• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I : PENDAHULUAN

G. Metode Penelitian

2. Sumber data

a. Bahan Hukum Primer

Bahan yang digunakan untuk menganalisis permasalahan dalam penelitian ini terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier.

Ketiga bahan hukum ini merupakan data sekunder.

Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Norma atau kaidah dasar yaitu Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

2. Undang-Undang Dasar 1945.

3. Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

77Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Hukum , ( Bandung :Mandar Maju, 2008 ), hal 91

4. Peraturan Presiden No 23 Tahun 2010 tentang Badan Narkotika Nasional 5. Putusan-Putusan Pengadilan yang berkaitan dengan tindak pidana narkotika.

6. Peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Buku-buku hukum.

2. Bahan-bahan kuliah penemuan hukum.

3. Artikel di jurnal hukum.

4. Komentar-komentar atas putusan pengadilan.

5. Tesis, disertasi hukum.

6. Karya dari kalangan hukum yang ada hubungannya dengan penelitian ini.

c. Bahan Hukum Tertier

Bahan hukum tertier atau bahan hukum penunjang pada penelitian ini adalah:

1. Kamus hukum dan kamus bahasa Indonesia.

2. Majalah-majalah yang ada hubungannya dengan penelitian ini.

3. Koran yang memuat tentang kasus narkotika dan putusan pengadilan tentang tindak Pidana Narkotika.

3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan berupa studi pengkajian terhadap bahan – bahan hukum, baik badan hukum primer maupun badan hukum skunder, dan didukung dengan wawancara. Data yang diperoleh selanjutnya akan dipilah – pilah guna memperoleh kaidah – kaidah hukum yang kemudian dihubungkan dengan isu hukum, dan kemudian disistematisasikan sehingga menghasilkan klasifikasi yang selaras untuk menemukan jawaban untuk masalah hukum dalam penelitian ini.78

4. Analisis Data

Analisis Data dilakukan secara kualitatif, yaitu melakukan analisis secara eksploratif terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah tindak pidana narkotika.79Data yang diperoleh dibuat sistematikanya sehingga akan menghasilkan klasifikasi tertentu sesuai dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. Data yang dianalisis secara kualitatif akan dikemukakan dalam bentuk uraian secara sistematis pula dengan menjelaskan hubungan antara berbagai jenis data.80

78Bahder johan Nasution, Op.cit, hal. 97

79 M.Syamsudin, Operasionalisasi Penelitian Hukum ( Jakarta: Raja Grafindo Persada , 2007 ) , hal 133

80 Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, ( Jakarta : Rineka Cipta, 1996 ), hal.66

BAB II

KLASIFIKASI SEORANG PENYALAHGUNA NARKOTIKA DAPAT DIKATAKAN SEBAGAI SEORANG PECANDU NARKOTIKA.

A. Sekilas Tentang Narkotika

Kurang lebih tahun 2000 SM di Samaria ( wilayah Palestina bagian utara )

dikenal sari bunga opion (opium) yang tumbuh di daerah dataran tinggi. Mereka menyebutnya "Hul Gill" yang artinya 'tumbuhan yang menggembirakan' karena efek yang diberikan tumbuhan tersebut bisa melegakan rasa sakit dan memudahkan penggunanya cepat terlelap.81 Memasuki abad XVII opium (candu) menjadi masalah nasional bahkan di abad XIX terjadi perang candu antara Inggris dan Cina. Tahun 1806 Friedrich Wilhelim Sertuner (dokter dari jerman ) memodifikasi candu yang dicampur amoniak dikenal sebagai morphin. Tahun 1856 morphin digunakan untuk penghilang rasa sakit luka-luka perang. Tahun 1874 Alder Wright (ahli kimia dari London) merebus morphin dengan asam anhidrat. Namun tahun 1898 pabrik obat

“Bayer” memproduksi obat dengan nama heroin sebagai alat penghilang sakit. Dan di akhir tahun 70 an diberi campuran khusus agar candu tersebut didapat dalam bentuk obat-obatan.82

Penggunaan obat-obatan jenis opium sudah lama dikenal di Indonesia, jauh sebelum pecahnya Perang Dunia ke-2 pada zaman penjajahan Belanda. Pada umumnya para pemakai candu (opium) tersebut adalah orang-orang Cina.

