ANALISIS STRUKTUR PERTUMBUHAN EKONOMI DAN
KETIMPANGAN PENDAPATAN ANTAR DAERAH
DI PROVINSI JAWA TENGAH, 2004-2008
Skripsi
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk
Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas
Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
OLEH:
RENDI HANGGA KUSUMA
NIM.F0107079
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi dengan judul:
ANALISIS STRUKTUR PERTUMBUHAN EKONOMI DAN
KETIMPANGAN PENDAPATAN ANTAR DAERAH
DI PROVINSI JAWA TENGAH, 2004-2008
Surakarta, 21 Januari 2011
Disetujui
dan
diterima
oleh
Pembimbing
Drs.
Kresno
Saroso
Pribadi,
Msi
HALAMAN PENGESAHAN
Telah disetujui dan diterima baik oleh tim penguji Skripsi Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret guna melengkapi tugas-tugas dan memenuhi
syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan
Surakarta,
Maret
2011
Tim Penguji Skripsi
1. Drs. Hari Murti, M.Si
` (
)
NIP 19561214 198403 1 001
Ketua
2. Dwi Prasetyani, SE, M.Si
NIP 19770217 200312 2 003
3. Drs. Kresno Sarosa Pribadi, M.Si
(
)
NIP 19560118 198601 1 001
Anggota
commit to user
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puji syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul
“Analisis Struktur Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Pendapatan Antar Daerah di
Propinsi Jawa Tengah Tahun 2004-2008”
Skripsi ini disusun dengan tujuan untuk memenuihi salah satu syarat dalam
menyelesaikan Program Sarjana (S1) pada Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Selama menyusun skripsi ini penulis tidak lepas dari beberapa pihak. Maka dari itu
dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1.
Bapak, Prof. Dr. Bambang Sutopo, M.Com, Ak selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2.
Bapak Drs. Kresno Saroso Pribadi, Msi selaku dosen pembimbing yang dengan
sabar telah membimbing penulis. Terima kasih atas saran, kritik dan perhatiannya
selama penulis menyelesaikan skripsi. Semoga menjadi ilmu yang sangat
bermanfaat.
3.
Bapak Drs. Sutanto, Msi selaku dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan dorongan dan pengarahan selama studi kepada penulis serta memberi
kesempatan untuk diskusi kepada penulis.
4.
Bapak dan ibu dosen pengampu yang telah memberikan ilmunya selama penulis
menuntut ilmu di Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta .
5.
Kedua orang tua penulis Bapak Harmanto, S.Pd dan Ibu Istamar Setyawati, S.Pd,
terima kasih yang tak terhingga atas segala kasih sayang dan do’anya yang tiada
terputus pada ananda. Alhamdulillah sehingga ananda mampu menyelesaikan
kuliah. Semoga ALLAH SWT meridhoi niat ananda untuk membalas semua kasih
sayang serta do’a bapak dan ibu.
6.
Teman-teman jurusan Ekonomi Pembangunan angkatan 2007 yang telah menjadi
rekan yang menyenangkan selama penulis menuntut ilmu di FE UNS. Ari, Thithut,
Andry, Ebi, Andhika, Johan, Faisal, Eko, Galih, Ben, Eliza, Desta, Anien, Nana,
Lia, Vina, Yeyen dan lain-lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
commit to user
10.
Pihak-pihak yang tidak sempat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu
penulis baik secara langsung maupun tidak langsung.
Akhirnya, segala kekurangan, kesalahan dan ketidaksempurnaan skripsi ini adalah
tanggung jawab penulis. Namun apabila kebenaran dalam skripsi semata hanya keridhoan
ALLAH SWT sang maha sempurna. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi kita semua.
Amin.
Wassalamu’alaikum. Wr. Wb.
Surakarta, 2011
Rendi
Hangga
Kusuma
commit to user
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... ii
LEMBAR PERSETUJUAN ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
ABSTRAK ... xii
BAB I PENDAHULUHAN ... 1
A.
Latar Belakang Masalah ... 1
B.
Perumusan Masalah ... 6
C.
Tujuan Penelitian ... 8
D.
Manfaat Penelitian ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8
A.
Tinjauan Puataka ... 8
1.
Produk Domestik Regional Bruto ... 9
2.
Pertumbuhan dan Pembangunan Ekonomi ... 11
3.
Perubahan Struktur Ekonomi ... 17
4.
Ketimpangan Pembangunan Ekonomi Regional ... 18
5.
Tinjauan Beberapa Studi Terdahulu ... 26
B.
Kerangka Pemikiran Teoritis ... 30
1.
Teori Pertumbuhan ... 30
2.
..
Teori Basis Ekonomi ……… 32
3.
Teori Ketimpangan ... 32
commit to user
B.
Jenis dan Sumber Data ... 38
C.
Metode Pengumpulan Data ... 39
D.
Metode Analisis ... 39
1.
Analisis Laju Pertumbuhan ... 39
2.
..
Analisis Location Quotient (LQ) ……….. 40
3.
Analisis Pertumbuhan Ekonomi Tipologi Klassen ... 40
4.
Analisis Ketimpangan Regional ... 42
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 45
A.
Gambaran Umum ... 45
1.
Kondisi Geografis dan Luas Wilayah ... 45
2.
Demografis di Kabupaten/Kota di Propinsi Jateng ... 47
B.
Analisis Data ... 47
1.
Analisis Laju Pertumbuhan Ekonomi ... 47
2.
Laju Pertumbuhan PDRB Perkapita ... 49
3.
Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten di Jateng ... 50
4.
..
Analisis LQ ………. 53
5.
Analisis Tipologi Klassen ... 55
6.
Analisis Ketimpangan Pendapatan ... 56
C.
Interpretasi Hasil ... 59
1.
Laju Pertumbuhan PDRB dan PDRB Perkapita ... 59
2.
..
Analisis Location Quotient (LQ) ……….. 60
3.
..
Analisis Tipologi Klassen ……… 63
4.
Analisis Ketimpangan ... 64
BAB V PENUTUP ... 67
A. Kesimpulan ... 67
B. Saran ... 68
DAFTAR PUSTAKA
commit to user
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
FAKULTAS EKONOMI
Jl.lr. Sutami No.36 A Kentingan Surakarta 57126 Telp (0271) 647481 Fax. (0271) 638143
SURAT PERNYATAAN SKRIPSI
Yang bertanda tangan di bawah ini mahasiswa Fakuitas Ekonomi Universitas Sebelas Maret:
Nama
NIM.
Jurusan
Tempat/Tgl. Lahir
Alamat
Rendi Hangga Kusuma
F0107079
Ekonomi Pembangunan
Blora, 8 April 1989
Ds. Tamanrejo RT 03/01, Kec. Tunjungan, Kab. Blora
Pembimbing
Judul skripsi
Drs. Kresno Saroso Pribadi, Msi
Analisis Struktur Pertumbuhan Ekonomi Dan Ketimpangan
Pendapatan Antar Daerah Di Provinsi Jawa Tengah, 2004 - 2008
Dengan ini menyatakan bahwa:
1. Skripsi yang saya buat merupakan hasil karya murni saya sendiri
2. Apabila ternyata dikemudian hari, bahwa skripsi ini merupakan hasil jiplakan / salinan /
saduran karya orang lain, maka saya bersedia menerima sangsi:
a. Sebelum dinyatakan lulus, bersedia menyusun skripsi ulang dan diuji kembali
b. Setelah dinyatakan lulus, penjabutan gelar dan penarikan Ijazah kesarjanaannya
commit to user
commit to user
i
ABSTRAK
RENDI HANGGA KUSUMA NIM.F0107079
ANALISIS STRUKTUR PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN PENDAPATAN ANTAR DAERAH
DI PROVINSI JAWA TENGAH, 2004-2008
Pertumbuhan ekonomi Propinsi Jawa Tengah secara keseluruhan terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2004 hingga 2008, pertumbuhan ekonomi Propinsi Jawa Tengah sekitar 5%, sedangkan pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Propinsi Jawa Tengah masih banyak yang berada dibawah 5%. Perbedaan pertumbuhan ekonomi tiap daerah di Propinsi Jawa Tengah mengindikasikan adanya ketimpangan pendapatan. Ketimpangan pendapatan antar daerah dapat menyebabkan permasalahan pembangunan dan ketidakstabilan perekonomian. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis besarnya ketimpangan antar daerah dan pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Propinsi Jawa Tengah berdasarkan laju pertumbuhan dan pendapatan perkapitanya/kontribusinya. Metode analisis yang digunakan adalah analisis pertumbuhan ekonomi, tipologi klassen, indeks Williamson dan indeks Entropi Theil.
Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa, masih banyak daerah di Propinsi Jawa Tengah yang tergolong dalam daerah relatif tertinggal, tercatat sebanyak 16 kabupaten termasuk daerah relatif tertinggal. Ketimpangan pendapatan antar daerah di Propinsi Jawa Tengah tahun 2004-2008 tegolong tinggi (> 0,5) dan mengalami kecenderungan menurun.
