• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sumber daya manusia (SDM) merupakan komponen utama suatu organisasi yang menjadi perencana dan pelaku aktif dalam setiap aktivitas organisasi, dengan adanya SDM maka organisasi dapat mencapai tujuan organisasi. Salah satu faktor keberhasilan suatu kegiatan manajemen yaitu tersedianya SDM yang cukup, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. SDM yang kurang mampu, kurang cakap dan tidak terampil, mengakibatkan pelayanan tidak dapat diselesaikan secara optimal dengan cepat dan tepat pada waktunya.

SDM yang bertugas dalam merencanakan kebutuhan obat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam proses perencanaan obat. Menurut Kemenkes RI (2010a), tim perencanaan obat terpadu merupakan suatu kebutuhan dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan dana melalui koordinasi, integrasi dan sinkronisasi antar pihak yang terkait dengan perencanaan obat. Tim

perencanaan obat terpadu di rumah sakit dibentuk melalui Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit.

Hal ini sejalan dengan penelitian Astuti (2011), yang menyatakan bahwa tim perencanaan obat terpadu merupakan bagian penting dalam melakukan perencanaan obat karena memiliki peran dalam memberi masukan dan merumuskan kebijakan mengenai perencanaan obat di instalasi farmasi rumah sakit. Didukung juga dengan penelitian Modeong, dkk (2013), yang menyatakan bahwa seharusnya di rumah sakit dibentuk tim perencanaan obat terpadu yang terdiri dari kepala instalasi farmasi, dokter-dokter, kepala bidang perencanaan, kepala bidang pengadaan dan kepala bagian keuangan, sehingga dalam menyusun rencana kebutuhan obat dapat mengacu pada anggaran yang tersedia untuk setiap tahunnya dan kebutuhan untuk terapi. Tim perencanaan obat terpadu perlu membahas perencanaan kebutuhan obat melalui pertemuan rutin, sehingga dapat meminimalisasi ketidakakuratan dalam perencanaan kebutuhan obat.

Perencanaan obat di instalasi farmasi RSUD Sulan Sulaiman tidak dilakukan oleh suatu tim perencanaan obat. Tidak adanya tim perencanaan obat disebabkan karena direktur rumah sakit tidak ada membentuk tim perencanaan obat tersebut, tetapi hanya membentuk tim perencanaan secara global untuk rumah sakit. Jadi untuk melakukan perencanaan obat, direktur rumah sakit menunjuk kepada bagian farmasi yaitu kepala instalasi farmasi yang dibantu dengan kepala gudang farmasi, dengan wewenang yang diberikan oleh direktur secara lisan, tanpa adanya Surat Keputusan penunjukan secara tertulis untuk menjadi perencana obat. Hal ini dinilai tidak sesuai dengan Kemenkes RI (2010a),

yang menyatakan bahwa tim perencanaan obat terpadu sebagai suatu kebutuhan agar perencanaan obat dapat terlaksana secara optimal, dan dengan melibatkan semua pihak yang terkait dengan perencanaan obat, yang terdiri dari kepala bidang yang membawahi instalasi farmasi, kepala instalasi farmasi, dokter-dokter, kepala bidang perencanaan rumah sakit, kepala bidang pengadaan dan kepala bagian keuangan.

SDM yang berperan dalam perencanaan obat di RSUD Sultan Sulaiman adalah kepala instalasi farmasi dan kepala gudang farmasi dengan tugas dan tanggung jawabnya yaitu memantau obat-obat yang keluar dari apotik farmasi, melakukan rekap data pemakaian obat, dan membuat usulan rencana kebutuhan obat yang akan datang. Bagian farmasi juga berkoordinasi dengan bagian pelayanan medik, karena para dokter sebagai user ada juga yang mengajukan permintaan obat kepada bagian pelayanan medik. Tugas dan tanggung jawab bagian penyusunan program dan staf perencanaan bagian obat adalah menerima usulan kebutuhan obat yang diajukan farmasi lalu akan memutuskan mengenai berapa jumlah obat yang akan diadakan setelah menyesuaikan dengan dana yang tersedia. Jika dana tidak mencukupi, maka dilakukan pengurangan jumlah obat yang akan diadakan dengan berkoordinasi kembali dengan bagian farmasi. Sebelum melakukan pengadaan obat, bagian seksi penyusunan program akan melaporkan kepada direktur rumah sakit dan meminta persetujuannya, sesuai dengan tugas dan tanggung jawab direktur rumah sakit yaitu sebagai penanggungjawab dalam pengeluaran dana di rumah sakit.