81 http://id.answers.yahoo.com, question, Penemu narkoba pertama, diakses 15 5 2012

82www.Treest.wordpress.com, Sejarah Narkotika, diakses 1 April 2012

Pemerintah Belanda memberikan izin pada tempat-tempat tertentu untuk menghisap candu dan pengadaan (supply) secara legal dibenarkan berdasarkan undang-undang.

Orang-orang Cina pada waktu itu menggunakan candu dengan cara tradisional, yaitu dengan jalan menghisapnya melalui pipa panjang. Hal ini berlaku sampai tibanya Pemerintah Jepang di Indonesia. Pemerintah pendudukan Jepang menghapuskan Undang-Undang itu dan melarang pemakaian candu (Brisbane Ordinance). 83

Ganja (Cannabis Sativa) banyak tumbuh di Aceh dan daerah Sumatera lainnya, dan telah sejak lama digunakan oleh penduduk sebagai bahan ramuan makanan sehari-hari. Tanaman Erythroxylon Coca (Cocaine) banyak tumbuh di Jawa Timur dan pada waktu itu hanya diperuntukkan bagi ekspor. Menghindari pemakaian dan akibat-akibat yang tidak diinginkan, Pemerintah Belanda membuat Undang-Undang (Verdovende Middelen Ordonantie) yang mulai diberlakukan pada tahun 1927 (State Gazette No.278 Juncto 536). Meskipun demikian obat-obatan sintetisnya dan juga beberapa obat lain yang mempunyai efek serupa (menimbulkan kecanduan) tidak dimasukkan dalam perundang-undangan tersebut.84

Setelah kemerdekaan, Pemerintah Republik Indonesia membuat perundang-undangan yang menyangkut produksi, penggunaan dan distribusi dari obat-obat berbahaya (Dangerous Drugs Ordinance) dimana wewenang diberikan kepada Menteri Kesehatan untuk pengaturannya (State Gazette No.419, 1949). Pada waktu tahun 1970, masalah obat-obatan berbahaya jenis narkotika menjadi masalah besar

83 www.kapanlagi.com, Narkoba-di-indonesia.html, diakses 11 April 2012

84 Ibid.

dan nasional sifatnya. Pada waktu perang Vietnam sedang mencapai puncaknya pada tahun 1970 an, maka hampir di semua negeri, terutama di Amerika Serikat penyalahgunaan obat (narkotika) sangat meningkat dan sebagian besar korbannya adalah anak-anak muda. Nampaknya gejala itu berpengaruh pula di Indonesia dalam waktu yang hampir bersamaan.85

Menyadari hal tersebut maka Presiden mengeluarkan instruksi No.6 tahun 1971 dengan membentuk badan koordinasi, yang terkenal dengan nama BAKOLAK INPRES No 6 Tahun 1971, yaitu sebuah badan yang mengkoordinasikan (antar departemen) semua kegiatan penanggulangan terhadap berbagai bentuk yang dapat mengancam keamanan negara, yaitu pemalsuan uang, penyelundupan, bahaya narkotika, kenakalan remaja, kegiatan subversif dan pengawasan terhadap orang-orang asing.86

Kemajuan teknologi dan perubahan-perubahan sosial yang cepat, menyebabkan Undang-Undang narkotika warisan Belanda (tahun 1927) sudah tidak memadai lagi. Pemerintah kemudian mengeluarkan Undang-Undang No. 9 tahun 1976 tentang Narkotika. Undang-Undang tersebut antara lain mengatur berbagai hal khususnya tentang peredaran gelap ( illicit traffic ). Disamping itu juga diatur tentang terapi dan rehabilitasi korban narkotika (Pasal 32), dengan menyebutkan secara

85 Ibid

86 Ibid

khusus peran dari dokter dan rumah sakit terdekat sesuai petunjuk menteri kesehatan.87

Penyalahgunaan narkotika di Indonesia semakin marak, maka Undang - Undang Anti Narkotika mulai direvisi. Berpijak dari keadaan itu disusunlah Undang - Undang Tentang Narkotika Nomor 22 Tahun 1997, menyusul dibuatnya Undang - Undang Tentang Psikotropika Nomor 5 Tahun 1997. Dalam Undang-Undang tersebut mulai diatur pasal-pasal ketentuan pidana terhadap pelaku kejahatan narkotika, dengan pemberian sanksi terberat berupa hukuman mati. Sekarang telah diperbarui lagi dengan Undang - Undang No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.88

