengan Gini rasio yang lazim digunakan dalam mengukur distribusi pendapatan, Indeks Williamson menggunakan PDRB perkapita sebagai data dasar karena yang diperbandingkan adalah tingkat pembangunan antar wilayah dan bukan tingkat kemakmuran antarkelompok. Secara statistik dalam Sjafrizal (2008) formulasinya adalah sebagai berikut:

, 0 < Iw < 1 (2.3)

Dimana :

Iw = Indeks Wllilamson

yi = PDRB per kapita di kabupaten/kota i.

y = rata-rata PDRB per kapita di Provinsi Gorontalo. fi = jumlah penduduk di kabupaten/kota i.

n = jumlah penduduk di Provinsi Gorontalo.

Nilai angka indeks (Iw) yang semakin kecil atau mendekati nol menunjukan ketimpangan yang semakin kecil atau makin merata dan bila semakin jauh dari nol atau mendekati satu menunjukan ketimpangan yang semakin melebar. 2. Indeks Gini (Gini Index)

Koefisien Gini adalah ukuran ketimpangan agregat yang angkanya berkisar antara nol (pemerataan sempurna) hingga satu (ketimpangan sempurna). Menurut Todaro (2007) formulasi Indeks Gini atau Gini Ratio adalah sebagai berikut :

   n 1 i 1 -ci

ci F )

(F fPi -1

GR (2.4)

Dimana :

GR = Indeks Gini

fPi = frekuensi penduduk dalam kelas ke-i

Fci = frekuensi kumulatif dan total pengeluaran/pendapatan pada kelas ke-i Fci–1=frekuensi kumulatif dan total pengeluaran/pendapatan pada kelas ke (i-1)

(42)

2.5. Ketimpangan Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi.

Menurut sebagian ekonom antara pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan memiliki hubungan kausal, dimana ketimpangan mempengaruhi pertumbuhan, dan sebaliknya pertumbuhan juga mempengaruhi ketimpangan.

Pandangan dan debat mengenai hubungan antara ketimpangan pembangunan dan pertumbuhan ini sangat dipengaruhi hipotesis Kuznets (1955) – dikenal dengan Kuznets Hypothesis, yang menyatakan bahwa keterkaitan antara pertumbuhan dan ketimpangan seperti U-shaped terbalik (Gambar 2.2). Pada tahap awal pembangunan ekonomi, distribusi pendapatan cenderung buruk dan tidak akan meningkat sampai negara tersebut mencapai status berpendapatan menengah (middle-income). Implikasi lebih lanjut hipotesis ini sangat jelas, jika pada tahap awal pertumbuhan akan menciptakan ketimpangan, maka kemiskinan membutuhkan waktu beberapa tahun untuk berkurang di negara-negara berkembang (Adams, 2003).

Pandangan ini didukung oleh penelitian Dollar dan Kray (2001), dan Adams (2003). Mereka lebih percaya bahwa pertumbuhanlah yang menciptakan ketimpangan dengan argumentasi bahwa pertumbuhan akan menyebabkan setiap kelompok dalam masyarakat memperoleh keuntungan, namun kelompok yang menguasai faktor produksi dan modal biasanya mendapatkan keuntungan yang relatif lebih besar dibandingkan kelompok lainnya (para buruh).

Perotti (1996) dan Forbes (2000) lebih mendukung pandangan yang mengatakan bahwa ketimpangan yang diproksi oleh distribusi pendapatanlah yang mempengaruhi pertumbuhan. Hal ini didasarkan bahwa distribusi pendapatan yang timpang akan berpengaruh terhadap jumlah investasi, baik fisik maupun manusia, dan selanjutnya akan mempengaruhi laju pertumbuhan.

2.6. Penelitian Terdahulu

(43)

(sebesar 1,56), KBI sebesar 1,27 sedangkan KTI memiliki tingkat disparitas antarkabupaten kota yang lebih tinggi sebesar 3,20; 2) faktor-faktor penyebab disparitas di KBI adalah PDRB sektor sekunder dan tersier sedangkan di KTI adalah PDRB sektor primer, sekunder, tersier dan kepadatan penduduk; 3) Kabupaten Cianjur memiliki wilayah tertinggal di bagian selatan, wilayah transisi di bagian tengah dan wilayah yang relatif maju dibagian utara karena interaksinya dengan kota-kota besar di sekitarnya; 4) Provinsi Gorontalo memiliki wilayah tertinggal di Kabupaten Boalemo dan agak tertinggal di Kabupaten Gorontalo karena rendahnya ketersediaan sarana dan pra-sarana, sementara Kota Gorontalo relatif lebih maju Karena menjadi pusat pemerintahan dan perdagangan.

