• Tidak ada hasil yang ditemukan

SUMBER MODAL INVESTASI DAN MODAL KERJA

Dalam dokumen r 0279 panduansawit (Halaman 32-37)

2. II.Pabrik Pengolahan Batch Process kapasitas 2 ton per jam buah berondolan

8.2. SUMBER MODAL INVESTASI DAN MODAL KERJA

Sebagaimana telah digambarkan di atas, pendirian pabrik pengolahan kelapa sawit skala kecil di Aceh sangatlah menjanjikan baik dilihat dari aspek ekonomi maupun aspek sosial. Biaya investasi untuk membangun pabrik pengolahan skala kecil di Aceh bervariasi mulai dari sekitar Rp. 1-6 milliar untuk pabrik-pabrik mikro dengan kapasitas produksi 1-5 ton per jam hingga Rp. 20-30 milliar untuk pabrik pengolahan mini dengan kapasitas 5-20 ton per jam. Ini jauh lebih murah dari pabrik pengolahan skala besar dengan kapasitas produksi 30 ton per jam atau lebih yang seringkali memerlukan biaya hingga lebih dari Rp. 80 milliar. Peluang untuk berinvestasi pada pabrik pengolahan skala kecil di Aceh nampaknya cukup menjanjikan, tentunya karena ketersediaan dengan bahan baku yang melimpah serta modal investasi yang rendah.

Namun demikian, sumber-sumber investasi untuk pengembangan produksi kelapa sawit dan pengolahannya di Aceh belum siap tersedia. Aceh tidak dipertimbangkan sebagai daerah dengan prioritas tinggi untuk investasi jika dibandngkan dengan daerah-daerah lain di Sumatera yang berkembang dengan pesatnya seperti Riau dan banyak daerah di Kalimantan. Inilah yang menjadi kendala dibanyak daerah di Aceh, hal ini tak lepas dari kekhawatiran mengenai aspek ketidakstabilan politik dan biaya operasional yang lebih tinggi di daerah-daerah pasca konflik. Sebagai catatan juga, investasi-investasi sektor industri kelapa sawit di Aceh mendapatkan dukungan teknis dan administratif yang minimal dari pihak-pihak yang berwenang untuk masalah investasi seperti misalnya badan koordinasi penanaman modal (BKPMD) atau the Investor Outreach Office (IOO).

Keengganan untuk berinvestasi di Aceh sering juga diperkuat dengan adanya pinjaman-pinjaman yang tidak mampu dibayar oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit yang tersisa pada masa konflik, kecuali untuk daerah-daerah perbatasan seperti singkil, kebanyakan pihak swasta yang merupakan pemain lama dalam industri kelapa sawit di daerah ini seperti Astra Agro, Socfindo dan Mopoli Raya, mereka tetap mengembangkan usahanya di Aceh

dikarenakan telah memiliki perkebunan yang mapan. Perusahaan-perusahaan ini sepertinya tidak tertarik dalam mendukung pengembangan pabrik pengolahan skala kecil, dikarenakan pabrik skala kecil ini bisa membawa kompetisi dalam mendapatkan bahan baku atau persaingan harga pada perkebunan di sekitar pabrik mereka.

Modal kerja yang diperlukan untuk pabrik pengolahan mini dengan kapasitas 25-50 ton per hari, seharusnya meliputi modal untuk pembelian inventori selama 2 atau 3 minggu. Ini berarti kebutuhan modal sebesar Rp. 30 – 60 juta per hari atau minimal sekitar Rp. 450 – 900 juta diperlukan begitu pabrik pengolahan beroperasi. Umumnya, sumber pendanaan yang tersedia untuk investasi dan modal kerja disediakan oleh pemilik pabrik dan keluarga mereka atau oleh investor pihak ketiga. Kadang-kadang, pemilik bisa mendapatkan dukungan finansial dari pihak pembeli minyak sawit mereka yang berada di Medan.