B. Definisi Narkotika

Narkotika secara etimologi berasal dari bahasa Yunani yang artinya ‘kelenger’

merujuk sesuatu yang bisa membuat seseorangan tak sadarkan diri (fly), sedangkan dalam bahasa Inggris narkotika lebih mengarah ke obat yang membuat penggunanya kecanduan.89

Narkotika adalah zat yang bermanfaat dan berkhasiat, yang dibutuhkan bagi kepentingan umat manusia terutama sudut medis.90 Pengertian narkotika menurut soedjono adalah zat yang biasa menimbulkan pengaruh-pengaruh tertentu bagi mereka yang menggunakannya dengan memasukannya ke dalam tubuh. Pengaruh tubuh tersebut berupa pembiusan, hilangnya rasa sakit, rangsangan semangat dan

87 Ibid

88 Ibid

89 Warta Edisi 401 April 2008 Warta Bea Cukai Hal 15

90 Soedjono, Narkotika dan Remaja. ( Bandung: Alumni, 1989), hal 3

halusinasi atau khayalan-khayalan. Sifat tersebut diketahui dan di temui dalam dunia medis bertujuan untuk dimanfaatkan bagi pengobatan dan kepentingan manusia, seperti di bidang pembedahan untuk menghilangkan rasa sakit.91

Narkotika yaitu sejenis zat yang apabila dipergunakan akan membawa efek dan pengaruh – pengaruh tertentu pada tubuh si pemakai, yaitu : 92

a.Mempengaruhi kesadaran

b.Memberikan dorongan yang dapat berpengaruh terhadap perilaku.

c.Pengaruh – pengaruh tersebut dapat berupa : a) Penenang

b) Perangsang ( bukan rangsangan sex )

c) Menimbulkan halusinasi ( pemakainya tidak mampu membedakan antara khayalan dan kenyataan, kehilangan kesadaran akan waktu dan tempat )

Sehubungan dengan pengertian narkotika, menurut Prof. Sudarto, S.H.

dalam bukunya Kapita Selekta Hukum Pidana mengatakan bahwa :

Perkataan narkotika berasal dari perkataan Yunani “Narke“, yang berarti terbius, sehingga tidak merasa apa-apa“.93

Sedangkan Smith Kline dan Frech Clinical Staff mengemukakan definisi tentang narkotika. Narcotic are drugs which product insensibillity or stuporduce to their depresant offer on central nervous sistem, included in this definition are

91 Soedjono, Hukum Narkotika Indonesia. ( Bandung:Alumni, 1987 ), hal 3

92 M Taufik Makaro, Op cit hal 17.

93 Ibid

opium-opium derivativis (morphine, codein, methadone).

Artinya lebih kurang ialah :

Narkotika adalah zat-zat atau obat yang dapat mengakibatkan ketidaksadaran atau pembiusan dikarenakan zat-zat tersebut bekerja mempengaruhi susunan syaraf sentral. Dalam definisi narkotika ini sudah termasuk candu, zat-zat yang dibuat dari candu ( morphine, codein, methadone ).94

Nakotika yang terkenal di Indonesia sekarang ini berasal dari kata

“Narkoties“, yang sama artinya dengan kata narcosis yang berarti membius. Sifat zat tersebut terutama berpengaruh pada otak sehingga menimbulkan perubahan perilaku, perasaan, pikiran, persepsi, kesadaran, halusinasi, disamping dapat digunakan untuk pembiusan. Di Malaysia benda berbahaya ini disebut dengan dadah, dulu di Indonesia dikenal dengan sebutan madat.95

Pasal 1 ayat (1) Undang – Undang No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika mengatakan bahwa Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan - golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini.

94 Taufik Makaro, Op.cit, hal 22

95 Taufik Makaro, Op.cit .hal 21

C. Jenis – jenis narkotika

Jenis – jenis narkotika didalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Narkotika digolongkan menjadi 3 (tiga) golongan seperti yang telah diatur dalam Pasal 6 Undang – Undang No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang berbunyi : (1) Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 digolongkan ke dalam:

a. Narkotika Golongan I;

b. Narkotika Golongan II; dan c. Narkotika Golongan III.

