• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Puataka

4. Ketimpangan Pembangunan Ekonomi Regional

Sjafrizal (2008) Ketimpangan pembangunan ekonomi regional merupakan aspek yang umum terjadi dalam kegiatan ekonomi suatu daerah. Ketimpangan ini pada dasarnya disebabkan oleh adanya perbedaan kandungan sumberdaya alam dan perbedaan kondisi demografi yang terdapat pada masing-masing wilayah. Akibat dari perbedaan ini, kemampuan suatu daerah dalam mendorong proses pembangunan ekonomi juga menjadi berbeda. Oleh sebab itulah, tidak mengherankan bilamana pada setiap negara/daerah biasanya terdapat wilayah maju dan wilayah terbelakang.

Berdasarkan trend dalam distribusi pendapatan, ketimpangan pendapatan ini bisa dikelompokkan menjadi 4 (empat) kelompok yaitu (Mudrajad Kuncoro, 2000: 118-124) :

a. Ketimpangan Kota dan Desa

Ketimpangan kota dan desa yaitu ketimpangan distribusi pendapatan masyarakat di kota dan di desa.

b. Ketimpangan Regional

Ketimpangan regional yaitu ketimpangan distribusi pendapatan antar wilayah atau daerah.

c. Ketimpangan Interpersonal

Ketimpangan interpersonal yaitu ketimpangan distribusi pendapatan masing-masing individu (personal).

d. Ketimpangan Antar Kelompok Sosial Ekonomi

Ketimpangan antar kelompok sosial ekonomi yaitu ketimpangan distribusi pendapatan dilihat dari tingkat pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikannya maka semakin besar penghasilan yang diperoleh.

Ada beberapa indikator yang bisa digunakan dalam menganalisis ketimpangan pembangunan daerah yaitu (Tambunan, 2001: 180-190): a. Distribusi Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB)

Distribusi PDRB antar daerah (antar kabupaten dan kota atau antar propinsi ) bisa menganalisis ketimpangan ekonomi dengan menggunakan Indeks Williamson dan Indeks Entropi Theil.

b. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Perkapita

Penegeluaran konsumsi rumah tangga perrkapita juga merupakan salah satu alat ukur untuk melihat perbedaan tingkat pembangunan ekonomi. Secara hipotesis dapat dikatakan bahwa semakin tinggi pendapatan perkapita di suatu derah maka semakin tinggi pengeluaran konsumsi perkapitanya. Tapi ada asumsi yang harus dipenuhi yaitu pertama, saving behavior dari masyarakat tidak berubah (rasio tabungan terhadap PDRB tetap tidak berubah) dan kedua, pangsa kredit didalam pengeluaran konsumsi rumah tangga juga harus konstan. Apabila kedua asumsi tersebut tidak terpenuhi maka tinggi rendahnya pengeluaran konsumsi rumah tangga tidak mencerminkan tinggi rendahnya tingkat pendapatan perkapita di daerah tersebut.

c. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Indeks (HDI) juga bisa digunakan sebagai salah satu indikator sosial untuk mengukur tingkat ketimpangan pembangunan antar daerah. Secara hipotesis dapat dikatakan semakin baik pembangunan di suatu wilayah maka semakin tinggi IPM daerah tersebut.

IPM ini diukur berdasarkan 3 (tiga) tujuan atau produk pembangunan. Ketiga alat ukur itu yaitu : 1). Panjang usia yang diukur dengan tingkat harapan hidup. 2). Pengetahuan yang diukur dengan rata-rata tertimbang dari jumlah orang dewasa yang dapat membaca (diberi bobot dua pertiga) dan rata-rata tingkat sekolah (diberi bobot sepertiga). Dan 3). Penghasilan yang diukur dengan pendapatan perkapita riil yang telah disesuaikan. Nilai IPM dibagi menjadi tiga kelompok yaitu : 1). Negara dengan pembangunan manusia rendah, nilai IPM berkisar antara 0,0 hingga 0,50. 2). Negara dengan pembangunan manusia yang menengah, nilai IPM-nya berkisar antara 0,51 hingga 0,79. Dan 3). Negara dengan pembangunan manusia yang tinggi, nilai IPM-nya berkisar antara 0,8 hingga 1,0 (Mudrajad Kuncoro, 2000: 27).