Hasil penelitian Jocom (2009) tentang Dampak Pengembangan Agropolitan Terhadap Perekonomian Wilayah dan Pendapatan Masyarakat Petani di Provinsi Gorontalo menggunakan Analisis Location Quotient, Multiplier Short Run dan Multiplier Long Run, Analisis Shift-Share, Analisis Uji Beda Pendapatan, Analisis Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan dan Analisis Rapid Assessment for Local Economic Development (RALED) menunjukkan bahwa pengembangan agropolitan berbasis jagung mampu meningkatkan perekonomian dan pergeseran struktur perekonomian wilayah. Secara komparatif agropolitan jagung mampu menggerakkan sektor industri pengolahan, listrik dan air bersih dan memberikan multiplier effect terhadap total perekonomian wilayah. Secara kompetitif sektor-sektor unggulan seperti sub-sektor tanaman pangan, komoditi jagung, bangunan dan pengangkutan masih memiliki daya saing yang rendah sehingga menghambat perekonomian wilayah.

(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran

Ketimpangan pembangunan merupakan kenyataan yang terjadi di semua negara, maju maupun berkembang sehingga wajar dalam suatu negara terdapat daerah yang terbelakang dibanding daerah lainnya. Kondisi ketimpangan ini dapat disebabkan berbagai faktor antara lain faktor struktur sosial ekonomi dan distribusi spasial dari sumber daya bawaan yang mencakup faktor geografi, sejarah, politik, kebijakan pemerintah, administrasi, sosial budaya dan ekonomi (Budiharsono 1996, Murty 2000, Rustiadi et al 2009). Pada negara-negara maju, kondisi ketimpangan bisa dieliminir sekecil mungkin dengan kebijakan pemerintah yang optimal dalam proses pembangunan.

Perencanaan pembangunan yang lebih ditujukan pada pertumbuhan ekonomi dengan pendekatan membangun pusat-pusat pertumbuhan ternyata telah menimbulkan masalah yang kompleks. Pusat-pusat pertumbuhan dengan daerah hinterlandnya tidak tumbuh bersama-sama secara seimbang. Trickle down effect yang diharapkan, berjalan sangat lamban bahkan tidak terjadi, sedangkan sumber daya telah terkuras secara tidak terkendali (backwash effect). Pola pembangunan seperti ini telah menciptakan ketimpangan antarwilayah; kawasan barat dan timur Indonesia, Jawa dan luar Jawa, perkotaan dan perdesaan serta dalam internal wilayah otonom.

(45)

Share dan matriks tipologi Klassen. Hasil dari Matriks Klassen dan Shift-Share ini didukung oleh analisis deskriptif pertumbuhan ekonomi antarwilayah (kabupaten/kota) serta sumbangannya terhadap pertumbuhan ekonomi provinsi. Perubahan struktur ekonomi ini juga secara tidak langsung melalui pertumbuhan ekonomi mempengaruhi ketimpangan pembangunan.

Dalam proses transformasi struktural ini dipastikan terjadi ketidakharmonisan dalam pembangunan. Hal ini telah dibuktikan oleh Douglas C. North dalam analisisnya tentang Teori Pertumbuhan Neo-Klasik dengan hasil bahwa ketimpangan pembangunan antarwilayah dan ketimpangan pendapatan cenderung meningkat sampai ketimpangan tersebut mencapai titik puncak (Divergence). Bila pembangunan terus berlanjut, maka setelah itu secara berangsur-angsur ketimpangan tersebut akan menurun/berkurang (Convergence). Untuk melihat besarnya ketimpangan tersebut akan dilakukan dengan menggunakan Indeks Williamson dan Indeks Gini. Besar kecilnya tingkat ketimpangan ini akan dihubungkan dengan capaian PDRB perkapita, tingkat kesejahteraan masyarakt (yang diukur dengan Indeks Pembangunan Manusia) dan aksesibilitas infrastruktur (dilihat dari rasio belanja infrastruktur dengan total PDRB) dalam suatu model regresi berganda berdasarkan panel data dari lima daerah/wilayah di Gorontalo.