(2) Penggolongan Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk pertama kali ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Undang-Undang ini.

(3) Ketentuan mengenai perubahan penggolongan Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.96

Penjelasan Undang – Undang No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika menjelaskan lebih terperinci lagi mengenai maksud dari tiap - tiap golongan dari narkotika tersebut, yaitu :

1. Narkotika golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.

2. Narkotika golongan II adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan

96 Lihat Pasal 5 Undang – Undang No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mengakibatkan potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.

3. Narkotika golongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan.

Kita dapat lihat pada Lampiran Undang – Undang No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, disana telah terjadi Perluasan Jenis dan Golongan sebagaimana yang kita ketahui, pada undang-undang mengenai narkotika sebelum Undang - Undang No 35 tahun 2009 ini disahkan, Negara kita dulu mengacu pada Undang - Undang No 22 tahun 1997 tentang Narkotika dan Undang - Undang No 5 tahun 1997 tentang Psikotropika. Pada undang-undang terdahulu, jenis golongan untuk masing-masing Narkotika dan Psikotropika dipisahkan secara jelas melalui lampiran jenis golongan di tiap Undang-Undang. Hal ini diatur pada Pasal 2 ayat (2) Undang - Undang No 22 tahun 1997 yang diikuti dengan lampiran untuk setiap jenis golongannya.

Pada lampiran Undang - Undang No 22 tahun 1997 dinyatakan bahwa Narkotika Golongan I terdiri dari 26 jenis narkotika, sedangkan pada Undang - Undang No 35 tahun 2009 tentang Narkotika pada bagian lampirannya terdapat 65 jenis narkotika golongan I. Penambahan pada jenis Narkotika Golongan I ini dikarenakan digabungkannya jenis Psikotropika Golongan I dan II kedalam kategori Narkotika Golongan I.

Jenis Psikotropika Golongan I dan II yang paling banyak diminati oleh para pecandu narkoba adalah jenis shabu dan ekstasi. Hal ini diperkuat dalam Pasal 153 point b yang menyatakan bahwa Lampiran mengenai jenis Psikotropika Golongan I dan Golongan II sebagaimana tercantum dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671) yang telah dipindahkan menjadi Narkotika Golongan I menurut Undang-Undang ini, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.97

Hal ini dimungkinkan karena maraknya penggunaan shabu dan ekstasi dikalangan masyarakat Indonesia, sehingga secara serta merta ancaman pidana yang mengatur mengenai penggunaan shabu dan ekstasi pada jenis Narkotika Golongan I semakin bertambah berat dengan keluarnya Undang - Undang No 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Hal ini dipertegas dalam Pasal 8 ayat (1) yang menyatakan bahwa Narkotika Golongan I dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan.

Pada Pasal 8 ayat (2) Undang – Undang No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dilanjutkan dengan pernyataan bahwa dalam jumlah terbatas, Narkotika Golongan I dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan untuk reagensia diagnostik, serta reagensia laboratorium setelah mendapatkan persetujuan Menteri atas rekomendasi Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Hal ini berarti ada upaya untuk menekan penggunaan Narkotika Golongan I kepada

97 Lihat Lampiran Undang – Undang No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

hal yang mengarah pada penyalahgunaan, dimana selanjutnya pada bagian penjelasan dikatakan bahwa Yang dimaksud dengan Narkotika Golongan I sebagai: 98

a. Reagensia diagnostik adalah Narkotika Golongan I tersebut secara terbatas dipergunakan untuk mendeteksi suatu zat/bahan/benda yang digunakan oleh seseorang apakah termasuk jenis Narkotika atau bukan.

b. Reagensia laboratorium adalah Narkotika Golongan I tersebut secara terbatas dipergunakan untuk mendeteksi suatu zat/bahan/benda yang disita atau ditentukan oleh pihak Penyidik apakah termasuk jenis Narkotika atau bukan.