Berdasarkan temuan tersebut saran yang dapat disampaikan untuk mengurangi ketimpangan pendapatan antar kabupaten/kota adalah menerapkan kebijakan pembangunan yang memprioritaskan pada daerah-daerah yang masih relatif tertinggal tanpa mengabaikan daerah-daerah yang sudah maju dan tumbuh pesat. Pembangunan sektor-sektor potensial yang telah menjadi sektor basis di masing-masing daerah supaya mempercepat laju pertumbuhan ekonominya, terutama pada sektor pertanian dengan agribisnis dan sektor industri dengan agroindustri sehingga menciptakan keterkaitan antar sektoral.
commit to user
ii Abstract
RENDI HANGGA KUSUMA NIM.F0107079
STRUCTURE OF ANALYSIS OF ECONOMIC GROWTH AND THE INCOME INEQUALITY IN THE PROVINCE OF JAVA
INTER-REGIONAL OF CENTRAL, 2004-2008
Economic growth in the province of Central Java as a whole continues to increase. In 2004 and 2008, growth in the province of Central Java, about 5%, while that economic growth in the districts of the province of Central Java, there are still many who are less than 5%. The difference of economic growth in every region in the province of Central Java indicate income inequality. interregional income inequality can lead to problems of development and economic instability. This study aims to analyze the amount of inequality between regions and districts of economic development in the province of Central Java, based on the rate of growth and per capita income / contribution. The analytical method used is the analysis of economic growth, the typology Klassen, Williamson index and the Entropy Theil index.
The results of this study explains that there are still many areas in the province of Java Central, belonging to the areas relatively disadvantaged, had 16 districts and the area stayed behind. The inequality of income between the regions of the province of Central Java for the period 2004-2008 is high (> 0.5) and experiencing a downward trend.
Based on these suggestions conclusions that can be delivered to reduce inequality in income between the districts is the implementation of development policies which give priority to the areas which are still relatively behind without neglecting the areas that have already been developed and grown rapidly. Development of the potential sectors that have become industry base in each region in order to accelerate the pace of economic growth, particularly in the agricultural sector, agro-industry and agro-industrial sector through the creation of cross-sectoral linkages.
keywords : income, inequality, of economic growth
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam pelaksanaan pembangunan, pertumbuhan ekonomi yang tinggi
merupakan sasaran utama bagi negara berkembang. Pertumbuhan ekonomi
yang terjadi selam satu periode tertentu tidak terlepas dari perkembangan
masing-masing sektor atau subsektor yang ikut membentuk nilai tambah
perekonomian suatu daerah. Produk domestik regional bruto (PDRB) sebagai
suatu indikator yang mempunyai peran penting dalam mengukur keberhasilan
pembangunan yang telah dicapai dan juga dapat dijadikan sebagai suatu
ukuran untuk menentukan arah pembangunan suatu daerah di masa yang akan
datang.
Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kesejahteraan rakyat.
Oleh karena itu, hasil pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh rakyat
sebagai wujud peningkatan kesejahteraan lahir dan batin secara adil dan
merata dan kebijaksanaan pembangunan dilakukan untuk mencapai
pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan cara memanfaatkan potensi dan
sumber daya yang ada. Namun hasil pembangunan kadang belum dirasakan
merata dan masih terdapat kesenjangan antar daerah
Pembangunan ekonomi di Indonesia diarahkan untuk mewujudkan
masyarakat yang semakin sejahtera, makmur dan berkeadilan. Pembangunan
masyarakatnya mengelola sumber-sumber daya yang ada dan membentuk
suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dan sektor swasta untuk
menciptakan suatu lapangan pekerjaan dan merangsang perkembangan
kegiatan ekonomi didalam wilayah tersebut (Lincolin Arsyad, 1999). Akan
tetapi kondisi daerah di Indonesia yang secara geografis dan sumberdaya alam
yang berbeda, menimbulkan daerah yang lebih makmur dan lebih maju
dibandingkan daerah yang lainnya. Oleh karena itu kebijakan pembangunan
dilakukan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan cara
memanfaatkan potensi dan sumberdaya yang ada dan berbeda-beda bagi
masing-masing daerah. Proses tersebut dilakukan agar pembangunan dapat
dirasakan secara lebih merata. Untuk itu perhatian pemerintah harus tertuju
pada semua daerah tanpa ada perlakuan khusus pada daerah tertentu saja.
Namun hasil pembangunan terkadang masih dirasakan belum merata dan
masih terdapat kesenjangan antar daerah.
Indikator keberhasilan pembangunan suatu daerah bisa dilihat laju
pertumbuhan ekonominya. Oleh sebab itu, setiap daerah selalu menetapkan
target laju pertumbuhan yang tinggi didalam perencanaan dan tujuan
pembangunan daerahnya. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan
berkelanjutan merupakan kondisi utama bagi kelangsungan pembangunan
ekonomi. Karena penduduk bertambah terus, maka dibutuhkan penambahan
pendapatan setiap tahunnya. Hal ini dapat terpenuhi lewat peningkatan output
secara agregat baik barang maupun jasa atau Produk Domestik Bruto (PDB)
Sebagai provinsi yang memiliki jumlah penduduk yang banyak, maka
Jawa Tengah dituntut untuk mandiri, sehingga perlu mengembangkan
potensi-potensi yang ada. Pengembangan potensi-potensi sumber daya alam (SDA), dan
sumber daya manusia (SDM) diharapkan mampu mengatasi isu-isu ekonomi
yang saat ini sedang berkembang.
Pembangunan ekonomi hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
masyarakat maka diperlukan pertumbuhan ekonomi yang meningkat dan
distribusi pendapatan yang lebih merata. Pada tabel 1.1 dapat dilihat laju
pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah menurut PDRB 2004-2007.
Jawa Tengah terletak diantara propinsi besar lainnya yang ada di pulau Jawa,
yaitu Jawa Barat dan Jawa Timur yang sebenarnya memiliki potensi sumber
daya alam dan sumberdaya manusia yang relative tidak jauh berbeda. Akan
tetapi berdasarkan tabel 1.1 dapat dilihat bahwa perbandingan laju
pertumbuhan PDRB Propinsi Jawa Tengah dengan propinsi lainnya dari
tahun ke tahun nilai PDRBnya jauh lebih rendah dibandingkan DKI Jakarta,
Jawa Barat dan Jawa Timur. Perbedaan inilah yang menyebabkan Pemerintah
terus berupaya mendorong percepatan pembangunan dan pertumbuhan
Tabel 1.1 Laju Pertumbuhan Produk Domestik Bruto ADHK 2000
meurut Provinsi (persen), 2004-2007
NO Prop. Di P.
Jawa
PDRB
2004 2005 2006 2007
1 DKI Jakarta 5,65 6,01 5,95 6,44
2 Jawa Barat 4,77 5,60 6,02 6,41
3 Jawa Tengah 5,13 5,35 5,33 5,59
4 DI Yogyakarta 5,12 4,73 3,70 4,31
5 Jawa Timur 5,83 5,84 5,80 6,11
6 Banten 5,63 5,88 5,57 6,04
JAWA 5,40 5,75 5,78 6,17
Sumber: PDRB BPS Provinsi Jawa Tengah
Pertumbuhan ekonomi yang kian membaik masih meninggalkan
permasalahan yang harus dihadapi. Salah satu realitas pertumbuhan ekonomi
di Provinsi Jawa Tengah yang diakibatkan oleh adanya perbedaan laju
pembangunan adalah terciptanya kesenjangan/disparitas pembangunan antar
daerah atau antar kabupaten/kota. Hal tersebut salah satunya didorong oleh
persebaran sumber daya, baik SDM maupun SDAyang tidak merata, selain
itu, keterbatasan tenaga kerja, barang modal dan teknologi sebagai pendukung
kehidupan, khususnya juumlah orang bekerja, belanja modal pemerintah dan
pendidikan berimplikasi munculnya wilayah yang tertinggal.
Keberhasilan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah
sangat berkaitan dengan pengelolaan sumber daya yang dimiliki daerah. Oleh
karena itu prioritas pembangunan daerah harus sesuai dengan prioritas yang
dimilikinya, sehingga akan terlihat peranan dari sektor-sektor potensial
terhadap pertumbuhan perekonomian daerah, sebagaimana yang diperlihatkan
Pola pertumbuhan ekonomi dan struktur pertumbuhan ekonomi daerah
berdasarkan Tipologi Klassen (Widodo, 2008) dapat diklasifikasikan menjadi
daerah pertumbuhan cepat (rapid growth region), daerah maju tapi tertekan
(retarded region), daerah sedang bertumbuh (growing region) dan daerah
relatif tertinggal (relativelybackward region).