Untuk mempersiapkan tenaga perencana obat yang berkualitas, maka diperlukan pendidikan dan pelatihan sebagai kegiatan pengembangan SDM instalasi farmasi rumah sakit. Dengan meningkatnya kualitas tenaga perencana obat, maka diharapkan ketersediaan, pemerataan, keterjangkauan obat dan perbekalan kesehatan serta pelayanan kefarmasian yang bermutu dalam rangka mewujudkan penggunaan obat yang rasional dapat tercapai (Kemenkes RI, 2010a).

Tenaga perencana obat di bagian farmasi RSUD Sultan Sulaiman, belum pernah mendapatkan pelatihan mengenai perencanaan obat. Hal ini dikarenakan untuk memberikan pelatihan masih sangat tergantung dari dana yang tersedia. Dengan tidak adanya pelatihan yang diberikan, maka kemampuan tenaga perencana obat tidak mengalami peningkatan, akibatnya perencanaan obat di rumah sakit belum terlaksana secara optimal.

Menurut Depkes (2007), dalam melaksanakan pengelolaan obat, sebaiknya tenaga apoteker atau asisten apoteker mengikuti berbagai pelatihan yaitu mengenai pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, perencanaan dan pengelolaan obat terpadu, penggunaan obat rasional, pengelolaan obat program kesehatan, dan manajemen umum (keuangan dan administrasi) khusus untuk apoteker penanggungjawab instalasi farmasi. Dengan meningkatnya pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam melakukan perencanaan obat, maka produktifitasnya dapat lebih optimal.

5.1.2 Prosedur

Menurut Siregar dan Amalia (2004), prosedur adalah suatu instruksi kepada personel, cara kebijakan dan tujuan dilakukan dan dicapai. Oleh karena prosedur kerja yang dimaksud bersifat tetap, rutin, dan tidak berubah-ubah, maka prosedur kerja tersebut dibakukan menjadi dokumen tertulis yang disebut sebagai standar operasional prosedur. Menurut UU No. 44 Tahun 2009, standar operasional prosedur adalah suatu perangkat instruksi/langkah-langkah yang dibakukan untuk menyelesaikan proses kerja rutin tertentu. Prosedur merupakan dasar bagi petugas kefarmasian dalam melaksanakan seluruh kegiatan operasional di rumah sakit.

Tidak adanya prosedur tertulis mengenai perencanaan kebutuhan obat di RSUD Sultan Sulaiman, mengakibatkan perencanaan obat hanya dilakukan berdasarkan kebijakan kepala instalasi farmasi dengan melanjutkan proses tahapan perencanaan obat yang telah dilakukan sebelumnya. Hal ini tidak sesuai dengan Permenkes RI No. 58 yang menyatakan bahwa penyelenggaraan pelayanan kefarmasian di rumah sakit harus didukung oleh standar operasional prosedur yang ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit. Hal ini juga tidak sesuai dengan Permenkes RI No. HK.02.02/MENKES/068/I/2010 yang menyatakan bahwa instalasi farmasi rumah sakit wajib membuat prosedur perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian dan pemantauan obat yang digunakan fasilitas pelayanan kesehatan.

Menurut Kemenkes RI (2010a), prosedur tetap pelayanan kefarmasian berguna untuk menjamin mutu pelayanan sesuai standar yang telah ditetapkan.

Prosedur sebagai suatu urut-urutan yang tepat dari tahapan-tahapan instruksi yang menerangkan apa yang harus dikerjakan, siapa yang mengerjakan, kapan dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya. Dalam proses perencanaan obat, terdapat prosedur yang harus dilaksanakan yaitu persiapan data yang dibutuhkan, dan pelaksanaan perencanaan yang berupa memilih sediaan farmasi dan alat medis habis pakai yang berkualitas dengan harga yang murah, menghindari kesamaan jenis sediaan farmasi dan alat medis habis pakai, serta melakukan penghitungan kebutuhan dengan cara pengumpulan dan pengolahan data, analisa data untuk informasi dan evaluasi, perhitungan perkiraan kebutuhan sediaan farmasi, serta penyesuaian jumlah sediaan farmasi dengan alokasi dana. Dengan adanya prosedur perencanaan secara tertulis, maka akan memudahkan koordinasi antar pihak yang terkait dengan perencanaan obat sehingga perencanaan obat dapat terlaksana lebih optimal.