D. Manfaat Narkotika

Narkotika banyak jenisnya diantaranya morphin, heroin, ganja, kokain, opium, putaw, mariyuana, dan lain – lain, lebih banyak dampak negatifnya daripada Positifnya. Narkotika sebenarnya adalah zat yang biasa dipakai untuk membius pasien saat hendak dioperasi atau obat-obatan untuk penyakit tertentu, pada mulanya dapat dikatakan bahwa zat narkotika ini ditemukan ditujukan guna kepentingan umat manusia khususnya di bidang pengobatan. Namun kini presepsi itu disalahgunakan akibat pemakaian yang diluar batas dosis, dan dijual bebas di pasaran, apalagi setelah belakangan diketahui pula bahwa zat – zat narkotika memiliki daya kecanduan yang bisa menimbulkan si pemakai bergantung hidupnya terus menerus pada narkotika itu,

98 http://ferli1982.wordpress.com, Kajian Umum Perbandingan Undang - Undang No 22 Tahun 1997 Dengan Undang - Undang No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Diakses 31 1 2012

maka kini penggunaan narkotika harus diatur secara ketat.99 Jenis Morphin sangat populer dipergunakan untuk penghilang rasa sakit luka-luka perang.100

Dalam bidang kedokteran beberapa jenis narkotika biasa digunakan misalnya :

101

a. Kokain digunakan sebagai penekan rasa sakit dikulit, digunakan untuk anestesi ( bius ) khususnya untuk pembedahan mata, hidung dan tenggorokan.

b. Kodein merupakan analgesic lemah. Kodein tidak digunakan sebagai analgesic tetapi sebagai anti batuk yang kuat.

c. Morfin adalah hasil olahan dari opium atau candu mentah. Morfin mempunyai rasa pahit, berbentuk tepung halus berwarna putih atau cairan berwarna putih. Morfin terutama digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri yang hebat yang tidak dapat diobati dengan analgetik non narkotika.

Apabila rasa nyeri makin hebat maka dosis yang digunakan juga makin tinggi. Morfin juga digunakan untuk mengurangi rasa tegang pada penderita yang akan dioperasi.

d. Heroin digunakan sebagai obat penghilang sakit ( pain killer ).102 Heroin merupakan abat bius yang sangat mudah membuat seseorang kecanduan karena efeknya sangat kuat. Heroin disebut juga putaw.

99 Taufik makaro, Op.cit

100 www. id.answers.yahoo.com diakses 31 3 2012

101 www. mukhlissilo.blogspot.com, manfaat-narkoba-bagi-kesehatan, html diakses 31 3 2012

102 www. id.answers.yahoo.com, Op.cit

e. Methadone, saat ini Methadone banyak digunakan orang dalam pengobatan ketergantungan opium. Analgetik narkotika, telah dibuat untuk mengobati overdosis opioid dan digunakan sebagai analgesia bagi penderita rasa nyeri.

Narkotika jenis ganja telah dikenal manusia sejak lama dan digunakan sebagai bahan pembuat kantung karena serat yang dihasilkannya kuat, biji ganja juga digunakan sebagai sumber minyak, Sebelum ada larangan ketat terhadap pelarangan ganja, di Aceh daun ganja menjadi komponen sayur dan umum disajikan.103

Narkotika memang memiliki manfaat yang cukup signifikan bagi manusia tapi disisilain narkotika juga memiliki dampak negatif bagi manusia jika penggunaannya tidak sesuai dengan ketentuan, Jeanne Mandagi mengatakan bahwa bahaya yang dapat ditimbulkan akibat penyalahgunaan narkotika antara lain adalah: 104

1. Gangguan fisik dan psikis, yaitu berupa emosi yang lebih mudah marah, gangguan daya ingat, rangsangan seksual yang berlebihan sehingga dapat menimbulkan prilaku menyimpang;

2. Gangguan kesehatan seperti penyakit syaraf, alergi, dan reaksi anapektis yang menunjukkan kepekaaan berlebihan;

103 Majalah Sinar BNN, Edisi 12 Tahun 2010, hal 26

104www.aidsindonesia.or.id, Totok Yuliyanto, kedudukan hukum pengguna narkotika Dalam Undang - Undang No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, dialog satu tahun pelaksanaan Undang - Undang No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan Undang - Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dalam upaya pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia, diakses 22 April 2012

3. Gangguan kesehatan jiwa, sehingga menyebabkan aktivitas dan produktivitas hidup menurun sehingga dapat merugikan diri sendiri bahkan bangsa dan negara;

4. Gangguan fungsi sosial, seperti sikap acuh tak acuh terhadap masyarakat sekitarnya dan dirinya sendiri;

5. Gangguan kamtibmas, seperti melakukan tindakan kriminal bahkan khusus untuk kaum hawa tidak segan untuk terjun ke dunia pelacuran.