Bertitik tolak dari kenyataan tersebut, kesenjangan atau ketimpangan
antardaerah merupakan konsekuensi logis pembangunan dan merupakan suatu
tahap perubahan dalam pembangunan itu sendiri. Perbedaan tingkat kemajuan
ekonomi antardaerah yang berlebihan akan menyebabkan pengaruh yang
merugikan (backwash effects) mendominasi pengaruh yang menguntungkan
(spread effects) terhadap pertumbuhan daerah, dalam hal ini mengakibatkan
proses ketidakseimbangan. Pelaku-pelaku yang mempunyai kekuatan di pasar
secara normal akan cenderung meningkat bukannya menurun, sehingga akan
mengakibatkan peningkatan ketimpangan antar daerah. Tujuan utama dari
usaha pembangunan ekonomi selain menciptakan pertumbuhan yang
setinggi-tingginya, harus pula menghapus dan mengurangi tingkat kemiskinan,
ketimpangan pendapatan dan tingkat pengangguran. Kesempatan kerja bagi
penduduk atau masyarakat akan memberikan pendapatan untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya (M.P.Todaro, 2000).
Ketimpangan distribusi pendapatan dan pertumbuhan ekonomi
merupakan masalah yang dihadapi dalam proses pembangunan. Kajian
pertumbuhan ekonomi dan tingkat pemerataan pembangunan ekonomi antar
daerah di provinsi Jawa Tengah dilihat melalui PDRB dan pendapatan
ekonomi daerah. Dengan demikian dapat dicermati laju pertumbuhan
ekonominya. Sedangkan pendapatan perkapita merupakan hasil bagi PDRB
dengan jumlah penduduk yang dijadikan sebagai ukuran tingkat kesejahteraan
masyarakat.
B. Rumusan Masalah
Ketimpangan dalam pembangunan ekonomi bukan hanya terjadi antar
provinsi di Indonesia, melainkan juga terjadi antar kabupaten/kota itu sendiri
dalam satu provinsi. Begitu juga ketimpangan yang terjadi antar
kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah yang cukup besar, hal ini dapat
dilihat dari nilai PDRB kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah.
Tabel 1.2
PDRB ADHK 2000 menurut Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008, Tanpa Migas (juta rupiah)
NO Kabupaten/Kota PDRB NO Kabupaten/Kota PDRB
1 Kab. Cilacap 11.689.092,90 19 Kab. Kudus 11.659.252,20
2 Kab. Banyumas 4.172.781,99 20 Kab. Jepara 3.889.988,85 3 Kab. Purbalingga 2.257.392,77 21 Kab. Demak 2.787.524,02 4 Kab. Banjarnegara 2.619.989,61 22 Kab. Semarang 5.079.003,74 5 Kab. Kebumen 2.716.236,74 23 Kab. Temanggung 2.219.155,63 6 Kab. Purworejo 2.737.087,13 24 Kab. Kendal 4.806.891,86 7 Kab. Wonosobo 1.741.148,31 25 Kab. Batang 2.169.854,55 8 Kab. Magelang 3.761.388,59 26 Kab. Pekalongan 2.970.146,74
9 Kab. Boyolali 3.899.372,86 27 Kab. Pemalang 3.142.808,70
10 Kab. Klaten 4.567.200,96 28 Kab. Tegal 3.286.263,44
11 Kab. Sukoharjo 4.540.751,53 29 Kab. Brebes 4.998.528,19 12 Kab. Wonogiri 2.770.435,78 30 Kota. Magelang 993.863,81 13 Kab. Karanganyar 4.921.454,71 31 Kota. Surakarta 4.549.342,95 14 Kab. Sragen 2.729.450,32 32 Kota. Salatiga 832.154,88 15 Kab. Grobogan 2.948.793,80 33 Kota. Semarang 19.156.814,30 16 Kab. Blora 1.913.763,35 34 Kota. Pekalongan 1.887.853,70
17 Kab. Rembang 2.093.412,59 35 Kota. Tegal 1.166.587,87
18 Kab. Pati 4.162.082,37
Dalam Tabel1.2, dapat dilihat bahwa PDRB kabupaten/kota di Provinsi Jawa
Tengah mempunyai perbedaan yang signifikan. Nilai PDRB Kab. Cilacap,
Kab. Kudus, dan Kota Semarang jauh diatas rata-rata dibandingkan
kabupaten/kota lainnya. Sedangkan PDRB Kota Salatiga adalah yang terkecil
di Propinsi Jawa Tengah. Besarnya PDRB kabupaten yang lainnya dapat
dilihat pada tabel. Berdasarkan hal tersebut kemungkinan terjadi ketimpangan
pendapatan antar kabupaten / kota di Propinsi Jawa Tengah. Dari uraian
tersebut terlihat perbedaan PDRB antar kabupaten / kota di propinsi jawa
tengah. Hal ini merupakan indikator adanya ketidakmerataan yang
menyebabkan terjadinya ketimpangan atau disparitas antar kabupaten / kota di
propinsi Jawa Tengah.
Berdasarkan uraian tersebut, maka perumusan masalah yang akan
dikaji dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana pertumbuhan ekonomi di kabupaten/kota di provinsi Jawa
Tengah?
2. Bagaimana pola pertumbuhan ekonomi serta klasifikasi di kabupaten/kota
di provinsi Jawa Tengah menurut Tipologi Klassen?
3. Berapa besar tingkat ketimpangan regional antar kabupaten dan antar
wilayah di kabupaten/kota di provinsi Jawa Tengah berdasarkan Indeks
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan penelitian sekripsi ini
adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi di kabupaten/kota di
provinsi Jawa Tengah.
2. Untuk mengetahui pola pertumbuhan ekonomi serta klasifikasi di
kabupaten/kota di provinsi Jawa Tengah menurut Tipologi Klassen.
3. Untuk mengetahui tingkat ketimpangan regional antar kabupaten dan antar
wilayah di kabupaten/kota di provinsi Jawa Tengah berdasarkan Indeks
Williamson dan Indeks Ketimpangan Entropi Theil.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Bagi Pemerintah
Sebagai bahan masukan bagi pemerintah atau pihak-pihak terkait untuk
dipertimbangkan dalam pengambil keputusan dan perencanaan
pembangunan daerah.
2. Bagi Pembaca
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang
bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya bagi para pembaca yang
tertarik untuk meneliti hal yang sama.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
A. Tinjauan Pustaka
1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
PDRB merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh
seluruh unit usaha dalam suatu wilayah tertentu, atau merupakan jumlah
nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi.
Untuk menghitung angka PDRB ada tiga pendekatan yang dapat
digunakan, yaitu:
a. Pendekatan Produksi, PDRB adalah jumlah nilai barang dan jasa
akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah suatu
daerah dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun).
b. Pendekatan Pengeluaran, PDRB adalah semua komponen permintaan
akhir seperti: (a) pengeluaran konsumsi rumahtangga dan lembaga
nirlaba, (b) konsumsi pemerintah, (c) pembentukan modal tetap
domestik bruto, (d) perubahan stok, dan (e) ekspor neto, dalam jangka
waktu tertentu (biasanya satu tahun).
c. Pendekatan Pendapatan, PDRB merupakan jumlah balas jasa yang
diterima oleh faktor-faktor produksi di suatu daerah dalam jangka
waktu tertentu.
PDRB ADHB digunakan untuk melihat pergeseran dan struktur
ekonomi. PDRB ADHB menunjukkan pendapatan yang memungkinkan
tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada setiap
tahun.
PDRB ADHK digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi
dari tahun ke tahun, untuk menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi secara
keseluruhan/setiap sektor dari tahun ke tahun. Data PDRB ADHK lebih
menggambarkan perkembangan produksi riil barang dan jasa yang
dihasilkan oleh kegiatan ekonomi daerah tersebut.
PDRB ADHB menurut sektor menunjukkan peranan sektor
ekonomi dalam suatu daerah, sektor-sektor yang mempunyai peranan
besar menunjukkan basis perekonomian suatu daerah. Dengan demikian
PDRB secara agregatif menunjukkan kemampuan suatu daerah dalam
menghasilkan pendapatan/balas jasa terhadap faktor produksi yang ikut
berpartisipasi dalam proses produksi di daerah tersebut.
Pendapatan regional atas dasar harga berlaku adalah pendapatan
regional yang di dalamnya terdapat unsure inflasi. Apabila unsur inflasi
ditiadakan, maka merupakan pendapatn regional atas dasar harga konstan.
Pendapatan atas harga berlaku juga bisa diartikan nilai tambah
barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu daerah dalam jangka waktu
tertentu (satu tahun) dihitung atas dasar harga-harga yang berlaku pada
tahun tersebut. Sedangkan pendapatn atas dasar harga konstan juga bisa
diartikan nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu daerah
dalam jangka waktu tertentu (satu tahun) dihitung atas dasra harga yang
2. Pertumbuhan dan Pembangunan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan kegiatan ekonomi
dari waktu ke waktu dan menyebabkan pendapatan nasional riil berubah.
Tingkat pertumbuhan ekonomi menunjukkan persentase kenaikan
pendapatan nasional riil pada suatu tahun tertentu dibandingkan dengan
pendapatan nasional riil pada tahun sebelumnya (Sukirno, 2004).