d. Kontribusi Sektoral Terhadap PDRB

Kontribusi sektoral dalam pembentukan PDRB juga dapat melihat perbedaan tingkat pembangunan daerah. Secara hipotesis dapat dirumuskan bahwa semakin besar peranan sektor ekonomi yang memiliki nilai tambah tinggi seperti industri manufaktur terhadap pertumbuhan PDRB maka semakin tinggi pula pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut.

e. Struktur Fiskal

Struktur fiskal juga bisa digunakan untuk melihat ketimpangan ekonomi regional. Secara teori, daerah yang tingkat pembangunannya tinggi biasanya dilihat dari tingkat pendapatan riil perkapita yang tinggi dan penerimaan pemerintah daerah (Pendapatan Asli Daerah) yang juga tinggi. Sehingga semakin besar kontribusi Pendapatan Asli Daerah terhadap penerimaan pemerintah daerah maka struktur fiskal daerah tersebut semakin naik.

f. Tingkat Kemiskinan

Presentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan juga dapat digunakan sebagai indikator mengenai ketimpangan ekonomi regional. Ada korelasi positif antara kepadatan penduduk dengan tingkat kemiskinan, dimana semakin tinggi jumlah penduduk per atau per hektar maka semakin sempit ladang untuk bertani atau membangun pabrik, yang berarti semakin kecil kesempatan kerja dan sumber pendapatan sehingga semakin besar presentase penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan. Menurut (Mudrajad Kuncoro,

2000: 103) penentuan garis kemiskinan didasarkan pada konsumsi yang terdiri dari dua elemen, yaitu : 1). Pengeluaran yang diperlukan untuk membeli standar gizi minimum dan kebutuhan mendasar lainnya dan 2). Jumlah kebutuhan lain yang sangat bervariasi yang mencerminkan biaya partisipasi dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.

Kemudian faktor-faktor penyebab utama terjadinya ketimpangan ekonomi antar daerah di Indonesia adalah sebagai berikut (Tambunan, 2001: 190):

a. Konsentrasi Kegiatan Ekonomi Wilayah

Ketimpangan pembangunan antar daerah dapat terjadi apabila terdapat konsentrasi kegiatan ekonomi yang tinggi di daerah tertentu. Karena daerah yang konsentrasi ekonominya tinggi maka pertumbuhan ekonominya cenderung pesat. Sedangkan daerah yang tingkat konsentrasi ekonominya rendah maka tingkat pembangunan dan pertumbuhan ekonominya cenderung rendah. Salah satu faktor yang membuat suatu daerah mempunyai tingkat konsentrasi tinggi adalah adanya industri manufaktur. Dibandingkan sektor-sektor lainnya, industri manufaktur merupakan sektor ekonomi yang potensial sangat produktif, dilihat dari sumbangannya terhadap pembentukan PDB atau PDRB. Sektor industri manufaktur yang berkembang baik di suatu wilayah secara alamiah akan memberikan efek positif terhadap kegiatan-kegiatan ekonomi di sektor-sektor lain di wilayah tersebut

baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan asumsi tidak ada distorsi-distorsi terhadap economic linkages antar sektor.

b. Alokasi Investasi

Ketimpangan pembangunan antar daerah juga bisa terjadi karena adanya perbedaan distribusi investasi langsung antar daerah, baik itu Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Berdasarkan teori pertumbuhan ekonomi dari Harrod-Domar yang menerangkan bahwa ada korelasi positif antara tingkat investasi dan laju pertumbuhan ekonomi, dapat dikatakan apabila suatu daerah kekurangan investasi maka pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan masyarakat di daerah tersebut akan rendah karena tidak ada kegiatan-kegiatan ekonomi yang produktif seperti industri manufaktur.

c. Tingkat Mobilitas Faktor Produksi yang Rendah Antar Daerah.