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, alur tahapan perencanaan obat di rumah sakit dimulai dari bagian farmasi membagikan form permintaan obat kepada seluruh user yaitu kepala ruangan di RSUD Sultan Sulaiman, pada setiap awal tahun atau akhir tahun untuk mengetahui obat apa yang mereka butuhkan. Lalu form permintaan tersebut akan dikumpulkan di gudang farmasi, dan akan dibuat rekapannya. Dalam membuat rekapan tersebut, pihak farmasi juga akan memperhitungkan mengenai jumlah stok yang ada, pengeluaran obat fast moving dan slow moving, pemakaian rata-rata, obat e-katalog atau non e-katalog, dan jumlah kunjungan penyakit terbanyak. Tetapi pihak farmasi tidak memperhitungkan mengenai anggaran yang tersedia, karena tidak mengetahui

mengenai alokasi dana tersebut. Setelah usulan rencana kebutuhan obat itu selesai dibuat, maka bagian farmasi akan mengajukannya kepada bagian perencanaan rumah sakit yaitu bagian seksi penyusunan program, yang terlebih dahulu akan melakukan pengecekan apakah obat tersebut termasuk obat yang ada di e-katalog atau non e-katalog, lalu akan melakukan penyesuaian dengan alokasi dana yang tersedia. Dalam pengadaan obat akan diutamakan obat yang terdapat di e-katalog, dan untuk obat non e-katalog juga akan tetap dilakukan pemesanan tetapi disesuaikan dengan anggaran yang tersedia. Setelah dilakukan pemesanan, pihak farmasi akan menunggu obat tersebut sampai di rumah sakit. Alur tahapan dalam perencanaan obat di RSUD Sulaiman ini dinilai sudah sesuai dengan alur tahapan perencanaan perbekalan farmasi di rumah sakit dalam Febriawati (2013).

Menurut Kemenkes RI (2010b), rencana kebutuhan obat di rumah sakit disusun dan diajukan untuk satu tahun yang akan datang. Hal ini sudah sesuai dengan perencanaan obat yang dilakukan di RSUD Sultan Sulaiman. Berdasarkan hasil wawancara, farmasi melakukan perencanaan obat di rumah sakit setiap tahun yang disebut rencana kebutuhan obat per tahun, yang biasanya dibuat pada pertengahan tahun atau pada saat ada permintaan dari Kementerian Kesehatan. Rencana kebutuhan obat per tahun itu, akan dilakukan pengadaan setiap tiga bulan, dengan melihat sisa stok obat, kecepatan penggunaan obat dan juga kebutuhan obat di rumah sakit. Akan tetapi jika ada ada stok obat yang kosong dan kebutuhan obat yang mendesak, maka akan langsung diajukan permintaan kebutuhan obat untuk diadakan.

5.1.3 Metode

Berdasarkan Kemenkes RI (2010b), metode dalam menyusun rencana kebutuhan obat antara lain adalah metode konsumsi, metode epidemiologi dan metode kombinasi yaitu kombinasi antara metode konsumsi dan metode epidemiologi. Dalam menggunakan metode konsumsi hal-hal yang perlu diperhatikan untuk menghitung jumlah obat yang dibutuhkan adalah pengumpulan data, analisis data untuk informasi dan evaluasi, dan perhitungan perkiraan kebutuhan obat, sedangkan dalam menggunakan metode epidemiologi hal-hal yang perlu diperhatikan untuk perhitungan kebutuhan obat adalah berdasarkan pada pola penyakit, jumlah kunjungan, frekuensi kejadian masing-masing penyakit per tahun serta menggunakan formularium rumah sakit dan standar pengobatan yang ada.

Metode perencanaan obat yang dilakukan di RSUD Sultan Sulaiman, tidak memenuhi persyaratan metode konsumsi maupun metode epidemiologi, hal ini disebabkan karena ditemukan terdapat banyak kekurangan dalam penerapan metode tersebut. Dalam penerapan metode konsumsi, hanya melihat pada pemakaian obat tahun yang lalu saja, sedangkan seharusnya dalam menggunakan metode konsumsi untuk memperoleh data kebutuhan yang mendekati ketepatan perlu dilakukan analisa pemakaian obat tiga tahun sebelumnya atau lebih. Selain itu, penerapan metode epidemiologi yang dilakukan dengan melihat sepuluh penyakit terbesar di rumah sakit saja, juga tidak dapat dikatakan menggunakan metode epidemiologi yang sebenarnya. Karena selain data itu, seharusnya dalam penerapan metode epidemiologi juga diperlukan data jumlah pasien yang dilayani,

jumlah kunjungan kasus berdasarkan prevalensi penyakit, formularium rumah sakit dan standar pengobatan, sehingga dalam perencanaan obat yang dilakukan di RSUD Sultan Sulaiman tidak menggambarkan penerapan metode konsumsi dan metode epidemiologi yang sebenarnya.