Todaro (2006), mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai
suatu proses peningkatan kapasitas produktif dalam suatu perekonomian
secara terus-menerus atau berkesinambungan sepanjang waktu sehingga
menghasilkan tingkat pendapatan dan output nasional yang semakin lama
semakin besar.
Menurut Todaro (2006), ada tiga faktor atau komponen utama
dalam pertumbuhan ekonomi yaitu:
a. Akumulasi modal, yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi
baru yang ditanamkan pada tanah, peralatan fisik, dan modal atau
sumber daya manusia.
b. Pertumbuhan penduduk yang pada tahun-tahun berikutnya akan
memperbanyak jumlah angkatan kerja.
Sukirno (2004), menerangkan beberapa faktor penting yang dapat
mewujudkan pertumbuhan ekonomi.
a. Tanah dan kekayaan alam lainnya. Kekayaan alam suatu negara
meliputi luas dan kesuburan tanah, keadaan iklim dan cuaca, jumlah
dan jenis hutan dan hasil laut, serta jumlah dan jenis kekayaan barang
tambang yang terdapat.
b. Jumlah dan mutu dari penduduk dan tenaga kerja. Penduduk yang
bertambah dari waktu ke waktu dapat menjadi pendorong maupun
penghambat perkembangan ekonomi.
c. Barang-barang modal dan tingkat teknologi. Barang-barang modal
yang bertambah dan teknologi yang modern memegang peranan
penting dalam mewujudkan kemajuan ekonomi.
d. Sistem ekonomi dan sikap masyarakat.
Pertumbuhan dan pembangunan ekonomi merupakan suatu konsep
yang berbeda. Pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai proses
peningkatan produksi barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi masyarakat
(Djojohadikusumo, 1994: 1). Dapat dikatakan bahwa pertumbuhan
ekonomi diukur dengan meningkatnya hasil produksi dan pendapatan
masyarakat. Sedangkan pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai
proses transformasi dalam arti perubahan struktural yaitu perubahan
landasan kegiatan ekonomi dalam bentuk susunan ekonomi masyarakat
(Djojohadikusumo, 1994: 2). Sehingga dapat dikatakan bahwa
pembangunan ekonomi mencakup berbagai macam perubahan yang
penggunaan sumber daya produksi diantara sektor-sektor kegiatan
ekonomi, perubahan pada pola pembagian kekayaan dan pendapatan serta
perubahan pada kerangka kelembagaan dalam kehidupan masyarakat
secara menyeluruh.
Dari pengertian mengenai pertumbuhan dan pembangunan
ekonomi di atas dapat diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan
bagian dari pembangunan ekonomi. Oleh karena itu pertumbuhan ekonomi
menjadi salah satu target yang penting yang harus dicapai dalam proses
pembangunan ekonomi. Hasil dari pembangunan ekonomi adalah semakin
meluasnya kesempatan kerja yang bersifat produktif bagi masyarakat. Hal
ini akan meningkatkan pendapatan secara nyata dan meningkatkan pola
konsumsi masyarakat secara kuantitatif maupun kualitatif. Dengan adanya
pembangunan ekonomi ini dapat mengurangi ketimpangan distribusi
pendapatan masyarakat.
Masalah pembangunan telah ditegaskan (Dudley Seers dalam
Todaro, 2000: 19) bahwa pembangunan suatu negara harus mampu
mengatasi 3 (tiga) persoalan mendasar yaitu masalah kemiskinan, tingkat
pengangguran dan penanggulangan ketimpangan pendapatan. Sehingga
Todaro (2000: 20) dalam bukunya mendefinisikan bahwa pembangunan
merupakan suatu proses multidimensi yang mencerminkan perubahan
struktur masyarakat secara keseluruhan baik itu struktur social, sikap
masyarakat dan kelembagaan nasional. Perubahan-perubahan tersebut
bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, mengurangi
diharapkan terwujudnya kondisi kehidupan yang lebih baik secara material
maupun sepiritual.
Pembagunan ekonomi juga didefinisikan sebagai suatu proses yang
menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu negara meningkat
dalam jangka panjang Arsyad (1992: 14). Dari definisi di atas dapat
dijelaskan bahwa pembangunan ekonomi mempunyai 3 (tiga) sifat penting
yaitu:
a. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang berarti
perubahan yang terjadi secara terus-menerus.
b. Pembangunan ekonomi merupakan usaha untuk menaikkan
pendapatan perkapita, dan
c. Pembangunan ekonomi merupakan kenaikan pendapatan perkapita
yang berlangsung terus-menerus dalam jangka panjang.
Pengertian pembangunan ekonomi itu sendiri berbeda dengan
pertumbuhan ekonomi . Para ekonom mengartikan istilah pembangunan
ekonomi sebagai (Arsyad, 1992: 15) :
a. Peningkatan pendapatan perkapita masyarakat yaitu tingkat
pertumbuhan GDP (Gross Domestic Product) dan GNP (Gross
National Product) pada suatu tahun tertentu adalah melebihi tingkat
pertumbuhan penduduk. Yang dimaksud dengan GDP ada;ah
pendapatan nasional yang berasal dari warga negara asli dan warga
negara asing yang berada di suatu negara tersebut. Sedangkan GNP
adalah pendapatan nasional yang berasal dari warga negara asli baik
b. Perkembangan GDP (Gross Domestic Product) dan GNP (Gross
National Product) yang terjadi dalam suatu Negara dibarengi oleh
perombakan dan moderenisasi struktur ekonominya.
Sedangkan pertumbuhan ekonomi diartikan para ekonom sebagai
kenaikan GDP (Gross Domestic Product) dan GNP (Gross National
Product) tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih
kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk atau apakah perubahan struktur
ekonomi terjadi atau tidak.
Di setiap negara terutama di negara berkembang, pembangunan
merupakan hal pokok yang harus dilakukan guna meningkatkan
kesejahteraan rakyatanya. Oleh karena itu untuk memahami pembnguanan
secara hakiki harus ada kemampuan dasar yang menjadi konsep dan
pedoman. Menurut Todaro (2000: 21) ada 3 (tiga) komponen dasar
sebagai pedoman memahami pembangunan negara yaitu:
a. Kecukupan, yaitu kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
dasar. Kebutuhan-kebutuhan dasar itu meliputi pangan, sandang,
papan, kesehatan, dan keamanan.
b. Jati diri, yaitu menjadi manusia seutuhnya dengan cara mendorong diri
sendiri untuk maju, menghargai diri sendiri, merasa diri pantas dan
layak melakukan atau mengejar sesuatu.
c. Kebebasan, yaitu kemampuan berdiri sendiri serta tidak terjebak dalam
Dengan adanya komponen dasar pembangunan negara tersebut
diharapkan suatu negara mempunyai tujuan pembangunan yang dapat
meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Seperti dikemukakan Todaro
(2000: 24) ada 3 (tiga) tujuan dalam pembangunan yaitu:
a. Peningkatan ketersediaan dan perluasan distribusi barang-barang
kebutuhan pokok seperti pangan, sandang, papan, kesehatan dan
keamanan.
b. Peningkatan standar hidup meliputi peningkatan pendapatan, lapangan
kerja, kualitas pendidikan, perhatian atas nilai-nilai cultural dan
kemanusiaan serta peningkatan jati diri pribadi dan bangsa.
c. Perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial bagi setiap individu dan
bangsa serta keseluruhan dengan menghilangkan sikap menghamba
dan ketergantungan terhadap bangsa lain dan terhadap hal-hal yang
merendahkan martabat manusia.
Untuk mengetahui gambaran tentang pola dan struktur
pertumbuhan ekonomi daerah dapat digunakan tipologi Klassen sebagai
alat analisis. Sjafrizal (1997: 27-38) menjelaskan bahwa dengan
menggunakan alat analisis ini dapat diperoleh empat klasifikasi
pertumbuhan masing-masing daerah yaitu daerah pertumbuhan cepat
(rapid growth region), daerah tertekan (retarded region), daerah sedang
bertumbuh (growing region) dan daerah relatif tertinggal (relatively
3. Perubahan Struktur Ekonomi
Menurut Kuznet dalam Todaro (2006) perubahan struktur ekonomi
atau transformasi struktural ditandai dengan adanya perubahan persentase
sumbangan berbagai sektor-sektor dalam pembangunan ekonomi, yang
disebabkan intensitas kegiatan manusia dan perubahan teknologi.
Perubahan struktur yang fundamental harus meliputi transformasi ekonomi
bersamaan dengan transformasi sosial.
Salah satu Teori Perubahan Struktur Perekonomian dikembangkan
oleh Chenery dan Taylor (1975) dalam Sukirno, memperlihatkan corak
perubahan struktur ekonomi menggunakan data di berbagai Negara dalam
kurun waktu tertentu. Dalam analisisnya yang terpenting adalah bahwa
dalam proses perubahan struktur perekonomian ada hubungan antara
besarnya pendapatan per kapita dengan presentase sumbangan berbagai
sektor ekonomi pada produksi nasional. Dengan demikian analisis tersebut
dapat digunakan untuk membuat ramalan mengenai peranan berbagai
sektor pada berbagai tingkat pembangunan ekonomi, dan selanjutnya
dapat digunakan sebagai landasan dalam menentukan sumber-sumber daya
ke berbagai sektor ekonomi (Sukirno, 1995).