(46)
[image:46.595.92.551.66.463.2]

Gambar 3.1. Kerangka Pikir Penelitian

PEMBANGUNAN

Pro Pemerataan:  Distribusi Pendapatan  Keterkaitan spasial

sektoral, dll

Pro Keberlanjutan:  Kelestarian alam

 Daya dukung lingkungan, dll

SENTRALISASI

Pro Pertumbuhan:  Pusat pertumbuhan

Trickle down effect, dll

KETIMPANGAN

DESENTRALISASI

Mengurangi ketimpangan pembangunan antarwilayah melalui:

 Keterpaduan/keterkaitan sektoral dan spasial dengan intensitas interaksi spasial yg optimal

 Alokasi sumber daya yg proporsional

 Pengelolaan dan pemanfaatan potensi ekonomi wilayah yg optimal,adil dan

berkelanjutan

Faktor penyebab ketimpangan:

- Biofisik/ karakteristik wilayah (SDA). - Sarana & prasarana

(SDB) - SDM.

- Sumber daya Sosial - Karakteristik struktur

ekonomi wilayah. - Kebijakan Pemda

Menganalisis :

1. Ketimpangan pendapatan. 2. Indeks Pembangunan

Manusia (IPM)

3. Rasio Belanja Infrastruktur

Rekomendasi Kebijakan :

(47)

[image:47.595.94.516.117.471.2]

Gambar 3.2 Kerangka Analisis

3.2 Hipotesis

Berdasarkan latar belakang permasalahan serta kerangka pemikiran yang diuraikan sebelumnya, maka ditarik hipotesis penelitian sebagai berikut:

1. Diduga pertumbuhan ekonomi tinggi cenderung tidak disertai penurunan ketimpangan pembangunan di Provinsi Gorontalo.

2. Sumber utama ketimpangan pembangunan di Provinsi Gorontalo baik secara simultan maupun parsial berasal dari ketimpangan proporsional pada PDRB perkapita, indeks pembangunan manusia dan rasio belanja infrastruktur.

3. Pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan dengan ketimpangan pembangunan di Provinsi Gorontalo.

Indeks Pembangunan

Manusia PDRB Perkapita

Kab/Kota → Provinsi Pertumbuhan

Ekonomi

Rasio Belanja Infrastruktur

Tipologi Klassen

Analisis Shift-Share

Indeks Williamson

Indeks Gini Tipologi & Struktur

Ekonomi Antarwilayah

Ketimpangan Pembangunan

Rekomendasi Kebijakan

(48)

3.3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini menjadikan Provinsi Gorontalo sebagai daerah referensi sedangkan 4 kabupaten (Gorontalo, Boalemo, Pohuwato dan Bone Bolango) serta 1 kota (Gorontalo) sebagai unit analisis. Pelaksanaan penelitian dimulai bulan Mei hingga Agustus 2009.

[image:48.595.63.548.195.491.2]

Sumber: Bappeda Prov.Gorontalo, 2008

Gambar 3.3

Peta Administrasi Provinsi Gorontalo

3.4. Desain Penelitian

(49)

Pendekatan kuantitatif lebih berdasarkan pada penggunaan teknik ekonometrik. Dalam penelitian ini akan menggunakan model regresi berganda unbalanced panel. Hasil perhitungan yang diperoleh akan dilakukan uji asumsi klasik dan uji statistik yang harus dipenuhi dan selanjutnya diinterpretasikan sesuai nilai – nilai koefisien yang sudah diperoleh.

3.5. Definisi Operasional

Operasionalisasi variabel yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat dalam tabel dan penjelasan berikut:

Tabel 3.1

Operasionalisasi Variabel

No Variabel Batasan Pengertian Simbol Satuan

1. Pertumbuhan ekonomi

Laju pertumbuhan PDRB riil dengan base year 2000 PE %

2. Ketimpangan Pembangunan

- Perbedaan pendapatan antar kabupaten/kota di Provinsi Gorontalo berdasarkan besarnya deviasi PDRB perkapita kabupaten/kota dari rata-rata PDRB perkapita provinsi dengan menggunakan Indeks Williamson.

- Perbedaan distribusi pendapatan antar kelompok masyarakat yang diukur dengan menggunakan Indeks Gini.

Iw

GR

Poin

3. PDRB perkapita total PDRB dibagi dengan jumlah penduduk yang ada dalam wilayah yang bersangkutan

Y Rupiah

4. Penduduk 1.Jumlah penduduk dalam 1 tahun

2.Laju pertumbuhan penduduk dari tahun ke tahun.

1.N 2.Pop

1. Jiwa 2. % 5. Indeks

Pembangunan Manusia

Indeks yang menyatakan sebagai tolok ukur dari kesejahteraan masyarakat berdasarkan tingkat pendapatan, kesehatan dan pendidikan.