5.1.4 Data

Data merupakan kunci dasar untuk menganalisa kebutuhan obat yang sesungguhnya dalam melakukan perencanaan obat. Berdasarkan Kemenkes RI (2010b), data-data yang dibutuhkan untuk menggunakan metode konsumsi yaitu alokasi dana, daftar obat-obat yang dibutuhkan, stok awal, penerimaan, pengeluaran, sisa stok, obat hilang/rusak atau kadaluarsa, kekosongan obat, pemakaian rata-rata tahunan, indeks musiman, waktu tunggu, stok pengaman dan perkembangan pola kunjungan, sedangkan pada metode epidemiologi, data yang perlu dipersiapkan adalah data jumlah penduduk yang dilayani, jumlah kunjungan kasus berdasarkan frekuensi penyakit, menggunakan formularium rumah sakit dan standar pengobatan yang ada.

Data-data yang digunakan untuk menyusun rencana kebutuhan obat di RSUD Sultan Sulaiman adalah Daftar Obat Esensial Nasional, daftar obat-obat yang di butuhkan yang diperoleh dari form permintaan obat yang diberikan kepada setiap user, data stok awal, penerimaan, pengeluaran, sisa stok, obat yang kadaluarsa, obat yang mengalami kekosongan dan pemakaian rata-rata tahunan yang diperoleh dari kartu stok yang ada di gudang farmasi. Kartu stok tersebut untuk mencatat keluar masuknya obat setiap harinya, maka akan diperoleh data

jumlah sisa stok obat yang menjadi dasar untuk perencanaan obat pada periode berikutnya.

Hal ini sejalan dengan menurut Febriawati (2013), untuk mencari tahu sisa persediaan stok obat yang ada, sangat dibutuhkan adanya kartu stok, karena kartu stok digunakan untuk mencatat mutasi harian obat, selain itu dapat membantu dalam pembuatan laporan stok setiap bulan dan sebagai pembanding terhadap jumlah fisik obat yang tersedia pada saat dilakukan perhitungan stok (stock opname). Besarnya sisa stok obat dan pemakaian obat periode yang lalu juga menjadi dasar perencanaan obat untuk periode selanjutnya, karena dari sisa stok tidak saja diketahui jumlah dan jenis obat yang diperlukan, tetapi juga diketahui percepatan pergerakan obat, sehingga kita dapat mengetahui jumlah persediaan obat baik obat fast moving maupun slow moving.

Selain itu, data-data yang digunakan instalasi farmasi RSUD Sultan Sulaiman untuk menyusun rencana kebutuhan obat adalah data perkembangan pola kunjungan yang diperoleh dari apotik pelayanan farmasi, data jumlah penduduk yang dilayani dan jumlah kunjungan kasus penyakit yang diperoleh dari bagian rekam medis, dan data alokasi dana dan anggaran yang tersedia untuk kebutuhan obat di rumah sakit yang hanya diketahui oleh bagian perencanaan rumah sakit atau bagian seksi penyusunan program, sedangkan bagian farmasi tidak mengetahuinya.

Hal ini sejalan dengan penelitian Suciati dan Adisasmito (2006), yang menyatakan bahwa idealnya pemilihan obat juga dilakukan setelah mengetahui gambaran pola penyakit, karakteristik pasien, serta jumlah kunjungan perlu

diketahui karena berpengaruh terhadap jumlah obat yang harus disediakan. Data atau informasi jumlah kunjungan tiap-tiap penyakit harus diketahui dengan tepat, sehingga dapat dipakai sebagai dasar penetapan rencana kebutuhan obat.

Data-data yang digunakan instalasi farmasi RSUD Sultan Sulaiman tersebut, jika dibandingkan dengan data yang seharusnya dibutuhkan masih belum lengkap, yaitu tidak ada menggunakan data waktu tunggu, standar pengobatan dan formularium rumah sakit. Tidak adanya data waktu tunggu yang digunakan untuk melakukan perencanaan obat disebabkan karena farmasi tidak mengetahui berapa lama waktu yang dibutuhkan dari rencana obat diajukan sampai obat tersebut diterima di rumah sakit. Standar pengobatan dan formularium rumah sakit juga tidak digunakan sebagai data untuk melakukan perencanaan obat karena belum ada dibentuk untuk standar pengobatan sedangkan untuk formularium rumah sakit masih dalam bentuk draft dan belum disahkan. Data-data yang belum lengkap untuk menyusun rencana kebutuhan obat, akan mempengaruhi hasil akhir dari perencanaan yang dilakukan. Perencanaan yang tidak tepat akan berakibat terhadap ketersediaan obat hasil perencanaan yang sebagian mengalami stok kosong (out of stcok) dan sebagian lagi jumlahnya berlebih (over stock).

5.2 Proses (Process)

Menurut Febriawati (2013), proses perencanaan obat terdiri dari kegiatan pemilihan jenis obat dan perhitungan perkiraan jumlah kebutuhan obat.

Dokumen terkait