Pemahaman tentang perubahan struktur perekonomian
memerlukan pemahaman konsep-konsep sektor primer, sekunder dan
tersier serta perbedaannya. Perubahan struktur yang terjadi dapat meliputi
proses perubahan ekonomi tradisional ke ekonomi modern, dari ekonomi
4. Ketimpangan Pembangunan Ekonomi Regional
Sjafrizal (2008) Ketimpangan pembangunan ekonomi regional
merupakan aspek yang umum terjadi dalam kegiatan ekonomi suatu
daerah. Ketimpangan ini pada dasarnya disebabkan oleh adanya perbedaan
kandungan sumberdaya alam dan perbedaan kondisi demografi yang
terdapat pada masing-masing wilayah. Akibat dari perbedaan ini,
kemampuan suatu daerah dalam mendorong proses pembangunan
ekonomi juga menjadi berbeda. Oleh sebab itulah, tidak mengherankan
bilamana pada setiap negara/daerah biasanya terdapat wilayah maju dan
wilayah terbelakang.
Berdasarkan trend dalam distribusi pendapatan, ketimpangan
pendapatan ini bisa dikelompokkan menjadi 4 (empat) kelompok yaitu
(Mudrajad Kuncoro, 2000: 118-124) :
a. Ketimpangan Kota dan Desa
Ketimpangan kota dan desa yaitu ketimpangan distribusi pendapatan
masyarakat di kota dan di desa.
b. Ketimpangan Regional
Ketimpangan regional yaitu ketimpangan distribusi pendapatan antar
wilayah atau daerah.
c. Ketimpangan Interpersonal
Ketimpangan interpersonal yaitu ketimpangan distribusi pendapatan
d. Ketimpangan Antar Kelompok Sosial Ekonomi
Ketimpangan antar kelompok sosial ekonomi yaitu ketimpangan
distribusi pendapatan dilihat dari tingkat pendidikan. Semakin tinggi
tingkat pendidikannya maka semakin besar penghasilan yang
diperoleh.
Ada beberapa indikator yang bisa digunakan dalam menganalisis
ketimpangan pembangunan daerah yaitu (Tambunan, 2001: 180-190):
a. Distribusi Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB)
Distribusi PDRB antar daerah (antar kabupaten dan kota atau
antar propinsi ) bisa menganalisis ketimpangan ekonomi dengan
menggunakan Indeks Williamson dan Indeks Entropi Theil.
b. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Perkapita
Penegeluaran konsumsi rumah tangga perrkapita juga
merupakan salah satu alat ukur untuk melihat perbedaan tingkat
pembangunan ekonomi. Secara hipotesis dapat dikatakan bahwa
semakin tinggi pendapatan perkapita di suatu derah maka semakin
tinggi pengeluaran konsumsi perkapitanya. Tapi ada asumsi yang
harus dipenuhi yaitu pertama, saving behavior dari masyarakat tidak
berubah (rasio tabungan terhadap PDRB tetap tidak berubah) dan
kedua, pangsa kredit didalam pengeluaran konsumsi rumah tangga
juga harus konstan. Apabila kedua asumsi tersebut tidak terpenuhi
maka tinggi rendahnya pengeluaran konsumsi rumah tangga tidak
mencerminkan tinggi rendahnya tingkat pendapatan perkapita di
c. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human
Development Indeks (HDI) juga bisa digunakan sebagai salah satu
indikator sosial untuk mengukur tingkat ketimpangan pembangunan
antar daerah. Secara hipotesis dapat dikatakan semakin baik
pembangunan di suatu wilayah maka semakin tinggi IPM daerah
tersebut.
IPM ini diukur berdasarkan 3 (tiga) tujuan atau produk
pembangunan. Ketiga alat ukur itu yaitu : 1). Panjang usia yang diukur
dengan tingkat harapan hidup. 2). Pengetahuan yang diukur dengan
rata-rata tertimbang dari jumlah orang dewasa yang dapat membaca
(diberi bobot dua pertiga) dan rata-rata tingkat sekolah (diberi bobot
sepertiga). Dan 3). Penghasilan yang diukur dengan pendapatan
perkapita riil yang telah disesuaikan. Nilai IPM dibagi menjadi tiga
kelompok yaitu : 1). Negara dengan pembangunan manusia rendah,
nilai IPM berkisar antara 0,0 hingga 0,50. 2). Negara dengan
pembangunan manusia yang menengah, nilai IPM-nya berkisar antara
0,51 hingga 0,79. Dan 3). Negara dengan pembangunan manusia yang
tinggi, nilai IPM-nya berkisar antara 0,8 hingga 1,0 (Mudrajad
d. Kontribusi Sektoral Terhadap PDRB
Kontribusi sektoral dalam pembentukan PDRB juga dapat
melihat perbedaan tingkat pembangunan daerah. Secara hipotesis dapat
dirumuskan bahwa semakin besar peranan sektor ekonomi yang
memiliki nilai tambah tinggi seperti industri manufaktur terhadap
pertumbuhan PDRB maka semakin tinggi pula pertumbuhan ekonomi
di daerah tersebut.
e. Struktur Fiskal
Struktur fiskal juga bisa digunakan untuk melihat
ketimpangan ekonomi regional. Secara teori, daerah yang tingkat
pembangunannya tinggi biasanya dilihat dari tingkat pendapatan riil
perkapita yang tinggi dan penerimaan pemerintah daerah (Pendapatan
Asli Daerah) yang juga tinggi. Sehingga semakin besar kontribusi
Pendapatan Asli Daerah terhadap penerimaan pemerintah daerah maka
struktur fiskal daerah tersebut semakin naik.
f. Tingkat Kemiskinan
Presentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan
juga dapat digunakan sebagai indikator mengenai ketimpangan
ekonomi regional. Ada korelasi positif antara kepadatan penduduk
dengan tingkat kemiskinan, dimana semakin tinggi jumlah penduduk
per atau per hektar maka semakin sempit ladang untuk bertani
atau membangun pabrik, yang berarti semakin kecil kesempatan kerja
dan sumber pendapatan sehingga semakin besar presentase penduduk
2000: 103) penentuan garis kemiskinan didasarkan pada konsumsi
yang terdiri dari dua elemen, yaitu : 1). Pengeluaran yang diperlukan
untuk membeli standar gizi minimum dan kebutuhan mendasar lainnya
dan 2). Jumlah kebutuhan lain yang sangat bervariasi yang
mencerminkan biaya partisipasi dalam kehidupan masyarakat
sehari-hari.
Kemudian faktor-faktor penyebab utama terjadinya ketimpangan
ekonomi antar daerah di Indonesia adalah sebagai berikut (Tambunan,
2001: 190):
a. Konsentrasi Kegiatan Ekonomi Wilayah
Ketimpangan pembangunan antar daerah dapat terjadi apabila
terdapat konsentrasi kegiatan ekonomi yang tinggi di daerah tertentu.
Karena daerah yang konsentrasi ekonominya tinggi maka pertumbuhan
ekonominya cenderung pesat. Sedangkan daerah yang tingkat
konsentrasi ekonominya rendah maka tingkat pembangunan dan
pertumbuhan ekonominya cenderung rendah. Salah satu faktor yang
membuat suatu daerah mempunyai tingkat konsentrasi tinggi adalah
adanya industri manufaktur. Dibandingkan sektor-sektor lainnya,
industri manufaktur merupakan sektor ekonomi yang potensial sangat
produktif, dilihat dari sumbangannya terhadap pembentukan PDB atau
PDRB. Sektor industri manufaktur yang berkembang baik di suatu
wilayah secara alamiah akan memberikan efek positif terhadap
baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan asumsi tidak ada
distorsi-distorsi terhadap economic linkages antar sektor.
b. Alokasi Investasi
Ketimpangan pembangunan antar daerah juga bisa terjadi
karena adanya perbedaan distribusi investasi langsung antar daerah,
baik itu Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal
Dalam Negeri (PMDN). Berdasarkan teori pertumbuhan ekonomi dari
Harrod-Domar yang menerangkan bahwa ada korelasi positif antara
tingkat investasi dan laju pertumbuhan ekonomi, dapat dikatakan
apabila suatu daerah kekurangan investasi maka pertumbuhan ekonomi
dan tingkat pendapatan masyarakat di daerah tersebut akan rendah
karena tidak ada kegiatan-kegiatan ekonomi yang produktif seperti
industri manufaktur.
c. Tingkat Mobilitas Faktor Produksi yang Rendah Antar Daerah.