IPM Poin

6. Rasio Belanja Infrastruktur

Merupakan rasio dari belanja untuk infrastruktur terhadap total PDRB

RBI Poin

1. Pertumbuhan Ekonomi adalah laju pertumbuhan PDRB riil dengan base year 2000 yang dihitung dengan formulasi :

100% . PDRB PDRB -PDRB 1 -t 1 -t t  n Ekonomi Pertumbuha

Dimana: PDRBt = PDRB tahun sekarang PDRBt - 1 = PDRB tahun sebelumnya

(50)

kabupaten/kota dari rata-rata PDRB perkapita provinsi dengan menggunakan Indeks Williamson dan ketimpangan pendapatan antara kelompok masyarakat dengan menggunakan Indeks Gini.

3. PDRB perkapita adalah total PDRB dibagi dengan jumlah penduduk yang ada dalam wilayah yang bersangkutan.

4. Penduduk memiliki 2 batasan, yaitu dalam jumlah absolut dan dalam persentase. Secara absolut merupakan jumlah penduduk suati wilayah dalam 1 tahun dan dalam persentase menggambarkan laju pertumbuhan penduduk dari tahun ke tahun dengan rumus:

100% . N

N -N op

1 -t

1 -t t

P

Dimana: Nt = jumlah penduduk tahun sekarang Nt-1 = jumlah penduduk tahun sebelumnya

5. Indeks Pembangunan Manusia adalah indeks yang menggambarkan kondisi tingkat pendapatan, kesehatan dan pendidikan masyarakat suatu wilayah yang digunakan sebagai tolok ukur kesejahteraan suatu wilayah.

6. Rasio belanja infrastruktur merupakan rasio antara pengeluaran belanja untuk infrastruktur dengan total PDRB yang berdampak langsung dan tak langsung bagi kemudahan masyarakat dalam mengakses infrastruktur.

3.6. Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder runtun waktu (time series) periode tahun 2001 – 2008, yang diperoleh dari berbagai laporan dan kompilasi data serta bentuk publikasi lainnya, seperti dari Badan Pusat Statistik dan Bappeda Kabupaten, Kota dan Provinsi serta publikasi Bank Dunia dan cross section dari lima wilayah (Kota Gorontalo, Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Kabupaten Pohuwato dan Kabupaten Bone Bolango).

3.7. Metode Pengumpulan Data

(51)

diteliti maka data yang dibutuhkan sesuai dengan tujuan dan metode analisis yang digunakan disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 3.2

Kinerja Arah Penelitian

No Tujuan Metode Analisis Variabel/

Paramater

Data & Sumber Data 1. Mendeskripsikan perubahan

struktur ekonomi di Provinsi Gorontalo Deskriptif dengan menggunakan analisis Shift-Share, Tipologi Klassen PDRB sektor Kab/Kota/provinsi

PDRB Provinsi & Kab. Kota, Gorontalo Dalam

Angka (GDA)

2. Menganalisis besarnya

ketimpangan proporsional pada PDRB perkapita, IPM dan rasio belanja infrastruktur sebagai sumber ketimpangan pembangunan di Provinsi Gorontalo

Indeks Williamson, Indeks Gini & Regresi berganda dengan panel data

PDRB Kab/Kota, pendapatan kelompok

masyarakat, PDRB perkapita, IPM, rasio

belanja infrastruktur

PDRB Provinsi & Kab./Kota, GDA, APBD

Kab/Kota, jumlah penduduk, IPM, belanja

pemerintah untuk infrastruktur Kab/kota.

3. Menganalisis hubungan ketimpangan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Gorontalo

Regresi double log dengan metode OLS

PDRB Kab/Kota, Pertumbuhan Ekonomi Kab/Kota

PDRB Provinsi & Kab. Kota, Gorontalo Dalam

Angka

4. Memberi rekomendasi kebijakan kepada pemerintah yang berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pembangunan di Provinsi Gorontalo

Deskriptif Dari hasil analisis yang telah dilakukan

poin sebelumnya

Dari hasil analisis yang telah dilakukan poin

sebelumnya

3.8. Metode Analisis

1. Analisis untuk struktur perekonomian di Provinsi Gorontalo

a. Analisis Shift-Share

Analisis ini dilakukan untuk melihat pergeseran/perubahan aktivitas perekonomian kabupaten kota dalam dua titik tahun dibandingkan dengan Provinsi Gorontalo sebagai wilayah referensi. SSA ini melihat perkembangan tahunan selang 2001-2008 (7 titik tahun), 2001-2007 serta tahun 2001-2008 dengan menggunakan data PDRB yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik Provinsi dan masing-masing kabupaten kota di Gorontalo. Formulasi Shift-Share seperti pada persamaan berikut:

