• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

C. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

2. Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Dalam upaya meningkatkan PAD, daerah dilarang menetapkan peraturan daerah tentang pendapatan yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi dan dilarang menetapkan peraturan daerah tentang pendapatan yang menghambat mobilitas penduduk, lalu lintas barang dan jasa antar daerah, dan kegiatan impor/ekspor. Yang dimaksud dengan peraturan daerah tentang pendapatan yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi adalah peraturan daerah yang mengatur pengenaan pajak dan retribusi oleh daerah terhadap objek-objek yang telah dikenakan pajak oleh pusat dan provinsi sehingga menyebabkan menurunnya daya saing daerah.

Menurut Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 pasal 6, “sumber -sumber Pendapatan Asli Daerah terdiri dari:

a. Pajak Daerah

Pajak merupakan iuran yang diberikan kepada negara yang bersifat memaksa terhadap terutang yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.40 Pajak daerah adalah iuran yang wajib dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dilaksanakan berdasarkan

40

peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah. Jenis pajak daerah ada dua :

1) Pajak daerah yang di pungut oleh provinsi, meliputi : a) Pajak kendaraan bermotor da kendaraan di atas air,

b) Bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air, c) Pajak bahan bakar kendaraan bermotor, dan

d) Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan.

2) Pajak daerah yang dipungut oleh kabupaten/kota meliputi : a) Pajak hotel,

b) Pajak restoran, c) Pajak hiburan, d) Pajak reklame,

e) Pajak penerangan jalan,

f) Pajak pengambilan bahan galian golongan C, dan, g) Pajak parkir.41

Pajak daerah, sebagai salah satu Pendapatan Asli Daerah (PAD) diharapkan menjadi salah satu sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah, untuk meningkatkan dan memeratakan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian daerah mampu melaksanakan otonomi, yaitu mampu mengatur dan mengurus

41

rumah tangganya sendiri. Meskipun beberapa jenis pajak daerah dan retribusi daerah sudah ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000, daerah Kabupaten/Kota diberi peluang dalam menggali potensi sumber-sumber keuangannya dengan menetapkan jenis pajak selain yang telah ditetapkan dan sesuai dengan aspirasi masyarakat. Dari batasan atau definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa unsur-unsur pajak adalah:

1) Iuran masyarakat kepada negara 2) Berdasarkan undang-undang 3) Tanpa balas jasa secara langsung

4) Untuk membiayai pengeluaran pemerintah.

Dalam istilah bahasa Arab, pajak dikenal dengan nama Al-Usyr atau AlMaks, atau bisa juga disebut Adh-Dharibah, yang artinya adalah pungutan yang ditarik dari rakyat oleh para penarik pajak. Sedangkan para pemungutnya disebut Shahibul Maks atau Al-Asysyar. Dalam Islam telah dijelaskan dalil-dalil baik secara umum atau khusus masalah pajak itu sendiri, adapun dalil secara umum.

Sebagaimana firman Allah dalam QS At-Taubah: 41 dan QS An-Nisa: 29                             

Artinya : “Berangkatlah kamu baik dalam Keadaan merasa

di jalan Allah. yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu

mengetahui.”42

(Q.S At-Taubah : 41).

Ayat tersebut menjelaskan rasa nasionalisme masyarakat terhadap bangsa dan negaranya untuk mencapai cita-cita yang sama yaitu menjadi negara yang aman dan sentosa. Nasionalisme dalam konteks bernegara ini khususnya Indonesia, perlu diwujudkan dalam menjaga prinsip-prinsip atau nilai-nilai sebagai berikut: persatuan, cinta tanah air, patriotisme, persamaan keturunan, pluralisme dan kebebasan. Dalam ayat ini tidak dijelaskan secara spesifik tentang pajak maupun retribusi akan tetapi sudah memuat semuanya dalam rasa nasionalisme yang telah dijelaskan sebelumnya.

                                          

Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh Allah

Maha Penyayang kepedamu” 43

(QS. AnNisa:29).

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling

memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil”, yakni dengan cara yang diharamkan menurut syri’at, seperti memungut riba dan ghasab (merampas) “kecuali” melaikan “berupa” terjadi perniagaan, ada versi

qira’at yang membaca dengan nashab, maksudnya (kecuali) harta itu

42

Departemen Agama RI,Al-Qur’an dan Terjemahannya Surat Saba’ ayat 18 ,(Bandung:PT Sygma Examedia Arkanleema,2007), h. 194

43

adalah harta dari perniagaan yang keluar “dari rasa saling ridha di antara kamu” dan dilakukan dengan senang hati maka kamu boleh memakannya. “dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri” dengan melakukan hal-hal yang dapat mencelakakan dirimu di mana saja; di dunia maupun Akhirat. Ini berdasarkan qarinah (alasan kalimat berikut) “sesungguhnya Allah maha penyayang kepadamu” dalam melarangmu melakukan hal itu.44

Dalam ayat di atas dijelaskan bahwa Allah melarang hamba-Nya untuk saling memakan harta sesamanya dengan jalan yang tidak dibenarkan atau jalan yang batil. Pajak merupakan salah satu jalan yang batil untuk memakan harta sesamanya apabila dipungut tidak sesuai aturan.