Ketimpangan pembangunan antar daerah juga bisa terjadi
karena kurang lancarnya mobilitas faktor produksi seperti tenaga kerja
dan modal antar daerah. Hubungan antara mobilitas faktor produksi
dan perbedaan tingkat pembangunan atau pertumbuhan antar daerah
dapat dijelaskan dengan pendekatan analisis mekanisme pasar output
dan pasar input, yaitu perbedaan laju pertumbuhan ekonomi antar
daerah akan membuat perbedaan tingkat pendapatan perkapita. Tapi
apabila perpindahan faktor produksi antar daerah tidak ada hambatan
maka pembangunan ekonomi yang optimal antar daerah akan tercapai
d. Perbedaan Sumber Daya Alam
Ketimpangan antar daerah juga bisa terjadi karena perbedaan
sumber daya alam. Dasar pemikiran ‘klasik’ mengatakan bahwa
pembangunan ekonomi di daerah yang kaya sumber daya alam akan
lebih maju dan masyarakatnya lebih makmur dibandingkan di daerah
yang miskin sumber daya alam. Pada tingkat tertentu , anggapan ini
bisa dibenarkan, tapi pada tahap selanjutnya harus diperlukan
faktor-faktor lain agar bisa berkembang terus. Faktor-faktor-faktor itu antara lain
penguasaan teknologi dan peningkatan sumber daya manusia. Dengan
memiliki kedua faktor tersebut suatu negara bisa lebih maju dan
makmur meskipun miskin sumber daya alam. Hal ini ditunjukkan oleh
negara-negara maju seperti Jepang, Korea Selatan, Taiwan dan
Singapura.
e. Perbedaan Kondisi Demografis Antar Wilayah
Ketimpangan pembngunan antar daerah juga bisa terjadi
karena adanya perbedaan kondisi demografis antar daerah yaitu, dalam
hal jumlah dan pertumbuhan penduduk, tingkat kepadatan penduduk,
pendidikan, kesehatan, disiplin masyarakat, dan etos kerja.
Faktor-faktor ini mempengaruhi tingkat pembangunan ekonomi melalui sisi
permintaan dan sisi penawaran. Dari sisi permintaan, jumlah penduduk
yang besar merupakan potensi bagi pertumbuhan pasar sekaligus
penawaran, jumlah penduduk yang besar denga pendidikan dan
kesehatan yang baik, disiplin yang tinggi dan etos kerja yang tinggi
merupakan asset penting bagi produksi.
f. Kurang Lancarnya Perdagangan Antar Daerah
Ketimpangan pembangunan antar daerah juga bisa terjadi
karena kurang lancarnya perdagangan antar daerah. Tidak lancarnya
perdagangan antar daerah ini biasanya disebabkan oleh keterbatasan
transportasi dan komunikasi. Sedangkan barang yang diperdagangkan
antar daerah meliputi barang jadi, barang modal, input perantara,
bahan baku serta material-material lainnya untuk produksi barang dan
jasa. Sehingga dengan tidak lancarnya arus barang dan jasa antar
daerah tersebut akan mempengaruhi pembangunan dan pertumbuhan
ekonomi suatu daerah dari sisi permintaan dan sisi penawaran. Dari
sisis permintaan, kelangkaan akan barang dan jasa untuk konsumen
akan mempengaruhi permintaan pasar terhadap kegiatan-kegiatan
ekonomi lokal yang sifatnya komplementer dengan barang dan jasa
tersebut. Misalnya: pembelian motir yang diimpor dari daerah lain
akan mempengaruhi jumlah permintaan terhadap helm yang
diproduksi lokal. Sedangkan sisi penawaran, sulitnya mendapatkan
barang modal, input perantara, bahan baku atau material lainnya dapat
Terjadinya ketimpangan antar wilayah ini membawa implikasi
terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat antar wilayah. Karena itu,
aspek ketimpangan pembangunan antar wilayah ini juga mempunyai
implikasi pula terhadap formulasi kebijakan pembangunan wilayah yang
dilakukan oleh Pemerintah Daerah.
Dengan adanya pertumbuhan ekonomi baik secara langsung
maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap masalah ketimpangan
regional. Ketimpangan dalam pembagian pendapatan adalah ketimpangan
dalam perkembangan ekonomi antar berbagai daerah pada suatu wilayah
yang akan menyebabkan pula ketimpangan tingkat pendapatan perkapita
antar daerah. Untuk menghitung ketimpangan regional digunakan indeks
Ketimpangan Williamson dan Indeks Ketimpangan Entropi Theil
(Kuncoro , 2004).
5. Tinjauan Beberapa Studi Terdahulu
Penelitian mengenai ketimpangan pendapatan untuk tingkat
nasional pernah dilakukan oleh Uppal dan Handoko (1986) dalam Hendra
(2004) dengan menggunakan formulasi Williamsons (CVw) untuk tahun
1976-1980. Uppal dan Handoko mengukur ketimpangan pendapatan di
Indonesia dengan menggunakan PDRB di luar sektor pertambangan.
Mereka menyimpulkan bahwa terdapat tendensi menurunnya tingkat
ketimpangan pendapatan, pola pertumbuhan yang belum mengarah pada
ketimpangan dan faktor yang cenderung dapat menurunkan ketimpangan
adalah anggaran belanja pemerintah pusat dan bantuan terhadap propinsi.
Ardani (1996;1992) Dalam penelitiannya, Ardani telah
menganalisis ketimpangan pendapatan dan konsumsi antar daerah dengan
menggunakan indeks Williamson dari tahun 1968 hingga 1993 dan tahun
1983 hingga 1993. Kesimpulannya mendukung hipotesis Williamson
(1950) bahwa pada tahap awal pembangunan ekonomi terdapat kesenjagan
kemakmuran antar daerah, namun semakin maju pembangunan ekonomi
ketimpangan semakin menyempit (Kuncoro, 2000: 119).
Syafrizal (1997) melakukan penelitian tentang pertumbuhan
ekonomi dan ketimpangan regional wilayah Indonesia bagian barat dengan
menggunakan alat analisis Indeks Williamson. Dari penelitian ini
menunjukkan bahwa secara umum angka ketimpangan regional untuk
wilayah Indonesia bagian barat ternyata lebih rendah dibandingkan dengan
angka ketimpangan untuk Indonesia secara keseluruhan. Hal ini
mengindikasikan pemerataan pembangunan antar wilayah di Indonesia
bagian barat secara relatif lebih baik dibandingkan dengan kondisi
rata-rata di seluruh Indonesia.
Sutarno & Mudrajat Kuncoro (2003) melakukan penelitian tentang
Pertumbuhan Ekonomi Dan Ketimpangan Antar Kecamatan Di
Kabupaten Banyumas, 1993-2000. Alat analisis yang digunakan adalah
Indeks Williamson dan Indeks Ketimpangan Entropi Theil. Dari penelitian
ini menunjukkan terjadi peningkatan ketimpangan, baik dianalisis dengan
Ketimpangan ini terjadi salah satunya diakibatkan konsentrasi aktivitas
ekonomi secara spasial.
Hendra (2004) melakukan penelitian tentang peranan sektor
pertanian dalam mengurangi ketimpangan pendapatan antar daerah di
Propinsi Lampung. Dengan menggunakan Indeks Williamson, Hendra
menganalisis ketimpangan daerah Lampung pada tahun 1995-2001. Untuk
melihat peranan sektor pertanian, dia membandingkan besarnya
ketimpangan pendapatan daerah dengan dan tanpa memasukkan PDRB
sektor pertanian dalam perhitungan. Hasil penelitiannya menunjukkan
bahwa ketimpangan semakin meningkat jika sektor pertanian dikeluarkan
dari perhitungan. Hendra juga melakukan analisis korelasi, sehingga
didapat hubungan negatif yang kuat antara kontribusi pertanian dan Indeks
Ketimpangan, yang berarti peningkatan produktivitas pertanian akan
menurunkan ketimpangan pendapatan yang terjadi.
Wuled Basuki Yuwono (2004) Dalam penelitiannya yang berjudul
“Analisis Ketimpangan Pembangunan dan Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi (Studi Kasus Di Kota Surakarta)”, telah disimpulkan
bahwa pada tahun 1993 sektor pertambangan dan penggalian
terkonsentrasi di kecamatan Banjarsari. Sedangkan pada tahun 2002, tidak
satupun sektor usaha yang terkonsentrasi pada salah satu kecamatan.
Pertumbuhan dengan pola mengutup ditunjukkan oleh sektor industri,
listrik, bangunan, perdagangan dan angkutan. Sedangkan sektor yang
tumbuh dengan pola menyebar adalah sektor pertanian, pertambangan,
pun yang tersepesialisasi pada salah satu kecamatan. Hasil perhitungan
indeks Williamson menunjukkan bahwa kota Surkarta selam tahun
1991-2002 berada pada tingkat ketimpangan yang rendah akan tetapi cenderung
meningkat dari tahun ke tahun. Sedangkan dari analisis regresi
memperlihatkan bahwa pada taraf 5% pertumbuhan ekonomi daerah
berpengaruh positif dan signifikan terhadap indeks Williamson kota
Surakarta, rasio pengeluaran pembangunan terhadap pengeluaran
pemerintah derah berpengaruh negatif tetapi tidak signifikan. Dan
kontribusi sektor pajak terhadap pendapatan asli daerah memiliki pengaruh
positif dan signifikan (Yuwono, 2004).