Ketimpangan pembangunan antar daerah juga bisa terjadi karena kurang lancarnya mobilitas faktor produksi seperti tenaga kerja dan modal antar daerah. Hubungan antara mobilitas faktor produksi dan perbedaan tingkat pembangunan atau pertumbuhan antar daerah dapat dijelaskan dengan pendekatan analisis mekanisme pasar output dan pasar input, yaitu perbedaan laju pertumbuhan ekonomi antar daerah akan membuat perbedaan tingkat pendapatan perkapita. Tapi apabila perpindahan faktor produksi antar daerah tidak ada hambatan maka pembangunan ekonomi yang optimal antar daerah akan tercapai dan semua daerah akan lebih baik.

d. Perbedaan Sumber Daya Alam

Ketimpangan antar daerah juga bisa terjadi karena perbedaan sumber daya alam. Dasar pemikiran ‘klasik’ mengatakan bahwa pembangunan ekonomi di daerah yang kaya sumber daya alam akan lebih maju dan masyarakatnya lebih makmur dibandingkan di daerah yang miskin sumber daya alam. Pada tingkat tertentu , anggapan ini bisa dibenarkan, tapi pada tahap selanjutnya harus diperlukan faktor-faktor lain agar bisa berkembang terus. Faktor-faktor-faktor itu antara lain penguasaan teknologi dan peningkatan sumber daya manusia. Dengan memiliki kedua faktor tersebut suatu negara bisa lebih maju dan makmur meskipun miskin sumber daya alam. Hal ini ditunjukkan oleh negara-negara maju seperti Jepang, Korea Selatan, Taiwan dan Singapura.

e. Perbedaan Kondisi Demografis Antar Wilayah

Ketimpangan pembngunan antar daerah juga bisa terjadi karena adanya perbedaan kondisi demografis antar daerah yaitu, dalam hal jumlah dan pertumbuhan penduduk, tingkat kepadatan penduduk, pendidikan, kesehatan, disiplin masyarakat, dan etos kerja. Faktor-faktor ini mempengaruhi tingkat pembangunan ekonomi melalui sisi permintaan dan sisi penawaran. Dari sisi permintaan, jumlah penduduk yang besar merupakan potensi bagi pertumbuhan pasar sekaligus sebagai pendorong bagi pertumbbuhan kegiatan ekonomi. Dari sisi

penawaran, jumlah penduduk yang besar denga pendidikan dan kesehatan yang baik, disiplin yang tinggi dan etos kerja yang tinggi merupakan asset penting bagi produksi.

f. Kurang Lancarnya Perdagangan Antar Daerah

Ketimpangan pembangunan antar daerah juga bisa terjadi karena kurang lancarnya perdagangan antar daerah. Tidak lancarnya perdagangan antar daerah ini biasanya disebabkan oleh keterbatasan transportasi dan komunikasi. Sedangkan barang yang diperdagangkan antar daerah meliputi barang jadi, barang modal, input perantara, bahan baku serta material-material lainnya untuk produksi barang dan jasa. Sehingga dengan tidak lancarnya arus barang dan jasa antar daerah tersebut akan mempengaruhi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi suatu daerah dari sisi permintaan dan sisi penawaran. Dari sisis permintaan, kelangkaan akan barang dan jasa untuk konsumen akan mempengaruhi permintaan pasar terhadap kegiatan-kegiatan ekonomi lokal yang sifatnya komplementer dengan barang dan jasa tersebut. Misalnya: pembelian motir yang diimpor dari daerah lain akan mempengaruhi jumlah permintaan terhadap helm yang diproduksi lokal. Sedangkan sisi penawaran, sulitnya mendapatkan barang modal, input perantara, bahan baku atau material lainnya dapat menyebabkan kelumpuhan kegiatan ekonomi di suatu daerah.

Terjadinya ketimpangan antar wilayah ini membawa implikasi terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat antar wilayah. Karena itu, aspek ketimpangan pembangunan antar wilayah ini juga mempunyai implikasi pula terhadap formulasi kebijakan pembangunan wilayah yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah.

Dengan adanya pertumbuhan ekonomi baik secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap masalah ketimpangan regional. Ketimpangan dalam pembagian pendapatan adalah ketimpangan dalam perkembangan ekonomi antar berbagai daerah pada suatu wilayah yang akan menyebabkan pula ketimpangan tingkat pendapatan perkapita antar daerah. Untuk menghitung ketimpangan regional digunakan indeks Ketimpangan Williamson dan Indeks Ketimpangan Entropi Theil (Kuncoro , 2004).

Dokumen terkait