Pada ayat yang telah disebutkan menjelaskan bahwa hukum pajak adalah haram karena di dalam Islam tidak ada yang namanya pajak melainkan zakat. Pembagian zakat di dalam Islam sudah ditentukan mulai dari zakat harta, zakat barang temuan dan zakat fitrah. Ketika seorang pemimpin menarik pajak pada masyarakat yang sudah membayar semua jenis zakat maka hal ini dapat merugikan dan menjadikan masyarakat jatuh miskin. Padahal tugas seorang pemimpin adalah menentramkan dan memakmurkan masyarakatnya. Hal inilah yang dimaksud di dalam hadits yang telah diterangkan sebelumnya.

44

b. Retribusi

Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Retribusi daerah juga merupakan salah satu Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan diharapkan menjadi salah satu sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah, untuk meningkatkan dan memeratakan kesejahteraan masyarakat. Daerah Kabupaten/Kota diberi peluang dalam menggali potensi sumber-sumber keuangannya dengan menetapkan jenis retribusi selain yang telah ditetapkan, sepanjang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dan sesuai dengan aspirasi masyarakat.

Retribusi daerah dapat digolongkan menjadi tiga :

1) Retribusi jasa umum adalah retribusi atas jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan, misalnya : a) Retribusi pelayanan kesehatan,

b) Retribusi pelayanan kebersihan,

c) Retribusi penggantian biaya cetak KTP dan akte catatan sipil, d) Retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat, e) Retribusi parkir di tepi jalan umum,

f) Retribusi pelayanan pasar,

h) Retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran, i) Retribusi penggantian biaya cetak peta,

j) Retribusi pengujian kapal perikanan.

2) Retribusi Jasa Usaha, yaitu retribusi atas jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut perinsip komersil karena pada dasar nya dapat pula disediakan oleh sektor swasta, misalnya :

a) Retribusi pemakaian kekayaan daerah, b) Retribusi pasar grosir dan/ atau pertokoan, c) Retribusi tempat pelelangan,

d) Retribusi terminal,

e) Retribusi tempat khusus parkir,

f) Retribusi tempat penginapan/pesanggrahan/vila, g) Retribusi penyedotan kakus,

h) Retribusi rumah potong hewan, i) Retribusi pelayanan pelabuhan kapal, j) Retribusi tempat rekreasi dan olah raga, k) Retribusi penyeberangan di atas air, l) Retribusi pengolahan limbah cair,

m) Retribusi penjualan produksi usaha daerah,

3) Retribusi perizinan tertentu, adalah retribusi atas kegiatan pemerintah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang,

penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan, misalnya :

a) Retribusi mendirikan bangunan,

b) Retribusi tempat penjualan minuman beralkohol, c) Retribusi izin gangguan,

d) Retribusi izin trayek,

c. Hasil pengelolaan kekayaan yang dipisahkan.

Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan merupakan hasil yang diperoleh dari pengelolaan kekayaan yang terpisah dari pengelolaan APBD. Jika atas pengelolaan tersebut memperoleh laba, laba tersebut dapat dimasukkan sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan ini mencakup: 1) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/

Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

2) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah/ Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

3) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat.

d. Lain-lain PAD yang sah

Lain-lain PAD yang sah merupakan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam jenis pajak daerah, retribusi daerah dan hasil pengolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Jenis-jenis lain-lain pendapatan daerah yang sah terdiri dari:

1) Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan. 2) Jasa giro

3) Pendapatan bunga

4) Penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah

5) Penerimaan komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/ atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah. 6) Penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata

uang asing

7) Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan. 8) Pendapatan denda pajak

9) Pendapatan denda retribusi

10) Pendapatan hasil eksekusi atas jaminan 11) Pendapatan dari pengembalian

12) Fasilitas sosial dan fasilitas umum

13) Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan 14) Pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan.

Penerimaan lain-lain membuka kemungkinan bagi pemerintah daerah untuk melakukan berbagai kegiatan yang menghasilkan baik yang berupa

materi dalam hal kegiatan bersifat bisnis, maupun non materi dalam hal kegiatan tersebut untuk menyediakan, melapangkan atau memantapkan suatu kebijakan pemerintah daerah dalam suatu bidang tertentu.

D. Strategi Promosi Pariwisata dalam Perspektif Ekonomi Islam

Dokumen terkait