Berdasarkan uraian di atas semakin memperjelas bahwa bahaya yang ditimbulkan oleh pemakaian narkotika ternyata meliputi aspek yang luas, tidak saja yang bersifat internal bagi pemakainya tetapi juga bersifat eksternal termasuk lingkungan masyarakat sekitarnya.

Narkotika memang seperti pisau jika digunakan dengan itikad baik maka ia akan sangat berguna tapi jika digunakan dengan itikad yang tidak sesuai dengan aturan maka ia akan memberikan efek negatif bagi manusia, bahwa untuk meningkatkan derajat kesehatan sumber daya manusia Indonesia dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat perlu dilakukan upaya peningkatan di bidang pengobatan dan pelayanan kesehatan, antara lain dengan mengusahakan ketersediaan Narkotika. Narkotika di satu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan.

Beberapa pasal dalam Undang – Undang Republik Indonesia No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, mengatur mengenai manfaat narkotika bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan bidang pengobatan serta tanggung jawab pemerintah untuk

menjamin ketersediaan narkotika, misalnya dalam Pasal 4 Undang-Undang No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika mengatakan bahwa tujuan dari Undang – Undang ini adalah untuk memberikan acuan bagi pemerintah untuk menjamin ketersediaan Narkotika yang akan digunakan bagi kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kemudian pemerintah juga berkewajiban mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari penyalahgunaan Narkotika maka kita bersama pemerintah diharapkan oleh Undang – Undang ini agar dapat berperan dalam memberantas peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika selanjutnya tujuan dari Undang – Undang No 35 tahun 2009 tentang Narkotika ini juga berfungsi untuk menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi Penyalahguna dan pecandu Narkotika. Pasal 7 mempertegas bahwa Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, jadi segala sesuatu tentang narkotika harus diatur secara baik dan profesional.

Inti dari hal tersebut di atas menegaskan bahwa Narkotika harus tetap dijamin ketersediaannya untuk digunakan bagi kepentingan pelayanan kesehatan dan perkembangan IPTEK juga dimanfaatkan dalam upaya rehabilitasi medis bagi pecandu maupun penyalahguna narkotika.

Pemerintah sesuai dengan uraian diatas memiliki tanggung jawab dalam penyediaan narkotika bagi kebutuhan nasional, maka pemerintah harus menyusun rencana kebutuhan tahunan narkotika, yang hal tersebut dituangkan dalam Pasal 9 pada Undang – Undang No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang mengatur tentang

Rencana Kebutuhan Tahunan Narkotika di Indonesia dalam pasal tersebut dikatakan bahwa Menteri menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,

Keperluan ketersediaan narkotika akan diatur dalam rencana kebutuhan tahunan Narkotika dan Rencana Kebutuhan Tahunan Narkotika disusun berdasarkan data pencatatan dan pelaporan rencana dan realisasi produksi tahunan yang diaudit secara komprehensif dan menjadi pedoman pengadaan, pengendalian, dan pengawasan Narkotika secara nasional. Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan rencana kebutuhan tahunan Narkotika diatur dengan Peraturan Menteri.

Penggunaan narkotika memang memiliki dampak negatif jika penggunaanya tidak sesuai aturan, tetapi akan memiliki dampak positif jika digunakan dengan itikad baik maka dari itu pemerintah juga mengatur penggunaan narkotika untuk hal – hal yang bersifat positif seperti telah diatur dalam Undang - Undang No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pada Pasal 13, pasal ini menyebutkan bahwa bagi perkembangan Ilmu Pengetahuan, Lembaga ilmu pengetahuan yang berupa lembaga pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan pengembangan yang diselenggarakan oleh pemerintah ataupun swasta dapat memperoleh, menanam, menyimpan, dan menggunakan Narkotika untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan teknologi setelah mendapatkan izin Menteri

Narkotika juga dapat digunakan untuk keperluan pengobatan, itu dikatakan dalam Pasal 53 Undang – Undang No 35 tahun 2009 dimana dalam pasal itu selama

Narkotika juga dapat digunakan untuk keperluan pengobatan, itu dikatakan dalam Pasal 53 Undang – Undang No 35 tahun 2009 dimana dalam pasal itu selama

Dokumen terkait