Lain halnya dengan daerah-daerah lain di Indonesia, pembiayaan untuk investasi dan modal kerja pabrik pengolahan kelapa sawit sering tersedia melalui bank-bank pemerintah seperti misalnya Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan Bank Pembangunan Daerah (BPD). Tersedia juga program pinjaman khusus untuk pembiayaan Agro Industri melalui bank-bank di atas, seperti misalnya program Revitalisasi Perkebunan (REVIT). Sebagian dari bank-bank ini memiliki cabang ditingkat provinsi maupun kabupaten di Aceh. Sebagian dari bank-bank ini, khususnya BPD memiliki sumber-sumber pendanaan yang cukup besar.

BUKU PANDUAN PABRIK KELAPA SAWIT SKALA KECIL

UNTUK PRODUKSI BAHAN BAKU BAHAN BAKAR NABATI (BBN)

Akan tetapi, kebanyakan dari bank-bank di Aceh pada umumnya enggan untuk berinvestasi pada perusahaan-perusahaan di pedesaan, kecuali mereka mendapatkan jaminan yang kuat dari perusahaan swasta yang telah berdiri (afalis). Karenanya, diperlukan strategi yang sangat baik untuk menjembatani kesenjangan ini agar tersedianya pendanaan yang memadai untuk sektor yang menjanjikan ini. Penulis merekomendasikan pendekatan-pendekatan berikut : 1. Pengusaha-pengusaha lokal maupun luar atau koperasi yang tertarik untuk mendirikan

pabrik pengolahan skala kecil perlu untuk membuat rencana usaha yang sederhana dan praktis, yang didasarkan kepada penilaian menyeluruh mengenai ketersediaan bahan baku dan tenaga kerja di lokasi yang ditentukan. Mereka perlu membuat gabungan antara data yang realistis mengenai harga, tranportasi dan biaya-biaya logistik lainnya.

2. Rencana usaha paling baik dikerjakan dengan bantuan konsultan dan ahli-ahli dengan pengalaman dalam mendesain dan mendirikan pabrik pengolahan skala kecil di Sumatra utara. Konsultan akan membantu untuk membuat budget modal dan biaya operasional serta proyeksi pendapatan dan pengeluaran. Aspek ini mungkin saja dibiayai melalui LSM-LSM yang mendukung pengembangan bisnis di Aceh, seperti misalnya : Swisscontact (lihat referensi pada lampiran).

3. Begitu bagian dasar dari rencana usaha selesai dibuat, pihak pengusaha perlu untuk membuat strategi dan rencana pembiayaan yang efektif. Jika mereka kekurangan modal untuk menjalankan keseluruhan rencana, yang mana hal ini sering terjadi, maka pengusaha harus mencari partner untuk investasi.

Pencarian partner yang potensial bisa meliputi beberapa atau keselurahan hal berikut ini:

• Program dengan lingkup kerja keseluruh provinsi seperti misalnya program Economic Development Financing Facility (EDFF), yang berpusat di Banda Aceh.

• Kerja sama bilateral lainnya atau LSM-LSM yang biasa membiayai proyek yang mungkin tertarik untuk kesempatan pendanaan bersama, seperti misalnya USAID-ESP mendukung untuk pengembangan dari pabrik pengolahan lokal yang telah berdiri CV. Selaxa Windu di Langsa.

• Sumber-sumber dari pemerintah lokal yang bisa didapatkan dari hubungan dengan pejabat-pejabat lokal (Bupati dan dinas-dinas), anggota legislatif lokal (DPRD), BAPPEDA dan lain-lain

• Menjalin kerja sama dengan kamar dagang industri (KADIN), baik tingkat propinsi maupun lokal guna mendapatkan petunjuk dan berbagai kemungkinan tentang pihak-pihak yang bisa membantu.

• Pendekatan pada investor-investor lokal, orang-orang Aceh yang memiliki kemampuan financial (saudagar) yang tinggal di luar Aceh di Medan atau Jakarta, dan,

• Menghubungi perusahaan-perusahaan yang berpusat di Medan, yang memiliki minat untuk mendapatkan sumber bahan baku minyak asam tinggi untuk pembuatan bahan bakar nabati, pembuatan sabun dan ekspor minyak goreng. Contoh pengusaha yang dimaksud bisa dilihat pada lampiran.