Budiantoro Hartono (2008) melakukan penelitian ketimpangan
pembangunan ekonomi di provinsi Jawa Tengah. Metode analisis yang
digunakan adalah Indeks Williamson dengan alat ukur pendapatan
perkapita. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Ketimpangan
pembangunan ekonomi antar daerah di Provinsi Jawa Tengah yang
dihitung dengan menggunakan indeks Williamson selama periode 1981-
2005 menunjukkan ketimpangan semakin melebar.
Refa Wisha (2009) melakukan penelitian tentang ketimpangan
pendapatan antar pulau di Indonesia dengan menggunakan formulasi
Williamson. Hasil yang diperolehnya menunjukkan bahwa ketimpangan
pendapatan antar pulau yang terjadi di Indonesia terbagi dalam enam pulau
tergolong dalam taraf ketimpangan yang rendah dengan nilai indeks
ketimpangan antara 0,210 sampai 0,261, yang berarti masih berada di
ketimpangan pendapatan yang terjadi di dalam setiap pulau yang terdiri
dari propinsi-propinsi berada pada taraf ketimpangan yang tinggi untuk
Pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan, Maluku dan Irian yaitu antara 0,521
sampai 0,996, pada Pulau Sulawesi taraf ketimpangannya rendah yaitu
antara 0,050-0,109, sedangkan untuk Pulau Bali taraf ketimpangannya
sedang yaitu antara 0,379-0,498.
B. Kerangka Pemikirin Teoritis
1. Teori Pertumbuhan
Menurut pandangan ekonom klasik, Adam Smith, David Ricardo,
Thomas Robert Malthus dan John Straurt Mill, maupun ekonom neo
klasik, Robert Solow dan Trevor Swan, mengemukakan bahwa pada
dasarnya ada empat faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi
yaitu (1) jumlah penduduk, (2) jumlah stok barang modal, (3) luas tanah
dan kekayaan alam, dan (4) tingkat teknologi yang digunakan (Sukirno,
1985: 275). Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan atau
berkembang apabila tingkat kegiatan ekonomi lebih tinggi daripada apa
yang dicapai pada masa sebelumnya.
Model pertumbuhan Rostow didasarkan pada pengalaman
pembangunan yang telah dialami oleh negara-negara maju terutama di
Eropa. Dengan mengamati proses pembangunan di negara-negara Eropa
dari mulai abad pertengahan hingga abad modern, maka kemudian Rostow
memformulasikan pola pembangunan yang ada menjadi tahap-tahap
Rostow membagi proses pembangunan ekonomi suatu negara
menjadi lima (5) tahap yaitu: (1) Tahap perekonomian tradisional; (2)
Tahap prakondisi tinggal landas; (3) Tahap tinggal landas; (4) Tahap
menuju kedewasaan; (5) Tahap konsumsi massa tinggi.
Menurut teori Rostow, negara-negara maju seluruhnya telah
melampaui tahapan “tinggal landas menuju pertumbuhan ekonomi
berkesinambungan yang berlangsung secara otomatis”. Sedangkan
negara-negara yang sedang berkembang atau apalagi yang masih terbelakang,
pada umumnya masih berada dalam tahapan masyarakat tradisional atau
tahapan kedua, yakni tahapan penyusunan kerangka dasar tinggal landas.
Tidak lama lagi, hanya tinggal merumuskan serangkaian aturan
pembangunan untuk tinggal landas, mereka akan segera bergerak menuju
ke proses pertumbuhan ekonomi yang pesat dan berkesinambungan.
Menurut Boediono (1985: 1) pertumbuhan ekonomi adalah proses
kenaikan output per kapita dalam jangka panjang. Penekanan pada proses
karena proses mengandung unsur dinamis. Para teoritisi ilmu ekonomi
pembangunan masa kini, masih terus menyempurnakan makna, hakikat
dan konsep pertumbuhan ekonomi, Para teoritisi tersebut menyatakan
bahwa pertumbuhan ekonomi tidak hanya diukur dengan pertambahan
PDB dan PDRB saja, tetapi juga diberi bobot yang bersifat immaterial
seperti kenikmatan, kepuasan dan kebahagiaan dengan rasa aman dan
2. Teori Basis Ekonomi.
Merupakan teori yang menjelaskan perubahan-perubahan regional, dengan
menekankan hubungan antar sektor-sektor yang terdapat dalam
perekonomian regional. Yang paling sederhana adalah teori basis
ekonomi, konsep dasar ekonomi membagi perekonomian regional menjadi
2 sektor , yaitu : sektor basis dan sektor non basis (Tarigan, 2005).
a. Sektor Basis adalah sektor-sektor yang mengekspor barang dan jasa ke
tempat diluar perbatasan perekonomian masyarakat atau memasarkan
barang dan jasa kepada orang yang datang dari luar batas
perekonomian masyarakat bersangkutan.
b. Sektor bukan basis adalah sektor-sektor yang menyediakan barang dan
jasa yang dibutuhkan oleh orang-orang dalam batas perekonomian
masyarakat yang bersangkutan. Dengan demikian kegiatan basis
mempunyai peran penting sebagai penggerak utama.
3. Teori Ketimpangan
Model neoklasik beranggapan bahwa mobilitas faktor produksi,
baik modal maupun tenaga kerja, pada permulaan proses pembangunan
adalah kurang lancar, akibatnya modal dan tenaga kerja ahli cenderung
terkonsentrasi di daerah yang lebih maju sehingga ketimpangan
pembangunan cenderung melebar. Akan tetapi bila proses pembangunan
terus berlanjut, dengan semakin baiknya prasarana dan fasilitas
lancar. Dengan demikian, nantinya setelah negara yang bersangkutan telah
maju, maka ketimpangan pembangunan regional akan berkurang.
Dalam hipotesis neoklasik ketimpangan pembangunan pada
permulaan proses cenderung meningkat. Proses ini akan terjadi sampai
ketimpangan tersebut mencapai titik puncak. Setelah itu, bila proses
pembangunan terus berlanjut, maka secara berangsur-angsur ketimpangan
pembangunan antar wilayah tersebut akan menurun. Dengan kata lain
ketimpangan pada negara berkembang relatif lebih tinggi, sedangkan pada
negara maju ketimpangan tersebut relatif lebih rendah.
Ketimpangan pada negara sedang berkembang relative lebih tinggi
karena pada waktu proses pembangunan baru dimulai, kesempatan dan
peluang pembangunan yang ada umumnya dimanfaatkan oleh
daerah-daerah yang kondisi pembangunannya sudah lebih baik sedangkan daerah-daerah
yang masih terbelakang tidak mampu memanfaatkan peluang ini karena
keterbatasan prasarana dan sarana serta rendahnya kualitas sumberdaya
manusia. Oleh sebab itulah, pertumbuhan ekonomi cenderung lebih cepat
didaerah dengan kondisi yang lebih baik, sedangkan daerah yang
terbelakang tidak banyak mengalami kemajuan.
Penelitian tentang hipotesis neoklasik dilakukan oleh Jefrey G.
Williamson pada tahun 1966 melalui suatu studi tentang ketimpangan
pembangunan antar wilayah pada negara maju dan negara sedang
berkembang dengan menggunakan data time series dan cross section.
Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa hipotesis neoklasik ternyata
peningkatan ketimpangan pembangunan yang terjadi di negara-negara
sedang berkembang sebenarnya bukanlah karena kesalahan pemerintah
atau masyarakatnya, tetapi hal tersebut terjadi secara natural diseluruh
negara. Ukuran ketimpangan pembangunan antar wilayah yang dapat
digunakan mengidentifikasi adanya ketimpangan adalah indeks
williamson.
4. Kerangka Teori
Pembangunan ekonomi di Provinsi Jawa Tengah masih
meninggalkan masalah yang sama dihadapi oleh beberapa provinsi lain, di
Indonesia. Masalah yang timbul adalah ketimpangan antar kabupaten/kota.
Hal ini disebabkan karena perbedaan kemampuan suatu daerah dalam
mendorong proses pembangunan. Terjadinya ketimpangan antar wilayah
ini membawa implikasi terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat antar
wilayah. Karena itu, aspek ketimpangan pembangunan antar wilayah ini
juga mempunyai implikasi terhadap kebijakan pembangunan wilayah yang
dilakukan oleh Pemerintah Daerah.
Untuk lebih jelas tentang kerangka pikir sehingga dapat
memberikan jawaban sementara terhadap masalah yang akan diteliti, maka
[image:46.612.126.514.100.574.2]
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Pembangunan Ekonomi
Provinsi Jawa Tengah
Peningkatan
•Pertumbuhan ekonomi
•Pendapatan perkapita
•Struktur perekonomian
Terjadi Ketimpangan Faktor pertumbuhan seperti SDM, teknologi dan modal tidak merata
di setiap kabupaten/kota
Strategi Pembangunan di Provinsi Jawa Tengah
Identifikasi Ketimpangan di Provinsi Jawa Tengah dan Klasifikasi Daerah:
•Daerah cepat maju dan cepat tumbuh
•Daerah maju tapi tertekan
•Daerah berkembang cepat
•Daerah relative tertinggal
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional.
1. Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB)
PDRB merupakan jumlah nilai tambah (value added ) yang timbul
dari semua unit produksi di dalam suatu wilayah dalam jangka waktu
tertentu. Dinyatakan absolut dalam rupiah per tahun (BPS propinsi Jawa
Tengah). Untuk menghindari adanya fluktuasi kenaikan harga / inflasi.
PDRB yang dipakai adalah PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000,
sehingga perkembangan aggregate terjadi dari tahun ke tahun merupakan
perkembangan produksi riil.
2. PDRB per kapita.
PDRB per kapita merupakan hasil bagi antara pendapatan regional
suatu daerah dengan jumlah penduduk pada daerah tersebut. Dalam hal ini
seharusnya jumlah penduduk yang dipakai adalah jumlah penduduk
pertengahan tahun, akan tetapi dalam penelitian ini digunakan data
penduduk sesuai dengan yang di peroleh dari kantor BPS.
3. Laju Pertumbuhan Ekonomi
Laju pertumbuhan ekonomi adalah hasil bagi dari selisih antara
PDRB per tahun tertentu dan PDRB pada tahun sebelumnya dengan
PDRB pada tahun sebelumnya. Laju pertumbuhan ekonomi dapat diukur
dalam persen. Dalam hal ini PDRB yang digunakan adalah PDRB atas
dasar harga konstan tahun 2000.
4. Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk yang dimaksud adalah keseluruhan penduduk
yang tinggal di Propinsi Jawa Tengah yang tersebar dalam 35 kabupaten /
kota selama tahun 2004 hingga 2008.
5. Struktur Ekonomi
Perubahan struktur ekonomi menitikberatkan pembahasan pada
mekanisme transformasi ekonomi yang dialami oleh negara sedang
berkembang, yang semula lebih bersifat subsisten dan menitikberatkan
pada sektor pertanian menuju ke struktur perekonomian yang lebih
modern, dan sangat didominasi oleh sektor industri dan jasa (Todaro,
1991: 68).
Struktur ekonomi dalam penelitian ini merupakan
komposisi/kontribusi dari kegiatan produksi secara sektoral menurut
lapangan usaha yang mengacu pada klasifikasi yang telah dibuat oleh
BPS.
6. Ketimpangan Pendapatan
Ketimpangan Pendapatan adalah ketidakmerataan dalam
pendistribusian pendapatan kepada kelompok masyarakat di suatu daerah
yang didasarkan kepada perhitungan Indeks Ketimpangan Williamson dan
Indeks Entropi Theil.
Ketimpangan regional dalam pembangunan dapat ditengarai antara
penyerapan tenaga kerja, alokasi dana perbankan, investasi dan
pertumbuhan (Dumairy, 1996:59).
7. Daerah
Daerah dalam penelitian ini mengacu pada pendekatan
kebijaksanaan yang lebih mendasar pada administrasi pemerintahan,
sehingga suatu daerah merupakan kesatuan administrasi atau politik
pemerintahan.
B. Jenis dan Sumber Data
Data yang diperlukan dalam penelitian ini seluruhnya adalah data
sekunder untuk periode tahun 2004-2008. Data yang digunakan adalah :
1. PDRB Propinsi Jawa Tengah ADHK periode tahun 2004-2008.
2. PDRB Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah ADHK periode tahun
2004-2008.
3. PDRB Perkapita Propinsi Jawa Tengah ADHK periode tahun 2004-2008
4. PDRB Perkapita Kabupaten / Kota di Propinsi Jawa Tengah ADHK
periode 2004-2008.
5. Jumlah Penduduk Propinsi Jawa Tengah Tahun 2004-2008
6. Jumlah Penduduk Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah tahun 2004-
2008
Adapun data yang diperoleh dalam penelitian ini bersumber dari BPS
C. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
merupakan data yang diambil dari pihak lain atau merupakan data yang diolah
dari pihak kedua. Karena data yang digunakan adalah data sekunder, maka
tidak dilakukan pengumpulan data primer sehingga tidak diperlukan teknik
sampling atau kuesioner. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah dokumentasi dengan menggunakan data yang berkaitan
dengan objek penelitian yang didapatkan dari kantor statistik maupun melalui
literature-literatur lainnya yang sesuai dengan penelitian ini.
D. Metode Analisis
Metode yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Analisis Laju Pertumbuhan .
Formula yang digunakan untuk menentukan tingkat pertumbuhan
ekonomi adalah:
Pertumbuhan Ekonomi =
…………
(3.1)Keterangan:
= Produk Domestik Regional Bruto pada tahun t
2. Analisis Location Quotient (LQ)
Teknik analisa LQ merupakan salah satu cara permulaan untuk
mengetahui kemampuan suatu daerah dalam sektor kegiatan tertentu.
Rumusnya :
LQ = atau ………. (3.2)
Sumber : Tarigan, 2005
Keterangan : LQ = Besarnya Location Quotient
Si = Nilai tambah sektor di tingkat Kabupaten i
S = PDRB di Kabupaten i
Ni = Nilai tambah sektor di tingkat Propinsi
N = PDRB di tingkat Propinsi.
3. Analisis Pertumbuhan Ekonomi Tipologi Klassen
Analisis yang digunakan untuk mengetahui gambaran tentang pola
dan struktur pertumbuhan ekonomi masing-masing daerah adalah Analisis
Tipologi Klassen/Daerah (H. Aswandi dan Mudrajat Kuncoro, 2002).
Kritera yang digunakan terdiri dari empat:
a. Kuadaran I (pertama) yakni daerah cepat maju dan cepat tumbuh (high
income and high growth) adalah daerah yang memiliki pertumbuhan
ekonomi dan pendapatan per kapita yang lebih tinggi dibandingkan
dengan Provinsi Jawa Tengah.
b. Kuadran II (kedua) yakni daerah maju tapi tertekan (high income but
tinggi, tetapi tingkat pertumbuhannya lebih rendah dibandingkan
dengan Provinsi Jawa Tengah.
c. Kuadaran III (ketiga) yakni daerah berkembang cepat (high growth but
low income) adalah daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan tinggi,
tetapi tingkat pendapatan per kapita lebih rendah dibandingkan dengan
Provinsi Jawa Tengah.
d. Kuadaran IV (keempat) adalah daerah relatif tertinggal (low growth
and low income) adalah daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan
ekonomi dan pendapatan per kapita lebih rendah dibandingkan dengan
Provinsi Jawa Tengah.
Daerah yang memiliki pertumbuhan ekonomi dan pendapatan
perkapita rendah dibandingkan rata-rata daerah di wilayah referensi. Tabel
[image:52.612.167.514.157.603.2]1 dibawah ini menunjukkan klasifikasi wilayah menurut Tipilogi Klassen.
Tabel 3.1 Klasifikasi Wilayah Menurut Tipologi Klassen
r y yi > y yi < y
ri > r Wilayah Maju dan
Tumbuh Cepat
Wilayah yang Sedang
Tumbuh
ri < r Wilayah Maju tetapi
Tertekan
Keteranngan :
ri = Laju Pertumbuhan Ekonomi PDRB Wilayah i
yi = PDRB per kapita Wilayah i
r = Laju Pertumbuhan PDRB Wilayah Referensi
y = PDRB per kapita Wilayah referensi
4. Analisi Ketimpangan Regional
a. Indeks Ketimpangan Williamson (Syafrizal, 1997) yakni analisis yang
digunakan sebagai indeks ketimpangan regional (regional inequality)
dengan rumusan sebagai berikut:
IW = ……….(3.3)
Dimana ;
IW = Indeks Ketimpangan Williamson
Yi = PDRB per kapita di Kabupaten/Kota i
Y = PDRB per kapita provinsi Jawa Tengah
fi = Jumlah Penduduk di Kabupaten i
n = Jumlah Penduduk di provinsi Jawa Tengah
Dengan indikator bahwa apabila angka indeks ketimpangan
Williamson semakin mendekati nol maka menunjukkan ketimpangan
yang semakin kecil dan bila angka indeks menunjukkan semakin jauh
b. Indeks Entropi Theil
Merupakan aplikasi konsep teori informasi dalam mengukur
ketimpangan dan konsentrasi industri yang menawarkan tentang
pendapatan regional per kapita dan kesenjangan pendapatan.
Menurut Kuncoro (2001: 87), konsep entropi Theil dari
distribusi pada dasarnya merupakan aplikasi konsep teori informasi
dalam mengukur ketimpangan ekonomi dan konsentrasi industri. Studi
empiris yang dilakukan Theil dengan menggunakan indeks entropi
menawarkan pandangan yang tajam mengenai pendapatan regional per
kapita dan kesenjangan pendapatan, kesenjangan internasional dan
distribusi produk domestik br