                            i(t0) i(t1) ij (t0) ij (t1) ij (t0) (t0) (t1) i(t0) i(t1) ij (t0) (t0) (t1) ij (t0) i X X -X X X X.. X.. -X X X 1 -X.. X.. X X

(52)

Dimana :

a : komponen Regional Share b : komponen proportionality shift c : komponen differential shift ΔXi : perubahan nilai aktifititas sektor i X.. : Nilai total aktivitas dalam total provinsi Xi : Nilai total aktivitas i dalam total provinsi. Xij : nilai aktivitas sektor i dalam setiap kab/kota. t1 : titik tahun akhir

t0 : titik tahun awal

Pada analisis kabupaten kota, untuk daerah referensi adalah data provinsi.

b. Deskripsi komparatif dan Analisis Matriks Tipologi Daerah (Matriks Klassen Typology).

Deskripsi komparatif dilakukan untuk melihat perubahan struktur ekonomi termasuk didalamnya PDRB perkapita, baik tingkat provinsi maupun untuk kabupaten kota. Dilanjutkan dengan analisis tipologi daerah dengan menggunakan Matriks Klassen. Hal ini seperti dilakukan oleh Syafrizal dalam penelitiannya di daerah Sumatera Barat tentang Analisis Pertumbuhan Ekonomi Regional: Kasus Sumatera Barat dalam bukunya Ekonomi Regional (Sjafrizal, 2008).

Menurut Hill dalam Kuncoro (2004), analisis tipologi daerah digunakan untuk mengetahui gambaran mengenai pola dan struktur pertumbuhan ekonomi masing-masing daerah. Tipologi daerah pada dasarnya membagi daerah berdasarkan 2 indikator utama, yaitu pertumbuhan ekonomi daerah dan pendapatan perkapita (PDRB pekapita). Dengan menentukan rata-rata pertumbuhan ekonomi sebagai sumbu vertikal dan rata-rata PDRB perkapita sebagai sumbu horizontal, daerah yang diamati dapat dibagi menjadi empat klasifikasi, yaitu:

1) High growth and high income (daerah cepat maju dan cepat tumbuh). 2) High growth but low income (daerah berkembang cepat).

(53)

Tabel 3.3 Tipologi Daerah PDRB per Kapita (y)

Laju Pertum.(r) (yi < y) (yi > y)

(ri > r) Pendapatan pertumbuhan tinggi rendah dan Pendapatan pertumbuhan tinggi tinggi dan

(ri < r)

Pendapatan rendah dan pertumbuhan rendah

Pendapatan tinggi dan pertumbuhan rendah

Keterangan : r : Rata-rata pertumbuhan ekonomi provinsi. y : Rata-rata PDRB perkapita provinsi.

ri : Pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota yang diamati.

yi : PDRB perkapita kabupaten/kota yang diamati

Kriteria daerah untuk membagi daerah kabupaten/kota adalah:

a) High growth and high income: daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan PDRB perkapita

Gambar

Gambar 3.1.
Gambar 3.2 Kerangka Analisis
Gambar 3.3 Peta Administrasi Provinsi Gorontalo
Gambar 4.1 Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Provinsi Gorontalo
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis besarnya ketimpangan antar daerah dan pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Propinsi Jawa Tengah berdasarkan laju pertumbuhan

Hasil penelitian tentang Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Pembangunan Ekonomi Antar Wilayah Kebijakan Pembangunan di Provinsi Jawa Timur adalah (1) Pola

Pada model dengan menggunakan variabel dependen Indeks Gini, IPM juga merupakan sumber ketimpangan pembangunan yang sangat signifikan, dengan probabilitas sebesar

Nilai ini berarti bahwa sebesar 20,7% Pertumbuhan Ekonomi pada Provinsi Gorontalo dipengaruhi oleh Belanja Modal yang dialokasikan oleh Pemerintah untuk

Di dalam tulisan ini disajikan pokok-pokok bahasan yang meliputi Tingkat Pertumbuhan Ekonomi, Pola Pertumbuhan Ekonomi, Sektor Unggulan di tiap Kabupaten/Kota, Daerah yang

c) Ekonomi yang terus bertumbuh, tidak memperhatikan pertambahan penduduk, sedangkan proses pembangunan ekonomi memperhatikan pertambahan penduduk suatu Negara. d) Proses

Hasil penelitian tentang Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Pembangunan Ekonomi Antar Wilayah Kebijakan Pembangunan di Provinsi Jawa Timur adalah (1) Pola hubungan

Hasil analisis laju pertumbuhan ekonomi menunjukkan bahwa setelah pemekaran (Tahun 2008) laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Labuhanbatu Utara terus meningkat yakni sebesar