4. Jika satu atau lebih dari sumber-sumber pendanaan yang disebutkan di atas merespon positif, pemilik pabrik pengolahan perlu untuk mendraft surat kesepahaman (MOU) atau surat yang menyatakan ketertarikan (LOI) dengan funding yang prospektif atau dengan pihak investor. MOU atau LOI harus memuat tujuan-tujuan yang jelas, ukuran-ukuran dan target-target pendanaan, Jika semuanya menungkinkan, MOU ini harus berisi syarat-syarat untuk komitmen pembiayaan dan jangka waktu realisasi.

5. Akan lebih baik jika bisa diusahakan, pemilik agar mencari surat pengantar untuk rencana usaha mereka, MOU dan LOI dari pemimpin setempat yang berpengaruh.

6. Dipersenjatai dengan rencana usaha yang solid dan diperkuat oleh MOU, LOI dan surat pengantar, kelompok investor ini dapat untuk mulai mendekati cabang bank-bank di tingkat provinsi maupun lokal, untuk mendapatkan tambahan investasi ataupun modal kerja. Kelompok ini harus menyediakan paket jaminan yang mana baik secara fisik maupun finansial dapat meyakinkan pihak bank. Jaminan ini bisa berupa:

• Asset-aset modal seperti : sertifikat tanah, bangunan-bangunan dan peralatan.

• Pendanaan dampingan dari program pemerintah atau proyek-proyek.

• Kontrak-kontrak penjualan dan order-order pembelian dari pembeli yang memiliki reputasi atau,

• Instrument-instrumen pembiayaan seperti letter of credit (L/C) dan pembayar di muka dari pembeli atau pihak penjamin lainnya.

Penulis berkeyakinan bahwa begitu beberapa pabrik pengolahan skala mini ini dibiayai dan berdiri diberbagai lokasi di Aceh, minat untuk investasi dan pembiayaan lainnya akan meningkat secara signifikan. Momentumnya bahkan akan lebih kuat lagi begitu sebuah perusahaan bahan bakar nabati skala besar dengan berbagai macam bahan baku didirikan di Sumatera Utara atau bahkan mungkin di Aceh juga.

BUKU PANDUAN PABRIK KELAPA SAWIT SKALA KECIL

UNTUK PRODUKSI BAHAN BAKU BAHAN BAKAR NABATI (BBN)

9. LAMPIRAN

9.1. GAMBAR SKEMATIK PENGOLAHAN BERBAHAN BAKU BRONDOLAN 1 TON/JAM

1 2

3

4 11

KETERANGAN GAMBAR

1. STERILIZER 7. SKIMMING TANK

8. COLLECTING TANK 1

2. DIGESTER 9. COLLECTING TANK 2

3. SCREW PRESS 10. STORAGE

4. PULP POND 11. FAT PIT

5. HEATING TANK 12. WASTE WTP

6. SETTLING TANK 13. DEPERICARPER (FUTURE PLAN)

MINI PALM OIL MILL KAPASITAS 1 TON / JAM 12 7 6 5 8 9 13 12 10 25

1 2 3 4 5 6 12 KETERANGAN GAMBAR 1.BOILER.

2.STERILIZER 9. SKIMMING TANK

3.THRESHER (FUTURE PLAN) 10. COLLECTING TANK 1

4.DIGESTER 11. COLLECTING TANK 2

5.SCREW PRESS 12. STORAGE

6.PULP POND 13. FAT PIT

7.HEATING TANK 14. WASTE WTP

8.SETTLING TANK 15. DEPERICARPER (FUTURE PLAN)

MINI PALM OIL MILL KAPASITAS 5 TON / JAM 13 9 8 7 10 11 15 14 12

9.2. GAMBAR SKEMATIK PENGOLAHAN BERBAHAN BAKU KOMBINASI TBS DAN

BUKU PANDUAN PABRIK KELAPA SAWIT SKALA KECIL

UNTUK PRODUKSI BAHAN BAKU BAHAN BAKAR NABATI (BBN)

9.3. BEBERAPA GAMBAR BAGIAN MESIN DI PABRIK

Dalam dokumen r 0279 panduansawit (Halaman 32-37)

Dokumen terkait